Anda di halaman 1dari 11

Keberagaman Budaya Antar Suku Dayak-Suku Banjar di Kalimantan

KARUNIA SANTI
1810128220034@mhs.ulm.ac.id

Universitas Lambung Mangkurat, Pendidikan IPS

ABSTRAK
Indonesia mempunyai daerah geografis yang sangat luas dengan keragaman budaya dan tata cara yang
beragam. Indonesia terdiri berdasarkan ribuan tata cara dan suku yang berbeda-beda. Keragaman tata
cara istiadat dan budaya setempat pada rakyat berkontribusi dalam hubungan sosial antara satu suku
menggunakan suku lainnya. Tujuan penulisan ini yaitu menggambarkan keanekaragaman budaya yang
masih ada dalam suku Dayak dan Banjar pada Kalimantan. Setiap suku mempunyai budaya yang unik
menggunakan karakteristik khasnya masing-masing menjadi bukti diri untuk menjaga eksistensinya,
misalnya keanekaragaman budaya suku Dayak dan Banjar pada Kalimantan yang bisa mensugesti
interaksi ke 2 suku tersebut. Artikel ini memakai metode dengan cara mengumpulkan keterangan yang
relevan berdasarkan buku, jurnal, dan lainnya. Keberagaman bisa menyebabkan konflik, namun
walaupun pernah terjadi konflik, bukan berarti suku Dayak dan Banjar bersikap intoleran. Setiap suku
mempunyai kewajiban untuk menjaga persatuan. Mereka tinggal pada pulau yang sama, saling
menghormati dan menghormati keragaman budaya. Interaksi antara suku Dayak dan Banjar
yang saling menghargai tata cara berbudaya melestarikan budaya itu sendiri. Adat dan budaya
yang berkembang dalam suku Dayak dan Banjar berasal dari sebuah kerukunan, lahirlah
pemahaman bahwa mereka berasal berdasarkan nenek moyang yang sama, dan bahwa mereka
mempunyai hubungan persaudaraan dalam nilai-nilai kepercayaan, toleransi,dan gotong royong antar
suku.

Kata Kunci: Suku Dayak, Suku Banjar, Kalimantan, Keberagaman, Budaya

A. PENDAHULUAN

Suku Dayak tinggal di pedalaman Kalimantan, suku menciptakan interaksi dengan suku lain
Indonesia. Suku ini lebih memilih tinggal di leluhur dengan adat dan budaya berbeda. Dayak
pedalaman dan mengisolasi diri dari pengaruh berasal dari kata Daya yang berarti Hulu, suku
dan perkembangan dunia luar. Beberapa suku atau orang yang tinggal di pedalaman
Dayak memilih membuka diri dengan dunia (Darmadi, 2016: 3). Ada juga orang Dayak
luar dengan membentuk suku baru. yaitu suku yang beragama Islam. Sebagian besar orang
Banjar yang artinya asal muasal suku Dayak Dayak yang beragama Islam menyebut diri
dan suku Banjar dari nenek moyang yang sama. mereka suku Banjar atau sering disebut melayu.
Keragaman etnis tercipta di Indonesia.Budaya (Fridolin, 1971). Keberagaman suku Dayak
yang berbeda, budaya masing-masing suku tersebar di berbagai daerah di Kalimantan,
memiliki ciri khas, sistem lokal, pengetahuan misalnya di daerah Kalimantan Selatan yaitu
dan struktur sosial yang berbeda, misalnya Islam, tetapi ada juga yang Kristen. Suku
interaksi sosial yang terjadi antara suku Dayak Dayak di Kalimantan Barat juga memiliki suku
dan Banjar di Kalimantan. Pengelolaan sumber penting yaitu Dayak, Tionghoa dan Malaysia.
daya, pengelolaan sumber daya sebagai tradisi Meskipun ada perbedaan agama, namun orang
setiap suku bangsa. Di Indonesia, keberagaman Dayak menghormati perbedaan tersebut,
menghormati asal usul nenek moyang mereka. aneka macam informasi yang relevan untuk
Sebagian besar suku Dayak tinggal di menggambarkan suku Dayak dan suku Banjar,
Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. lalu mengumpulkan aneka macam informasi
Kalimantan Tengah memiliki budaya yang yang berhubungan dengan hal yang terjadi
unik, salah satunya adalah Huma Betang. Huma tersebut.
Betang merupakan bangunan hunian Pangung
yang menjadi rumah bagi banyak keluarga dan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
dikelola oleh Betang. Huma Betang atau 1. Suku Dayak dengan Suku Banjar
Rumah Betang memiliki nilai filosofis yaitu Budaya yang terbentuk pada suatu rakyat
hidup bersama dengan tetap menjaga selalu ditentukan oleh suatu kehidupan dan
kerukunan yang kuat dan rasa kekeluargaan norma sehari-hari yang dilaksanakan
(Riswanto dkk, 2017: 217).Budaya Betang sekelompok masyarakat. Indonesia
memiliki semboyannya: "Di mana Anda mempunyai banyak sekali kelompok etnis
menginjak tanah, memegang langit dan duduk sebagai akibatnya terjadi hubungan dan
di ketinggian yang sama, Anda berada di akulturasi budaya di beberapa aspek.
ketinggian yang sama." Motto ini dimuat dalam Akulturasi budaya membentuk warga
peraturan daerah yang disebut dengan Filsafah masyarakat sehingga membangun
Huma Batang (Kusni, 2011). kehidupan yang saling berdampingan antar
Nilai pada filsafah Huma Batang supaya warga masyarakat baik imigran atau suku
kehidupan warga tercipta hayati yang aman, lainnya. (Raisa dkk, 2019) Suku Dayak
tentram, tenang dan tak terdapat perpecahan berada pada pulau Kalimatan Indonesia,
pertarungan antara suku ataupun warga . pulau Kalimantan masih ada empat ratus
Mengembangkan nilai-nilai toleransi, suku lebih yang beredar diseluruh pulau,
menghormati dan menghargai kepercayaan contohnya suku Iban, suku Molah, suku
lain agar menghindari perselisihan Kenyah, suku Dayak dan masih beragam
kepercayaan. Budaya menjadi pengembangan lagi yang lainnya, menggunakan majemuk
filsafah warga, melestarikan budaya warga istiadat dan Bahasa masing-masing suku.
menggunakan nilai-nilai kearifan lokal. Suku Dayak mempunyai keberagaman
Keberagaman budaya juga mensugesti budaya contohnya seni, Bahasa, upacara
komunikasi dan hubungan suatu suku norma, seni arsitektur pada pembangunan
menggunakan suku lainnya, contohnya suku tempat tinggal , sistem Bertani dan
Dayak menggunakan suku Banjar menjadi galat berladang, kepercayaan Kaharingan,
satu suku yang terdapat pada Kalimantan, pada tempat tinggal Betang atau Lamin, rajah
artikel ini menggambarkan hubungan sosial tubuh atau tak jarang dikenal menggunakan
antara suku dayak dan suku banjar. tato, seni ukir yg unik dan menakjubkan,
tindik atau melubangi telinga, bagi
B. METODE PENELITIAN perempuan memakai anting-anting yg
berat. (Masri,1991: 139). Pulau Kalimantan
Metode yang dipakai yaitu metode Heuristik yang sangat luas mempunyai berbagai
dengan mengumpulkan aneka macam sumber suku, keragaman budaya dan norma adat,
sejarah sekunder berupa keterangan dari jurnal, banyak sekali suku membentuk
buku dan sumber lainnya. metode kepustakaan, keberagaman budaya, Bahasa dan norma
penulis mengumpulkan informasi relevan yang adat yang terdapat pada warga masyarakat,
terkait menggunakan topik yang sesuai. keberagaman tadi menghasilkan Bahasa,
Informasi diperoleh menggunakan kepercayaan , output seni budaya, upacara
mengumpulkan aneka macam materi misalnya adat, norma, ritual, contoh arsitektur yg
jurnal , tesis, skripsi, sumber relevan lainnya. mempunyai karakteristik spesial atas
(Zed Mustika, 2008). Pengumpulan data masing-masing suku, seni ukir tempat
melalui pengkajian studi literatur menggunakan tinggal dan teknik bertani.
jurnal, kitab, dan sumber yang terkait. Suku dayak dalam awalnya bermukim pada
(Mahmud, 2011). Penulis mengumpulkan wilayah pantai dan sungai yang terdapat di
Kalimantan, lantaran pengaruh dari luar, ialah wajib terus dilestarikan turun-
yaitu melayu dan terjadi urbanisasi sebagai temurun. Seni ukir tubuh berwarna hitam
akibatnya suku Dayak menyingkir ke hutan mempunyai makna menjadi jalan
dan bukit-bukit dengan menciptakan penjelasan kekal sehabis kematian. Ukir
kelompok. Kelompok tadi menamakan tubuh jua menjadi simbol status sosial dan
kelompoknya menurut berdasarkan menjadi bukti diri suku Dayak. (Elok &
wilayah masing-masing, contohnya sungai, Taufik, 2019). Seni ukir tubuh menjadi
tokoh norma istiadat dan nama lingkungan. budaya bukti diri suku Dayak, aneka
(Santosa & Bahtiar, 2016, 48-49). Seni macam tradisi berdasarkan leluhur para
ukir dalam pertanian, senjata berburu, dan suku Dayak contohnya dalam suku Dayak
arsitektur tempat tinggal suku Dayak perempuan yaitu menenun, memanjangkan
memiliki makna dan simbol menurut suku lubang telinga, ukir tubuh. Budaya
nya, contohnya seni ukir arit Linawa yg berdasarkan leluruh merupakan
dimiliki sang suku Dayak Lundayeh peninggalan berharga menjadi bukti diri
bermakna usul dan garis keturunan suku dan asal usul suatu bangsa (Rizqi & Pitri,
Dayak Lundayeh. Seni ukir Arit Linawa 2017).
diukir dalam tempat tinggal istinorma Bahau adalah bagian dari berdasarkan
ataupun motif dalam baju istinorma komunikasi non-mulut, tato menjadi media
menjadi simbol buat orang- orang menurut komunikasi non-mulut suku Dayak. Ukir
suku Dayak Lundayeh. (Olviana dkk, tubuh bagi suku Dayak Kaya dan suku
2019). Tradisi atau budaya dalam suatu Dayak Kenyak melambangkan seorang itu
suku menumbuhkan motivasi bagi sudah melakukan berbagai perjalanan atau
masyarakat, contohnya tradisi hadiah gelar mengembara, masing-masing kampung
Tumbi Lempur menumbuhkan motivasi mempunyai motif yang berbeda. suku
bagi para anak cucu untuk mewujudkan Dayak mempunyai golongan bangsawan yg
hasrat & membanggakan anggota keluarga. dibedakan berdasarkan tabrakan tatonya,
(Yolla & Astrid, 2020). golongan bangsawan memakai tato burung
Suku Dayak jua mempunyai budaya Huma enggang, burung enggang adalah burung
betang atau tempat tinggal Betang, orisinil pada Kalimantan yg keramat. Tato
bangunan ini dibuat berdasarkan kayu besi untuk wanita yang ada di paha mempunyai
berkualitas terbaik yg bisa bertahan ratusan arti bahwa wanita tadi mempunyai strata
tahun. Huma betang dihuni satu famili sangat tinggi yg dilengkapi menggunakan
akbar menggunakan anggota 100 hingga tato gelang pada bawah betis, seni ukir
150 anggota family yg dikepalai satu badan yg ada pada bahu wanita umumnya
pemimpin atau Pambakas Lewu. Berbagai menyerupai symbol harimau. Sedangkan
nilai budaya yang bisa dipandang pada tato ditangan yaitu garis melintang atau
Huma betang yaitu nilai-nilai persaudaraan dalam betis ini dianggap Nang Klingee.
yg diklaim Hapsari, nilai gotong royong Pada suku Dayak Iban tato berfungsi
diklaim Hadep, nilai rapikan krama dan symbol tradisi, keagamaan, status sosial
beretika diklaim Belom Bahadat, dan nilai seorang dan menjadi bentuk penghargaan
musyawarah untuk bermufakat diklaim pada seorang suku Dayak yg sudah berjasa
Hapakat Kula (Suwarno, 2017). Huma atau mempunyai kemampuan khusus.
Betang menjadi tempat tinggal tata cara Keluarga kerajaan pula mempunyai tato
suku Dayak menggunakan kehidupan yg yang bermotif enggang. Tato bagi suku
hening saling menghormati disparitas Dayak pula berfungsi menjadi bukti jati diri
mempunyai rekanan menggunakan nilai- (marcellina, 2013: 2).
nilai Pancasila dan Kebhinekaan untuk Struktur sosial suku Dayak menganut asas
menjalani hayati menjadi bangsa dan kekeluargaan yaitu tinggal pada satu atap
menjadi masyarakat bernegara (Ibnu & yang terdiri menurut beberapa keluarga, &
Jefri, 2018). Seni ukir tubuh dalam suku asas keber samaan mengutamakan gotong
Dayak dipercaya bernilai sakral dan luhur royong atau kebersamaan (Usop, 2014).
Pulau Kalimantan wilayah pantai atau atau yg acap kali kita kenal dalam Bahasa
pesisir dominan dihuni oleh orang-orang Indonesia sebagai orang Banjar menjadi
Melayu Kalimantan, mereka adalah etnis terbesar berdomisili di Kalimantan
keturunan orisinil Dayak yg memeluk Selatan (Mohandas dkk, 2011). Nilai-nilai
agama Islam (Ave and King, 1986: 9). Suku kearifan lokal yg dimiliki suku Banjar
Dayak terdiri menurut aneka macam suku menjadi keunikan dan karakteristik spesial
antara lain yaitu suku Kayan, Klamantan, rakyat suku Banjar, masih ada empat nilai
kelompok Murut, suku Kenja, kelompok budaya yang masih ada dalam suku Banjar,
tanah Dayak, kelompok Bahau, suku yaitu interaksi insan dengan Tuhan,
Ngaju, Iban, & suku Punan (Kennedy, interaksi insan dengan pribadi pada hal
1974). Sedangkan Rousseau membagi aktivitas sehari-hari, interaksi insan dengan
suku-suku Dayak terdiri menurut suku sesama manusia, dan interaksi insan
Kayan, suku Sekapan, suku Kenyah, suku dengan lingkungan alam. Nilai-nilai
Long Glat, suku Kajang, suku Kelabit, suku budaya tadi diimplementasikan pada
Long Kiput, nama-nama ini berdasar dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada
warga yg terdapat di Kalimantan dan herbi lingkungan kerja, menjadi insan harus
beberapa nama desa (Rousseau, 1990: 52). ikhlas melaksanakan segala tuntuan kerja,
Seni ukir tubuh atau tato ini menjadi simbol pada rakyat masih ada budaya bubuhan dan
suku Dayak atas tingkatan sosial & menjadi pula terdapat bedingsanakan, yaitu budaya
lambang keberanian, diharapkan kemauan sama-sama saling membantu, budaya
yg gigih dan niat yang kuat untuk calon manutung yaitu interaksi insan
pemilik tato yang ingin mentato, bisa menggunakan diri sendiri, konduite agar
menunda rasa sakit saat jarum tato bersungguh-sungguh dalam setiap
menembus kulit calon pemilik tato, nilai tindakan, budaya manusia dengan alam
seni mengukir tubuh ini selain kearifan lingkungannya, adanya perilaku bisa-bisa
lokal dan kemantapan hati saat memilih maandak awak (Ermina & Sudjatmiko,
pilihan, tak boleh setengah- setengah. 2014: 4). Pemikiran suku Banjar terkait
Kalimantan adalah pulau terbesar di menggunakan nilai- nilai nasionalis pada
Indonesia menggunakan aneka macam kecintaan terhadap negara dan pemikiran
suku yang berdiri dan terus berkembang, terhadap kemajuan global luar, pemahaman
selain suku Dayak pula masih ada suku konsep terbuka dalam interaksi rakyat luar
Banjar yg saling berinteraksi menggunakan atau global internasional rakyat Banjar
rakyat sekitar. Saling beradaptasi satu sama telah bersikap terbuka menggunakan global
lain, sehinga terjadi hubungan dan internasional ataupun global luar, rakyat
alkuturasi dengan para pendatang untuk Banjar mempunyai rasa cinta terhadap
berdagang ataupun merantau yang tiba ke negara yang tinggi (Aman dkk, 2012).
Kalimantan. Akulturasi terjadi berdasarkan Tingkat emosional murid Banjar yang
aneka macam suku & budaya lantaran tak positif dalam mengendalikan emosi
jarang terjadi hubungan antar suku Banjar membangun kepribadian rakyat, pada
dan Pendatang. Suku banjar atau tak jarang penelitian tingkatan emosi positif murid
diklaim Urang Banjar mempunyai budaya Banjar lebih akbar berdasarkan dalam
yang terus berkembang dan mengalami tingkatan emosi negatif, hal ini
perubahan. Pergeseran nilai budaya dalam memberitahuakn bahwa lingkungan sosial
urang Banjar terus terjadi dan tidak rakyat Banjar terbuka akan setiap
sanggup berhenti lantaran seiring perubahan baru (Alfian, 2014).
terjadinya alkuturasi budaya dan sosial Suku Banjar mempunyai perilaku terbuka
yang terjadi setiap hari sebagai akibatnya akan setiap perkembangan yang terjadi
mensugesti perubahan sosial rakyat Banjar dilingkungannya, dan bisa berinteraksi
(Imadduddin, 2016). dengan masyarakat baru yang tiba dalam
Suku Banjar menjadi suku terbesar yang perkampungannya. Memiliki keramahan
ada di Kalimantan selatan. Urang Banjar dan kecintaan terhadap bangsa Indonesia
yang tinggi. Budaya perilaku saling & Lismayanti, 2017). Agama Islam
menghormati dan terbuka akan perubahan mempunyai kesesuaian menggunakan
dan nasionalis yg tinggi terdeskripsikan budaya suku Banjar, suku Banjar mudah
melalui kegiatan suku Banjar pada mendapat ajaran-ajaran kepercayaan Islam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dan dengan cepat mengalami
sejarah, kehidupan suku Banjar sudah perkembangan. Tradisi dan budaya Banjar
ditentukan dan sinkron dengan ajaran- mempunyai kesesuaian dengan Islam,
ajaran Islam. Sehingga terbentuklah tradisi dan budaya lokal suku Banjar
Kesultanan Banjar, suku Banjar yang menjadi panduan hayati suku Banjar yang
sebelumnya mempunyai agama animisme mempunyai nilai-nilai yang sinkron dengan
ataupun Hindu. Islam resmi sebagai Islam. Pada dasarnya kepercayaan yang
Kerajaan dan sebagai bukti diri suku Banjar antagonis menggunakan kebudayaan lokal
sehingga membangun kesultanan Banjar, akan mengalami kesulitan dalam berbaur
raja pertama yaitu Pangeran Samudra dan warga lokal akan cenderung menolak.
menggunakan gelar Sultan Suriansyah. Hubungan budaya suku Dayak dan suku
Islam mensugesti banyak sekali tata cara Banjar dicermati berdasarkan keakraban
dan budaya yang terdapat dalam rakyat interaksi wilayah suku Dayak Bukit dan
Banjar, contohnya pada membentuk tempat suku Banjar Hulu yang mempunyai
tinggal menggunakan interaksi menjulang kecenderungan secara geografis. Suku
tinggi ke langit yg mempunyai makna Dayak Bukit dan suku Banjar Hulu
filosofi menjadi pengakuan terhadap Tuhan menetap pada Pegunungan Meratus. Suku
Allah. Rumah Banjar mempunyai 5 sudut Dayak Bukit menetap pada pedalaman
yang dimana dalam Islam mempunyai pegunungan yang lebih tinggi dan terpencil
rukun Islam 5, sedangkan hitungan gasal dibandingkan suku Banjar Hulu (Iwan &
dalam panjang tempat tinggal , lebar tempat Haifa, 2017). Korelasi suku Dayak Bukit
tinggal dan tinggi tempat tinggal diadaptasi dengan suku Banjar Hulu bisa dicermati
menggunakan sifat-sifat Allah yg berdasarkan kecenderungan bahasa dan
berjumlah gasal . Ukiran tempat tinggal agama terkait nenek moyang dan rumpun
menggunakan simbol interaksi manusia, yg sama (Radam, 1987) Budaya interaksi
Tuhan dan alam yg seimbang (Kamrani, insan dengan Tuhan pada warga Banjar
2011) Budaya Kisdap Pilangur dalam suku menjadi konsep berdasarkan; Berelaan
Banjar menjadi keberadaan rakyat Banjar adalah nilai-nilai kepercayaan yg
terhadap tata cara dan budaya pada mengajarkan rasa ikhlas, syukur atar
lingkungan rakyat. Kisdap berarti cerita rahmat Tuhan, dan ibadah untuk menerima
pendek, sedangkan Pilangur berarti mitos. ridho Allah. Terdapat konsep Bubuhan
Kisdap Pilangur merupa kan mitos dalam pada sistem kekeluargaan atau korelasi
rakyat Banjar untuk wanita Banjar yang tak berdasarkan keturunan, status sosial warga
kunjung menikah lantaran melanggar , dan profesi atau pekerjaan warga , pada
pantangan-pantangan suku Banjar (Depi, konsepsi bubuhan masih ada nilai
2020). bedingsanakan atau persaudaraan laba
Adat budaya suku Banjar sangat beragam, saling bertutulungan atau tolong menolong
galat satunya, yaitu Madihin merupakan dan haja bakalah bamanang atau mau saja
kesenian tradisional yang terus dilestarikan kalah menang, adalah sanggup memberi
oleh rakyat Banjar yang berfungsi menjadi dan mendapat pada situasi menang atau
hiburan, ilmu pengetahuan bagi generasi kalah. Konsep gawi manutung dalas
penerus, peringatan akan berhati-hati balangsar dada, adalah berjuang dengan
dalam menjalankan kehidupan, memelihara sungguh- sungguh, dan konsep basa-basi
kebersihan lingkungan, menjaga Iman pada mandak awak bertujuan supaya insan bisa
Tuhan, olahraga, nilai pesan sosial bagi mengikuti keadaan dengan lingkungan,
rakyat Banjar, media pembangunan, dan menjaga dan melindungi kelestarian alam.
menjadi pemersatu rakyat Banjar (Hasuna Suku banjar didominasi keberagaman yaitu
unsur keagamaan, yaitu kepercayaan Islam, yang terdapat pada Kalimantan yaitu suku
Bahasa banjar juga mendominasi pada Dayak, lalu disusul dengan suku Banjar,
kehidupan warga terhadap suku lainnya. dan suku Jawa. Suku Dayak banyak
menempati wilayah pedalaman, sedangkan
2. Interaksi antar Suku Dayak dan suku Banjar bermukim di perkotaan, dan
Banjar suku Jawa bermukim pada wilayah
transmigrasi (Elisten, 2015).
Kehidupan setiap insan manusia setiap hari Interaksi antara suku Dayak dan suku
menghadapi keberagaman, contohnya Banjar dapat dilihat melalui cerita Intingan
keberagaman agama, suku, budaya dan ras. danDayuhan yang berada di desa Banua
Permasalahan antar suku tentunya pernah Halat Kalimantan Selatan. Cerita Intingan
terjadi. Kepedulian antar sesama dan saling dan Dayuhan memiliki nilai dan makna
mendukung dilatar belakangi rasa keharmonisan dalam kehidupan
“senasib” yang kemudian menciptakan bermasyarakat. Cerita Intingan dan
segerombolan orang yang dianggap suku Dayuhan merupakan cerita rakyat yang
atau warga , atau yang dikenal juga dengan berkembang di antara suku Dayak dan suku
community. Beberapa individu Banjar yang berfungsi sebagai sumber
menciptakan suatu gerombolan yang kerukunan antar suku. Intingan dan
dianggap suku atau warga dan mendiami Dayuhan adalah dua mana bersaudara yang
suatu daerah menggunakan perasaan memiliki perbedaan keyakinan tetapi
senasib dan satu tujuan yang sama yang sangat erat menjaga persaudaraan mereka
diklaim komunitas, gerombolan atau suku dengan nilai- nilai saling percaya,
tadi mempunyai karakteristik-karakteristik kemanusiaan. Pemenuhan kewajiban dan
yaitu secara fisik saling mendekatkan, hak, saling toleransi dalam melaksanakan
berjumlah anggota sedikit, eratnya kepercayaan masing-masing,gotong
interaksi antar anggota, dan membentuk royong kerjasama, dan resolusi konflik.
keakraban yang solid dalam interaksi Terlihat dari cerita ini bahwa suku Dayak
bersosial (Soekanto, 1982: 138). Toleransi dan Banjar belajar terinspirasi dari
dan kerukunan antar umat beragama bisa kenyataan bahwa mereka bersaudara,
tercipta dengan beraneka macam aspek dan berasal dari keluarga yang sama, dan
faktor, misalnya yang terjadi dalam suku memiliki darah yang sama, sehingga suku
Dayak Ngaju kerukunan antar umat Dayak dan Banjar menjaga keharmonisan.
beragama dipengaruhi oleh beberapa faktor Komunitas ini dapat dimanfaatkan oleh
diantaranya, yaitu filosofis tempat tinggal pemerintah, Kementerian Agama maupun
Betang atau Huma Betang, adanya lembaga sosial lainnya untuk mendorong
persaudaraan atau hubungan antar suku, kerukunan dan toleransi antar suku dan
dan ikatan darah. Faktor- faktor tadi adalah antar umat beragama (Haryanto, 2018).
nilai-nilai budaya Kaharingan yang masih
permanen dilestarikan hingga saat ini 3. Struktur sosial antara suku Dayak
(Normuslim, 2018). Berdasarkan dan Banjar
perkembangan suku-suku yang terdapat di
Kalimantan Tengah mempunyai hubungan Nilai budaya setiap suku mempengaruhi
bahasa, bahasa sehari-hari yang dipakai dan membentuk cara setiap suku
rakyat dalam berinteraksi dengan warga berinteraksi dengan suku lainnya,
lainnya. Bahasa tamuan, bahasa Dayak, contohnya suku Dayak dan suku Banjar,
bahasa Waringin, bahasa Ka dorih, bahasa pada sejarah suku Dayak adalah nenek
Maayan, dan bahasa Lawangan moyang suku Banjar, lantaran perbedaan
mempunyai ikatan hubungan dalam kepercayaan maka menjadi suku Dayak
tingkatan rumpun bahasa. Bahasa-bahasa membentuk suku Banjar. Melalui nilai-
tadi mempunyai hubungan-hubungan nilai budaya yang masih ada pada suku
dalam bahasa keluarga. Mayoritas suku Banjar menjadi panduan bersosial dengan
rakyat lain, saling menghormati dan saling masuk Islam dengan menikahi pedagang
tolong menolong pada setiap aktivitas & Melayu mereka dianggap Seganan artinya
tidak membedakan golongan, ras, ataupun masuk laut. Suku Dayak yang masuk Islam
adat. Pentingnya pencerahan budaya untuk menyebut dirinya sebagai orang Melayu,
tahu kebudayaan, pemahaman terhadap pada kehidupan warga suku Dayak yang
budaya lain, budaya yang berkembang pada masuk Islam mengangkat tokoh yang
grup suatu suku membangun konduite dan dihormati menjadi pemimpin yang seiman
perilaku masyarakat sebagai bentuk dari & mempunyai kecakapan pada mempimpin
terbrntuknya perkembangan perilaku suatu warga. Sebutan Dayak Islam menjadi
manusia (Gumilang, 2015). Budaya & etnik bentuk apresiasi bahwa usul mereka dari
yang masih ada pada suatu rakyat selalu suku Dayak. (Darmadi, 2016: 327).
menghipnotis hubungan dengan suku lain, Hubungan suku Dayak dan Islam sangat
hubungan dengan suku lain atau erak kaitannya, sudah mempengaruhi
masyarakat lain diperlukan hubungan kehidupan warga baik pada ekonomi,
sosial terhadap kelompok atau budaya budaya dan sosial sebagai akibatnya
lainnya (Morris, 2012: 53). beberapa aktivitas yang dilaksanakan pada
Pada rumah lamin masih ada 100 anggota kehidupan sehari-hari misalnya adat
family didalamnya, dulunya terdapat 12-30 pernikahan, kehidupan ekonomi pada
keluara yang tinggal bersama pada tempat perdagangan dan adat istiadat yang masih
tinggal ini, tempat tinggal lamina atau dijaga dan dilaksanakan hingga kini
tempat tinggal Betang. Rumah lamin dibagi contohnya pada berpakaian Dayak Islam
kedalam 3 ruangan, suku Dayak sangat ditentukan oleh adat Melayu hal ini
mempunyai tarian atau permainan tambaga dapat dicermati menurut sandang adat yang
yang berfungsi menjadi perangkap untuk dimiliki Dayak Islam dikembangan lebih
menjepit burung pipit yang memakan bulir sopan serta mengutamakan syariat-syariat
padi pada lading, tarian lading ini Islam dengan tak memakai kalung ataupun
mendeskripsikan kekompakan antar para gelang tulang dari hewan sebagai tolak
pemain pada warga membangun sikap bencana ataupun gangguan mahluk halus
kerjasama & gotong royong. Keberagaman bagi bayi baru lahir, Dayak Islam pula lebih
suku Dayak yang terdiri menurut beragam dikenal dengan suku Banjar. Identitas suku
suku yang bisa saling berdampingan banjar adalah suku Dayak yang
dengan tenang antar suku lainnya terwujud terislamkan, suku Banjar terdapat di
pada sebuah karya seni tari. Seni ukir tubuh Kalimantan Selatan, suku Banjar
suku Dayak mempunyai makna semakin mempunyai tradisi pasar apung di sungai
banyak tato maka seorang itu telah banyak telah ada terdapat sejak zaman kerajaan
melakukan perjalanan, tato suku Dayak Banjar, sungai menjadi sumber kehidupan
pula mempunyai nilai sebagai pengenal suku Banjar dengan aneka macam aktifitas
untuk anggota suku. Tato tak hanya dibuat sehari-hari yang sangat tergantung akan
untuk laki- laki, namun pula juga untuk sungai yang menjadi sumber kehidupan
wanita , tato untuk perembuan menunjukan ekonomi warga Banjar, yaitu adanya pasar
penghargaan atas prestasi wanita misalnya apung. Masyarakat Banjar melakukan
menari, menenun dll, letak tato berada pada transaksi jual beli di atas sungai, bak jual
lengan. Emansipasi wanita dalam suku beli hasil pertanian, ternak dan lain-lain.
Dayak bisa dicermati dalam penerapan tato, Di Kalimantan Selatan terdapat tiga pasar
tak hanya buat pria namun wanita pula terapung yaitu Pasar Terapung Muara
mempunyai kecenderungan untuk mentato Kuin, Lok Baintan dan Pasar Terapung
dengan nilai-nilai prestasinya. Kehidupan Piere Tendean. Pasar terapung Lokbaintan
suku Dayak tak jauh dengan sungai, ladang berada di sungai Martapura Kabupaten
& hutang menjadi asal pencaharian hayati Banjar, para pedagang pada pasar
warga , turut melestarikan & menjaga hutan Lokbaintan mempunyai semangat kerja dan
dan lingkungan. Banyak suku Dayak yang karakter yang tangguh. Karakter pedagang
pada pasar terapung Lokbaintan ditentukan ekonomi, politik, dan budaya masyarakat.
oleh faktor dalam & faktor luar, faktor Sungai di Kalimantan Selatan khususnya
dalam yaitu mempunyai sifat jujur, sangat Banjarmasin telah memberikan keunikan
menghargai waktu, pekerja keras, & sangat tersendiri dalam sejarah dan budaya
mandiri, faktor pendidikan para pedagang, masyarakat Banjar yang lebih dikenal
faktor keyakinan yang terdapat dalam dengan The River Culture.
masyarkat, & agama. Faktor luar yaitu Banjarmasin dengan sebutan Datu Surgi
ditentukan oleh kerjasama dengan Mufti di kota Banjarmasin. (Roim dkk,
pemerintah melalui aneka macam training 2018). Tepian sungai Kuin masih ada
terhadap para pedagang & perbaikan pemukiman tradisional yang menentukan
fasilitas untuk pasar terapung Lokbantan adanya perekonomian & sosial budaya
(Hendraswati, 2016). pada warga. Aktifitas sehari-hari &
Pasar terapung lokbaintan (Sebelum aktivitas ekonomi warga erat kaitannya
adanya Covid-19) dibuka mulai dari pukul dengan sungai sehingga membuat aneka
04.00 pagi, para pedagang disini banyak macam lini kehidupan seperti ekonomi,
dari kalangan para perempuan paruh baya, hunian warga , prasarana lingkungan,
pada pasar tentunya terjadi tawar menawar kehidupan sosial & budaya yg terdapat
barang, pada saat bertransaksi terdapat dalam warga . Karakteristik pemukiman
istilah yang wajib di ucapkan, yaitu akad pada tepian sungai Kuin masih mempunyai
jual & beli, aku terima ya barang nya & aku karakteristik khas bangunan suku Banjar
terima pula uangnya. Hal ini ditentukan sebagai akbar hunian berbentuk tempat
oleh budaya, secara umum dikuasai oleh tinggal anjung dengan bangunan primer
suku Dayak yang Islam. Pasar terapung ini memakai kayu ulin & kayu galam.
awalnya terbentuk lantaran adanya (Rahmitiasari, 2014).
transaksi antara petani & pedangang di Sungai Kuin yang terletak di Kuin
perahu, acap kali terjadinya hubungan Kalimantan Selatan adalah sebuah desa
menggunakan pedang baik pedang kuno di muara Sungai Kuin, tempat
pertanda bahwa suku Banjar bersikap pertemuan berbagai suku sejak abad ke-16,
terbuka terhadap orang baru & menerima deretan rumah di Sungai Kuin yang
perbedaaan-disparitas yang ada. Suku menghadap ke sungai. Masyarakat percaya
Banjar berada di Kalimantan Selatan, suku bahwa sungai sebagai teras dan teras, dari
ini mempunyai tata cara & budaya yang daerah inilah dinamakan Banjarmasin
sangat menghormati bisa ditinjau menurut muncul. Suku Banjar juga punya larangan
tempat tinggal masyarakatnya yang Membuang sampah ke sungai karena
kebanyakan menghadap ke sungai. Suku sungai merupakan tempat suci dan sumber
Banjar yang berada pada sungai Jingah kota kehidupan suku Banjar. Suku Dayak dan
Banjarmasin masih memegang teguh nilai, Banjar telah mengadopsi sikap saling
kebiasaan & anggaran-anggaran sosial menghargai alam demi menjaga kerukunan
yang terdapat pada masyarakat. Sebagai antar etnis. Interaksi yang terjadi di antara
galat satu peninggalan peradaban Islam mereka cukup terjalin, suku Dayak yang
yang berkembang pesat di Banjarmasin lebih muda dengan pihak luar dan dapat
wilayah sungai Jingah, yaitu masih berdiri berinteraksi untuk belajar Budaya & tata
kokoh Kubah Syekh Datu Jamaludin atau cara yang terdapat itu ialah suku Dayak
yang acap kali dikenal sang warga mempunyai perilaku terbuka namum tak
Kalimantan Selatan, khususnya wajib membarui kebiasaan, tata cara &
Banjarmasin sudah dikenal sebagai wilayah budaya dengan budaya asing. Tetap
seribu sungai. Setiap tempat terhubung mempertahankan kearifan lokal merupakan
dengan jembatan dan gerobak kayu. Sungai pujian bagi suku Dayak, saling menjaga
telah menjadi bagian dari sejarah persatuan buat menjaga keutuhan Indonesia
masyarakat Kalimantan Selatan. Sungai merupakan kewajiban setiap warga
telah menentukan perkembangan sosial, Indonesia. Suku Dayak banyak tinggal di
hutan dengan memanfaatkan hasil dari masyarakat Dayak dan Banjar dapat
hutan & sungai untuk kebutuhan sehari- dijadikan sebagai pemersatu untuk menjaga
hari, meski menjauh dari kehidupan kota & kerukunan dan persaudaraan, untuk
masuk kedalam hutan bukan berarti mereka menciptakan toleransi antar suku, seperti
menutup diri dari dunia luar & tak mau asal muasal suku Banjar dan suku Dayak
berinteraksi menggunakan warga luar, pada yang mempunyai satu leluhur yang sama
saat ini banyak wisatawan asing maupun sehingga dapat mengembangkan nilai-nilai
domestik berunjung untuk mempelajari gotong royong.
kebudayaan & kearifan lokal. Sedangkan
suku Banjar banyak hidup di wilayah E. UCAPAN TERIMAKASIH
sungai, Kalimantan merupakan pulau yang Penulis mengucapkan terima kasih yang
banyak dialiri sungai, karenanya suku sebesar-besarnya kepada para dosen
banyak kita temui pada wilayah pesisir pembimbing mata kuliah Ilmu Sejarah dan
sungai. Mereka saling menghormati & Pendidikan IPS yang telah memberikan
menjaga adab & tradisi masing-masing, kesempatan, kepercayaan dan
menjunjung tinggi perbedaan & bimbingannya kepada penulis sehingga
mengutamakan persatuan. Kontribusi bisa menyelesaikan artikel ini dengan
penelitian ini memberikan sumbangsih sebaik-baiknya dan tepat waktu.
tehadap global penelitian terkait dengan
kebudayaan yang terdapat pada Indonesia,
membuka wawasan warga terhadap
keberagaman interaksi budaya dari kedua
suku yaitu dari suku Dayak juga suku
Banjar yang berada di Kalimantan sehingga
warga dapat melestarikan keberagaman
budaya yang ada di Indonesia dengan cara
saling menghormati.
D. KESIMPULAN
Interaksi antar komunitas selalu terjadi,
baik interaksi positif maupun negatif.
Dalam kehidupan manusia tentunya
membutuhkan interaksi dengan orang lain,
misalnya interaksi antara suku Dayak dan
Banjar. Kedua suku tersebut merupakan
mayoritas yang hidup di Pulau Kalimantan.
Keragaman budaya dan adat istiadat
masing-masing suku ini sangat berbeda dan
memiliki filosofi yang sangat dalam.
Apalagi dalam falsafah kehidupan adanya
budaya saling menghargai alam dan
perlindungan lingkungan. Sikap keluarga
yang kuat terhadap perlindungan dan
perlindungan anggota keluarga terlihat
jelas dalam kehidupan sehari-hari suku
Dayak dan Banjar. Keharmonisan antar
komunitas dan kelompok etnis lain juga
tercermin pada semuanyaKegiatan suku
Dayak mampu bersosialisasi dan menerima
komunitas lain dalam rangka berinteraksi
dengan sukunya. Kebudayaan dan adat
istiadat yang berkembang dalam
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Muhammad (2014). Regulasi Emosi pada Mahasiswa Suku Jawa, Suku Banjar, dan Suku
Bima. Junral Ilmiah Prikologi Terapan. Malang.
Aman, Rahim, Zulkifley Hamid dan Shahidi Hamid. (2012). Profil Pemikiran Banjar: Satu Kajian
Perbandingan antara suku Banjar di Malaysia dan di Indonesia. Geografia Online. Malaysia
Journal of Society and Space.
Ave, Jan B. and Victor T, King. (1986). Borneo: The People of The Weeping Forest; Tradition and
Change in Borneo. Leiden, National Museum of Ethnology.
Darmadi, Hamid. (2016). Dayak Asal- Usul dan Penyebarannya di Bumi Borneo. Sosial Horizon:
Jurnal Pendidikan Islam. volume 03 (02). 322- 340.
Depi, Ilahi. (2020). Eksistensi Yerhadap Budaya Banjar pada Kisdap Pilangur. Prosiding Seminar
Nasional Mahasiswa Universitas ISlam Sultan Agung. Jurnal.unissula.ac.id
Abbas, E. W., Handy, M. R. N., Shaleh, R. M., & Hadi, N. T. F. W. (2021, February). Lok Baintan
Floating Market: The Ecotourism Potential of Rural Communities. In The 2nd International
Conference on Social Sciences Education (ICSSE 2020) (pp. 367-370). Atlantis Press.
Elisten. (2015). Kekerabatan Bahasa Tamuan, Waringin, Dayak Ngaju, Kadorih, Maayan, dan
Dusun Lawangan. Kandai. Volume 11 (01). 1-14.
Elok & Taufik, (2019). Pemaknaan dan Konsekuensi Budaya Tato Pada Suku Dayak. Jurnal Insight
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember. Volume 15 (02). 213- 219.
Fridolin Ukur Biography. 2019. bpkgunungmulia.com.
Bumilang, G. S. 2015. Urgensi Kesadaran Budaya Konselor dalam Melaksanakan Layanan
Bimbingan dan Konseling untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Jurnal
Guidena, 5(2), 45-58.
Putro, H. P. N. (2020). RIVER IN SOUTH KALIMANTAN IN HISTORICAL PERSPECTIVE.
Haryanto. (2018). Nilai Kerukunan pada Cerita Rakyat Dayunan- INtingan di Kabupaten Tapin
Kalimantan Selatan. Jurnal SMaRT: Studi Masyarakat, Religi dan Tradisional. Volume 04
(01).
Hasan. (2016). Islam dan Budaya Banjar di Kalimantan Selatan. Ittihad: Jurnal Kopertais Wilayah
XI Kalimantan. Volume 14 (25). 78- 90.
Hasuna & Lismayanti. (2017). Madihin Sebagai Kesenian Tradisional bai Masyarakat Banjar.
Lentera: Jurnal Ilmiah Kependidikan. Volume 12 (01). 38-50.
Hendraswati. (2016). Etos Kerja Pedagang Perempuan Pasar Terapung Lok Baintan di Sungai
Martapura. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Volume 01 (01). 97- 115
Ibnu Elmi & Jefri Tarantang. (2018). Interkoneksi Nilai- Nilai Huma Betang Kalimantan Tengah
dengan Pancasila. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat. Volume 14 (02). 119-126.
Imadduddin Parhani. (2016). Perubahan Nilai Budaya Urang Banjar (dalam Teori Troompenaar).
Al- Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu- ILmu Keislaman. Volume 15 (01). 27- 56.
Istiqomah Ermina dan Sudjatmiko Setyobudihono. 2014. Nilai Budaya Masyarakat Banjar
Kalimantan Selatan: Studi Indigenous. Jurnal Psikologi Teori Terapan. No. 1, 1-6, ISSN: 2087-
1708
Iwan Aflanie dan Haifa Madina, (2017). Perbandingan Karakteristik Pla Rugal Palatina antara Suku
Dayak Bukit, duku Banjar Hulu dan Suku Dayak Ngaju. Proseeding Anual Scientific Meeting.
2017. The Indonesian Assciatin fo Forensic Medicine.
Kamrani, Buseri. (2011). Budaya Spiritual Kesultanan Banjar: Historisitas dan Relevansinya di Masa
Kini. Al- Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu- Ilmu Keislaman. Volume 10 (01). 173-184.
Kennedy, Raymond. (1974). Bibliography of Indonesia People and Culture. Ithaca. Southeast Asia
Student, Yale University.
Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Masri, Singarimbun. (1991). Beberapa Aspek Kehidupan Masyarakat Dayak. Jurnal Humaniora,
journal.ugm.ac.id
Morris, B. (2014). The Impact of Culture and Ethnicity on the counseling Prosess: Prespectives of
Genetic Counselors from Minority Ethnic Groups. University of South Carolina.
Roim, Sarbaini, dan Heru Puji Winarso. (2018). Identifikasi dan Aturan- Aturan Sosial pada
Masyarakat Sungai Jingah Kelurahan Surgi Mufti Kota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan. Volume 08, (01). 99- 114.
Normuslim. (2018). Kerukunan Antar Umat Beragama Keluarga Suku Dayak Ngaju di
Palangkaraya. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Volume 03 Nomor (01). 67-
90.
Pradita E Marcelellina. (2013). Tato Sebagai Sebuah Media Komunikasi Non Verbal Suku Dayak
Bahau. Jurnal Ilmu Komunikasi, ejurnal.ikom.fisip-unmul.so.id.
Radam, (1987). Religi Orang Bukit: Suatu Lukisan Struktur dan fungsi dalam Kehidupan Sosial
Ekonomi. Universitas Indnesia.
Rahmitiasari, Antariksa, dan Kartika Eka Sari. (2014). Perubahan Hadap Bangunan Pada
Permukiman Tradisional di Tepi Sungai Kuin Utara, Banjarmasin. Jurnal Palinning for Urban
and Environment. Volume 01 (01).
Rizqi, & Pitri, (2017). Potret Perempuan Dayak Iban, Kayan, dan Sungkung Kalimantan Barat.
Specta: Jurnal of Photography, Art, and Media. Volume 01 (01). 51-68.
Riswanto Dody, Andi Mappiare, dan Mohammad Irtadji. (2017). Kompetensi Multukultural Konselor
pada Kebudayaan Suku Dayak Kalimantan Tengah. JOMSIGN: Jurnal of Multicultural Studies
in Guidance and Counseling.
Raisa, Alman, & Solehun. (2019). Alkuturasi Masyarakat Lokal dan Pendatang di Papua Barat.
Jurnal Antropologi: Isu- Isu Sosial Budaya. Volume 21 (01). 29- 37
Rousseau, Jerome. (1990). Central Borneo; Ethnic Identity and Social Life in a Stratified Society.
Oxford, Clarendon Press.
Olviana, Sugandi, & Sabiruddin. (2019). ‘Makna Pesan Ukiran Arit Linawa pada Masyarakat Dayak
Lundayeh Kalimantan Utasa’. ejurnal Ilmu Komunikasi.’ Volume 7 (02). 42-53.
Santosa & Bahtiar. (2016). ‘Mandau Senjata Tradisional Sebagai Pelestari Rupa Lingkungan
Dayak’. Jurnal Seni dan Desain Sastra. Volume 2 (02). 47- 56.
Soekanto, Soerjono. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sulang K. (2011). Budaya Dayak: Permasalahan dan alternatifnya. Malang: Bayumedia Publishing.
Suwarno. (2017). Budaya Huma Betang Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah dalam Globalisasi:
Telaah Kontruksi Sosial. LINGUA: Center of Language and Culture Studies, Surakarta,
Indonesia. Volume 14. (01). 89-102.
Usop Tari Budayanti. (2014). Pelestarian Arsitektur Tradisional Dayak pada Pengenalan Ragam
Bentuk Konsruksi dan Teknologi Tradisional Dayak di Kalimantan Tengah. Jurnal Prespektif
Arsitektur.
Yolla Ramadani & Astrid Qommaneeci. (2020). Tradisi Wisuda Secara Adat di Masyarakat Lekuk
50 Tumbi Lempur Kabupaten Kerinci. Jurnal Antropologi: Isu- Isu Sosial Budaya. Volume 22
(01). 29-37.

Anda mungkin juga menyukai