Anda di halaman 1dari 7

Boro Borobudur Counselling Review

Vol. XX No. XX (20XX) pp. XX-XX


e-ISSN: xxxx-xxxx

NILAI – NILAI BK DALAM BUDAYA POTONG JARI PAPUA


Ika Puty Nur Fitria1*, Nayla Astrifah2, Annisha Ayu Budi Permatasari3, Rahayu Fatatun Arifah4, Kuni
Izzatal Millati5 [Arial Unicode MS 10, Bold]
1
Bimbingan dan Konseling, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia
2
Bimbingan dan Konseling, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia
3
Bimbingan dan Konseling, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia
4
Bimbingan dan Konseling, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia
5
Bimbingan dan Konseling, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, Indonesia
*email: izzatalkuni@gmail.com

DOI:

Abstract
Indonesia has a variety of ethnic groups and cultures, in several processes of cultural formation from each region there is a
historical value contained in it. Indonesian culture has been seen since prehistoric times by mixing it with Hindu-Buddhist
culture. The meaning of Indonesian culture is that as a work that can be proud of from ancient times until now, culture can
also be a reflection of oneself and the identity of a nation. Indonesian culture not only includes the Bumiputra culture but
also includes indigenous cultures that have been influenced by mixed foreign cultures.
Indonesian culture is very diverse and unique cultures. For example, in eastern Indonesia. Papua Province is one of them,
Papua has a lot of culture in it which is very unique and interesting to learn and understand. Papua Province is very thick
and rich in arts and culture. In some tribes in Papua there are also those who reject foreign culture into their culture. They
assume that foreign culture will bring reinforcements in their lives.

Keywords:

Abstrak
Indonesia memiliki beragam suku bangsa dan budaya, dalam beberapa proses pembentukan budaya dari masing masing
daerah terdapat nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Budaya Indonesia terlihat sejak jaman prasejarah dengan
mencampurkan dengan budaya Hindu-Budha. Makna budaya Indonesia yaitu sebagai suatu karya yang dapat dibanggakan
dari zaman dulu hingga sekarang, budaya juga dapat menjadi cerminan diri dan identitas suatu bangsa. Budaya indonesia
tidak hanya mencangkup budaya bumiputra akan tetapi juga mencangkup budaya budaya pribumi yang sudah terpengaruh
dengan kebudayaan asing yang tercampur.
Budaya Indonesia sangatlah beragam budaya unik. Contohnya saja di Indonesia bagian timur. Provinsi Papua salah satunya,
Papua memiliki banyak sekali kebudayaan yang ada di dalamnya yang sangat unik dan menarik untuk dipelajari dan
dipahami. Provinsi Papua sangat kental dan kaya akan kesenian serta kebudayaan yang ada. Dalam beberapa suku di Papua
juga masih ada yang menolak budaya luar ke dalam budaya mereka. Mereka menganggap bahwa kebudayaan luar akan
membawa bala dalam kehidupan mereka.

Kata Kunci: Papua , Budaya

1. Pendahuluan
Masyarakat suku dani memiliki sebuah tradisi unik dan ekstrim yaitu tradisi potong jari. Tradisi tersebut
merupakan bentuk dari kesedihan dan rasa duka cita atas ditinggalnya seseorang yang di kasihi. Butuh waktu
lama untuk melupakan kesedihan tersebut. Namun, untuk masyarakat suku dani, kehilangan seseorang yang
dicintai merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan. Maka dari itu suku dani selalu melakukan tradisi potong
jari sebagai lambang dari kehilangan orang tersayangnya. Bila ada anggota keluarganya yang meninggal maka
masyarakat suku dani diwajibkan untuk memotong jarinya. Selain sebagai bentuk atas kehilangan orang yang
disayanginya, potong jari juga dipercaya masyarakat suku dani sebagai bentuk menghindarkan bala. Potong jari
dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti kapak, parang dan pisau.
Ada juga dengan menggigit ruas jari sampai terputus. Mengikat jari dengan seutas tali hingga aliran darah
terhenti hingga ruas jari akan mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari. Potong jari dianggap sebagai
simbol pedihnya dan sakitnya seorang ditinggalkan oleh anggota keluarganya. Pemotongan jari dilakukan untuk
mencegah "Terulang kembali" malapetaka yang telah merenggut anggota keluarga yang ditinggalkan. Di
masyarakat suku dani jari sangat disakralkan.
Menurut masyarakat suku dani, menangis karena kehilangan seseorang yang disayangi tidaklah cukup untuk
menunjukan kesedihan atas kehilangan seseorang. Bagi masyarakat suku dani, jari disimbolkan sebagai

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0


International License.
Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 1
Author last name, Author last name, Author last name

kerukunan, kesatuan dan kekuatan dalam diri dan keluarga. Jari bekerja dalam membangun suatu kesatuan dan
tangan akan berfungsi sempurna. Tubuh juga melambangkan hidup bersama yang menunjukan rumah, suku,
budaya, asal serta nenek moyang. Karena itu panjang jari adalah kesatuan untuk meringankan pekerjaan karena
jari selalu meringankan beban pekerjaan. Jika salah satu dari komponen itu hilang maka hilanglah komponen
kebersamaan dan berkurangnya kekuatan. Kesedihan yang mendalam dan luka hati seseorang yang ditinggal
mati pada hati keluarga jika luka jari sudah sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Maka dari itu suku dani
memotong jari mereka saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Namun, dijaman sekarang tradisi itu
hampir ditinggalkan dan dianggap kuno dan primitif karena pengaruh agama dan budaya luar yang masuk di
sekitar pegunungan tempat tinggal suku dani. Akan tetapi, masih ada beberapa laki laki dan wanita yang
memiliki jari yang terpotong karena tradisi ini.

Kebudayaan berasal dari kata budaya, serta budaya ini kemudian berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu
Buddhayah yang memiliki arti akal atau budi. Jadi kebudayaan merupakan suatu hal yang berhubungan dengan
akal serta budi. Di dalam bahasa Inggris, budaya tersebut dengan culture. Kata culture berasal dari Bahasa Latin
yakni colere yang memiliki arti dalam mengolah atau mengerjakan, di dalam konteks ini merupakan mengolah
tanah atau bertani. Colere atau culture juga dapat diartikan sebagai usaha manusia di dalam mengolah alam.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan serta juga tindakan hasil karya
manusia didalam rangka kehidupan masyarakat yang dipunyai manusia dengan belajar.menurut Soelaeman
Soenardi & Selo, kebudayaan merupakan semua hasil karya, cipta serta rasa dari masyarakat. Sedangkan
menurut J. Macionis merupakan cara berfikir, cara bertindak serta juga objek material yang dengan bersama
sama membentuk cara hidup manusia. Kebudayaan meliputi apa yang kita pikirkan kemudian bagaimana cara
kita bertindak, serta apa yang kita miliki. Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara kebudayaan memiliki arti
sebagai buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan terhadap dua pengaruh kuat yaitu zaman dan alam.
Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukan budaya yang
dimunculkan dari masing masing daerah memiliki nilai sejara. Pembentukan budaya Indonesia terlihat sejak
masa prasejarah, kedatangan pengaruh budaya Hindu-Budha dan agama Islam.
Budaya Indonesia juga dapat diartikan bahwa Indonesia memiliki beragam suku bangsa dan budaya yang
beagam seperti tarian daerah, pakaian adat dan rumah adat. Budaya Indonesia tidak hanya mencangkup budaya
bumiputra, tetapi juga mencangkup budaya budaya pribumi yang mendapat pengaruh budaya Tionghoa, Arab,
India dan Eropa.

2. Pembahasan
Papua merupakan salah satu dari ribuan pulau di Indonesia dan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia. Papua
memiliki ribuan kebudayaan yang sangat menarik dan masih kental dengan keyakinan terhadap leluhur di jaman
dahulu. Papua terletak di bagian timur negara Indonesia yang berdampingan dengan negara Papua Nugini. Nama
Papua dahulunya bernama Irian Jaya dan diubah pada tahun 2003 yang dibagi menjadi 2 provinsi yaitu Papua
dan Papua Barat yang merupakan provinsi terluas dan terbesar di Indonesia.
Ibukota Papua adalah Jayapura. Papua juga memiliki 28 kabupaten, 2 kota, 576 kecamatan,158 kelurahan dan
5.380 desa. Agama yang dipercayai masyarakat Papua sebagaia besar menganut agama Kristen dengan
presentase 85,25%, namun tidak hanya kristen, adapula Islam 12,56%, Protestan 69,54%, Katolik 15,71%,
Hindu 0,07%, kepercayaan 0,07% dan Budha 0,05%. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia. Lagu
daerah Papua yaitu Apuse dan Yamko Rambe Yamko. Serta flora dan fauna resmi Papua yaitu Buah Merah
Papua dan Cendrawasih mati-kawat.

Kebudayaan dan kesenian di Papua sangat beraneka ragam dan sangat unik dan juga menarik. Berikut aadalah
kesenian dan kebudayaan Papua.
a. Bahasa. Masyarakat Papua menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat untuk berinteraksi antar
masyarakat. Bahasa Indonesia digunakan menjadi bahasa resmi hingga ke suku pedalaman papua. Akan
tetapi banyak pula masyarakat yang tidak bisa berbahasa indonesia karena minimnya pendidikan di
Papua.
b. Pakaian tradisional. Pakaian adat papua adalah koteka, khususnya untuk masyarakat papua pedalaman.
Mereka hanya menggunakan koteka untuk membalut tubuh mereka. Pakaian adat papua untuk pria dan
wanita umumnya sama bentuknya. Selain menggunakan koteka masyarakat papua juga memakai hiasan
hiasan seperti hiasan kepala dengan bentuk burung cendrawasih, gelang, kalung dan juga ikat pinggang
yang disertai dengan rumbai rumbai.

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 2


Author last name, Author last name, Author last name

c. Rumah adat. Honai adalah rumah adat dengan bentuk atap kerucut dan terbuat dari jerami. Honai dibuat
kecil dan sempit serta tanpa jendela dengan tujuan menahan angin masuk di wilayah pegunungan
papua. Rumah honai debangun setinggi 2,5 m dan dibagian tengah rumah ada tempat api unggun untuk
menghangatkan diri. Honai ditempati 5 sampai 10 orang. Rumah honai terdapat 2 lantai, lantai 2 untuk
tidur dan lantai 1 untuk membuat kerajinan tangan dan makan.
d. Tari tradisional
 Tari musyoh merupakan suatu tarian sakral masyarakat papua dengan tujuan menenangkan arwah
suku yang meninggal karena kecelakaan. Masyarakat suku adat papua percaya bahwa orang yang
meninggal karena kecelakaan maka arwahnya tidak akan tenang sehingga dilaksanakan tarian
sakral ini.
 Tari sajojo merupakan tarian untuk pergaulan dari berbagai suku. Tarian ini biasanya dilakukan
untuk menyambut tamu yang dalam acara penyambutan tamu di Papua.
 Tari yospan merupakan tarian pergaulan muda mudi papua. Tarian ini muncul pada tahun 1960
yang pernah populer dan sebagai gerak pada senam sehat jasmani dan rohani. Kata Yospan sendiri
merupakan akronim dari Yosim Pancar yang merupakan nama tarian sendiri. Tari Yospan ini
terdiri dari pergabungan dari 2 tarian tradisional suku Papua. Yosim merupakan tarian dari daerah
Teluk Sairei, sedangkan tari Pancar berasal dari daerah Biak, Numfor dan Manokwari. Tarian
Yospan biasanya dilakukan oleh 2 grup terdiri dari grup penari dan musisi. Alat musik pengiring
Yospan adalah tifa, gitar, ukelele dan bas bersenar 3. Setiap grup Yospan memiliki pakaian
tersendiri namun masih mencirikan pakaian Papua.
e. Senjata tradisional papua adalah pisau belati yang berguna untuk melawan musuh terbuat dari tulang
kaki burung kasuari dan sebagai hiasannya menggunakan bulu burung kasuari. Selain itu pisau belati
papua juga menggunakan busur panah dan juga lembing untuk berburu.
f. Makanan khas
 Papeda terbuat dari sagu. Sagu merupakan sumber makanan yang paling banyak ditemui di wilayah
papua. Masyarakat papua biasanya menyantap papeda dengan ikan kuah kuning. Ikan yang
digunakan biasanya ikan tongkol atau ikan mubara yang dibumbui kunyit dan jeruk nipis sebagai
pelengkapnya.
 Sate ulat sagu merupakan salah satu makanan khas papua. Seperti dijelaskan diatas, sagu
merupakan sumber makanan nabati yang banyak diminati. Namun makanan khas ini bukan olahan
sagunya, akan tetapi ulat yang ada di dalam batang sagu yang telah membusuk. Umumnya
masyarakat papua mengonsumsi ulat sagu secara langsung tanpa dimasak terlebih dahulu. Namun
saat ini masyarakat lebih memilih ulat sagu yang telah diolah menjadi hidangan yang enak dan
menggugah selera hingga mirip dengan sate.
 Ikan bungkus terbuat dari dua bahan yaitu ikan dan juga daun talas. Bumbu yang digunakan dalam
memasak ikan bungkus yaitu garam dan rempah. Garam digunakan untuk menghilangkan getah di
daun talas. Cara memasak ikan bungkus kurang lebih sama dengan memasak pepes ikan pada
umumnya.
g. Alat musik tradisional papua adalah tifa. Tifa terbuat dari kayu yang bagian tengahnya dilubangi dan
ditutup dengan kulit rusa yang dikeringkan. Tifa mirip dengan gendang. Cara memainkan tifa sama
sama dipukul seperti memainkan gendang.
h. Kerajinan tangan masyarakat papua yaitu noken. Noken dibuat dengan bahan bahan yang ada di alam.
Noken terbuat dari kayu yang diberi warna warna dengan akar tumbuhan dan buah buahan. Noken ini
mirip dengan tas hanya saja noken disangkutkan dengan kepala saat menggunakannya.

2.1. Sistem Kepercayaan


Kepercayaan tetonisme merupakan sebuah bentuk kepercayaan dan memandang asal usul manusia
berasal dari dewa dewa dan juga nenek moyang dan masih banyak suku suku yang tertutup dan tidak mau
berinteraksi dengan dunia luar. Akan tetapi banyak masyarakat Papua yang sudah memeluk agama resmi yand
sudah tercantum di negara Indonesia.
2.2. Mata Pencarian
Babi merupakan prestise dan juga lambang dari status sosial masyarakat Papua. Maka dari itu, sebagian
besar masyarakat Papua bermata pencarian dengan berternak babi. Selain menjadi lambang status sosial babi
juga dapat digunakan sebagai mas kawin atau uang mahar ketika seseorang akan menikah. Selain berternak babi

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 3


Author last name, Author last name, Author last name

masyarakat Papua juga bercocok tanam di ladang. Mereka menanam makanan pokok seperti Hipere dan Ubi
Jalar.
2.3. Sistem Kepercayaan dan Masyarakat
Etnik suku Papua sangat beragam dengan budaya dan adat istiadat yang ada didalamnya yang berbeda
beda dari satu suku dengan suku yang lainnya. Pada umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem
kekerabatan yang menganut garis ayah atau patrilinial. Suku asli di Papua ada 255 suku dengan dengan bahasa
yang berbeda. Suku tersebut antara lain adalah suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Ayamaru, Empur, Mandacan,
Biak, Arni, Sentani, Waropen, Tobati dan lain lain.

2.4. Pola Pemukiman Masyarakat Papua


a. Penduduk pesisir pantai: Nelayan, berkebun, dan meramu sagu. Komunikasi dengan kota dan
masyarakat luar sudah tidak asing lagi.
b. Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah: Mereka termasuk peramu sagu, berkebun,
menangkap ikan di sungai dan berburu di hutan, mereka pengembara dalam kelompok kecil. Adat
istiadat mereka ketat dan selalu mencurigai pendatang baru.
c. Penduduk pegunungan yang mendiami lembah: Bercocok tanam, memelihara babi, berburu dan
memetik hasil dari hutan. Pemukimannya berkelompok dengan penampilan yang ramah bila
dibandingkan dengan penduduk tipe ke 2. Adat istiadat dijalankan secara ketat dengan “Pesta Babi”.
Ketat dalam memegang dan menepati janji. Pembalasan dendam merupakan tindakan heroisme dalam
mencari keseimbangan sosial melalui “Perang Suku” yang dapat diibaratkan sebagai pertandingan atau
kompetisi. Sifat curiga terhadap orang asing ada namun tidak seketat penduduk tipr ke 2.
d. Penduduk pegunungan yang mendiami lereng lereng gunung: Adat istiadat mereka ketat, sebagian
masih “KANIBAL”, dan bunuh diri merupakan tindakan terpuji bila melanggar adat karena akan
menghindarkan bencana dari seluruh kelompok masyarakatnya. Perang suku merupakan aktivitas untuk
mencari keseimbangan sosial, dan curiga pada orang asing cukup tinggi juga.

2.5. Budaya Papua

Masyarakat suku dani memiliki sebuah tradisi unik dan ekstrim yaitu tradisi potong jari.
Tradisi tersebut merupakan bentuk dari kesedihan dan rasa duka cita atas ditinggalnya seseorang yang
di kasihi. Butuh waktu lama untuk melupakan kesedihan tersebut. Namun, untuk masyarakat suku dani,
kehilangan seseorang yang dicintai merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan. Maka dari itu suku
dani selalu melakukan tradisi potong jari sebagai lambang dari kehilangan orang tersayangnya. Bila ada
anggota keluarganya yang meninggal maka masyarakat suku dani diwajibkan untuk memotong jarinya.
Selain sebagai bentuk atas kehilangan orang y ang disayanginya, potong jari juga dipercaya
masyarakat suku dani sebagai bentuk menghindarkan bala. Potong jari dapat dilakukan dengan berbagai
cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti kapak, parang dan pisau. Ada juga dengan menggigit
ruas jari sampai terputus. Mengikat jari dengan seutas tali hingga aliran darah terhenti hingga ruas jari
akan mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari. Potong jari dianggap sebagai simbol pedihnya
dan sakitnya seorang ditinggalkan oleh anggota keluarganya. Pemotongan jari dilakukan untuk
mencegah "Terulang kembali" malapetaka yang telah merenggut anggota keluarga yang ditinggalkan.
Di masyarakat suku dani jari sangat disakralkan.
Menurut masyarakat suku dani, menangis karena kehilangan seseorang yang disayangi
tidaklah cukup untuk menunjukan kesedihan atas kehilangan seseorang. Bagi masyarakat suku dani, jari
disimbolkan sebagai kerukunan, kesatuan dan kekuatan dalam diri dan keluarga. Jari bekerja dalam
membangun suatu kesatuan dan tangan akan berfungsi sempurna. Tubuh juga melambangkan hidup
bersama yang menunjukan rumah, suku, budaya, asal serta nenek moyang. Karena itu panjang jari
adalah kesatuan untuk meringankan pekerjaan karena jari selalu meringankan beban pekerjaan. Jika
salah satu dari komponen itu hilang maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkurangnya
kekuatan. Kesedihan yang mendalam dan luka hati seseorang yang ditinggal mati pada hati keluarga
jika luka jari sudah sembuh dan tidak terasa sakit lagi. Maka dari itu suku dani memotong jari mereka
saat ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Namun, dijaman sekarang tradisi itu hampir
ditinggalkan dan dianggap kuno dan primitif karena pengaruh agama dan budaya luar yang masuk di
sekitar pegunungan tempat tinggal suku dani. Akan tetapi, masih ada beberapa laki laki dan wanita yang
memiliki jari yang terpotong karena tradisi ini.

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 4


Author last name, Author last name, Author last name

Tradisi potong jari adalah tradisi yang dimilki oleh masyarakat papua yang masih memegang
kepercayaan dari leluhurnya yaitu memotong jari kecuali ib`u jari. tradisi ini termasuk tradisi yang
ekstrim bagi masyarakat diluar daerah papua, karena penduduk papua khususnya di daerah yang masih
memegang teguh kepercayaan dari leluhur akan memotong jarinya jika ada keluarga yang
meninggalkan mereka untuk selama lamanya. Ritual ini dilakukan oleh kaum ibu, tradisi ini dipercayai
untuk menghindari hal hal yang tidak di inginkan seperti musibah yang dianggap menjadi faktor
meninggalnya keluarga mereka supaya tidak terulang lagi.
Menrut Neala (1985) rasa dukacita adalah sebuah rasa kehilangan yang mengejutkan dan ketidakbisaan
menyingkirkan keadaan dimasa lampau menuju je suasana menyedihkan. Wiryasaputra mengutip yang
berisikan bahwa manusia pasti akan mengalami yang namanya dukacita, namun tingkat dukacitanya
memilki tingkat yang berbeda beda. Begitu pula pada pendudu papua yang memiliki kepercayaan yang
kuat pada tradisi potong jari yaitu sebagai perwujudan atas kepergian keluargaya untuk selama
lamanya. Melalui tradisi potong jari atau Niki Paleg ini seolah olah mereka tidak dapat pergi dari
kesedihan yang berlarut larut dengan terus terbayang kenangan bersama orang yang telah
meninggalkanya. Tidak hanya fisik yang rasa duka akan terus ada dibatin mereka selama mereka
menlanjutkan hidupnya. Semakin banyak duka yang mereka rassakan akan banyak pula jari yang
mereka potong.
Ketidakmampuan mereka melepaskan kematian keluarga mereka, mereka bersedia untuk
menjalani tradisi potong jari yang penuh dengan nilai adat yang telah diturunkan oleh nenek
moyangnya. Menurut mereka tradisi ini melambangkan ikatan kasih dan rasa sayang mereka kepada
keluarga. Itensitas duka cita yang dirasakan masyarakat papua khususnya suku Dani memilki itensitas
yang tinggi dalam ikatan kasih dan sayang mereka. Yang dimaksudkan adalah orang yang sudah tinggal
lama bersama mereka dengan jangka panjang akan dilakukan potong jari jika ada yang meninggal.
Tidak hanya dalam suku dani saja tetapi suku diluar suku dani jika mereka ada rasa sayang dan ikatan
kasih maka mereka harus tetap melakukan tradisi potong jari itu. Dengan mereka memotong jari mereka
untuk keluarganya dianggap bahwa mereka sudah mengikhlaskan kepergian keluarga dan kerabatnya
untuk pergi selama lamanya.
Tradisi potong jari juga disebut Hane Zambaya. Tujuan potong jari agar arwah tetap tinggal di
rumah adat masyarakat suku Moni Paniai (Honai) hingga luka jari tersebut sembuh. Hane Zambaya
dilakukan seorang diri pada orang yang keluarganya meninggal dunia. Jarinya akan di potong setelah
pemakaman selesai. Hane Zambaya tidak dapat dilakukan pada ibu jari. Proses pemotongan jari
dilakukan dengan menggunakan parang, kampak atau benda tajam lainnya dan beralaskan batu atau
kayu. Tradisi ini dilakukan oleh Suku Moni di Papua paniai . Masyarakat moni Ugidimi sudah
melakukan hal ini sejak lama.

3. Hasil dan pembahasan


Tradisi potong jari adalah tradisi yang dimilki oleh masyarakat papua yang masih memegang
kepercayaan dari leluhurnya yaitu memotong jari kecuali ibu jari. tradisi ini termasuk tradisi yang ekstrim
bagi masyarakat diluar daerah papua, karena penduduk papua khususnya di daerah yang masih memegang
teguh kepercayaan dari leluhur akan memotong jarinya jika ada keluarga yang meninggalkan mereka untuk
selama lamanya. Ritual ini dilakukan oleh kaum ibu, tradisi ini dipercayai untuk menghindari hal hal yang
tidak di inginkan seperti musibah yang dianggap menjadi faktor meninggalnya keluarga mereka supaya tidak
terulang lagi.
Menurut Neala (1985) rasa dukacita adalah sebuah rasa kehilangan yang mengejutkan dan
ketidakbisaan menyingkirkan keadaan dimasa lampau menuju je suasana menyedihkan. Wiryasaputra
mengutip yang berisikan bahwa manusia pasti akan mengalami yang namanya dukacita, namun tingkat
dukacitanya memilki tingkat yang berbeda beda. Begitu pula pada pendudu papua yang memiliki
kepercayaan yang kuat pada tradisi potong jari yaitu sebagai perwujudan atas kepergian keluargaya untuk
selama lamanya. Melalui tradisi potong jari atau Niki Paleg ini seolah olah mereka tidak dapat pergi dari
kesedihan yang berlarut larut dengan terus terbayang kenangan bersama orang yang telah meninggalkanya.
Tidak hanya fisik yang rasa duka akan terus ada dibatin mereka selama mereka menlanjutkan hidupnya.
Semakin banyak duka yang mereka rassakan akan banyak pula jari yang mereka potong.
Ketidakmampuan mereka melepaskan kematian keluarga mereka, mereka bersedia untuk menjalani tradisi
potong jari yang penuh dengan nilai adat yang telah diturunkan oleh nenek moyangnya. Menurut mereka
tradisi ini melambangkan ikatan kasih dan rasa sayang mereka kepada keluarga. Itensitas duka cita yang

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 5


Author last name, Author last name, Author last name

dirasakan masyarakat papua khususnya suku Dani memilki itensitas yang tinggi dalam ikatan kasih dan
sayang mereka. Yang dimaksudkan adalah orang yang sudah tinggal lama bersama mereka dengan jangka
panjang akan dilakukan potong jari jika ada yang meninggal. Tidak hanya dalam suku dani saja tetapi suku
diluar suku dani jika mereka ada rasa sayang dan ikatan kasih maka mereka harus tetap melakukan tradisi
potong jari itu.
Dengan mereka memotong jari mereka untuk keluarganya dianggap bahwa mereka sudah mengikhlaskan
kepergian keluarga dan kerabatnya untuk pergi selama lamanya.

Tradisi potong jari juga disebut Hane Zambaya. Tujuan potong jari agar arwah tetap tinggal di rumah
adat masyarakat suku Moni Paniai (Honai) hingga luka jari tersebut sembuh. Hane Zambaya dilakukan
seorang diri pada orang yang keluarganya meninggal dunia. Jarinya akan di potong setelah pemakaman
selesai. Hane Zambaya tidak dapat dilakukan pada ibu jari. Proses pemotongan jari dilakukan dengan
menggunakan parang, kampak atau benda tajam lainnya dan beralaskan batu atau kayu. Tradisi ini dilakukan
oleh Suku Moni di Papua paniai . Masyarakat moni Ugidimi sudah melakukan hal ini sejak lama. Hane
Zambaya merupakan pengalihan rasa sakit khas Papua.

Suku Moni mengartikan jari sebagai simbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia
maupun dalam sebuah keluarga. Perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki arti sebuah kesatuan dan
kekuatan tentang kebersamaan untuk meringankan beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerja sama untuk
membangun sebuah kekuatan sehingga tangan dapat berfungsi secara sempurna. Jika kehilangan salah satu
ruas jadi bisa mengakibatkan tangan tidak dapat bekerja dengan maksimal. Maka jika salah satu bagiannya
menghilang maka komponen kebersamaan akan hilang dan berkurangnya kekuatan.Suku Moni memiliki
alasan bahwa “Tuma hago mego hago dolehago ” atau pedoman dasar hidup bersama berasal dari satu
keluarga, satu marga, satu rumah, satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah dan sebagainya.
Masyarakat Suku Moni beranggapan bawah kebersamaan sangat penting. Kesedihan yang mendalam dan
luka hati karena anggota keluarga meninggal, akan sembuh saat luka di jari yang di potong telah sembuh dan
tidak terasa sakit. Karena itu masyarakat paniai suku Moni memotong jari saat ada anggota keluarga yang
meninggal.

Kebuayaan Potong Jari di Papua

Gambar 1. Hasil foto buku responden 1

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 6


Author last name, Author last name, Author last name

4. Kesimpulan
Papua merupakan salah satu dari banyaknya kebudayaan di Indonesia yang masih sangat kental sanpai
sekarang. Papua adalah provinsi yang terletak di bagian tengah pulau Papua atau bagian paling timur wilayah
Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua sebelumnya
bernama Irian Jaya yang mencangkup seluruh bagian Provinsi Papua. Sejak tahun 2003 dibagi menjadi 2
provinsi, dengan bagian timur memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya, memakai nama Papua Barat.
Provinsi Papua memiliki luas 312.224,37 km2 dan merupakan provinsi terluas dan terbesar pertama di
Indonesia. Ibukota Provinsi Papua adalah Jayapura. Suku Dani yang mendiami wilayah Lembah Baliem
menunjukan rasa sedih dan duka citanya dengan memotong jari, bila terdapat anggota keluarga seperti
suami/istri, ayah, ibu, kakak, anak dan adik. Tradisi ini wajib dilakukan, menurut mereka adalah sebagai
simbol dari kesedihan yang teramat dalam seseorang yang kehilangan anggota keluarganya, selain itu potong
jari diartikan pula untuk mencegah malapetaka yang menyebabkan kematian dari keluarga tersebut. Biasanya
yang melakukan tradisi ini adalah wanita, namun adapula laki laki yang melakukannya. Tata cara potong jari
antara lain yaitu dengan menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak dan parang. Menurut penelitian
mengatakan bahwa mereka selalu menanamkan rasa saling menghormati, memiliki dan rasa kebersamaan
maka itulah salah satu alasan masyarakat Papua memotong jari ketika ada anggota keluarga yang meninggal
dunia. Pola pikir konseli yaitu tentang adanya empati. Keharmonisan yang saling melengkapi dari interaksi
antara konseli dan konselor yang dimana jika konseli merasakan sedih atau sakit maka konselor juga akan ikut
merasakannya juga. Di dalam bimbingan konseling, adanya empati dari konselor sangat di perlukan bagi
konseli saat melakukan layanan bimbingan konseling.

5. Ucapan Terima Kasih (sampaikan dalam bahasa indonesia)


Terima kasih kepada para pembaca atau reviewer dan proofreader yang telah membaca artikel kami dan
memberikan dukungan, terima kasih juga kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
artikel ini.

6. Referensi
Zonggonau, A. (2017). Kebudayaan Potong Jari Sebagai Simbol Duka Suku Moni Di Desa Ugidimi Distrik
Bibida Kabupaten Paniai Provinsi Papua. HOLISTIK, Journal Of Social and Culture.
https://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/commed/article/download/1257/764/4181

Putro, B. B. (2019). N Makna Dibalik Tradisi Niki Paleg Suku Dani di Papua: Tradisi Niki Paleg Suku Dani.
Commed: Jurnal Komunikasi Dan Media, 3(2), 159-167.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/holistik/article/download/17450/16983

Borobudur Islamic Economics Review, Vol. xx, No. xx (20xx) 7

Anda mungkin juga menyukai