Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemaparan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 mengenai

Pemerintah Daerah menyatakan bahwa setiap daerah memiliki

kesempatan untuk mengembangkan daerahnya sendiri, sesuai dengan

potensi yang dimilikinya. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik

fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah daerah dapat menyesuaikan pengembangan daerah dengan

mengangkat potensi dan kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing

daerah.

Kearifan Lokal atau Local Wisdom merupakan kekayaan budaya

lokal yang mengandung makna kebijakan hidup, ataupun pandangan hidup

(way of life) yang dapat mengakomodasi kebijaksanaan dan kearifan

hidup. Di Indonesia local wisdom tidak hanya berlaku pada budaya atau

etnik tertentu, tetapi berlaku terhadap budaya dan etnik secara

keseluruhan. Hampir setiap budaya lokal di Nusantara dikenal dengan

kearifan lokalnya yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja

dan lain sebagainya.

Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam

kearifan lokal diajarkan turun-temurun, atau diwariskan dari generasi ke

generasi melalui satra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan

peribahasa), serta manuskrip (Suyono Suyatno: 2014). Kearifan lokal yang

1
diajarkan turun-temurun tersebut patut dijaga oleh masing-masing wilayah

yang memiliki kebudayaan sebagai ciri khasnya dan terdapat kearifan

lokal yang terkandung didalamnya.

Kearifan lokal memiliki arti sebagai tata aturan tidak tertulis yang

menjadi acuan atau pedoman masyarakat dalam menjalankan seluruh

aspek kehidupannya, berupa : tatanan sosial sesama manusia dalam

berinteraksi baik antar individu maupun kelompok yang berkaitan dengan

hierarki dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan, etika dalam

kehidupan sehari- hari. Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan

alam, binatang, tumbuh- tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya

konversi alam. Tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan

yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa

adat istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.

Kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang sarat dengan makna

yang mendalam dan sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat yang

menganutnya. Nilai- nilai tersebut erat kaitannya dengan nilai yang

terkadung dalam Ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Oleh sebab

itu Indonesia juga dikenal dari budayanya yang unik.

Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas budaya masing-

masing yang patut untuk dikembangkan dan dijaga keberadaannya sebagai

identitas bangsa agar tetap dikenal oleh generasi muda. Koentjaraningrat

(M. Munandar Soelaeman (2007:62) mengatakan bahwa kebudayaan

nasional Indonesia berfungsi sebagai pemberi identitas kepada sebagian

2
warga dari suatu nasion, merupakan kontinyuitas sejarah dari zaman

kejayaan bangsa Indonesia di masa yang lampau sampai kebudayaan

nasional masa kini.

Eksistensi masyarakat adat dan kearifan lokal pada era globalisasi,

mulai terancam keberadaan dan kelanjutannya. Hanya tinggal beberapa

masyarakat adat dan kearifan lokal yang dapat bertahan dalam terjangan

arus globalisasi. Sebagai contoh, yaitu Suku Sawang di Belitung Timur,

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Semenjak direlokasi ke darat oleh

pemerintah pada Tahun 1978 dan 1985, jumlah suku yang aslinya

bermukim di laut ini terus menyusut. Berdasarkan catatan pemerintah

kolonial Belanda dalam Staat Van De Bevolking Op Billiton, 1851, masih

ada sekitar 1.654 jiwa. Namun, berdasarkan penelitian Profesor Iwabuchi

dari Jepang, jumlah tersebut pada tahun 2012 menjadi 900 jiwa. Data

terakhir yang diperoleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan

Penelitian (LPMP) Air Mata Air, Belitung Timur pada 2015, jumlah suku

yang diabadikan dalam novel Laskar Pelangi ini sisa 130 jiwa saja, dan

80% tidak lagi bisa berbahasa Sawang (Tribunnews, 30 Juni 2015). Hal ini

baru terjadi pada satu kasus, yaitu di masyarakat adat Sawang. Bagaimana

dengan masyarakat adat dan kearifan lokal yang lainnya?. Permasalahan

ini perlu diperhatikan serius dan dicari solusi lebih tepat oleh pemerintah

sebagai wujud menjaga nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Selain itu,

menjadi bahan atau rumusan pemerintah dalam menciptakan masyarakat

3
yang berbudaya dan menangkal ajaran-ajaran dari luar yang dapat merusak

kepribadian masyarakat, dan keutuhan bangsa dan negara.

Masih ada juga, masyarakat adat yang dapat bertahan dan

mempertahankan nilai- nilai kearifan lokalnya meskipun arus globalisasi

mengalir secara deras. Seperti masyarakat adat Baduy yang berada di

wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka menutup diri dan

mengasingkan dari budaya luar yang berusaha masuk dan

mempengaruhinya. Mereka tetap bertahan dalam hutan dan tidak

terpengaruh oleh arus globalisasi. Hal ini menandakan ada masyarakat

adat yang menyesuaikan diri dengan cara menggabungkan nilai-nilai lokal

dengan kemajuan zaman. Ada pula yang berubah secara total dengan

tujuan agar tetap eksis keberadaannya di zaman serba teknologi ini dan ada

pula yang menutup diri dari dunia luar dengan tujuan agar tidak diketahui

keberadaannya serta tidak terpengaruh oleh budaya luar, atau nilai-nilai

kearifan lokal dari leluhur tetap terjaga dan lestari. Sistem budaya lokal

merupakan modal sosial (social capital) yang besar, telah tumbuh-

berkembang secara turun- temurun yang hingga kini kuat berurat-berakar

di masyarakat (Hikmat, 2010: 169).

Pada masyarakat adat Jalawastu ini, hampir sama permasalahan

yang dihadapi oleh masyarakat adat yang ada di Indonesia, yaitu

keberlangsungan budayanya di zaman modern semakin terancam dan

tergerus, dengan beberapa nilai-nilai kearifan lokalnya yang mulai

ditinggalkan. Masyarakat adat ini, berada di wilayah Jawa Tengah

4
tepatnya di Kabupaten Brebes, Kecamatan Ketanggungan, Desa Cisereuh,

Dusun Jalawastu. Sesuai dengan lokasi keberadaannya, masyarakat adat

itu disebut dengan masyarakat adat Jalawastu. Penelitian ini berusaha

mengungkap lebih jauh masyarakat adat tersebut, karena lokasinya yang

berada di pedalaman hutan dan akses jalan yang belum memadai sehingga

keberadaannya tidak banyak diketahui oleh masyarakat Brebes pada

umumnya. Brebes dikenal sebagai salah satu kabupaten dengan garis

pantai utara yang cukup panjang sehingga dikenal dengan kawasan pantura

(pantai utara) di Jawa. Ternyata di sisi lain, Kabupaten Brebes juga

mempunyai daerah dengan dataran tinggi. Selain itu, terdapat dua bahasa

yang digunakan masyarakat dalam berkomunikasi, yaitu Jawa ngapak dan

Sunda. Hal ini dikarenakan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.

Masyarakat adat Jalawastu berada di dataran tinggi dan

menggunakan bahasa Sunda kasar dalam berkomunikasi sehari-harinya.

Namun, hal yang terpenting dalam penelitian ini, yaitu ingin menggali

nilai-nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

adat Jalawastu, menggaungkan nilai-nilai tersebut pada masyarakat umum,

mempraktikkannya, serta menjaga keberlangsungan masyarakat adat

Jalawastu, sekaligus nilai-nilai kearifan lokalnya. Dengan harapan agar

terciptanya masyarakat yang berbudaya dan beretika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah

dalam Mewujudkan Desa Wisata Berbasis Local Wisdom (Studi Kasus

5
Kampung Adat Jalawastu di Kabupaten Brebs Tahun 2018) yang telah

diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pokok masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam mewujudkan desa

wisata berbasis local wisdom?

2. Bagaimana factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peran

pemerintah dalam mewujudkan local wisdom?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan

untuk mengungkap:

1. Bentuk-bentuk kearifan lokal (local wisdom) masyarakat adat

Jalawastu

2. Peran aktif pemerintah daerah dalam membangun desa wisata yang

berbasis Local Wisdom

3. Dinamika pemberdayaan masyarakat mengenai nilai-nilai kearifan

lokal di Jalawastu

4. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan local

wisdom di masayarakat Adat Jalawastu

5. Mengananalisis faktor pendukung dan faktor penghambat di

masyarakat Adat Jalawastu

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya,

manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoristis dalam penelitian ini,

yaitu menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi peneliti, menambah

6
bahan pustaka sebagai acuan dan pertimbangan bagi penelitian

selanjutnya, dan memperkaya penelitian dengan tema- tema sosial dan

budaya yang terkait dengan kearifan lokal, sedangkan manfaat praktis

dalam penelitian ini, yaitu mengenalkan masyarakat adat Jalawastu pada

masyarakat umum, mengenalkan dan menerapkan nilai-nilai kearifan lokal

yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat adat Jalawastu, ikut

mempertahankan dan melestarikan keberadaan masyarakat adat Jalawastu

pada era saat ini, serta sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah

daerah Kabupaten Brebes untuk diangkat dan dikelola sebagai objek

wisata masyarakat adat.

E. Studi Terdahulu

Penelitian ini, merujuk pada beberapa penelitian relevan atau

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian mengenai Peran

Pemerintah Daerah dalam Mewujudkan Desa Wisata Berbasis Local

Wisdom, sebelumnya telah dilakukan oleh Bayu Syah Putra (2019),

dengan judul Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelestarian Nilai-nilai

Lokal Maysarakat Melayu Kota Tanjungpinang, dalam penelitian ini

menjelaskan bagaiman peran aktif pemerintah daerah dalam mewujudkan

nilai-nilai lokal yang ada di daerah Tanjungpinang.

Tabel 1. Studi Terdahulu

No Penulis Judul dan Tahun Ringkasan

1 Sari, Y. R., Kebijakan Tujuan jangka panjang

dan Pembangunan penelitian ini

7
Kagungan , D Kawasan Wisata menghasilkan Model

Bahari Berbasis Pengentasan Kemiskinan

Kearifan Lokal dan Desa Peseisir Melalui

Penguatan Optimasi Kebijakan

Kelembagaan Desa Pembangunan Kawasan

dalam Rangka Wisata Bahari Berbasis

Meningkatkan Kearifan Lokal dan

Kesejahteraan Penguatan Kelembagaan

Masyarakat. (2016) desa dalam rangka

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat.

2 Aan Hasanah Pengembangan Dalam penelitian ini

Pendidikan Karakter menjelaskan kearifan

Berbasis Kearifan nilai-nilai lokal yang

Lokal pada tumbuh dan berkembang

Masyarakat Minoritas pada masyarakat adat

(Studi Atas Kearifan Baduy, seperti

Lokal Masyarakat kepedulian pada

Adat Baduy Banten). lingkungan, suka

(2012 bekerjasama, taat pada

hukum/hukum adat,

sederhana/mandiri,

8
demokratis, pekerja

keras, dan menjunjung

tinggi kejujuran.

3 Ira Kearifan Lokal Adat Penelitian ini

Indrawardana Masyarakat Sunda menghasilkan temuan

dalam Hubungan bahwa pada dasarnya

dengan Lingkungan kearifan lokalnya

Alam. Studi kasus disarikan dari

(pada masyarakat pengalaman masyarakat

Sunda Kanekes). Sunda lama yang sangat

(2012) akrab dengan

lingkungannya dan sudah

hidup lama dalam budaya

masyarakat peladang.

Masyarakat Sunda

Kanekes sangat

menghargai dan menjaga

alamnya.

4 Trisna Pendidikan Karakter Penelitian ini

Sukmayadi Berbasis Nilai-nilai menghasilkan bahwa

Kearifan Lokal ajaran Pamali dipegang

Melalui Ajaran Pamali teguh oleh

pada Masyarakat masyarakatnya hingga

9
Kampung Kuta sampai saat ini, berupa

Kabupaten Ciamis. larangan-larangan atau

(201) pantangan yang tidak

boleh dilakukan dan

diyakini akan

kebenarannya. Ajaran

tersebut diwariskan dari

satu generasi ke generasi

berikutnya, yang

merupakan bagian dari

ajaran pikukuh Sunda.

5 Hastuti Pengembangan Desa Dalam penelitian tentang

Wisata Berbasis model pengembangan

Kearifan Lokal desa wisata berbasis

Sebagai Strategi kearifan lokal sebagai

Pengentasan strategi pengentasan

Kemiskinan. (2013) kemiskinan di lereng

merapi kabupaten

Sleman Daerah Istimewa

Yogyakarta

menggunakan metode

studi pustaka, observasi,

dan wawancara.

10
Sedangkan data diambil

dengan cara purposive

sampling dengan 40

responden di masing-

masing desa wisata.

Teknik analisisnya

adalah deskriptif

kualitatif dan kuantitatif.

6 Hamim pengembangan dalam penelitiannya

Farhan & R. pariwisata berbasis tentang pengembangan

Nazriah budaya lokal-budaya pariwisata berbasis

religi sebagai upaya budaya lokal-budaya

pendukung religi sebagai upaya

peningkatan industri pendukung peningkatan

pariwisata. (2013) industri pariwisata daerah

Gresik menggunakan

metode deskriptif

kualitatif dan kuantitatif.

Data yang digunakan

adalah data primer yaitu

dengan cara memetakan

dan inventarisasi potensi

budaya lokal- budaya

11
religi. Hasil

penelitiannya

menunjukkan pemetaan

pariwisata secara

sosiologis terdapat 3

interaksi yaitu interaksi

bisnis, interaksi politik

dan interaksi kultural.

7 Maryam, pengembangan objek Hasil penelitiannya

Selvi, dan wisata Kampoeng adalah faktor eksternal

Waridin. Djowo sekatul dengan skor tertinggi

kabupaten yang mempengaruhi

Kendal.(2011) perkembangan objek

wisata Sekatul adalah

faktor peluang untuk

melestarikan budaya,

sedangkan ancamannya

persamaan pariwisata

antar objek wisata.

Sedangkan faktor internal

dengan skor tertinggi

adalah faktor kekuatan

yaitu pemandangan alam

12
yang indah, sejuk dan

asri dan kelemahannya

adalah harga fasilitas dan

makanan terlalu mahal.

Sehingga strategi yang

cocok adalah strategi

penetrasi pasar dan

strategi pengembangan

produk.

8 Izza Firdausi Lombok: halal dalam penelitiannya

dkk. tourism as a new tentang Lombok: halal

Indonesia Tourism tourism as a new

Strategy. (2017) Indonesia tourism

strategy menggunakan

study literature untuk

mengumpulkan data yang

bersumber dari electronic

media, journal and

Ministry of Tourism of

the Republic Indonesia.

Hasil penelitiannya

menunjukkan Lombok

sebagai salah satu dari 12

13
destinasi halal tourism

berpotensi dijadikan

branding di dunia

internasional.

9 Adil eco- tourism Hasil penelitiannya

Siswanto & development strategy menunjukkan strategi

Moeljadi Baluran National Park yang tepat adalah dengan

in the Regency of eco- tourism product

Situbondo, East Java, development strategy,

(2015) development of basic

infrastructure and

facilities and tourist

market penetration and

promotion.

10 Khitam, M. Kerja sama antara Penelitian ini

C. pemerintah daerah, menjelaskan pentingnya

swasta, dan peranan pemerintah serta

masyarakat dalam swasta dalam

pengembangan pembangunan pariwisata.

pariwisata. (2012) Dengan demikian

pemerintah hanya

sebagai fasilitator dan

swasta sebagai pemodal

14
dalam pembangunan

pariwisata.

11 Bayu Syah Peran Pemerintah Penelitian ini bertujuan

Putra, B. Daerah dalam untuk mengetahui

Pelestarian Nilai-nilai bagaimana eksistensi

Lokal, studi kasus masyarakat adat Amma

(Masyarakat Melayu Toa terhadap ajaran atau

Kota Tanjungpinang). nilai yang diturunkan

(2014) dari leluhur dalam ajaran

Pasang ri Kajang dan

bagaimana peran yang

dilakukan Pemerintah

Daerah Kabupaten

Bulukumba dalam

menjaga kelestarian nilai-

nilai lokal masyarakat

adat Amma Toa. Hasil

dari penelitian ini

diharapkan menjadi

masukan bagi Pemerintah

Daerah Kabupaten

Bulukumba dalam

merumuskan kebijakan-

15
kebijakan terhadap

perlindungan,

pengembangan, dan

pelestarian masyarakat

adat Amma Toa Kajang.

Dari sisi akademik, hasil

dari penelitian ini

diharapkan dapat

bermanfaat bagi

perkembangan ilmu

pemerintahan terutama

mengenai peranan

pemerintah dalam

pelestarian kebudayaan

lokal.

12 Zaenuri, M. Tata Kelola Berdasarkan hasil

Pariwisata-Bencana penelitian tersebut, maka

Berbasis Collaborative dapat disimpulkan bahwa

Governance. (2017) tata kelola pariwisata-

bencana dalam perspektif

collanorative governance

dengan memberikan

otoritas penuh pada Tim

16
Pengelola untuk menjadi

penggerak transformasi

merupakan alternatif

utama agar pengelolaan

pariwisata-bencana dapat

berlanjut.

Beberapa penelitian yang telah dikemukakan di atas terdapat

beberapa kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis,

yaitu tentang peran pemerintah daerah, karakter dan kearifan lokal,

melainkan tetapi, terdapat pula perbedaan, antara lain tempat (objek) dan

pokok-pokok permasalahan yang dikaji serta lokasi (studi kasus) pada

masyarakat adatnya. Dari studi terdahulu di atas dapat diambil benang

merahnya bahwa karakter manusia pada era saat ini perlu pembenahan,

kearifan lokal yang berkembang pada era saat ini, sudah mulai jarang

dijumpai sehingga perlu digaungkan nilai-nilai kearifan lokal dengan

tujuan agar tetap terjaga dan lestari dalam bentuk pendidikan karakter

dengan begitu peran pemerintah sebagai fasilitator harus terlibat di

dalamnya. Penelitian relevan digunakan oleh peneliti sebagai penambah

informasi dan pembanding data bagi peneliti dalam melakukan

penelitiannya.

17
F. Kerangka Teori

1. Peran Pemerintah Daerah dalam Pariwisata

Secara spesifik, pemerintah daerah kabupaten Brebes

berkontribusi terhadap terjaganya nilai-nilai lokal yang ada di daerah

wisata masayarakat adat Jalawastu. Soekanto (2004)

mengartikulasikan peran sebagai suatu aspek yang terjadi secara

dinamis dari sebuah kedudukan tertentu saat seseorang melaksanakan

hak dan kewajibannya. Di sini, peran menurut Soekanto dibagi dalam

tiga cakupan:

a. Bahwa di dalam suatu peran terdapat norma yang memiliki

keterkaitan dengan posisi seseorang dalam sebuah struktur dalam

masyarakat. Secara tidak langsung, peran ini pada akhirnya akan

mengatur serta membimbang seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat sebagaimana fungsinya.

b. Peran bermakna suatu konsep tentang sesuatu yang dilakukan oleh

seseorang dalam sebuah organisasi formal. Di sini, posisi seseorang

yang dimaksud mencakup keterkaitannya dengan kehidupan

masyakarat.

c. Bahwa peran, di sisi yang berbeda, dapat disebut sebagai sebuah

tindakan atau perilaku seseorang yang memiliki signifikansi terhadap

struktur sosial masyakat.

Melihat cakupan peran di atas, peran pemerinah daerah

yang sebagai pengarah masyarakat untuk kehidupan mandiri dan

18
pembangunan demi terciptanya suatu kemakmuran (Ryaas Rasyid,

2010), dibagi menjadi dua varian:

a. Peran Pemerintah sebagai Fasilitator

Adapun yang disebut sebagai peran pemerintah sebagai fasilitator

di sini dengan adanya kinerja yang bertujuan untuk menciptakan

situasi yang kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk

merealisasikannya, pemerintah dalam hal ini diposisikan sebagai

yang menjembatani dari beragam kepentingan yang berujung

kepada peningkatan pembangunan masyarakat. Hal ini

menerapkan prinsip pemerintahan yang baik dari pemerintah

dalam membangun pembangunan yang dibutuhkan oleh

masyarakat1.

Bentuk praktis daripada peran di atas, maka pemerintah akan

bergerak dalam aspek pendampingan masyarakat. Seperti

mengadakan pelatihan, pengoptimalan bidang pendidikan,

peningkatan keterampilan, serta mengedukasi masyarakat untuk

mengetahui bidang pendanaan atau permodalan.

b. Peran Pemerintah sebagai Regulator

Untuk peran yang kedua ini, yakni peran pemerintah sebagai

regulator, adalah dengan usaha pemerintah dalam merencanakan

dan menyiapkan arah yang akan berguna sebagai stabilisasi

penyelenggaraan pembangunan. Pada dasarnya, pelaksanaan

1
Thanabharta Jaiyen, dkk, 2020, “How Do Ethics and Transparency Work in Thailand’s Local
Government”, Int.J. Public Sector Performance Management, vol. 6, no. 3, hal 364.

19
stabilisasi ini melibatkan suatu proses pembuatan undang-undang

atau peraturan yang ditujukan untuk memberdayakan infrastruktur

wisata. Di titik ini, pemerintah akan memberikan instrumen serta

acuan dasar yang pada akhirnya akan berfungsi sebagai tata

aturan yang mengatur segala kegiatan dan pelaksanaan

pembangunan.

2. Masyarakat Adat

Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup

berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat,

yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan

sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang

mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat. Masyarakat adat

mempunyai peran penting dalam mendorong peningkatan

produktivitas dan kemanjuran manusia yang dimulai dengan

memahami orang sekitar dan budayanya. Untuk mengenal lebih

budaya yang ada dibantu dengan terdorongnya pemahaman manusia,

sehingga memiliki gagasan yang membumi secara sosial tentang

perbaikan dan kesejahteraan2.

Sudah banyak studi yang menunjukkan bahwa masyarakat adat

di Indonesia secara tradisional berhasil menjaga dan memperkaya

keanekaan hayati alami. Adalah suatu realitas bahwa sebagian besar

masyarakat adat masih memiliki kearifan adat dalam pengelolaan


2
Dyah Mutiarin, dkk, 2019, “The Adoption of Information and Communication Technologies in
Human Resources Management in The Era of Public Governance”, Public Policy And
Administration, vol. 18, no. 2, hal. 347.

20
sumberdaya alam. Sistem-sistem lokal ini berbeda satu sama lain

sesuai kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem setempat. Mereka

umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya

lokal yang diwariskan dan ditumbuh-kembangkan terus-menerus

secara turun temurun.

Dalam konferensi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN

1982), disebutkan bahwa masyarakat adat adalah komunitas yang

memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun yang hidup di

wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi,

ekonomi, politik, budaya dan sosial yang khas. Hazairin dalam

Soerjono Soekanto (1981:93-94) menjelaskan cukup panjang

mengenai masyarakat adat, sebagai berikut:

Masyarakat-masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa,

marga di Sumatera Selatan, nagari di Minangkabau, Kuria di

Tapanuli, wanua di Sulawesi Selatan adalah kesatuan-kesatuan

kemasyarakatan yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan

penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama

atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Keraf A.S dalam buku

Etika Lingkungan Hidup (2010: 362) menyebutkan beberapa ciri

yang membedakan masyarakat adatdari kelompok masyarakat lain,

yaitu:

1. Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik

seluruhnya atau sebagian.

21
2. Mereka mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari

penduduk asli daerah tersebut.

3. Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama,

sistem suku, pakaian,tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari,

termasuk untuk mencari nafkah.

4. Mereka mempunyai bahasa sendiri

5. Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan

menolak atau bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal

dari luar komunitasnya

Bentuk hukum kekeluargaannya (patrilineal, matrinlineal,

atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama

berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan

hasil hutan dan hasil air, ditambah sedikit dengan perburuan binatang

liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua anggotanya sama

dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal,

dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu

mempunyai peranan yang besar.

Selanjutnya, maka Hazarin menyatakan bahwa masyarakat-

masyarakat hukum adat tersebut juga terangkum di dalam pasal 18

Undang-Undang Dasar 1945 yang isinya adalah sebagai berikut:

Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,

dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-

undang, dengan memandang dang mengingati dasar permusyawaratan

22
dalam sistem pemerintahan negar, dan hak-hak asal-usul dalam

daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Indonesia sebagai negara yang paling banyak memiliki

kepulauan dari kecil hingga besar, serta kelebihan dimana negara ini

terdiri dari berbagai macam keaneka ragaman masyarakat adat dan

memiliki ciri ke khasan tersendiri.

Sudah selayaknya keberadaan kelompok-kelompok

masyarakat adat yang bertebaran diseluruh kepulauan Indonesia dan di

setiap provinsi seharusnya hal yang patut dibangga kan, hal ini

terjadi karena keberadaan masyarakat adat merupakan kekayaan

bangsa dan dapat menjadi sumber masukan tersendiri bagi bangsa

Indonesia. Baik kekayaan yang dapat menghasilkan income bagi

negara maupun sumber ilmu pengetahuan bagi para peneliti dari

seluruh benua, yang secara jelas disinilah letak salah satu manfaat

keberadaan masyarakat adat sebagai sumbangsih yang dapat diberikan

kepada bangsa Indonesia.

Berbeda dengan beberapa negara Asia ataupun Eropa yang

tak jarang hanya memiliki satu masyarakat adat dan biasanya

masyarakat adat tersebut malah sebagai cikal-bakal dari negara

tersebut, seperti suku Indian di Amerika atau Aborigin di Australia

yang justru belakangan ini banyakterpinggirkan.

23
3. Local Wisdom

Kearifan lokal (local wisdom) menurut KBBI adalah

kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercermin

dalam sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat yang kondusif di

dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material dan non

material) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam

mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau positif.

Kearifan lokal sendiri bersifat dinamis, dalam artian

mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, perubahan

lingkungan, serta mobilitas masyarakat. Sehingga kearifan lokal

mampu bertahan ke generasi berikutnya. Selain dinamis, kearifan

lokal juga bersifat lintas budaya, artinya kearifan lokal tidak hanya

berlaku pada budaya dan etnis tertentu saja melainkan dapat

dikatakan sebagai lintas budaya dan lintas etnik sehingga mampu

memunculkan budaya nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap

budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan

gotong royong, toleransi, etos kerja, dan lain-lain.

G. Definisi Konsepsional

1. Peran Pemerintah Daerah dalam Pariwisata

Pemerintah merupakan organisasi yang memiliki

kekuasaan untuk membuat dan menerapkan undang-undang

diwilayah tertentu. Menurut Suradinata, pemerintah adalah

organisasi yang mempunyai kekuatan besar dalam suatu

24
negara, mencapai tujuan negara.

Peran Pemerintah Daerah sendiri dalam

pembangunan pariwisata hanyalah sebagai fasilitator serta

memberdayakan masyarakat dari segi sumber daya

manusianya maupun fasilitas umum yang ada di dalamnya.

2. Masyarakat Adat

Masyarakat adat merupakan istilah umum yang dipakai

di Indonesia untuk paling tidak merujuk kepada empat

jenis masyarakat asli yang ada di dalam negara-bangsa Indonesia.

Dalam ilmu hukum dan teori secara formal dikenal Masyarakat

Hukum Adat, tetapi dalam perkembangan terakhir, masyarakat asli

Indonesia menolak dikelompokkan sedemikian mengingat

perihal adat tidak hanya menyangkut hukum, tetapi mencakup segala

aspek dan tingkatan kehidupan.

3. Local Wisdom

Local Wisdom atau Kearifan Lokal adalah semua

bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan

serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku

manusia dalam kehidupan serta sebagai nilai yang dianggap

baik dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan

dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai

akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan

lingkungannya.

25
H. Definisi Operasional

1. Peran Pemerintah Daerah dalam Pariwisata

Pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan sektor

pariwisata juga mempunyai fungsi dan peran penting dalam

memanfaatkan seoptimal mungkin potensi daerahnya yaitu sebagai

pelaksana sekaligus penanggung jawab terhadap pembangunan

pariwisata. Fungsi pemerintah daerah sendiri khususnya di sektor

pariwisata adalah:

a. Peran Pemerintah sebagai Fasilitator

Adapun yang disebut sebagai peran pemerintah sebagai fasilitator

di sini dengan adanya kinerja yang bertujuan untuk menciptakan

situasi yang kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk

merealisasikannya, pemerintah dalah hal ini diposisikan sebagai

yang menjembatani daripada beragam kepentingan yang berujung

kepada peningkatan pembangunan masyarakat.

Bentuk praktis daripada peran di atas, maka pemerintah akan

bergerak dalam aspek pendamingan masyarakat. Sepeti

mengadakan pelatihan, pengoptimalan bidang pendidikan,

peningkatan keterampilan, serta mengedukasi masyarakat untuk

mengetahui bidang pendanaan atau permodalan.

26
b. Peran Pemerintah sebagai Regulator

Untuk peran yang kedua ini, yakni peran pemerintah sebagai

regulator, adalah dengan usaha pemerintah dalam merencanakan

dan menyiapkan arah yang akan berguna sebagai stabilisasi

penyelenggaraan pembangunan. Pada dasarnya, pelaksanaan

stabilisasi ini melibatkan suatu proses pembuatan undang-undang

atau peraturan yang ditujukan untuk memberdayakan infrastruktur

wisata. Di titik ini, pemerintah akan memberikan instrumen serta

acuan dasar yang pada akhirnya akan berfungsi sebagai tata

aturan yang mengatur segala kegiatan dan pelaksanaan

pembangunan.

1. Masyarakat Adat

Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup

berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat,

yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan

sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang

mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Keraf A.S dalam buku Etika Lingkungan Hidup (2010:

362) menyebutkan beberapa ciri yang membedakan masyarakat

adatdari kelompok masyarakat lain, yaitu:

1. Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik

seluruhnya atau sebagian.

27
2. mempunyai garis keturunan yang sama, yang berasal dari

penduduk asli daerah tersebut.

3. Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama,

sistem suku, pakaian,tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-

hari, termasuk untuk mencari nafkah.

4. Mereka mempunyai bahasa sendiri

5. Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan

menolak atau bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang

berasal dari luar komunitasnya.

2. Local Wisdom

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia yang terdiri dari 17.508 pulau baik berpenghuni

ataupun tidak berpunghuni, dilintasi garis khatulistiwa,

berada di antara benua Asia dan Australia serta antara

Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Wilayah yang cukup

luas dengan keberagaman kekayaan alam membuat

Indonesia memilii beragam suku bangsa, beragam

kepercayaan, beragam adat istiadat, dan beragam

kebuadayan yang semuanya bergabung menjadi satu, dengan

semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap

satu jua).

Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi

kehidupan masyarakat Indonesia, menjadi pedoman bagi

28
mereka. Tiap daerah mempunyai kebudayaannya masing-

masing, mempunyai kebijakan dan kearifan yang berbeda-

beda.

Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan

setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,

bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota

masyarakatnya (Sartini, 2004).

Adapun ciri-ciri kearifan lokal adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan mengendalikan

b. Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar

c. Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar

d. Memiliki kemampuan memberi arah perkembangan budaya

e. Memiliki kemampuan mengintegrasi atau menyatukan

budaya luar dan budaya asli

I. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara alamiah untuk

memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Data yang

didapat dari penelitian ini digunakan untuk memecahkan,

memahami, serta mengantisipasi masalah yang sangat menunjang

pada penyusunan hasil penelitian.

1. Jenis Penelitian

Ketertarikan penulis memilih tema desa wisata

masyarakat adat Jalawastu di Brebes ini terletak pada aspek

29
local wisdom yang menjadi ciri khasnya. Adapun jenis

penelitian ini adalah penelitian penelitian kualittif yang akan

lebih banyak menerapkan metode penelitian lapangan (field

research)3 dalam proses kepenulisannya (Azwar, 1999: 91).

Dan dalam proses kepenulisan tersebut penulis tidak hanya

berpijak pada data-data lapangan, namun juga melibatkan serta

data-data tambahan yang berupa literatur seperti data-data

administrasi masyarakat adat Jalaswastu dan pemerintah terkait

di Brebes, ataupun literatur lainnya seperti jurnal serta

penelitian yang memiliki kesamaan subjek penelitian dengan

tema penulis ini (Sukmadinata, 2008: 10).

2. Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian

dilaksanakan di Kabupaten Brebes, tepatnya di Kawasan

Masyarakat Adat Jalawastu, Kecamatan Ketanggungan,

Kabupaten Brebes.

3. Informan Peneliti

Informan adalah orang-orang yang betul-betul

paham atau pelaku yang terlibat langsung dengan

permasalahan penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih

karena paling banyak mengetahui atau terlibat langsung dalam

urusan kebudayaan dan pariwisata di lingkup Pemerintah

30
Daerah Kabupaten Brebes.

Pemilihan informan dalam penelitian ini dengan cara

purposive sampling. Yaitu, teknik penarikan sampel secara

subjektif dengan maksud atau tujuan tertentu, yang

menganggap bahwa informan yang dipilih tersebut memiliki

informasi yang diperlukan bagi penelitian yang sedang

dilakukan.

Adapun yang menjadi menjadi informan pada

penelitian ini adalah :

1. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Brebes

2. Kepala Desa Ciseureh sebagai pemerintah desa yang

didalamnya terdapat Kawasan masyarakat Adat Jalawastu

3. Pemimpin masyarakat adat Jalawastu yang juga merupakan

anggota masyarakat adat

4. Pemangku adat sebagai pembantu masyarakat adat

Jalawastu mengurusi hubungan masyarakat Kawasan adat

dengan masyarakat umum (di luar wilayah adat).

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan, teknik

yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :

• Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara

mengadakan pengamatan langsung terhadap objek

31
penelitian.

• Wawancara, yaitu dengan berdialog secara langsung

baik secara bebas maupun mendalam pada informan.

• Studi kepustakaan (library research), yaitu

mengumpulkan data dengan membaca buku, majalah,

artikel, surat kabar, dokumen-dokumen, undang-undang

dan media informasi lain yang terkait dengan masalah

yang diteliti. Dengan demikian narasumber yang dipilih

dalam penielitian ini adalah informan-informan yang

dianggap kompeten dalam memverikan informasi yang

berkenaan dengan penelitian ini.

32

Anda mungkin juga menyukai