Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL

EKSISTENSI TRADISI WACAN PADA MASYARAKAT DESA


SUWANGI TIMUR KECAMATAN SAKRA KABUPATEN LOMBOK
TIMUR 1990-2019
(Kajian Sejarah Budaya)

LALANG ALIPYA
NPM. 170109001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI (FISE)
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2021

i
EKSISTENSI TRADISI WACAN PADA MASYARAKAT DESA
SUWANGI TIMUR KECAMATAN SAKRA KABUPATEN LOMBOK
TIMUR 1990-2019
(Kajian Sejarah Budaya)

LALANG ALIPYA
Program Studi Pendidikan Sejarah
email: alangbelo18@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah awal dan


perkembangan tradisi wacan, menjelasan nilai-nilai dan fungsi yang terkandung
dalam tradisi wacan, serta mengetahui pengaruh tadisi wacan terhadap kehidupan
masyarakat desa Suwangi Timur Kecamatan sakra Lombok Timur ditinjau dari
kajian sejarah budaya. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
objek penelitian adalah masyarakat Desa Suwangi Timur Kecamatan Sakra
Kabupaten Lombok Timur. Metode pengumpulan data yang dugunakan adalah:
(1) Observasi (2) Wawancara (3) Dokumentasi. Sedangan teknik analisis data
menggunakan (1) Heuristik (2) Kritik Sumber (3) Interpretasi (4) Historiografi.
.............................................................Hasil penelitian ini menunjukkan, (1) Sejarah awal dan p
tradisi wacan berhubungan erat dengan perkembangan intelektual dan peradaban
pada masa kerajaan islam yang ada di pulau lombok. Bagian Timur (Kerajaan
Selaparang) bagian Tengah (Kerajaan Pejanggik) dan bagian Utara (Kerajaan
Bayan) pada perembangannya, kerajaan Pejanggik dan Selaparang berhasil
dikalahkan oleh kerajaan Bali yang dipimpin oleh Arya Banjar Getas. Beberapa
pasukan menyebrang ke pulau Sumbawa dan beberapa lagi tetap di Lombok dan
memusatan kekuatannya di daerah Sakra. Oleh sebab itu, Tradisi Wacan pada
masyarakt Desa Suwangi Timur Kecamatan Sakra masih ada dan terlestarian
dengan baik. (2) Masyarakat mampu mengimplemantasikan nilai-nilai yang
terkandung dalam tradisi wacan dalam kehidupan sehingga terbentuk masyarakat
yang taat dan bebudaya (3) Pengaruh tradisi wacan berupa perubahan sikap dan
prilaku masyarakat berupa menjunjung nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan
dalam segala hal.

Kata kunci: Sejarah Budaya, Eksistensi, Perkembangan dan Pengaruh Tradisi.

THE EXISTENCE OF WACAN TRADITION IN THE PEOPLE OF EAST


SUWANGI VILLAGE SAKRA DISTRICT EAST LOMBOK
REGENCY 1990-2019
i
(Study of Cultural History)

LALANG ALIPYA
Program Study of History Education
email: alangbelo18@gmail.com

Abstract: This study aims to determine the early history and development of the
wacan tradition, explain the values and functions contained in the wacan tradition,
and determine the influence of the wacan tradition on the lives of the people of
East Suwangi village, Sakra district, East Lombok in terms of cultural history
studies. This type of research is a qualitative research with the object of research
is the people of East Suwangi Village, Sakra District, East Lombok Regency. The
data collection methods used are: (1) Observation (2) Interview (3)
Documentation. While the data analysis technique used (1) Heuristics (2) Source
Criticism (3) Interpretation (4) Historiography.
The results of this study indicate, (1) The early history and development of
the wacan tradition are closely related to intellectual development and civilization
during the Islamic empire on the island of Lombok. The eastern part (Selaparang
Kingdom), the Middle part (Pejanggik Kingdom) and the northern part (Bayan
Kingdom) in their development, the Pejanggik and Selaparang kingdoms were
successfully visited by the Balinese kingdom led by Arya Banjar Getas. Some
troops crossed to the island of Sumbawa and some remained in Lombok and
concentrated their forces in the Sakra area. Therefore, the Wacan Tradition in the
people of East Suwangi Village, Sakra District, still exists and is well preserved.
(2) The community is able to implement the values contained in the discourse
tradition in the life of an obedient and cultured society. (3) The influence of the
discourse tradition is in the form of changes in people's attitudes and behavior in
the form of upholding values and togetherness in all things.

Keywords: Cultural History, Existence, Development and Influence of Tradition.

ii
A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang besar dengan masyarakat yang majemuk,
yang terdiri dari beragam suku bangsa, adat istiadat, ras, agama maupun bahasa.
Nasikun dalam (Kesuma & Murdi: 2017) menyatakan bahwa keadaan geografis
yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau yang terserak di
suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke Barat dan
lebih dari 1.000 mil dari Utara ke Selatan, merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap terciptanya pluralitas suku bangsa di Indonesia.
Berdasarkan luas geografis tersebut, berbagai macam suku bangsa, etnis, dan
bahasa terdapat di dalamnya. Ada lebih dari 300 suku bangsa di Indonesia,
masing-masing dengan bahasa dan identitas kultural yang berbeda-beda. Lebih
jauh lagi, ada sekitar 500 kelompok etnis, yang menggunakan lebih kurang 250-an
dialek bahasa, 17 hukum adat, 6 agama yang diakui secara resmi, serta 100-an
kepercayaan dan adat istiadat.
Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang dalam masyarakat
dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya memiliki kaitan yang sangat
erat dengan kehidupan masyarakat, karena segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu
sendiri dan kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi tetap hidup
walaupun anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan
kelahiran. Budaya terbentuk sebagai manifestasi akal budi manusia dalam
interaksi sosial mereka dengan sesama manusia, interaksi personal dengan diri
mereka sendiri, interaksi religious dengan sesuatu yang mereka percayai dan
imani dan interaksi dengan lingkungan sekitar mereka. Proses pembentukan
budaya juga terjadi secara beragam, ada yang dibentuk secara cepat dengan
memakan waktu yang singkat, namun sebagian budaya harus ditempa dengan
waktu yang berabad-abad lamanya. Hal ini juga menentukan corak, karakteristik,
warna dan unsur pengaruh dari setiap budaya yang ada (Kuntowijoyo; 1999).
Upacara tradisional merupakan salah satu wujud dari kebudayaan yang
berkaitan dengan makna nilai-nilai, simbol-simbol, sehingga mempunyai arti yang
sangat penting bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Arti penting tersebut
tampak dalam kenyataan bahwa nilai-nilai luhur budaya budaya bangsa serta

1
mengungkapkan makna simbolik yang terkandung, sehingga masyarakat
memahami eksistensi upacara tradisional tersebut. Sedangkan ritual adalah teknik
(cara, metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Segala komponen
dalam sebuah ritual tidaklah ditentukan secara sembarangan karena segala sesuatu
yang menyangkut prosesi ritual telah diatur sebelumnya. Ritual yang berdasarkan
tradisi biasanya memiliki unsur magis yang berkaitan dengan makhluk astral atau
makhluk halus yang bersifat mengganggu atau membawa penyakit dan memberi
kesialan. Oleh karena itu, untuk menolak bala, biasanya masyarakat adat
melakukan sebuah upacara atau ritual. Upacara biasanya memiliki tujuan tertentu
dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kepercayaan masyarakat yang melakukan
upacara tersebut. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan dalam setiap budaya
daerah. Setiap kelompok mempunyai tujuan masing-masing dalam melakukan
upacara tradisional atau ritual. Setiap kebudayaan memiliki unsur-unsur khas atau
tema yang khusus yang mengandung nilai-nilai filosofi dari budaya tersebut,
sekaligus merupakan corak khusus yang membedakan budaya yang satu dengan
budaya lainnya (Jamaluddin: 2005: 78).
Corak dan tema yang dimiliki oleh budaya tradisional di setiap daerah
mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat pendukungnya.
Arti penting tersebut tampak dalam kenyataan bahwa melalui budaya tradisional
dapat diperkenalkan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta menguraikan makna dari
symbol-simbol yang terkandung didalamnya. Desa Suwangi Timur adalah salah
satu desa di Lombok Timur yang masih mempertahankan kebudayaan mereka
sampai saat ini, salah satunya adalah tradisi wacan. Wacan merupakan sebuah
naskah lama yang ditulis di atas daun lontar dan kitab-kitab tua yang merupakan
peninggalan buah fikiran para leluhur yang berisi cerita-cerita para leluhur yang
mengandung ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan.
Dalam kedudukannya sebagai budaya atau tradisi suatu daerah, Wacan
mencerminkan suatu nilai budaya di mana nilai-nilai yang terdapat pada Wacan
tersebut perlu diangkat ke permukaan agar dapat diserap dan dijadikan contoh
oleh segenap anggota masyarakat khususnya Desa Suwangi Timur kecamatan
Sakra. Dengan adanya nilai-nilai baik dalam tradisi Wacan tentu akan sangat

2
menguatkan kedudukannya sebagai suatu kebudayaan dalam pandangan
masyarakat karena dalam kenyataanya, Wacan bukanlah semata-mata tradisi
upacara adat belaka yang berisi hayalan-hayalan, akan tetapi berisi sebuah ajaran
dan nilai-nilai yang sangat bermanfaat.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan pemikiran
manusia yang cendrung berfikir rasional mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan atau
tradisi-tradisi yang pada awalnya sangat kuat dan melekat pada individu dalam
masyarakat semakin hari semakin terkikis. Seperti yang terjadi pada masyarakat di
Desa Suwangi Timur Kecamatan Sakra. Kandungan dan nilai-nilai yang terdapat
pada tradisi wacan semakin hari semakin diabaikan khususnya oleh generasi muda
yang mengakibatkan tradisi wacan ini semakin jarang dikenal oleh seluruh lapisan
masyarakat. Peneliti berharap agar tradisi wacan ini bisa lebih dikenal dan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya dapat dijalankan dan tidak diabaikan lagi oleh
masyarakat khususnya pada masyarakat Desa Suwangi Timur Kecamatan Sakra
Kabupaten Lombok Timur.
Kajian tentang tradisi syair Wacan juga pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti lain, diantaranya oleh Muhammad Shulhan Hadi (2017) tentang pola
pewarisan budaya Syair Melayu di Lombok Timur (Kajian Sejarah Budaya).
Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana proses masuknya Islam ke Lombok,
menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Syair Melayu di Desa Rumbuk,
dan mendeskripsikan pola pewarisan budaya Syair Melayu Islam. Kemudian ada
penelitian Made Suryasa (2012) tentang Bekayat Sasak Lombok kelisanan dan
keberaksaraan. Dalam penelitian ini menjelasan bahwa tradisi bekayat (membaca
syair lama) bukan hanya sebuah tradisi belaka, melainkan memandangnya sebagai
suatu sarana dakwah dan pelengkap dalam upacara-upacara adat maupun agama.
Kemudian ada penelitian Saharudin (2018) tentang Bekayat: Sastra Lisan
Islamisasi Sasak Dalam Bayang Kepunahan. Penelitian ini menjelaskan tentang
bagaimana syair-syair lama yang tersebar di Lombok dan proses pembacaannya
mempengarruhi Islamisasi, menerangkan ancaman-ancaman terkini yang
mempengaruhi perembangan tradisi bekayat seperi modernisasi, teknologi dan

3
pemikiran manusia yang mengedepankan realitas dan sukar terhadap kepercayaan
dan adat istiadat yang bersifat magis.
Peneltian ini tentu berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dimana
kajian dalam penelitian ini berfokus pada sejarah awal dan eksistensi tradisi
wacan dalam perspetif kajian sejarah budaya pada masyarakat Desa Suwangi
Timur Kecamatan Sakra. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah
awal dan perkembangan tradisi wacan, memahami nilai-nilai dan fungsi yang
terdapat dalam tradisi wacan, dan mendeskripsikan pengaruh tradisi wacan
terhadap kehidupan masyarakat Desa Suwangi Timur Kecamatan Sakra
Kabupaten Lombok Timur.
B. METODE PENELITIAN
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong: 2017) mendefinisikan bahwa
Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilakan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau pelaku yang dapat
diamati. Selaras dengan hal tersebut, Sugiyono (2008) mengartikan pendekatan
kualitatif adalah pendekatan penelitian yang terfokus pada pengolahan data
verbal, artinya bahwa dalam penyajian data, data tidak disajikan menggunakan
statistik melainkan deskriptif. Sedangkan metode sejarah menurut Gilbert J
Garraghan (Herlina; 2020) mendefinisikan bahwa metode sejarah merupakan
seperangkat prinsip dan aturan yang sistematis yang dimaksudkan untuk
membantu dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis
dan menyajikan suatu sitesis (umumnya dalam bentuk tertulis) hasil yang dicapai.
Notosusanto (dalam Sulasman 2014: 75) menyatakan bahwa penelitian
sejarah merupakan penelitian yang tergolong “metode historis”, yaitu metode
penelitian yang khusus digunakan dalam penelitian sejarah melalui tahapan
tertentu. Penerapan metode historis menempuh tahapan-tahapan kerja yang
bertumpu pada empat langkah kegiatan yang meliputi Heuristik, yaitu
menghimpun jejak-jejak masa lampau; Kritik (sejarah), yaitu menyelidiki apaah
jejak itu sejati, bai bentuk maupun isinya; Interpretasi, yaitu menetapkan makna
dan saling berhubungan dari fata yang diperoleh sejarah itu; dan Historiografi,
yaitu menyampaikan sintesis yang diperoleh dalam sebuah kisah.

4
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Perkembangan Tradisi Wacan 1990-2019

Berkembangnya budaya tulis dalam masyarakat Sasak tidak bisa

dilepaskan dari beberapa faktor yang mempengaruhi. Petama, kehadiran Islam

sebagai sebuah ajaran, Islam adalah agama yang kaya akan ajaran-ajaran

agama dan budaya yang tidak mungkin dapat ditransformasikan hanya dengan

tradisi lisan. Ditambah lagi menjadi sebuah keharusan untuk menyampaikan

dan disebarkan kepada masyarakat. Kedua, adanya dorongan yang kuat di

kalangan Istana. Istana memfasilitasi segala kaitannya dengan penulisan karya

intelektual muslim ketika itu. Faktor ketiga adalah faktor budaya. Faktor

budaya memegang peranan penting terhadap banyaknya karya-karya intlektual

muslim di Lombok. Di kalangan masyarakat Sasak, membaca naskah lontar

sudah menjadi tradisi dan dikenal luas oleh masyarakat Sasak.

Pada perkembangannya, bahasa yang terdapat dalam tradisi ini sesuai

dengan perkembangan dan masa kejayaan sebuah kerajaan, dalam beberapa

literatur menjelasan bahwasanya dalam perkembangan tradisi tulis masyarakat

Sasak, terutama dalam segi kebahasaan mengalami banyak perubahan atau

salinan, begitu pula dengan tradisi wacan, yang awalnya ada yang tertulis

dengan Bahasa Jawa, dan Bali, dan Arab Melayu kemudian setelah masuk dan

berkembang di Lombok maka Bahasa dan tulisan dari isi tradisi Wacan ini

perlahan berubah dengan menggunakan bahasa Sasak asli.

Dengan hancurnya Kerajaan Selaparang maka transformasi intelektual

tidak lagi terjadi di pusat pemerintahan, melainkan menyebar ke desa-desa,

mereka membentuk perkampungan masing-masing dalam suatu komunitas

5
yang lebih kecil. Jadi setelah Kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik runtuh,

maka yang melanjutkan tradisi atau yang menjadi jembatan transmisi

intelektual adalah mereka yang berada di bagian Tengah dan Timur. Sakra

merupakan salah satu wilayah tempat peradaban Islam dilanjutkan. Tidak heran

jika sampai sekarang Desa Sakra terkenal dengan desa yang menjunjung tinggi

nilai adat dan budaya. Inilah alasan kenapa tradisi Wacan sampai sekarang

berkembang baik di wilayah Sakra karena pada saat itu wilayah Sakra menjadi

satu-satunya wilayah di bagian Timur sebagai tempat peradaban dilanjutkan.

Maka sangat wajar jika perkembangan Ilmu Pengetahuan, Adat, Tradisi, dan

Budaya di wilayah Sakra tersebar dengan baik sampai pada pelosok-pelosok

wilayah yang ada di wilayah Sakra.

Perkembangan tradisi Wacan di Desa Sakra secara umum dan pada

masyarakat Suwangi Timur secara khusus memiliki perkembangan yang sangat

panjang dan mengalami banyak perubahan, pada data di atas, dijelaskian

bahwa kondisi tradisi wacan pada tahun 1990-an masih sangat sederhana dalam

prosesi pelaksanaannya. Dijelaskan juga bahwa terkait dengan bacaan dan isi

tradisi ini tetaplah sama, yang menjadi perbedaan adalah jumlah pengguna dan

peminat, terlebih lagi masyarakat yang bergelar Lalu (keturunan bangsawan

dalam strata sosial masyarakat Sasak). Rata-rata menggunakan tradisi Wacan

dalam prosesi adat perkawinan, bahkan beberapa keluarga mengharuskan

pembacaan tradisi Wacan dalam upacara adat pernikahan, karena menurut

kepercayaannya, dengan diadakannya pembacaan tradisi Wacan saat prosesi

Sorong Serah Aji Krame menjadi bukti bahwa pernikahan itu adalah

6
pernikahan yang benar dan baik secara adat dan apabila pernikahan itu tanpa

diadaan pembacaan tradisi Wacan, itu bisa dicap atau dinilai sebagai

pernikahan yang kurang baik menurut adat.

Perkembangan tradisi Wacan dari tahun ke tahun semakin membaik dan

pada tahun 2.000 hinga sekarang, tradisi dan kegiatan-kegiatan adat serta usaha

pelestariannya mendapatankan perhatian lebih dari pemerintah. Wujud dari

perhatian pemerintah terhadap perkembangan tradisi ini adalah pemerintah

sendiri selalu mengundang para tokoh adat dan para pembayun untuk

melaksanakan acara pembacaan syair-syair wacan pada perhelatan upacara adat

maupun kegiatan-kegiatan pemerintah lainnya yang bersifat ceremonial. Pada

pernyataan di atas menjelaskan bahwa selain upaya yang dilakukan oleh tokoh

adat dan pemerintah, ternyata seluruh lapisan masyarakat ikut serta membantu

dalam menjaga dan melestarikan tradisi ini karena sekali lagi bahwasanya

tradisi wacan ini adalah tradisi yang baik, berbahasa yang baik dan

mengandung hal-hal yang baik sehingga tidak ada alas an untuk tidak

melestarikan dan terus menjaga tradisi wacan. Perkembangan tradisi wacan

pada tahun 2000-an hingga sekarang terbilang masih baik dan terlestarikan,

hanya saja yang berubah adalah jumlah para pengguna dan peminat dari tradisi

tersebut. Terlepas dari hal tersebut, eksistensi tradisi ini masih berkembang

baik dan mendapat perhatian khusus baik itu dari Masyarakat, para Pembayun,

Tokoh Adat dan Pemerintah setempat.

7
2. Pola Pewarisan Budaya

Williams (dalam Kuntowijoyo: 1999) bahwa eksistensi budaya

ditentukan oleh tiga komponen pokok, yaitu lembaga-lembaga budaya, isi

budaya dan efek budaya atau norma-norma. Lembaga budaya menanyakan

siapa menghasilkan produk budaya, siapa mengontrol, dan bagaimana kontrol

itu dilakukan, isi budaya menanyakan apa yang dihasilkan atau simbol-simbol

apa yang dihasilkan; dan efek budaya menanyakan konsekuensi apa yang

diharapkan dari proses budaya itu (Kuntowijoyo, 1999: 5).

Masyarakat Desa Suwangi Timur yang dalam hal ini merupakan lembaga

budaya dan merupakan salah satu hal yang terpenting di dalam memelihara

eksistensi tradisi Wacan tersebut, melaksanakan setidaknya 4 hal dalam

menjaga dan terus melestarikan tradisi wacan ini yaitu sebagai berikut:

Proses Adaptasi

Paling tidak ada dua hal yang dilakukan masyarakat Desa Suwangi

Timur di dalam proses mengadaptasi syair Tradisi Wacan sehingga syair ini

bisa diinternalisasikan ke dalam kehidupan sehari-hari yaitu; Pertama,

Penambahan Irama Khas Sasak. Agar kandungan dan fungsi tradisi ini lebih

cepat diterima oleh masyarakat Sasak khususnya masyarakat desa Suwangi

Timur, Syair Tradisi Wacan ini dimodifikasi dan diadaptasi dengan irama khas

Sasak. Syair Tradisi Wacan ini dibaca setidaknya oleh dua orang penyair, yaitu

satu orang sebagai pembaca Syair asli dan satu orang lagi sebagai penerjemah

atau yang menafsirkan Syair Tradisi Wacan tersebut ke dalam bahasa Sasak.

Syair Tradisi Wacan ini dibaca secara berpasangan antara penyair dan

8
penerjemah karena dalam pembacaan syair itu diperlukan pemahaman dan

pengertian diantara penyair dan penerjemah.

Proses Internalisasi

Proses internalisasi Syair Tradisi Wacan di Desa Suwangi Timur

sekaligus sebagai proses edukasi terhadap generasi muda dilakukan dengan

memberikan peendidikan cultural atau pembelajaran sekali seminggu kepada

generasi muda. Hal ini dilakukan sebagai salah satu jembatan kepada generasi

selanjutnya untuk dapat memahami Syair Tradisi Wacan tersebut, sehingga

nantinya paling tidak isi yang terkandung di dalamnya dapat diajarkan kepada

generasi selanjutnya, terlebih lagi jika anak-anak yang belajar tersebut bisa

mengajarkan kembali suatu saat nanti kepada generasinya kemudian.

Proses Sosialisasi

Proses sosialisasi Syair Tradisi Wacan di Desa Suwangi Timur

dilakukan dengan mengadakan semacam jadwal rutin untuk membaca syair

wacan dari rumah ke rumah anggota pembayun atau penyair. Biasanya

pembacaan Syair Tradisi Wacan sebagai langkah sosialisasi di dalam

masyarakat dilakukan sekali sebulan atau lebih dan semua masyarakat bisa

mengikutinya. Biasanya masyarakat membawa serta anak mereka ke loasi

acara untuk mendengarkan pembacaan Syair Tradisi Wacan tersebut. Proses

inilah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Suwangi Timur di dalam

melakukan sosialisasi dan sekaligus melestarikan eksistensi Syair Tradisi

Wacan tersebut. Sehingga diharapkan apabila proses tersebut tetap berjalan

9
lancar maka Syair Tradisi Wacan ini akan tetap bertahan dan lestari walaupun

banyak pengaruh dari budaya luar.

Proses Enkulturasi

Sebagai proses enkulturasi, masyarakat Desa Suwangi Timur

melakukan penyesuaian terhadap Syair Tradisi Wacan dengan upacara-upacara

adat yang ada di Desa Suwangi Timur misalnya upacara kelahiran, upacara

Pemotongan Rambut atau Aqiqah, upacara Khitanan, upacara Perkawinan,

upacara Kematian dan lain sebagainya. Penyesuaian teks Syair Tradisi Wacan

dengan konteks yang ada di dalam masyarakat sangat penting, sehingga di

samping sebagai jalan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang

terkandung di dalam kitab-kitab tersebut, juga menjadi sesuatu yang tidak bisa

dipisahkan antara upacara-upacara adat dengan Syair Melayu Islam. Artinya di

sini dengan disesuaikannya Syair Tradisi Wacan dengan konteks masyarakat,

maka masyarakat merasakan suatu keharusan membaca Syair Tradisi Wacan

apabila ada upacara-upacara adat di dalam masyarakat.

3. Nilai dan Fungsi Tradisi Wacan

Nilai dan Fungsi Sosial/Adat

Bentuk-bentuk sistem nilai adat dalam masyarakat Sasak yang terdapat

dalam tradisi wacan dapat dijabarkan sebagai berikut: Adat Urip, ekspresi

syukur serta doa yang berkaitan dengan daur hidup dengan harapan “kenyang

tilah” mulai dari adat isteri sewaktu hamil, anak lahir, sampai seorang akan

melaksanakan pernikahan. Konsep-konsep penting yang dapat dikemukakan

dalam adat krame. Adat Krame, ekspresi nilai “Pemole” dalam menata ekspresi

10
manusia dalam proses perkawinan. Dalam konteks ini konsep pokok yang

membangun system adat dalam perkawinan dalam perspektif adat adalah

sebagai berikut: Adat Pati, Ekspresi Kesadaran “Panjak” yang harus melewati

perjalanan Panjang menuju tempat Kembali yang membutuhkan bekal dan

kendaraan yang memadai sesuai dengan kemauan. Dalam konteks prosesi adat

kematian. Adat Tapsila, ekspresi kesadaran saling menghargai dan

menghormati eksistensi berdasarkan pandangan kebersamaan, kesetaraan

“Kufu” dalam pergaulan dan perbedaan peran sosial sebagai sesuatu yang

kodrati. Adat Yang Berkaitan Dengan Alam, ekspresi nilai yang menunjukkan

upaya “Pamole” kemuliaan alam untuk menjaga kelestarian dan keharmonisan.

Nilai dan Fungsi Medis

Tradisi Wacan juga mengandung nilai dan fungsi medis, dalam kasus

tersebut narasumber menjelaskan bahwasanya dirinya sempat mengalami sakit

panas dan pusing yang luar biasa hingga sempat di infus beberapa hari, namun

setelah melakukan pengobatan tradisional yaitu melakukan pengobatan dengan

cara mendatangi pembayun (Pembaca Wacan) kemudian sampai disana,

pembayun langsung mengbati dengan cara memercikkan aik tumpu (air yang

sudah dibacakan syair-syair wacan). Setelah proses pengobatan selesai,

narasumber mengungkapkan bahwa kondisinya terasa langsung berubah dan

selang beberapa jam kondisi tubuh dan sakit kepala mulai normal dan kembali

pulih.

Selanjutnya juga dijelaskan bahwa bapak Lalu Tamrin selaku pembayun

mendapatan pasien seorang yang bisu, setelah beberpa kali melakukan terapi

11
pengobatan dengan pembacaan tradisi Wacan, pasien mengalami progres yang

cukup signifikan dan kondisi pasienpun berangsur baik dan bisa lancar dalam

berbicara. dalam beberpa kasus penah mengbati berbagai macam jenis penyakit

seperti: demam, lumpuh, bisu, sakit dalam (jantung, paru-paru) dengan hanya

menggunakan pengobatan tradisional yaitu dengan pembacaan tradisi wacan

dan menggunakan air yang sudah dibacakan syair-syair wacan. Narasumber

juga menjelaskan bahwasanya proses pengobatan ini sangat islami karena

pembacaan wacan dan air tersebut hanyalah perantara, yang menyembuhkan

sesungguhnya hanya kuasa Allah SWT.

Nilai dan Fungsi Agama

Nilai-nilai dan fungsi agama dalam tradisi Wacan lebih merujuk kepada

nilai hukum, nasihat hidup, cara hidup yang Syar’i sesuai dengan isi dari syair-

syair yang ada dalam tradisi Wacan seperti syair tentang perjalanan Nabi dalam

mengambil perintah Sholat, syair tentang sifat-sifat Allah dan Para Nabi,

ataupun cerita-cerita klasik masyarakat Sasak yang banyak mengandung nilai

agama seperti: kisah Cilinaya yang menceritakan tentang bagaimana harus

menepati janji, cerita Cupak Gurantang yang nakal dan serakah, cerita inak

bangkol dan amak bangkol yang mendidik Cilinaya dengan penuh kasih

sayang.

Nilai-nilai lain yang dapat kita simpulkan dari berbagai jenis syair yang

ada dalam tradisi wacan itu seperi nilai Maliq, merupakan system nilai yang

mengatur hal-hal boleh dan tidak boleh dikerjakan. Orang sasak apabila sudah

mengatakan maliq, maka sesuatu tidak boleh dikerjakan sama sekali.

12
Selanjutnya ada nilai yang Namanya Merang, adalah system nilai yang

digunakan untuk memotivasi dapat diartikan sebagai semangat terhadap

sesuatu masalah secara kolektif. Merupakan sikap kehati-hatian dalam bertutur

kata dan berbuat. Kemudian ada nilai Tatas, memiliki arti memahami,

meguasai, seluk beluk kehidupan dengan segala aspeknya untuk membangun

kesejahtrasaan dan mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Ada juga nilai

Tuhu, berarti bersungguh-sunggguh, tekun dan benar melaksanakan tugas dan

pekerjaannya sesuai dengan peran dan fungsinya dalam masyarakat. Kemudian

ada Trasne, berarti mengembangkan cinta kasih dalam membangun interaksi

sosial. Rme, dimaknakan sebagai kegiatan yang mengekspresikan

kegotongroyongan dalam kerja. Patut/solah entan, system nilai yang diterapkan

oleh orang sasak yang berupa sikap realistis. Patuh, patuh berarti seiring

seirama, senasib, seperjuangan, seia sekata. Pacu, dimaknakan sebagai sikap

yang mencerminkan ketulusan dalam bekerja, sabar, tabah dan tekun. Paut,

dalam sesenggak sasak seiring kita dengar ungkapan “kalah paut isik culuk”

paut dalam Bahasa sasak bermakna pantas, sesuai. Terakhir ada nilai Pasu,

tekun bekerja, tidak pemalas, mudah disuruh, bekerja tanpa pamrih.

4. Pengaruh Tradisi Wacan Terhadap Kehidupan Masyarakat

Masyarakat Desa Suwangi Timur merupakan masyarakat yang masih

menjunjung tinggi akan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh nenek

moyang yang hidup pada zaman dahulu. Salah satu ciri kehidupan masyarakat

yang masih ditonjolkan dalam kehidupan sehari-hari adalah hidup Bersama,

saling membantu dalam berbagai aspek kehidupan dengan penuh keikhlasan

13
dan gotong royong. seperti pada nilai-nilai dan fungsi tradisi wacan yang telah

dijabarkan di atas, bahwa pada masyarakat Desa Suwangi Kecamatan Sakra

sangat memegang penuh prinsip hidup Bersama. Perkembangan tradisi wacan

dari awal munculnya hingga dengan sekarang, banyak sekali membawa

pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat, beberapa narasumber menjelasan

bahwasanya pengaruh yang dirasakan dari tradisi wacan ini sangat banyak,

lebih-lebih pengaruh yang berkaitan dengan nilai dan etika serta bagaimana

menjalankan kehidupan dalam masyarakat dan beragama serta menjadi

manusia yang tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan saling

menghormati satu sama lain.

Pengaruh Tradisi Wacan Dalam Bidang Agama

Selain menjadi aset budaya dan bukti dari keluhuran adat, tradisi wacan

juga kaya kan nilai-nilai dan fungsi serta pengaruh dalam kehidupan

masyarakat penganutnya, pengaruh-pengaruh tersebut secara tidak langsung

membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat, hususnya masyarakat Desa

Suwangi Timur Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur.

Pengaruh yang masyarakat rasakan sejak adanya tradisi wacan hingga

sekarang bisa dikataan sangat banyak dan sangat berpengaruh, khususnya

dalam bidang agama. Dijelaskan bahwa, karena tradisi wacan juga banyak

sekali masyarakat Desa Suwangi Timur dari kalangan para guru dan orang tua

banyak menyekolahkan anaknya ke sekolah atau perguruan tinggi yang

berbasis agama. Dalam hasil wawancara yang lain juga menjelaskan

bahwasanya tradisi Wacan ini akan terus menjadi pedoman hidup dan contoh

14
dalam berprilaku dalam masyarakat, karena dengan itu tradisi ini akan terus

berkembang dan terlestarikan.

Pengaruh Tradisi Wacan Dalam Bidang Adat/Sosial Budaya

Dalam bidang adat dan sosial budaya, pengaruh paling menonjol yang

masyarakat Desa Suwangi Timur rasakan adalah semakin menjadi masyarakat

yang taat akan aturan adat, menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai

etika, adab, kebersamaan, saling menghargai dan menghormati sesama, serta

semangat gotong royong yang tinggi. Dijelaskan bahwa pengaruh tradisi wacan

pada masyarakat berwujud pada perubahan sikap dan prilaku masyarakat yang

semakin kompak dan menjunjung nilai-nilai kebaikan dalam segala aspek

kehidupan.

Tradisi Wacan yang ada pada masyarakat Desa Suwangi Timur

Kecamatan Sakra memiliki peran dan pengaruh penting dalam menjalani

kehidupan bermasyarakat. Banyak sekali pengaruh yang dirasakan seperi

pengaruh dalam bidang agama, pengaruh dalam bidang adat dan sosial budaya

yang kemudian pengaruh-pengaruh tersebut merubah prilaku dan karakteristik

masyarakat untuk menjadi masyarakat yang faham dan pandai mengamalkan

ilmu pengetahuan, menjadi masyarakat yang lebih taat akan aturan adat dan

agama, menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai gotong royong,

saling menghargai dan saling menghormati dalam mejalankan kehidupan

bersama.

15
D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Perkembangan tradisi ini bermula pada saat perkembangan Islam masuk ke

Lombok sekitar abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-18. Perkembangan

tradisi ini sejalan dengan bagaimana perkembangan kerajaan-kerajaan yang

ada di nusantara hingga sampai dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Nusa

Tenggara Barat. Tradisi ini termasuk kedalam jenis sastra lama yang

dimiliki masyarakat Sasak, sastra-sastra lama yang ditulis oleh para

sastrawan dan pujangga-pujangga Sasak pada masa kerajaan.

Perkembangan tradisi wacan ini relative bergantung kepada

perkembangan kerajaan yang ada pada saat itu, saat kerajaan mengalami

puncak kejayaan maka tradisi ini juga sangat terkenal dan menjadi salah

satu hal yang wajib diadakan dalam setiap kegiatan upacara adat maupun

upacara agama. Begitu juga sebaliknya, keberadaaan tradisi ini juga akan

perlahan menghilang apabila kerajaan pada saat itu mengalami kekalahan

atau keruntuhan karena di masa awal, tradisi ini berceritakan tentang

kehidupan para raja, kisah-kisah keluarga raja, politik, ekonomi dan

kepercayaan orang-orang pada masa kerajaan.

Eksisitensi tradisi Wacan dari awal kemunculnya hingga sekarang

terbilang sangat baik, karena sampai saat ini masyarakat Sasak masih

banyak yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan fungsi yang ada pada tradisi

ini. Dari beberapa hasil wawancara peneliti terhadap beberapa narasumber,

peneliti menyadari dan memahami bahwa tradisi ini adalah suatu tradisi

16
yang baik dan harus terus di lestarikan, dijaga dan diperhatikan secara

khusus agar anak cucu kita kelak masih bisa melihat, mempelajari dan

memahami apa itu tradisi wacan dan nilai serta fungsi yang ada pada tradisi

tersebut.

b. Berikut beberapa nilai dan fungsi yang terdapat dalam tradisi Wacan:

Pertama, nilai adat/sosial budaya Sistem adat yang menata perikehidupan

masyarakat tradisional merupakan salah datu bentuk ekspresi nilai dalam

rangka mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan kehidupan dan

kehidupan kosmos. Kedua, nilai-nilai dan fungsi medis dalam tardisi

wacan. Nilai dan fungsi medis ini berwujud pada proses pelaksanaan adat

sesuai dengan kegunaannya, pada hal ini termasuk dalam pengobatan

tradisional suku sasak. Ketiga, nilai-nilai dan fungsi agama dalam tradisi

wacan. Sesuai dengan penjelasan di atas terkait dengan jenis-jenis tradisi

wacan, maka pada hal ini nilai dan fungsi agama banyak terdapat pada

syair-syair kisah Para Nabi, Nabi bercukur, kisah perjalanan Isro’ Mi’roj,

dan beberapa kisah-kisah klasik masyaraat Sasak seperti kidung cilinaya,

cupak gurantang dan lain-lain.

c. Selain kaya akan nilai-nilai dan fungsi, sebuah tradisi tentu mempunyai

pengaruh dalam kehidupan masyarakat penganutnya, lebih-lebih pengaruh

bagi masyarakat Desa Suangi Timur Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok

Timur. Berikut beberapa pengaruh dari tradisi Wacan terhadap kehidupan

msyarakat desa suangi timur: Pertama, pengaruh dalam bidang adat/ sosial

budaya, terwujud dalam tingkah laku mansyarakat yang memiliki semangat

17
bekerjasama atau bergotong royong yang tinggi. Semangat mengerjakan

sesuatu secara bersama-sama dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

seperti dalam pembangunan (Masjid, Musollah, Pesantren, Jembatan, Pos

Kamling dan lain-lain), dalam acara adat dan agama (pernikahan, sunatan,

ngurisang) terwujud dalam bentuk kerjasama saling membantu baik dari

segi fisik maupun keuangan, membagi tugas sesuai dengan kemampuan

setiap masing-masing warga. Kedua, dan terakhir yaitu pengaruh yang

masyarakat rasakan dalam bidang agama, berwujud dalam bentuk

bertambahnya nilai ketakwaan dan nilai berbagi/sedekah di kalangan

masyarakat, lebih-lebih masyarakat yang kualitas ekonominya tinggi, para

orang tua dan masyarakat lebih condong menyekolahkan anak-anaknya

untuk sekolah dan melanjtukan studi anaknya ke pesantren atau institute

yang berbau agama karena paham dan mengerti nilai-nilai agama yang ada

pada sumber hukum islam serta tradisi wacan tersebut.

2. Saran

a. Untuk masyarakat Sasak, khususnya masyarakat Desa Suwangi Timur

Kecamatan Sakra, disarankan agar menjaga dan melestarikan tradisi Wacan

ini karena tradisi ini merupakan aset budaya masyarakat sasak yang sangat

baik dan memiliki kandungan yang berarti bagi seluruh lapisan masyarakat

dalam menjalankan segala aspek kehidupan.

b. Kepada pemerintah dan pemerhati budaya agar menaruh perhatian lebih

kepada segala bentuk dan jenis tradisi masyarakat Sasak yang asih

18
berembang saat ini, khusunya tradisi wacan agar tidak punah dan tetap

terlestarikan.

c. Kepada para pembaca hasil peneitian ini, diharapkan untuk mengkaji dan

memahami secara baik dan benar, bila perlu memperkaya sudut pandang

dari berbagai sumber yang lain agar tidak terjadi kekeliruan pemahaman

demi terwujudnya pengetahuan yang luas dan terpercaya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Herlina Nina. 2020. Metode sejarah. Bandung: Satya historika.

Jamaluddin. 2005. Sejarah Islam lombok Abad XVI-XX. Yogyakarta: Ruas Media
Yogyakarta.

Jamaluddin. 2005. Sejarah Tulis Masyarakat Sasak, Lombok. Dalam Jurnal, Vol.
IX, Edisi 16, No.2, Juli-Desember. Lombok Timur: Ulumuna.

Kesuma Andi Ima, Lalu Murdi. 2015. Nafas budaya dari timur nusantara,
sejarah dan sosial budaya masyarakat di Sulawesi dan Lombok-NTB.
Arga Puji. Gunung Sari Lombok Barat: Press Lombok.

Kuntowijoyo. 1999. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Moleong, J, Lexy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja


Rosydyakarya.

Rosana dkk. 2018. Estetika Resepsi Bahasa Sasak Para Pembayun Dalam Upacara
Adat Sorong Serah Masyarakat Sasak Di Pulau Lombok. Dalam Jurnal
Cendikia, Vol. 15, No. 2, September 2018. Centre Of Language and
Culture Studies Surakarta.

Saharudin. 2012. Sastra Lisan Islamisasi Sasak Dalam Ambang Kepunahan.


Dalam Jurnal of Islamic Religion, Vol. 11, No. 3, Maret 17 Juli 2012.
IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Shulhan Muhammad. 2017. Pola Pewarisan Budaya Syair Melayu di Lombok


Timur. Dalam Jurnal Fajar Historia. Vol.1 No. 1, Juni 2017. Universitas
Hamzanwadi.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Suhardi, Dkk. 2010. Upacara Daur Hidup Masyaraat Sasak. Mataram: Pustaka
Widya.

Sulasman. 2014. Metodologi penelitian sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Suryasa, Made. 2012. Bekayat Sasak Lombok Antara Kelisanan dan


Keberaksaraan. Dalam Jurnal Mabasan, Vol. 5, No. 3, Juli 2012.
Universitas Muhammadiyah Mataram.

20

Anda mungkin juga menyukai