Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH KEBUDAYAAN 3S (SIPAKATAU, SIPAKALEBBI, SIPAKAINGE)

BAGI MASYARAKAT WAJO DI KELURAHAN MACANANG, KECAMATAN


MAJAULENG KABUPATEN WAJO

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH :
ASRIANI A1N118010

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Kebudayaan
yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin
terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang sulit untuk dihilangkan.

Kepercayaan-kepercayaan yang masih berkembang dalam kehidupan suatu masyarakat,


biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya. Dimana sifat lokal tersebut
padd akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakatnya.Nilai-nilai
kearifan lokal yang masih ada biasanya masih dipertahankan oleh masyarakat yang masih
memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang masih mentradisi dalam masyarakat
juga disebabkan karena kebudayaan yang ada biasanya bersifat universal sehingga kebudayaan
tersebut telah melekat pada masyarakat dan sudah mejadi hal yang pokok dalam kehidupannya.
Dengan demikian bahwa kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Adanya kaitan yang begitu besar antara kebudayaan dan masyarakat
menjadikan kebudayaan sebagai suatu hal yang sangat penting bagimanusia dimana masyarakat
tidak dapat meninggalkan budaya yg sudah dimilikinya.
Namun budaya Indonesia secara perlahan mulai punah, berbagai budaya barat yang
menghantarkan kita untuk hidup modern yang meninggalkan segala hal yang tradisional, hal ini
memicu orang bersifat antara lain sebagai sikap individualis dan materialistis. Berkurangnya
nilai budaya dalam diri hendaknya perlu perhatian khusus untuk menjaga segala budaya yang
kita miliki. Salah satu penyebabnya karena saat ini kurang pendidikan moral yang diberikan
kepada seseorang yang seharusnya dia dapatkan sejak dini, maka salah salah upaya yang
dilakukan oleh masyarakat Wajo yaitu menciptakan budaya 3S (Sipakatau, Sipakalebbi,
Sipakainge). Budaya 3S ini tidak asing lagi bagi suku bugis termasuk masyarakat yang ada di
daerah Wajo.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengkaji lebih jauh tentang Budaya 3S (Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge bagi masyarakat
Wajo di kelurahan Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Budaya 3S (Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge)

2. Bagaimana Penerapan budaya 3S dalam lingkungan masyarakat Wajo.

3. Bagaimana Pengaruh Penerapan 3S bagi masyarakan Wajo

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Budaya 3S (Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge)

2. Untuk mengetahui penerapan Budaya 3S

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari budaya 3S


D. Manfaat Penelitian

Manfaat Praktis

Bagi akademisi sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran tentang Budaya 3S dalam
masyarakat bugis yang nantinya dapat bermanfaat bagi banyak orang terutama bagi penulis
sendiri sebagai acuan untuk memperbaiki nilai-nilai moral. Serta budaya bisa terus
dikembangkan bukan hanya budaya yang ada pada masyarakat bugis tapi termasuk budaya-
budaya yang ada di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sejarah

Sejarah secara sempit adalah sebuah peristiwa manusia yang bersumber dari realisasi diri,
kebebasan dan keputusan daya rohani. Sedangkan secara luas, sejarah adalah setiap peristiwa
(kejadian). Sejarah adalah catatan peristiwa masa lampau, studi tentang sebab dan akibat. Sejarah
kita adalah cerita hidup kita.Secara etimologi atau asal katanya Sejarah diambil dari berbagai
macam istilah. Diantaranya adalah Kata dalam bahasa Arab yaitu syajaratun artinya pohon.
Mereka mengenal juga kata syajarah annasab, artinya pohon silsilah. Pohon dalam hal ini
dihubungkan dengan keturunan atau asal usul keluarga raja/dinasti tertentu. Hal ini dijadikan
elemen utama dalam kisah sejarah pada masa awal. Dikatakan sebagai pohon sebab pohon akan
terus tumbuh dan berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks/maju.
Sejarah seperti pohon yang terus berkembang dari akar sampai ke ranting yang terkecil.

Sejarah mempunyai sifat yang khas dibanding ilmu yang lain,yaitu adanya masa lalu
yang berdasarkan urutan waktu atau kronologis.Peristiwa sejarah menyangkut tiga dimensi
waktu yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Ada hubungan sebab akibat
atau kausalitas dari peristiwa tersebut Kebenaran dari peristiwa sejarah bersifat sementara
(merupakan hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data pembuktian yang baru. Sejarah
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji secara sistematis keseluruhan
perkembangan proses perubahan dinamika kehidupan masyarakat dengan segala aspek
kehidupannya yang terjadi di masa lampau.

Masa lampau itu sendiri merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Tetapi, masa
lampau bukan merupakan suatu masa yang final, terhenti, dan tertutup. Masa lampau itu bersifat
terbuka dan berkesinambungan. Sehingga, dalam sejarah, masa lampau manusia bukan demi
masa lampau itu sendiri dan dilupakan begitu saja sebab sejarah itu berkesinambungan apa yang
terjadi dimasa lampau dapat dijadikan gambaran bagi kita untuk bertindak dimasa sekarang dan
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sehingga, sejarah dapat
digunakan sebagai modal bertindak di masa kini dan menjadi acuan untuk perencanaan masa
yang akan datang.
Selanjutnya masa lampau merupakan masa yang telah dilewati oleh masyarakat suatu
bangsa dan masa lampau itu selalu terkait dengan konsep-konsep dasar berupa waktu, ruang,
manusia, perubahan, dan kesinambungan atau when, where, who, what, why, dan how.Kejadian
yang menyangkut kehidupan manusia merupakan unsur penting dalam sejarah yang menempati
rentang waktu. Waktu akan memberikan makna dalam kehidupan dunia yang sedang dijalani
sehingga selama hidup manusia tidak dapat lepas dari waktu karena perjalanan hidup manusia
sama dengan perjalanan waktu itu sendiri. Perkembangan sejarah manusia akan mempengaruhi
perkembangan masyarakat masa kini dan masa yang akan datang.

B. Konsep Masyarakat

Dalam arti khusus masyarakat disebut juga kesatuan sosial yang mempunyai ikatan-
ikatan kasih sayang yang erat, mirip jiwa manusia yang diketahui, pertama melalui kelakuan dan
perubahan sebagai penjelasanya yang lahir, dan pengalaman batin dalam roh manusia
perseorangan, bahkan memperoleh superioritas merasakan sebagai suatu yang lebih tinggi
nilainya dari pada jumlah bagian-bagian, perwujudan pribadi bukan di dalamnya melainkan di
luar bahkan di atas kita (Syani, 1995:67). Definisi masyarakat itu sendiri menurut Soekanto
(1990:43) bahwa masyarakat sebagai suatu pergaulan hidup atau sebagai suatu bentuk atau
kehidupan bersama manusia maka masyarakat mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu: (1) Manusia
yang hidup bersama; (2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama; (3) Mereka sadar bahwa
mereka mempunyai suatu kesatuan; dan (4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.

Selain itu Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah
sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah
masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur. Sehingga dalam suatu kelompok masyarat terdapa berbada adat dan
budaya sebagai ciri khasnya.
C. Konsep Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta ”budhayah” yaitu bentuk jamak dari
kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diartikan sebagai
hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Menurut Soemardjan (1974: 113) bahwa
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Budaya adalah hasil karya
cipta manusia dengan kekuatan jiwa dan raganya yang menyatakan diri dalam berbagai
kehidupan dan penghidupan manusia sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan
dorongan dari intern manusia, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.

Menurut Maryati dan Jujun Surwayati (2001: 109) membagi kebudayaan berdasarkan
wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas kebudayaan yang bersifat abstrak dan
kebudayaan yang bersifat konkret:

1. Kebudayaan yang bersifat abstrak, ini letaknya ada didalam pikiran manusia sehingga
tidak dapat diraba atau difoto. Contoh kebudayaan yang bersifat abstrak adalah ide, gagasan,
nilai-nilai, norma, peraturan dan cita-cita.

2. Kebudayaan yang bersifat konkret, wujudnya berpola dari tindakan atau perbuatan dan
aktivita s manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan, dan
difoto. Contoh kebudayaan yang bersifat konkret adalah perilaku, bahasa, dan materi.

Dalam pengertian ini budaya merupakan suatu pegangan yang digunakan untuk
beradaptasi dilingkungan alam, sosial dan budaya agar dapat memenuhi kebetuhanya untuk dapat
hidup lebih baik.

Selanjutnya, setiap kebudayaan memiliki unsur-unsur tertentu menurut Koentjaraningrat


(1980: 72) terdapat tujuh unsur kebudayaan yang sifatnya universal itu adalah meliputi:

a. Bahasa

b. Sistem pengetahuan

c. Sistem organisasi sosial

d. Sistem peralatan hidup dan teknologi

e. Sistem mata pencaharian hidup.


f. Sistem religi

g. Kesenian

Beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas maka tampak kebudayaan memiliki
pengertian yang sangat luas dan menyangkut gagasan, tindakan dan hasil karya cipta manusia
untuk kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.

E. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh
Meutiah Rahmatullah Made (2017) menyimpulka bahwa, 1) Kebutuhan harga diri oleh manusia
merupakan salah satu faktor berkembangnya budaya sipakatau, sipakainge, dan sipakalebbi
dalam lingkungan masyarakat. Namun dibalik semua itu, ketiga budaya tersebut memiliki
peranan penting dalam membangun karakter manusia yang berbudi luhur. Karena itu, ketiga
budaya tersebut perlu diinternalisasikan dalam dunia kerja. Di PT Hadji Kalla, ketiga budaya
tersebut telah dirumuskan dalam suatu kebijakan tertulis yang dikenal dengan istilah Kalla Way
sebagai salah satu alat kontrol perusahaan. Karena itu, peran budaya sipakatau, sipakainge, dan
sipakalebbi dalam upaya peningkatan efektivitas pengendalian internal adalah sebagai soft
control dana hard control perusahaan. 2) Budaya pammali berperan dalam membangun budi
pekerti yang luhur bagi manusia. Karena itu, internalisasi budaya pammali dalam lingkungan
kerja akan berdampak positif bagi tingkat pengendalian internal perusahaan secara tidak
langsung.

Di dalam lingkungan kerja, budaya pammali dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
diri serta alat untuk meningkatkan kedisiplinan para pengelola perusahaan. Meskipun demikian,
tidak semua orang dapat menerima atau meyakini dampak positif yang ditimbulkan oleh budaya
tersebut. Misalnya saja di PT Hadji Kalla, penerapan budaya tersebut belum dapat digeneralisasi
dalam perusahaan tersebut. Karena itu, sejauh ini budaya pammali hanya berperan sebagai soft
control perusahaan saja.
Selain itu juga penelitia yang pernah dilakukan Khusnul Khatimah yang menyimpulkan

1. Nilai sipakatau, sipakalebbi dan sipakainge merupakan salah satu falsafah dari suku
Bugis yang memiliki arti luas dan makna yang esensi. Sipakatau adalah kata yang memiliki
berbagai macam pengertian yaitu: saling menghargai, saling menopang, saling mengayomi,
saling menuntun, saling membagi, saling memberi. Sedangkan sipakalebbi yaitu saling
menghargai/menghormati, serta sipakainge dimaknai saling mengingatkan. Sipakainge menjadi
unsur utama dalam upaya menopang terwujudnya sifat sipakatau dan sipakalebbi.

2. Internalisasi nilai sipakatau, sipakalebbi dan sipakainge telah menjadi asas perdamaian
kerajaan Bugis khususnya perdamaian antara kerajan Luwu dan Kerajaan Bone. Dari sejarah ini,
mendorong masyarakat Bugis di kedua wilayah tersebut menjadikan nilai sipakatau, sipakalebbi
dan sipakainge sebagai salah satu nilai prinsip bermasyarakat sejak abad XIII M sampai
sekarang, karena peran dasar dari nilai 3-S adalah menjunjung tinggi nilai kekerabatan, sehingga
nilai 3-S dianggap mampu menopang ikatan persaudaraan antar sesama baikkerukunan antar
ummat beragama maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakatnya.

3. FKMB-Y adalah organisasi yang berbasis kedaerahan dengan nilai-nilai kultur yang
kental. Pelestarian nilai budaya lokal seperti nilai sipakatau, sipakalebbi, dan sipakainge diramuh
dan diracik dalam setiap kegiatan di FKMB-Y baik kegiatan keagamaan maupun kegiatan sosial
(non keagamaan). Pada kegiatan pelatihan tajwid, sikap sipakatauberupa saling mengayomi,
mereka saling membantu disaat sesamanya ketika mengalami kesulitan dengan menuntunnya
dalam membaca ayat al-Qur’an. Disamping itu, sikap sipakatau (baca: saling mengayomi)
terlihat saat para senior memberikan kesempatan kepada para junior untuk belajar mengasah
skillnya. Adapun sikap kedua yaitu sikap Sipakalebi dapat dilihat pada perkataan anggota
FKMB-Y antara senior-junior sebagaimana dalam interaksi pelatihan tajwid, seorang junior
meminta bantuan dengan diawali kata tabe (maaf) dalam suatu kalimat “tabe’ daeng,
tabacangakka aya’ pammulange”. Hal ini membuktikan bentuk penghormatan kepada yang tua.
Dan yang terakhir adalah sikap sipakainge , sikap saling menasehati dengan cara yang
bijak dapat menjadi senjata ampuh dalam menyelesaikan masalah yang ada. Hal ini terbukti
ketika terjadi konflik antar anggota, ketua umum FKMB-Y yang pada saat itu hadir sebagai
saksi, memberikan peringatan kepada si pelaku di luar forum, tindakan tersebut tidak hanya
menegur secara halus kepada pelaku namun juga menjaga harga diri si pelaku. Demikianlah
segelintir tindakan sebagai bentuk pengamalan nilai sipakatau, sipakalebbi dan sipakainge.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian maka yang menjadi tempat atau lokasi penelitian ini
adalah Kelurahan Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang bersifat deskriptif
kualitatif, maka data-data yang diperoleh berdasarkan informasi atau dari objek yang
berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan atau di lokasi penelitian.

Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural adalah


suatu pendekatan yang melihat proses sejarah sebagai satu kesatuan yang terdiri atas sub-sub
kesatuan yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Proses sejarah berlangsung sesuai
peran dan fungsi dari masing-masing sub kesatuan dalam kesatuan struktur (sifatnya struktural).
Pendekatan struktural mengabaikan peristiwa dalam penjelasan sejarah dengan pengertian bahwa
struktur sangat dominan (ketat) dalam penjelasan sejarah, karena itu dinamakan struktur ketat.
Unsur-unsur penting dalam struktur sejarah bisa struktur sosial, geografi, ekonomi, budaya,
politik, dan agama (Hadara, 2018:26).

Dengan demikian alasan penulis menggunakan pendekatan struktural dalam penelitian ini
adalah karena dalam pendekatan struktural terjadi perulangan sejarah dan unsur-unsur yang
dibahas salah satunya adalah budaya sebagaimana dengan kebudayaan yang ada dimasyarakat
yang selalu berulang dan masih dilaksanakan secara turun temurun

C. Sumber Data Penelitian


Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh dari beberapa literatur dalam bentuk buku,
jurnal, skripsi dan artikel.

2. Sumber lisan, yakni data yang diperoleh melalui keterangan lisan (wawancara) dengan
para informan yang banyak mengetahui tentang “Pengaruh Kebudayaan 3S (Sipakatau,
Sipakalebbi, Sipakainge) bagi Masyarakat Lingkungan kelurahan Macanang Kecamatan
Majauleng Kabupaten Wajo

3. Sumber visual, (benda-benda) yakni data diperoleh melalui hasil pengamatan terhadap
proses pelaksanaan upacara perkawinan dan dokumentasi dalam bentuk foto mengenai kegiatan
perkawinan tersebut.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada metode sejarah
sebagaimana yang dikemukakan Sjamsuddin (2007:17) terdiri atas 3 tahap yaitu: (1) Heuristik
(pengumpulan sumber), (2) Verifikasi (kritik sumber), dan (3) Historiografi (penulisan sejarah).
Berdasarkan pendapat diatas, maka penulisan hasil penelitian ini telah melalui tahap-tahap dan
prosedur sebagai berikut:

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Pengumpulan sumber dilakukan dengan cara:

a. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data yang telah dilakukan
peneliti dengan memperoleh data yang diperlukan melalui sumber-sumber tertulis, seperti
buku, skripsi, jurnal dan artikel yang ada relevansinya dengan judul dan masalah yang dikaji
dalam penelitian ini.
b. Penelitian lapangan (field research) yaitu kegiatan yang dilakukan dalam mencari data
dengan melakukan peninjauan langsung kelapangan untuk memperoleh data yang diperlukan
dengan cara:

1) Wawancara yaitu peneliti melakukan kontak langsung dengan informan atau narasumber
melalui tanya jawab dan dialog secara langsung, tentang sejarah adat perkawinan masyarakat
Kelurahan Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo.

2) Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung

3) Studi dokumen, yaitu peneliti mengkaji beberapa dokumen atau arsip yang ada kaitannya
dengan judul penelitian ini

2. Verifikasi (kritik Sumber)

Verifikasi (kritik sumber) bertujuan untuk mengetahui otentisitas (keaslian) dan


kredibilitas (kebenaran) data yang telah berhasil dikumpulkan. Peneliti melakukan kritik dengan
maksud agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, sehubungan dengan ini maka dilakukan dengan kritik sebagai berikut:

a. Kritik eksternal yaitu untuk mengevaluasi apakah sumber asli atau tidak dan informan
jujur atau tidak. Untuk itu dalam mengevaluasi sumber atau data dari segi otensitas atau
keasliannya dilakukan kritik dengan cara menyelidiki bentuk dan penampilan informan. Kritik
eksternal yaitu kritik yang dilakukan untuk menilai otentisitas (keaslian) sumber data yang
didapatkan dalam hal ini dilakukan analisis terhadap sumber data dengan cara meneliti sifat-sifat
luarnya sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Menurut Sjamsuddin (2007: 105) bahwa
kritik eksternal adalah suatu penilitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan
atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang memungkinkan dan untuk
mendeskripsikan apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah di ubah oleh
orang-orang tertentu atau tidak.

b. Kritik internal yaitu kritik yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran atau keabsahan
data yang dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap suatu sumber dengan jalan
membandingkan antara bukti yang didapatkan dengan bukti-bukti lainnya melalui hasil
pengamatan dan wawancara langsung kepada objek pelaku penelitian (Notosusanto,1978:11).
3. Historiografi (Penulisan Sejarah)

Menurut Sjamsuddin (2007:155) bahwa tahap-tahap historiografi (penulisan sekarah)


mencakup 3 (tiga) hal sebagai berikut:

a. Penafsiran (Interpretasi)

Sumber-sumber yang diperoleh mengenai sejarah adat istiadat perkawinan masyarakat di


Kelurahan Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo yang diperoleh baik hasil
pengamatan (observasi) maupun wawancara (interview) kemudian dianalisis dengan menyusun
data menggolongkan sesuai dengan kategori-kategori dan diinterpretasikan untuk
menggambarkan kenyataan yang sesungguhnya sesuai dengan ungkapan informan.

b. Penjelasan (Eksplanasi)

Tahap selanjutnya adalah penjelasan (eksplanasi) dimana pada tahap ini peneliti menjelaskan
tentang Budaya 3S “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge” di Kelurahan Macanang Kecamatan
Majauleng Kabupaten Wajo

c. Penyajian (Ekspose)

Setelah dilakukan penafsiran dan penjelasan maka tahap selanjutnya adalah penyajian.
Dalam penyajian ini dilakukan secara kronologis, sistematis dan ilmiah dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Edukasi. 2019. Budaya "Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi" Pelestarian Budaya Lokal Bugis.
Gazalba, S.1990. Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka.
Kartodirdjo, S. 2002. Teori Sejarah dan Masalah Historiografi. Jakarta: Gramedia.
Khatimah, K. 2012. Pengamalan Nilai Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge di Lingkungan
Forum Komunitas Mahasiswa Bone-Yogyakarta (FKMB-Y). Yogyakarta.
Made, M. R. 2017. Internalisasi Budaya Sipakatau, Sipakainge, Sipakalebbi, Dan Pammali
Pada Kegiatan Operasional Perusahaan Dalam Upaya Peningkatan Efektivitas Sistem
Pengendalian Internal (Studi pada PT. Hadji Kalla). Makassar.
Magfirah, Z. 2020. Menerapkan Kebudayaan Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge Dalam
Menghadap Covind-19 di Makassar.
Rahman, A. 2011. Nilai-nilai Kebudayaaan Bugis. Yogyakarta: Ombak.
Sjamsuddin, H. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Syarifah, N. 2016. Tradisi dan Budaya Menurut Pandangan NU.
Tamburaka, R. 1993. Fragmen-Fragmen, Teori-Teori, Filsafat Sejarah Logika dan Metodologi
Penelitian. Kendari: Universitas Halu Oleo.

Anda mungkin juga menyukai