Anda di halaman 1dari 9

MAPALUS PERSPEKTIF GLOBAL

Dosen pengampuh:
Dr. Alfonds Andrew Maramis, S.Si, M.Si
Wiesye M. S. Nangoy, S.Th, M.Th

Oleh kelompok 5:
Farlen winokan
Ririn
Maria Nawaani
Rahel M.r Lumban Gaol

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN KEBUMIAN
PENDIDIKAN BIOLOGI
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia kaya akan kearifan lokal yang hingga saat ini masih dipertahankan kuat oleh sebagian
besar masyarakatnya.Setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda dengan
daerah-daerah lainnya. Kearifan lokal dalam masyarakat sudah ada dan diterapkan dari generasi
terdahulu ke generasi selanjutnya. Kearifan lokal membentuk nilai-nilai yang menjadi pedoman
dalam bertingkah laku, khususnya dalam menjalin hubungan dalam masyarakat. Nilai-nilai
tersebut menjadi pegangan dan bagian dari hidup masyarakat yang dapat dilihat melalui tingkah
laku mereka sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kearifan lokal atau local
wisdom terdiri dari dua kata yaitu kearifan (kebijaksanaan) dan lokal (di suatu tempat). Secara
literal kearifan lokal dapat diartikan sebagai kebijaksanaan setempat atau dalam lingkungan
tertentu. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai hasil ide masyarakat setempat berupa
kebijaksanaan yang bernilai positif. Hasil pemikiran atau ide ini kemudian diikuti dan dianut
oleh semua anggota masyarakat karena diyakini sebagai kebijaksanaan yang bernilai luhur,
sehingga lahirlah budaya-budaya dalam sebuah masyarakat.
Namun dalam masyarakat masa kini, budaya sudah tidak lagi dimaknai secara mendalam oleh
masyarakat. Budaya tidak lagi menjadi pedoman atau acuan dalam membangun hubungan
dengan orang lain, melainkan hanya dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan martabat atau
harga diri. Sikap gengsi sudah mengambil alih pandangan masyarakat mengenai pentingnya
budaya ini. Tidak jarang, orang tua yang seharusnya bertanggung jawab dalam memberikan
pemahaman kepada anaknya mengenai budaya ini juga sudah mulai gengsi.Belum lagi, di era
globalisasi yang memungkinkan untuk terhubung dari budaya luar membuat budaya yang ada
mulai terkikis.
Globalisasi telah memberi dampak yang negatif pada perubahan arus budaya di Indonesia,
terutama bagi generasi yang hidup di era disrupsi teknologi ini. Mereka hanya fokus pada
kemajuan teknologi dan komunikasi yang sangat pesat, sehingga “lupa” akan budayanya sendiri.
Dan anehnya, mereka kemudia berusaha untuk mengadopsi budaya-budaya dari luar yang
dianggap tren dalam kehidupan era ini. Tidak heran jika anak zaman ini cenderung mengabaikan
tatakrama dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain yang disebut hospitalitas.
Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat mengetahui pentingnya budaya sebagai nilai hospitalitas
dalam bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

Merajut Tradisi Di Tengah Transisi: Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan


Lokal Dalam Budaya Mapalus Suku Minahasa

Merajut tradisi dimaknai sebagai tindakan untuk mengembalikan pemahaman masyarakat tentang makna
keutamaan sebagai manusia berdasarkan perspektif kearifan lokal atau nilai-nilai kebudayaan yang kian
hari kian terkikis oleh globalisasi dan strukturalisme. Masa ini disebut sebagai transisi karena keberdaan
manusia yang tidak dapat lepas dari perubahan yang didorong oleh semangat zaman atau ilmu
pengetahuan Dan teknologi.
Dapat di deskrpsikan bahwa Pendidikan lingkungan hidup berbasis kearifan lokal memiliki pranata nilai-
nilai yang terkandung dalam kearifan lokal yakni budaya mapalus suku Minahasa dan keterkaitan erat
dengan mentalitas atau kesadaran masyarakat dalam memahami lingkungan hidup dan bahkan lebih jauh
dari itu, kearifan lokal juga dapat menjadi barometer dalam memahami konsep lingkungan hidup di setiap
tatanan masyarakat khususnya Minahasa.
Minahasa merupakan salah satu Kabupaten di provinsi Sulawesi Utara.Minahasa dikenal dengan
Kebudayaannya yang banyak, dimulai dari Kebudayaan dalam bidang kesenian baik Tarian, rumah adat
dan kegiatan sosial yang Sering dilakukan oleh masyarakat Minahasa. J. Turang mengemukakan:
Pandangan masyarakat Minahasa, bahwa Hakekat manusia adalah “makhluk kerja Bersama berke-Tuhan-
an”. Manusia hidup Untuk be- kerja bersama berke-Tuhan-an, Bukan bekerja sendiri tetapi bekerja
Bersama (Working Togetherness), bukan Bekerja bersama mengandalkan atau untuk Kepentingan hidup
material tetapi bekerja Bersama atas amanat “Opo Empung”, “Opo Rengan rengan”, “Opo Wailan”, atau
Nama lainnya, dalam bahasa daerah Minahasa (Tuhan Yang Maha Esa).
Ada sejumlah nilai dasar dari kearifan Lokal yang di junjung tinggi dan menjadi Kaedah-kaedah hidup
manusia/masyarakat Minahasa :
1. Nilai religius : kesucian, kesalehan, keadilan, kebenaran.
2. Nilai lingkungan (ekologis): Eluren Eng Kayobaan, yang berarti jaga dan pelihara bumi.
3. Nilai Estetika (keindahan) : nilai Keindahan ini ditampilkan dalam bentuk dan karya seni (seni
Suara, seni musik, sei tari, dsb)
4. Nilai etika, Nilai kebenaran akali, Nilai demokratis , Nilai kebersamaan, Nilai kekeluargaan ,
Nilai kerja keras bersama.
Dengan kerangka nilai di atas, maka Yang dapat dikatakan bahwa kerarifan Lokal Minahasa telah
menyentuh Taksonomi pendidikan lingkungan hidup. Entah dari segi kognitif, psikomotorik Maupun
afektif. Perspektif pengolahan lingkungan hidup Berkelanjutan dengan menekankan tiga Aspek
utama.Yaitu;
Aspek lingkungan (ekosistem). Konsep Eluren Eng Kayobaan, yang berarti jaga dan pelihara Bumi.70
Eluren Eng Kayobaan, Mengandung kerangka nilai, norma, etika Sebagai acuan kultural dan kearifan
lokal Terhadap cara pandang, sikap dan perilaku Masyarakat adat Minahasa dalam rangka “membangun
relasi dan komunikasi Dengan lingkungan sekitar.”
Aspek ekonomi. Konsep Kultural dalam mapalus merupakan Formula filosofi masyarakat adat dan
Petanian Minahasa dalam meng-Implementasikan kerangka makna dari Eluren Eng Kayobaan. Mapalus
Adalah hakikat dasar dan aktivitas Kehidupan orang Minahasa (Manado) yang Terpanggil dengan
ketulusan hati nurani Yang mendasar dan mendalam (touching Hearts) dengan penuh kesadaran dan
Tanggung jawab menjadikan manusia dan Kelompoknya (teaching mind) untuk saling Menghidupkan dan
menyejahterakan setiap Orang dan kelompok dalam komunitasnya (transforming life).
Aspek manajemen. Sumber daya manusia, sitou timou tomou Tou.Yang berarti “manusia baru dapat
Disebut sebagai manusia, jika sudah dapat Memanusiakan manusia.”). Agar mata Rantai kultural-
ekologis- ekonomis itu Senantiasa kokoh, maka mata rantai Si Tou Timou Tumou Tou memperoleh
tempat Dan fungsinya. Bukan Si Tou Timou Tumengko Tou, yakni “manusia hidup Untuk
menghancurkan manusia lain.” Manusia dan masyarakat adat Minahasa Tidak hidup untuk dirinya
sendiri, tidak Memangsa saudara dan keluarganya Sendiri, bukan untuk keluarganya sendiri, Bukan untuk
dusun-dusunnya sendiri, tetapi untuk seluruh alam, seluruh ulayat, Seluruh manusia, dan seluruh
masyarakat Adat Minahasa. Bukan untuk sejarah masa Lalu saja, bukan juga hanya untuk hari ini, Tetapi
untuk sejarah gerenasi ke generasi Masyarakat adat Minahasa secara Berkelanjutan.

Fungsi Dan Peran Tradisi Mapalus Dalam Masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara
Penelitian ini dilakukan di Minahasa, Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan fungsi dan peran Mappalus dalam menjaga persatuan sosial pada masyarakat
Minahasa. Metode yang digunakan adalah kualitatif, dimana data dikumpulkan melalui
wawancara dan observasi. Kemudian data dianalisis secara deskriptif-kualitatif.
Penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Minahasa masih memanfaatkan Mappalus ini
untuk membangun relasi sosialnya. Tradisi ini memiliki lima prinsip yaitu: urusan kekeluargaan,
kerja sama, persatuan, demokratisasi, dan keagamaan. Tradisi tersebut berfungsi menjaga
persatuan dan harmonisasi masyarakat majemuk di Minahasa. Tradisi yang berdasarkan pada
situo timou tumoutou, torang samua basudara, dan kaihake sumaheke, artinya manusia dilahirkan
untuk melakukan humanisasi, manusia hidup untuk memberikan kehidupan bagi manusia lain,
dan manusia hidup untuk menghormati manusia lain.
Mapalus Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Minahasa Di Sulawesi Utara
Mapalus merupakan suatu bentuk goromg royong dan tolong menolong tradisonal yang
diwariskan nenek moyang di tanah minahasa dari dahulu hingga sekarang. Dimana mapalus
merupakan sesuatu untuk kepentingan bersama oleh masing-masing anggota. Gotong royong
bermakna tanpa pamrih sedangkan tolong menolong dengan pamrih (ada hak dan kewajiban).
Perkembangan mapalus pada bidang pertanian pada 1960, merupakan titik balik perkembangan
mapalus. Perkembangan ini mulai terjadi saat migrasi masyarakat ke kota manado masih
membawa budaya di desa. Budaya mapalus tetap ada karena situasi di kota lebih cukup keras
sehingga sikap solidaritas itu sangat dibutuhkan masyarakat. Sikap solidarita inilah yang
memaksa masyarakat untuk membentuk rukun mapalus di kota.
Mapalus yang gotong royong dan tolong menolong memiliki 11 etos, seperti resiprokal (timbal
balik), partisipatif, solidaritas, responsibilitas/tanggung jawab, gotong royong, good leadership
(kepemimpinan yang baik), disiplin, transparansi, kesetaraan atau trust (kepercayaan). 5 prinsip
sejati seperti kasih, pluralitas, keadilan sosial, keamanan, dan permusyawaratan. Selain itu,
mapalus juga berkembang di bidang pertanian, ke bidang lainnya seperti sosial, ekonomi,
pemerintahan dan kesehatan.
Mapalus dan kesehatan;
Sepuluh prinsip yang mendasari visi kami untuk budaya kesehatan menyarankan model untuk
kesehatan masyarakat yang dapat mencapai hasil jangka panjang yang diinginkan untuk sistem
kesehatan .4 prinsip dari hasil jangka panjang yaitu:
1. Kesehatan dan kesejahteraan yang optimal berkembang di sekitar geografis
2. Setiap orang memiliki akse terhadap perawatan kesehatan
3. Tidak ada yang dikecualikan
4. Ekonomi kurang terbebani oleh pengeluaran perawatan kesehatan

Implementasi Kebijakan Mapaluskamtibmas Di Desa Lalumpe Kecamatan


Motoling Kabupaten Minahasa Selatan

Mapalus Kamtibmas di Provinsi Sulawesi Utara, adalah Membentuk semangat gotong-


royong, menghimpun dan melibatkan aparat keamanan pemerintah desa/kelurahan
dengan masyarakat untuk saling menolong dan bekerja sama secara aktif dalam mencari
akar permasalahan, memecahkan masalah sosial serta mencari solusi dalam rangka
mewujudkan kenyamanan, kemaman dan ketertiban masyarakat untuk terlaksananya
program pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakat yang ada di desa/kelurahan.
Tujuan pembentukan forum ini adalah untuk memberikan pembinaan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat agar mampu dan dapat memelihara ketertiban, kemanan dan
menaggulangi bencana alam serta menjaga/melindungi keselamatan jiwa, harta benda
dari berbagai ancaman baik dalam maupun dari luar.
Oleh karena itu Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 08 Tahun 2012 Tentang
Pembentukan Forum Mapalus Kamtibmas Di Provinsi Sulawesi Utara bertujuan
membentuk forum untuk membina dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mampu memelihara ketertiban, keamanan dan menanggulangi bencana alam serta
menjaga/melindungi keselamatan jiwa, harta benda dari berbagai ancaman baik dalam
maupun luar. Mapalus Kamtibmas adalah semangat gotong royong dengan menghimpun
dan melibatkan aparat keamanan, Pemerintah Desa dengan masyarakat untuk saling
menolong dan bekerja sama secara aktif dan mencari akar permasalahan, memecahakan
masalah sosial serta mencari solusi dalam rangka mewujudkan kenyamanan, keamanan
dan ketertiban program pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah di Desa/Kelurahan;
Melakukan upaya penyelesaian konflik/persoalan hukum yang terjadi di masyarakat
dengan mengedepankan upaya musyawarah dan mufakat; dan Menjadi konsultan setiap
persoalan yang dihadapi masyarakat
BAB III
KEARIFAN LOKAL

1. Farlen winokan : Langowan, Minahasa


Budaya mapalus di Langowan
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan mapalus sangat tinggi karena masyarakat
sangat menyadari manfaat yang mereka peroleh dengan ikut sebagai anggota
mapalus. Terutama pada mapalus kedukaan. Pada mapalus kedukaan ini biasanya
seluruh masyarakat (100%) mematuhi seluruh aturan yang ada. Aturan yang
dimaksud adalah kewajiban seluruh anggota setiap kali terjadi peristiwa duka pada
keluarga yang tergabung dalam mapalus duka. Aturan yang ada dalam mapalus duka
antara lain, membawa makanan nasi ikan dan sayur yang sudah dimasak untuk
keluarga yang berduka, terlebih dalam mereka menyambut tamu dari luar daerah yang
datang melayat. Ada juga uang dan beras yang dikumpul dari masing masing keluarga
dan Seluruh uang dan beras yang terkumpul akan diserahkan seluruhnya kepada
keluarga yang berduka.

2. Ririn : Mamasa, Sulawesi Barat


Kearifan Lokal Di Mamasa: Budaya Tabe’ Sebagai Nilai Hospitalitas Dalam
Bermasyarakat
Mamasa adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat yang memiliki Berbagai
kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat.Salah satunya adalah Budaya .
Budaya tidak hanya dikenal di daerah Mamasa, namun budaya ini sudah dikenal Dan
diajarkan secara turun temurun oleh masyarakat di Sulawesi, khususnya masyarakat Suku di
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.Dalam hubungan sosial masyarakat, budaya Digunakan
sebagai wujud sopan santun, dan wujud keramah tamahan.Budaya dalam Masyarakat
Mamasa sangat dijunjung tinggi oleh para pendahulu sebagai suatu nilai etis Yang harus
dijadikan acuan dalam bermasyarakat.
Mamasa Sebagai mayoritas penduduknya yang berasal dari Suku Toraja, masyarakat Mamasa
sudah mengenal dan menerapkan budaya sejak mayoritas masyarakat masi Menganut agama
suku (mappurondo atau aluktomatua). Budaya ini sudah diajarkan dari Generasi ke generasi
pada masa kanak-kanak.Budaya dimaknai sebagai ungkapan kata Permisi, bisa juga dengan
meminta maaf ketika melakukan suatu kesalahan. Kata “” (permisi) biasa diucapkan saat
akan memulai suatu percakapan dan juga ketika lewat di epan orang lain. Dalam
mengungkapan kata “” juga diikuti dengan gerkan badan, Membukukan badan sedikit dan
tangan kanan yang turun ke bawah mengarah ke tanah. Gerakan ini bermakna memberi
penghormatan kepada orang lain, terlebih pada orang Yang lebih tua. Sikap ini tidak hanya
diterapkan bagi orang yang dikenal seperti kerabat,Orang tua dan kenalan, namun juga
kepada orang asing yang belum dikenal.
Meskipun budaya telah menjadi budaya yang melekat pada orang Mamasa, namun Penerapan
budaya ini bukan sesuatu hal yang dipaksakan. Namun dalam pandangan Masyarakat
Mamasa, akhlak atau sifat seseorang tercermin dari caranya dalam bertutur Kata
(mengnguja’), bertingkah laku (mentekka) dan pengekspresiannya (mennenne’). Ketiga
Cerminan ini menjadi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam budaya , sehingga orang yang
Tidak menerapkan budaya ini akan dinilai buruk oleh masyarakat yang sudah mengenal
Nilai-nilai budaya . Dalam budaya juga menekankan mengenai sikap tomangngura (anak
Muda) untuk menghormati tomatua (orang yang lebih tua), terlebih kepada orang asing Yang
belum dikenal. Nilai-nilai luhur inilah yang seharusnya dipertahankan oleh generasi Yang ada
saat ini, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menjalin Hubungan
sosial dengan orang lain.

Nilai-nilai luhur dalam budaya tabe’ mengandung arti untuk saling menghargai
danMenerima. Dalam budaya tabe’ tidak hanya menekankan etika dalam berkomunikasi,
Namun juga mengandung nilai-nilai hospitalitas yang menekankan sikap atau perilaku
Terhadap orang lain, yakni dengan sopan santun, menghargai dan sikap menerima.
Hospitalitas penting untuk diterapkan sebagai sikap menerima perbedaan untuk mencegah
Terjadinya konflik dalam sosial masyarakat. Penerapan budaya tabe’ dapat
Diimplementasikan dengan pendekatan pendidikan karakter dalam rumah tangga dan Melalui
ajaran agama. Di tengah era disrupsi ini, kearifan lokal khususnya budaya tabe’ Harus
dipertahankan sebagai upaya dalam membangun kerukunan dan kedamaian di Antara
masyarakat majemuk. Budaya tabe’ hendaknya bisa dikenal dengan baik oleh semua Orang
sebagai salah satu kerifan lokal yang patut dipertahankan dan dilestarikan.

3. Maria : Minahasa selatan

Jadi kata mapalus di kabupaten minahasa selatan adalah bergotong royong atau
bekerja sma salah satu tradisi yaitu memindahkan rumah dengan cara menggotong
rumah kayu itu beramai-ramai di Desa Ranoiapo, Minahasa Selatan. Rumah digotong
ke lokasi baru dengan mengangkatnya beramai-ramai.Jadi setiap ada kegiatan, warga
berbondong-bondong datang dengan membawa beragam makanan. "Tradisi di sini
memang seperti ini, saling membantu dengan apa yang dipunya.
Adapun kata“bkutulung” pada acara pesta Pernikahan didesa kami di Kabupaten
Minahasa Selatan. Desa ranoiapo merupakan desa yang terletak di kecamatan
ranoiapo, Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Desa ranoiapo
memiliki kebudayaan yang sampai saat ini masih jumpai, diantaranya budaya saling
tolong-menolong atau gotong-royong yang dalam bahasa Minahasa disebut
(Mapalus), serta beberapa tradisi lainya. Setiap desa pada umumnya memiliki budaya
yang beragam saat menggelar pesta pernikahan. Masyarakat desa ranoiapo
menerapkan budaya “Tulung Kerja” yaitu dengan mengumpulkan sebagian warga
yang telah diundang khusus oleh keluarga yang menggelar acara untuk membantu
khususnya bagian konsumsi (dapur) dan atau mensukseskan acara pesta pernikahan
yang digelar.

4. Rahel : Dolok sanggul, Sumatra Utara


Kearifan lokal yang biasa dilakukan oleh masyarakat di daerah dolok sanggul
merupakan kegiatan gotong royong untuk menyelesaikan suatu acara atau kegiatan.
Baiasanya warga masyarakat melakukan kearifan lokal pada berbagai acara ebagai
berikut:
a. Upacara mengongkalholi
Upacara mangongkal holi biasanya dilaksanakan oleh beberapakeluarga dalam
satu pomparan ( kumpulan keturunn suatu leluhur). Beberapa makam dari masing
masing anggota akan dibongkar untuk disatukan dalam satu bangunan tugu.
Sebelum makam dibongkar, semua pihak terlibat akan mengadakan doa bersama
sesuai tradisi keagaman masing masing. Ketika tulang belulang yang masih utuh
sudah terkumpul maka anggota akan membersihkan menggunakan jeruk nipis,
kemudian menata tulang beluang itu kedalam peti baru, satu peti untuk kumpulan
tulang belulang untuk satu orang. walaupun kegiatan ini adalah merupakan adat
batak, namun ada juga warga masyarakat tidak melaksanakan kegiatan ini karena
bertentangan degan kepercayaan agamanya.
b. Marsiadapari
Dalam bahasa batak, gotong royong disebut marsiadapari. Berasal dari kata
marsiakap ari yang berarti tenaga dan bantuan diberikan, kemudian bantuan dan
tenaga dibalas. Dalam kata lain, yaitu tanam dulu baru petik kemudian.
Siadapari, marsirimpa, atau marsirumpa, atau apapun sebuutannya prinsipnya
adalah gotong royong. Marsiadapari adalah gotong royong yang dilakukan oleh
beberapa orang secra serentak (rimpa) diladang masing masing secara bergiliran.
Marsiadapari pun tidak hanya dilakukan saat bertani ( mangula), tetapi juga pada
saat membangun rumah (pajongjong jabu), kemalangan, dan adat pernikahan.
Marsiadapari sangat luar biasa, karena bisa membnatu orag yang ekonominya
kurang. Tidak memnadang salah satu pihak atau adil. Baik untuk kalanga miskin
ataupun kaya, kuat atau lemah semua itu dilakukan melalui hati yang ikhlas untuk
meringankan beban anggota.
BAB IV

KESIMPULAN

Mapalus adalah kegiatan umum yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai suku yang dimana
tujuannya untuk mencapai kesuksesan suatu kegiatan. Kearifan lokal di setiap daerah
memberikan ajaran-ajaran tentang sikap keterbukaan pada orang lain meski dengan caranya yang
berbeda-beda. Kearifan lokal menjelaskan pentingnya nilai hospitalitas dalam kehidupan
bermasyarakat, melalui pendekatan salah satu kearifan lokal yang ada di setiap daerah-daerah.
Setiap Budaya dari daerah-daerah merupakan sebuah ungkapan bahasa dalam berkomunikasi
yang mengandung nilai kesopanan, menghargai dan menerima dengan tulus. Meskipun hanya
sebuah ungkapan yang diucapkan dalam berkomunikasi, budaya ini dalam penerapan sehari-hari
juga disertai dengan tindakan dan tingkah laku yang sesuai dengan kesopanan.

Anda mungkin juga menyukai