A. Pendahuluan
Huma Betang merupakan Konsep pembangunan secara makro
yang mengintegrasikan berbagi unsur yang saling mendukung
dalam pelaksanaan pembangunan, dilambangkan dengan sebuah
Rumah Besar sebagai tempat bermukim masyarakat yang diwarnai
oleh pluralitas agama dam budaya. Mereka tinggal bersama dalam
satu rumah besar dan panjang dengan sejumlah kamar yang
melambangkan kebersamaan komunitas masyarakatnya melalui
kepemimpinan seorang kepala suku, yang dikenal dengan istilah
(Bakas Lewu).
Existensi Huma betang sebagai salahsatu ikon budaya Dayak,
terus dipelihara dan dikembangkan untuk menggali dan melestarikan
nilai-nilai dan filosofi yang terkandung didalamnya, karena ia
merupakan mutiara yang patut dieksplorasi dan dimanfaatkan sebagai
wujud tanggung jawab bagi pelestarian dan pewarisan budaya dayak
bagi generasi yang akan datang, sehingga terpelihara dari proses
marginalisasi dan kepunahan budaya, karena pengaruh globalisasi
yang tidak mungkin dihindari. Para pemerhati budaya dituntut
untuk memperkuat keperdulian dalam membentengi kecenderungan
terjadinya degradasi budaya dan pada akhirnya menyelamatkan nilai-
nilai budaya Dayak itu sendiri dari peroses kepunahan, selanjutnya
dapat memanfaatkan ruang publik secara arif dan cerdas untuk
mempublikasikan nilai-nilai budaya melalui berbagai media dan
forum, baik regional, nasional maupun internasional.
Ada kekhawatiran yang mendalam jika terjadi sikap budaya kaget
(shock culture) bagi generasi yang akan datang karena masuknya
budaya luar yang mempengaruhi kehidupan mereka. Untuk itulah
upaya pelestarian budaya melalui kegiatan ilmiah seperti symposium
dan seminar internasional yang menghadirkan tokoh dan pakar
sejarah dan budaya dari berbagai negara seperti yang dilakukan
1 BPS, Kota Palangka Raya dalam Angka Tahun 2013, (Palangka Raya: BPS,
2013) hlm.3.
2 Tjilik Riwut, Kalimantan Tengh Alam dan Kebudayaan, (Solo: NR Publishing,
2007), hlm. 263.
3 Ibid., hlm. 76
21 Demianus Siyok dan Tiwi Etika, Mutiara Isen Mulang Memahami Bumi
dan Manusia Palangka Raya (Palangka Raya : PT. Sinar Bagawan Khatulistiwa,
2014). Hlm 213,216 – 219.
Internalisasi dan Akulturasi Nilai-Nilai Keislaman
2) Nilai Persaudaraan
Nilai-nilai persaudaraan dan persamaan yang terkandung dalam
falsafah budaya huma betang yang dijadikan pegangan masyarakat
dayak yang tidak mengenal adanya strata sosial yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Menurut Sabran Ahmad, tidak adanya
differensiasi kelas dalam kehidupan masyarakat dayak sebagaimana
dikenal dalam masyarakat lain pada umumnya seperti karaeng dalam
budaya Makassar, Andi dalam budaya Bugis, menunjukkan nilai
persamaan derajat kemanusiaan. Masyarakat dayak tidak mengenal
istilah-istilah tehnis yang mengarah pada status sosial yang berbeda
antara satu dengan lainnya.26
33 http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2009/07/10/adat-dan-budaya-
dalam-bingkai/ , online diakses tanggal 06 Januari 2015.
Internalisasi dan Akulturasi Nilai-Nilai Keislaman
saudara.34
Dalam interaksi sosialnya, komunitas betang hidup rukun dalam
pengertian yang wajar. Sebagai manusia, komunitas betang sudah
pasti mengalami konflik dalam batas-batas yang dapat ditolerir.
Mereka mengalami konflik latent (tersembunyi) karena hal-hal yang
berkaitan dengan like/dislike (suka/tidak suka) dalam persoalan kecil,
namun konflik itu, tidak pernah meluas sampai menjadi konflik
terbuka/ (manifest) yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan,
kerukunan dan keharmonisan hidup warga betang.
Hal tersebut disebabkan budaya dan filosofi huma betang telah
merekatkan hubungan persaudaraan masyarakat dayak. Ikatan
hubungan persaudaraan ini bersumber dari iedology masyarakat
setempat yang mereka sebut sebagai Belom Bahadt (hidup
berdasarkan kepada adat sehingga menjadi suatu keutuhan sebagai
manusia). Manusia dayak memiliki tiga sikap dasar dalam menjalani
kehidupannya yaitu membangun hubungan dengan Tuhan (unsur
gaib), tumbuhan, dan sesama manusia. Belom Bahadat kemudian
menjadi tuntunan manusia dayak dalam nejalani kehidupannya dan
pada gilirannya menjelma menajdi hukum adat yang kontekstual
pada masing-masing suku. Belom Bahadat merupakan ideologi
yang sarat dengan nilai-nilai tata krama kesopanan yang sudah
terimplementasi dalam budaya suku dayak.35
Ideologi Belom Bahadat mempunyai beberapa pengertian.
Pertama, Belom berarti hidup (tidak mati) yaitu perikehidupan yang
tumbuh dan berkembang yang dituntun oleh nilai-nilai hidup yang
43 Sidik Rahman Usop, wawancara tanggal 5 juli 2014, di Kota Palangka Raya
Internalisasi dan Akulturasi Nilai-Nilai Keislaman
yang lain. 44
Belom bahadat juga mengandung nilai-nilai transedental, dimana
sebagai umat beragama yang baik komunitas dayak harus menjalin
kontak dengan firman tuhan. sebagai warga negara yang baik,
komunitas dayak harus patuh pada undang-undang dan sebagai
pewaris darah leluhur yang baik yang harus menyayangi warisan adat
dan istiadat yang positif. Belom bahadat jika diterjemahkan dalam
pola pikiran sekarang mencerminkan 3 citra penting yaitu citra sikap
sopan, citra sikap hormat, dan citra sikap sembah. Citra sikap sopan
berlaku teehadap semua unsur, citra sikap hormat berlaku terhadap
unsur jenjang keatas, dan citra sikap sembah hanya diberlakukan
terhadap Tuhan yang Maha Esa. Belom bahadat dalam pengertian
lain adalah perilaku hidup yang menjunjung nilai tata krama, sikap
moral, dan spiritual yang menekankan kesopanan yang sangat luas,
meliputi sikap sopan terhadap unsur flora, fauna, manusia, arwah,
dan roh-roh gaib, sehingga memungkinkan masyarakat dayak hidup
dengan damai, rukun, persaudaraan, tenggang rasa dan saling
menghormati.
Belom bahadat juga mengandung ajaran moral universal dalam
beberapa aspek penting. Pertama, sebagai umat beragama yang
baik komunitas dayak harus menjalin kontak dengan firman Tuhan.
Kedua, sebagai warga negara yang baik komunitas dayak harus patuh
kepada undang-undang. Ketiga, sebagai pewaris darah leluhur yang
baik, sayangilah warisan yang positif.45
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tonggak sejarah rapat
44 Sidik Rahman Usop, wawancara tanggal 5 juli 2014, di Kota Palangka Raya
45 Y. Nathan Ilon. Batang Garing dan Dandang Tingan, Sebuah Konsepsi
Memanusiakan Manusia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, (T.T:
T.P, 1997), hlm. 54.
E. Simpulan
Budaya Huma Betang merupakan konsep pembangunan
terintegrasi yang menggambarkan kehidupan masyarakat Dayak
yang multikultural dan religi dengan kesamaan visi dan mis sehingga
mampu membangun kebersamaan dalam mengaktualisasikan nilai-
nilai kearifan lokal dalam wujud : Kekeluargaan, kebersamaan,
keseteraan, persatuan dan persaudaraan ,serta musyawarah dan
Internalisasi dan Akulturasi Nilai-Nilai Keislaman
mufakat.
Palangka Raya merupakan wujud konsep Budaya Huma Betang
yang dicetuskan oleh Cilik Riwut, Gubernur Pertama sekaligus salah
seorang pendiri lahirnya Kalimantan Tengah pada tanggal 17 Juli
1957, ditandai dengan penandatanganan prasasti di atas monumen
tugu Sukarno sebagai saksi sejarah, sekaligus penegasan Ir.Sukarno
bahwa Palangka Raya merupakan salahsatu kota di Indonesia yang
layak dan strategis sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia di
masa yang akan datang. Isu ini menjadi informasi menarik yang
selalu dibicarakan di media sosial, semoga suatu saat Palagka Raya
terwujud menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia,
Daftar Pustaka