Anda di halaman 1dari 113

PENERAPAN METODE APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS

(ABA) BAGI ANAK AUTIS DI KOTA KENDARI

SKRIPSI

OLEH

ANBAR ZUMAYYAH M
A1H116067

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
PENERAPAN METODE APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS
(ABA) BAGI ANAK AUTIS DI KOTA KENDARI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

OLEH
ANBAR ZUMAYYAH M
A1H116067

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
ii
iii
iv
ABSTRAK

ANBAR ZUMAYYAH M. 2020, “Penerapan Metode Applied Behavior Analysis


(ABA) bagi Anak Autis di Kota Kendari”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Halu Oleo Kendari. Pembimbing pertama, Sitti Rahmaniar Abubakar dan
pembimbing kedua Muhamad Safiuddin Saranani.
Penelitian penerapan metode Applied Behavior Analysis (ABA) ini
bertujuan untuk untuk mendeskripsikan proses penerapan Applied Behavior
Analysis (ABA) bagi anak autis di kota Kendari yang dilaksanakan di kelas dasar
Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari. Jenis penelitian ini merupakan
penelitian deksriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan pada salah satu sekolah di kota kendari yaitu Sekolah Khusus
Negeri (SKhN) 1 Kendari tepatnya di kelas dasar anak usia 6-8 tahun. Subjek
penelitian yaitu guru kelas yang menangani anak autis kelas dasar. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dengan pihak terkait
dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukan bahwa penerapan metode Applied Behavior Analysis
(ABA) di kelas dasar Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari menerapkan
secara terpadu. Terpadu dari segi proses yang memadukan metode ABA dengan
kurikulum sekolah, mulai dari fasilitas, kemudian Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), proses persiapan sebelum pembelajaran, teknik pelaksanaan
pembelajaran dan laporan hasil pencapaian anak (rapor). meskipun penerapannya
terpadu tetapi tidak menghilangkan proses dan teknik dari metode Applied
Behavior Analysis (ABA) itu sendiri.

Kata Kunci : Metode ABA, Anak autis, SKhN.

v
ABSTRACT

ANBAR ZUMAYYAH M. 2020, "Application of the Applied Behavior Analysis


(ABA) Method for Autistic Children in Kendari City". Essay. Department of
Teacher Education in Early Childhood Education, Faculty of Teacher Training
and Education, Halu Oleo Univer sity Kendari. The first supervisor, Sitti
Rahmaniar Abubakar, and the second supervisor Muhamad Safiuddin
Saranani.
The research on the application of the Applied Behavior Analysis (ABA)
method aims to describe the process of applying the Applied Behavior Analysis
(ABA) for autistic children in the city of Kendari which was carried out in the
elementary class of the SKhN 1 Kendari. This type of research is descriptive
research using qualitative methods. This research was carried out in one of the
schools in the city of Kendari, namely the SKhN 1 Kendari precisely in
elementary grades of children aged 6-8 years. The subject of the research is the
class teacher who handles elementary class autistic children. Data collection
techniques carried out by observation, interviews with relevant parties and study
documentation. Data analysis techniques used are data collection, data reduction,
data presentation, and drawing conclusions. Based on the results of the study
showed that the application of the Applied Behavior Analysis (ABA) method in the
elementary class of the SKhN 1 Kendari was implemented in an integrated
manner. Integrated regarding the process that combines the ABA method with the
school curriculum, starting from the facilities, then the Learning Implementation
Plan (LIP), the process of preparation before learning, learning implementation
techniques and reports on the achievement of children (report cards). Although
the application is integrated but does not eliminate the processes, and techniques
of the Applied Behavior Analysis (ABA) method itself.

Keywords: ABA Method, Children with autism, SKhN.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi allah SWT yang maha pemberi rahmat
karena hanya berkat rahmat dan taufik-Nya,
taufik Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Penerapan
Penerapan Metode Applied Behavior Analysis (ABA) bagi
Anak Autis dii Kota Kendari”.
Kendari
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada ibu Dr. Sitti Rahmaniar Abubakar, S.Pd., M.Pd sebagai
Pembimbing I dan Bapak Dr. Muhamad Safiuddin Saranani, SS., MA sebagai
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberi arahan
dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi
skripsi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pihak
pihak-pihak
pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyelesaian skripsi, terutama
kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc selaku Rekto
Rektor Universitas
Halu Oleo Kendari.
2. Dr. H. Jamiludin, M.Hum selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
endidikan Universitas Halu Oleo Kendari.
3. Dr. Salwiah, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan
Anak Usia Dinii Universitas Halu Oleo Kendari.
4. Muamal Gadafi, S.Ag., M.Pd selaku Sekretaris Jurusan
san Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Halu Oleo Kendari.
5. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini atas curahan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna selama perkuliahan.
6. Staf dan Karyawan Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari yang
selalu meluangkan waktu untuk melayani kelengkapan administrasi pada
mahasiswa.

vii
7. Sri Mulyati, S.Pd., M.Si selaku Kepala Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari, atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
8. Sugira, S.Pd dan Rahayu, S.Pd selaku observer yang telah memberikan
kesempatan dan meluangkan waktunya untuk membantu dalam proses
pengumpulan data.
Teristimewa rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
orang tua tercinta, ibunda Sitti Djamiah Alinadir S.Ag dan ayahanda
Muhammading Tola yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan dan
kasih sayang, dan saudara-saudaraku Adillah Fauziah, Hadi Fadelullah dan
Muhamad Zulfikar atas doa dan dukungan. Sahabat-sahabatku mahasiswa Jurusan
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Angkatan 2016 yang namanya tidak
bisa disebut satu persatu, terima kasih atas bantuan, doa dan dukunganya.
Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan,
mendapat balasan dari Allah SWT dan berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.

Kendari, Agustus 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................... iv
ABSTRAK...................................................................................................... v
ABSTRACT..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 6
A. Konsep Anak Usia Dini ........................................................................ 6
B. Konsep Anak Autis .............................................................................. 7
1. Pengertian Anak Autis .................................................................... 7
2. Karaktristik Anak Autis .................................................................. 8
3. Penyebab Autis............................................................................... 11
C. Konsep Metode ABA (Applied Behavior Analysis)............................... 13
1. Pengertian Metode ABA (Applied Behavior Analysis) .................... 13
2. Tujuan Metode ABA (Applied Behavior Analysis) .......................... 16
3. Prinsip-Prinsip Metode ABA (Applied Behavior Analysis) ............. 18
4. Teknik Pelaksanaan Metode ABA (Applied Behavior Analysis)) .... 19
D. Penelitian yang Relevan ...................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 29
A. Jenis Penelitian..................................................................................... 29
B. Setting Penelitian ................................................................................. 30
C. Fokus Penelitian ................................................................................... 30
D. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................. 30
E. Data dan Sumber Data .......................................................................... 31
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 31
G. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................... 33
H. Teknik Analisis Data ............................................................................ 35

ix
I. Keabsahan data .................................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 38
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 38
1. Deskripsi Data Tempat Penelitian ................................................... 38
2. Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................ 41
3. Deskripsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...................... 44
4. Deskripsi Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan
Metode ABA (Applied Behavior Analysis) ..................................... 44
5. Deskripsi Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis) ........................................................... 46
6. Deskripsi Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas Dasar dalam
Pembelajaran (Rapor) ..................................................................... 56
B. Pembahasan ......................................................................................... 58
1. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode
ABA (Applied Behavior Analysis) .................................................. 58
2. Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA (Applied
Behavior Analysis) ......................................................................... 60

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 69


A. Kesimpulan .......................................................................................... 69
B. Saran .................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skema Uji Coba (Discret Trial Training) ........................................ 23


Tabel 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Instruksi Penerapan Metode ABA (Appled
Behavior Analysis) Bagi Anak Autis Di Kota Kendari...................... 34
Tabel 4.1 Fasilitas Sekolah Beserta Keteranganya ........................................... 38
Tabel 4.2 Pengalaman Mengajar dan Pengetahuan Tentang Penerapan
Metode ABA (Appled Behavior Analysis)........................................ 43
Tabel 4.3 Persiapan Penggunaan Ruangan Tentang Penerapan Metode ABA
(Appled Behavior Analysis) .............................................................. 45
Tabel 4.4 Pemberian Instruksi Pada Metode ABA (Appled Behavior Analysis ) 47
Tabel 4.5 Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training......... ) 50
Tabel 4.6 Pelaksanaan Mencocokkan (Matching) ............................................ 52
Tabel 4.7 Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training) ....... 64

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 74
2. Instrumen Penelitian Penerapan Metode Appled Behavior Analysis
(ABA) bagi Anak Autis di Kota Kendari ................................................. 75
3. Catatan Lapangan.................................................................................... 77
4. Hasil Observasi Penerapan Metode ABA dalam Pembelajaran ................ 81
5. Dokumentasi Tempat Penelitian ............................................................. 85
6. Dokumentasi Fasilitas Sekolah ................................................................ 86
7. Dokumentasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................... 89
8. Dokumentasi Persiapan Sebelum Pembelajaran Menggunakan Metode
Appled Behavior Analysis (ABA) ............................................................ 90
9. Dokumentasi Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan
Metode Appled Behavior Analysis (ABA) ............................................... 92
10. Dokumentasi Hasil Pencapaian Anak dalam Pembelajaran ...................... 95
11. Dokumentasi Wawancara pada Narasumber ............................................ 96
12. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 98
13. Surat Keterangan Bukti Penelitian ........................................................... 99

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan baik
dalam aspek pendidikan, perkembangan, pertumbuhan maupun masa depannya
kelak. Perkembangan anak yang baik akan membawa bangsa dan negara menjadi
lebih baik dan bisa memajukan bangsa yang nantinya akan terlahir generasi
manusia yang berkualitas. Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan
oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak sejak dini. Pendidikan yang
ditujukan bagi anak-anak sejak usia dini dikenal dengan istilah Pendidikan Anak
Usia Dini atau PAUD. Oleh karena itu, PAUD menjadi sangat penting dan
berharga sekaligus merupakan pondasi bagi pendidikan selanjutnya.
Anak usia dini menurut National Association for the Education Young
Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early childhood”
merupakan anak yang berada pada usia nol sampai dengan delapan tahun. Pada
masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dari berbagai
aspek perkembangan sehingga pada masa ini bisa disebut dengan masa keemasan
atau golden age.
Perkembangan dan pertumbuhan anak sudah tentu semua orang tua
menginginkan anak yang terlahir sempurna dalam hal fisik, cerdas, ceria, santun
dan aktif dalam segala hal. Namun kenyataannya, saat ini tidak jarang ditemui
anak yang berkebutuhan khusus. Keadaan ini sebenarnya bisa ditanggulagi agar
tidak berlarut-larut ketika orang tua dan pendidik PAUD dapat mendeteksi apakah
anak atau peserta didiknya mengalami kelainan khusus atau tidak. Dengan begitu
orang tua atau pendidik PAUD dapat secepatnya ditangani agar mereka dapat
tumbuh dan berkembang secara normal.
Salah satu gangguan pada anak usia dini yang kini mulai menjadi
perhatian orang tua dan pendidik PAUD adalah gangguan autis. Perhatian tersebut
semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya keluhan yang terkait
akibat yang ditimbulkan dari gangguan autis tersebut. Itulah sebabnya, meskipun

1
2

pendidik PAUD bukanlah profesional di bidang autis, mereka dituntut untuk


dapat berperan serta dalam menangani anak dengan gangguan autis (Arly Wiyani,
2014: 186).
Teknik yang tepat mengidentifikasi autistik secara dini menurut American
Academy of Neurology and the Child Neurology Society menyatakan bahwa suatu
sistem skrining perkembangan rutin harus dilakukan. Evaluasi lebih mendalam
juga harus dilakukan apabila anak tidak menunjukan babbling, menunjukan atau
mimik yang baik pada umur 12 bulan, tidak ada kata pada umur pada umur 16
bulan, tidak ada kata spontan pada umur 2 tahun, dan kehilangan kemampuan
berbicara dan interaksi sosial pada semua umur. Autistik masa kanak-kanak
merupakan salah satu jenis gangguan yang terdapat pada kelompok gangguan
perkembangan pervasif yang biasanya muncul sebelum usia tiga tahun. Gangguan
ini juga dikenal dengan istilah autis Infantil. kondisi ini mengakibatkan gangguan
pada interaksi sosial, pola komunikasi, minat, gerakan yang terbatas, stereotipis,
dan diulang-ulang (Abdul Hadis, 2006: 52.54).
Banyak penanganan yang bisa digunakan untuk terapi bagi anak autis.
Terapi yang dilakukan pada anak autis dapat lebih membedakan dengan anak autis
yang tidak di berikan perlakuan terapi. Untuk itu di perlukan tindakan yang lebih
baik dalam melakukan terapi. Menurut Edelson (Muhammad Syah Reza, 2011:
30) Salah satu metode yang sering digunakan karna terbukti efektif, terapi metode
ABA yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi Applied Behavior Application.
Inti dari metode ABA adalah program one-on-one therapy, maksudnya
penanganan satu terapis dan satu pasien.
Pelaksanaan terapi untuk anak autis, agar dalam pelaksanaannya dapat
maksimal selain harus ditangani oleh tenaga pendidik atau terapis yang
berkompeten dibidangnya, maka perlu juga adanya metode yang dijadikan dasar
pemberian penanganan. Salah satu metode yang sering digunakan dalam
penanganan anak autis awal adalah metode ABA (Applied Behavior Analysis).
Metode ABA dapat dikatakan sebagai teori belajar mengajar yang memiliki tujuan
untuk mengurangi perilaku yang berlebih atau tidak wajar, mengajarkan anak
terhadap perilaku yang lebih bisa diterima lingkungan.
3

Menurut Sukinah (2005: 126) metode ABA dalam pelaksanaannya


menggunakan cara yang terstruktur, terarah dan terukur, sehingga mudah
disampaikan, mudah diterima oleh anak, dan memudahkan terapis atau orangtua
memantau perkembangan anak. Dalam metode ABA ini perilaku anak dapat
terkontrol dengan baik, dan dapat dengan mudah diketahui perkembangannya,
karena metode ABA (Applied Behavior Analysis) terfokus pada pemberian
penguatan yang positif, setiap anak merespon dengan benar sesuai dengan
instruksi yang diberikan.
Berdasarkan realitas yang terjadi di lembaga penyelenggara pendidikan
untuk anak autis, salah satu sekolah yang menangani anak autis dengan metode
ABA (Applied Behavior Analysis) yaitu SKhN 1 Kendari, yang di sana
menerapkan metode ABA dalam pembelajaran untuk anak autis. Berdasarkan
wawancara awal pada hari sabtu, tanggal 7 Desember 2019, bahwa penerapan
metode ABA (Applied Behavior Analysis) diterapkan oleh tenaga pendidik yang
memiliki latar belakang pendidikan dan pemahaman terhadap metode ABA yang
digunakan dalam menangani anak autis. Di SKhN I Kendari guru yang
menerapkan metode ABA memiliki latar belakang pendidikan non PLB
melainkan mendapatkan pengetahuan berdasarkan pelatihan-pelatihan guru dan
pernah bekerja di salah satu pusat terapi khususnya dalam penaganan anak autis
dengan berbagai macam metode salah satunya yaitu, metode ABA yang di
terapkan di sekolah tersebut. Oleh karena itu penelitian tentang penerapan metode
ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di kota kendari dapat dilakukan
di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana proses penerapan
metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penerapan metode
ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, adapun manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan mampu memperkaya khazanah keilmuan jurusan Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) mengenai penanganan anak
autis
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat
memperluas dan memperkaya ilmu dalam proses penerapan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
c. Dapat dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan
pokok permasalahan yang sama serta sebagai bahan masukan bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini mampu memberikan informasi yang akurat seputar anak
autis, sehingga memberikan kemudahan bagi para mahasiswa, dosen, dan
orang tua atau keluarga yang memiliki anak autis khususnya di kelas
dasar.
5

b. Hasil dari penelitian ini, dapat menjadi gambaran mengenai bagaimana


seharusnya mendampinggi dan menangani anak usia dini yang mengalami
gangguan autis, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
menangani pembelajaran anak autis di Taman Kanak-kanak (TK).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Anak Usia Dini


Definisi anak usia dini menurut Nasional Association for the Education
Young Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “Early
Childhood” merupakan anak yang berada pada usia nol sampai dengan delapan
tahun.pada masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan
dalam berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran
terhadap anak harus memerhatikan karakterstik yang dimiliki dalam tahap
perkembangan anak.
Pengertian anak usia dini menurut UNESCO Early childhood is defined as
the period from birth to 8 years old. A time of remarkable brain development,
these years lay the foundation for subsequent learning. Dari defenisi tersebut,
anak usia dini menurut UNESCO adalah periode dari lahir sampai delapan tahun.
Rentang waktu yang sangat penting dalam perkembangan otak.
Sedangkan menurut Bacharuddin Musthafa (2016: 35), anak usia dini
merupakan anak yang berada pada rentang usia antara satu hingga dua belas
tahun. Pengertian ini didasarkan pada psikologi perkembangan yang meliputi bayi
(infancy atau babyhood) berusia 0-1 tahun, usia dini (early childhood) berusia 1-5
tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood) berusia 6-12 tahun.
Bredekamp (1992: 6), membagi kelompok anak usia dini menjadi tiga
bagian, yaitu kelompok usia bayi hingga dua tahun, kelompok usia tiga sampai
lima tahun, dan kelompok enam hingga usia delapan tahun. Pembagian kelompok
tersebut dapat memengaruhi kebijakan penerapan kurikulum dalam pendidikan
dan pengasuhan anak.
Dengan demikian anak usia dini merupakan individu yang unik, serta
menjadi aset yang paling berharga bagi orangtua, masyarakat maupun negara.
Keberadaannya sangat dinanti-nanti dan sebagai pengikat antara suami istri.
Begitu berharganya anak bagi para orang sehingga orangtua, guru maupun
masyarakat memiliki kepentingan untuk merawat, membimbing dan mendidiknya.

6
7

B. Konsep Anak Autis


1. Pengertian Anak Autis
Anak autis merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus, di mana ia
suka menyendiri, tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Sujarwanto (2005: 167)
menjelaskan bahwa “autis merupakan kelainan dalam perkembangan sistem saraf
pada seseorang yang terjadi sejak lahir ataupun saat balita.” Istilah autis
oleh Leo Kanner pada tahun 1943, yang merupakan seorang dokter kesehatan jiwa
anak. Leo Kanner menjabarkan dengan sangat rinci gejala-gejala aneh yang
ditemukan pada 11 orang pasien kecilnya yang terlihat memiliki banyak
persamaan gejala pada anak-anak ini, namun yang sangat menonjol adalah anak-
anak ini sangat asyik dengan dunianya sendiri dan menolak interaksi dengan
orang di sekitarnya.
Menurut Handojo (2003: 12) bahwa “autis berasal dari kata auto yang
berarti sendiri.” Penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri, tidak
mau melihat orang lain, takut terhadap lingkungan yang baru, tidak tampak
ekspresi senang atau sedih, dan tidak mau disentuh, dipegang, atau dipeluk orang
lain bahkan anak yang mengalami gangguan autis sulit untuk melakukan
sosialisasi dengan teman sebayanya sehingga cenderung untuk menyendiri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Azwandi Yoswan (2005: 14) yang
mengartikan autis sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya sendiri.
Perilakunya timbul semata-mata karena dorongan dari dalam dirinya. Penyandang
autis seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-stimulus yang datang dari orang
lain. Seorang anak autis akan terlihat sangat linglung, terkucil atau terasing,
bahkan mereka tidak ingin melakukan kontak mata dengan orang lain, juga tidak
berbicara atau bermain seperti yang dilakukan anak lain. Mereka cenderung
mengulang-ulang gerakan dan tingkah laku tertentu secara terus menerus,
berlebihan, lagi dan lagi.
Rudi Sutadi dkk (2003: 10) menyatakan bahwa “autis merupakan
gangguan perkembangan yang berhubungan dengan perilaku yang umumnya
disebabkan oleh kelainan struktur otak atau fungsi otak.” Dapat diketahui bahwa
kelainan struktur otak pada anak autis terdapat pada lobus parientalis otaknya,
8

yang menyebabkan anak tidak memberikan respon terhadap lingkungan, dan


kelainan pada system limbic yang menyebabkan gangguan pada fungsi kontrol
terhadap agresi dan emosi. Ditinjau dari segi perilaku, anak-anak penyandang
autis cenderung untuk melukai dirinya sendiri, tidak percaya diri, bersikap agresif,
menanggapi secara kurang atau bahkan berlebihan terhadap suatu stimulus
eksternal, dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya secara tidak wajar (Mirza
Maulana, 2008: 13).
Dengan demikian anak autis merupakan suatu kelainan yang dimiliki
sebagian orang di dunia dengan perilaku yang berbeda dengan orang normal,
perbedaan tersebut dilihat dari sikap dan perilaku yang hanya tertarik pada
aktifitasnya sendiri sehingga tidak heran anak autis bersifat individual.

2. Karakteristik Anak Autis


Sebagian besar anak autis akan menunjukan beberapa gejala seperti,
kurang respon terhadap orang lain, mengalami kendala berat dalam
berkomunikasi, dan memunculkan respons aneh dari berbagai aspek lingkungan
disekitarnya, semua ini berkembang pada 30 bulan pertama dari masa
kelahirannya (Setiati Widiastuti, 2007: 2). Pendapat tersebut menyatakan bahwa
hampir secara keseluruhan anak yang mengalami gangguan autis memiliki
karakter-karakter yang mengarah pada gangguan komunikasi dan interaksi
sosialnya. Perilaku-perilaku tersebut bisa muncul setiap saat sesuai dengan
kondisi anak saat menerima stimulasi dari lingkungannya (Fitri Rahayu, 2014:
12).
Karakteristik autis yang utama seperti yang dijelaskan Leo Kanner dalam
Muhammad Syah Reza (2011: 54), seseorang psikologi yang membegi kriteria
anak-anak berkebutuhan khusus menjadi beberapa pengamatan, yaitu:
a. Ketidak mampuan dalam berhubungan dengan orang lain.
b. Keterlambatan perkembangan bahasa, yaitu kegagalan perkembangan
dalam tinjauan komunikasi.
c. Perkembangan dan pertumbuhan fisk
d. Perilaku akibat lingkungan
e. Memiliki suatu keasyikan dan daya tarik yang lebih pada suatu objek
f. Perilaku yang berulang-ulang (stereotifik) dan memiliki stimulasi
stimulasi
9

Lebih lanjut Bonny Danuatmaja (2003: 24) menuliskan karakteristik anak


autis sebagai berikut:
a. Selektif berlebihan terhadap rangsang sehingga kemampuan
menangkap isyarat dari lingkungan sangat terbatas.
b. Kurang motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.
c. Respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial.
d. Respon unik terhadap imbalan berupa hasil pengindraan terhadap
perilaku stimulasi dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa suara.
Hal ini yang menyebabkan dia mengulang-ulang perilakunya secara
khas.

Pendapat lain menurut Powers (Sutadi dkk, 2003: 421) berpendapat


bahwa karakteristik anak autis ada 6 gejala/ gangguan yaitu dalam bidang,
interaksi sosial, Komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi), pola bermain,
gangguan sensoris, Perkembangan terlambat atau tidak normal, penampakan
gejala. Karakteristik anak autis, lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut.
a. Interaksi Sosial
Homans, menjelaskan bahwa interaksi sosial merupakan “hubungan timbal
balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing yang terlibat di
dalamnya memiliki peranan yang aktif.” Pada anak autis gangguan yang
termasuk dalam interaksi sosial antara lain menolak bila dipeluk dan memiliki
pandangan yang tidak normal (tidak adanya kontak mata), sehingga anak
cenderung menarik diri dari lingkungan bermainnya dan asyik dengan
dunianya sendiri.
b. Komunikasi (Bicara, Bahasa, dan Komunikasi)
Komunikasi merupakan cara penyampaian pesan terhadap sesuatu yang
diinginkan. Anak autis kebanyakan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
walaupun dapat berbicara, tetapi kata-kata yang dikeluarkan tidak sesuai
dengan artinya. Bahkan tidak jarang anak autisme mengoceh berulang-ulang
dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain. Anak autis biasanya
menggunakan bahasa tubuh jika menginginkan sesuatu karena kesulitan untuk
mengungkapkan keinginan. Sehingga jika menginginkan sesuatu hanya
menunjuk benda yang diinginkan atau menarik tangan untuk melakukan apa
yang diinginkan anak.
10

c. Pola Bermain
Pola Bermain pada anak autis juga tidak sama seperti pola bermain pada anak
umumnya. Anak autis memiliki minat bermain yang terbatas dan sering
menggunakan alat permainan tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti mobil-
mobilan yang seharusnya ditarik atau didorong dalam menggerakkannya, anak
autis menggunakan mobil-mobilan dengan cara memutar-mutar rodanya.
d. Gangguan Sensoris
Gangguan sensoris hampir terjadi pada kebanyakan anak autis. Gangguan
sensoris ini antara lain tidak adanya kepekaan anak autis terhadap rangsangan
yang diberikan atau bahkan sangat peka terhadap sentuhan. Bila mendengar
suara yang keras anak autisme lebih cenderung untuk menutup telinga. Anak
autis bisa mengamuk, jika mendengar suara-suara yang tidak dia sukai, atau
menutup telinga kemudian lari ke sudut ruangan untuk bersembunyi.
e. Perkembangan Terlambat atau Tidak Normal
Perkembangan yang terlambat pada anak autis ini meliputi perkembangan
dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial, dan kognisi. Sedangkan untuk
perkembangan secara fisik anak autis ini sama seperti perkembangan anak
pada umumnya.
f. Penampakan Gejala
Penampakan gejala pada anak autis dapat dilihat dari sejak kecil, biasanya
sebelum usia 3 tahun. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa gejala
autisme baru akan terlihat dan muncul setelah dewasa. Gejala autis yang
tampak sejak lahir atau saat masih kecil adalah dalam bidang perilaku dan
emosi. Perilaku pada anak autisme biasanya memperlihatkan stimulasi diri
seperti menggoyang-goyangkan badan, mengepakkan tangan seperti burung,
berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat TV, dan melakukan gerakan
yang diulang-ulang. Sedangkan gejala pada emosi, terlihat dari anak sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa tawa, menangis tanpa alasan,
sering mengamuk, dan terkadang terlihat menyakiti dirinya sendiri.
11

Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat ditegaskan bahwa


karakteristik anak autis merupakan perilaku anak yang mempunyai sifat berbeda
dengan anak pada umumnya atau normal, dengan ciri-ciri kekurangan dalam hal
interaksi sosial, komunikasi (bicara, bahasa, dan komunikasi), pola bermain,
gangguan sensoris, perkembangan terlambat atau tidak normal, dan menampakan
gejala yang sangat jelas pada perkembangannya.

3. Penyebab Autis
Koegel dan Lazebnik (Suharmini, 2009: 72), mengatakan bahwa penyebab
anak mengalami gangguan autis adalah adanya gangguan neurobiologis.
Berdasarkan penjelasan ini bahwa kelainan yang dialami anak autis disebabkan
ada kelainan dalam neurobiologis atau gangguan dalam sistem syarafnya.
Autis banyak disebabkan oleh gangguan syaraf otak, virus yang ditularkan
ibu ke janin, dan lingkungan yang terkontaminasi zat beracun. Penjelasan tersebut
menegaskan bahwa yang menyebabkan anak mengalami autis terdiri dari
beberapa faktor internal dan juga faktor eksternal (Galih Vskariyanti, 2008: 17).
Penyebab anak dapat mengalami gangguan autis adalah faktor keturunan
atau genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen, serta
akibat polusi udara, air dan makanan (Y.Handojo, 2009: 14). Hal ini senada
dengan penjelasan Galih Veskariyanti di atas. Dengan begitu dapat dikatakan anak
yang penderita autis penyebab utamanya yaitu dari faktor internal dan eksternal
yang mana faktor internal dari diri anak itu sendiri di karenakan sistem saraf yang
terganggu serta keturunan dan eksternal yang di sebabkan oleh makanan,
minuman dan kecelakaan yang terjadi saat masa kandungan, persalinan ataupun
basa bayi.
Autis disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini (Sugiarto, 2019: 25),
yaitu:
a. Gangguan susunan saraf pusat, dalam otak anak autis ditemukan adanya
kelainan pada susunan saraf pusat di beberapa tempat. Anak autis banyak yang
mengalami pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII, seharusnya
dilobus VI-VII terdapat banyak sel purkinje, namun pada anak autis jumlah sel
12

purkinje sangat kurang akibatnya produksi serotonin kurang yang


menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar otak. Kelainan
struktur pada pusat emosi di dalam otak sehingga emosi anak autis sering
terganggu. Obat-obatan yang dapat menyebabkan gangguan adalah dari jenis
psikotropika yang bekerja pada susunan saraf pusat.
b. Faktor genetika, gejala autis pada anak disebabkan oleh faktor turunan,
ditemukan 20 gen yang terkait dengan autis, namun gejala autis baru muncul
jika terjadi kombinasi banyak gen. Bisa saja autis tidak muncul, meski anak
membawa gen autis. Hasil penelitian terhadap keluarga dan anak kembar
menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autis.
Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedang pada anak
kembar dua telur 0%. Penelitian terhadap keluarga ditemukan 2,5-3% autis
pada saudara kandung, yang berarti 50-100 kali lebih tinggi dibandingkan
pada populasi normal.
c. Keracunan logam berat, berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada
rambut dan darah ditemukan kandungan logam berat dan beracun pada banyak
anak autis. Kandungan logam berat penyebab autis karena adanya sekresi
logam berat dari tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat seperti
arsetik (As), antimon (Sb), cadmium (Cd), air raksa (Hg), dan timbal (Pb),
adalah racun yang sangat kuat
Berdasarkan pendapat di atas mengenai penyebab anak mengalami
autisme, maka dapat disimpulkan bahwa anak autis bisa disebabkan karena
gangguan atau kelainan yang dialami pada masa prenatal (masa dalam
kandungan), neonatal (proses persalinan), pascanatal (masa setelah kelahiran),
karena faktor genetik atau keturunan.
13

C. Konsep Metode ABA (Applied Behavior Analysis)


1. Pengertian Metode ABA (Applied Behavior Analysis)
Terapi ABA adalah metode tatalaksana perilaku yang berkembang sejak
puluhan tahun, ditemukan psikolog Amerika, Universitas California Los Angeles,
Amerika Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2003: 50). Metode Applied Behavior
Analysis (ABA) atau lovaas adalah metode tatalaksana perilaku yang didasarkan
pada teori “Operant Conditioning” yang dipelopori oleh Burrhus Frederic
Skinner (1904) seorang behavioralis dari Amerika Serikat. Dasar teori Skinner
sendiri adalah pengendalian perilaku melalui manipulasi dan hukuman (Hanapy,
2015: 53).
Perilaku yang dibentuk melalui operant conditioning sangat bergantung
pada kualitas penguat yang dimunculkan atau yang diberikan, manakala perilaku
yang diharapkan telah muncul, atau sebaliknya. Operant conditioning merupakan
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan
para ahli psikologi belajar masa kini. Sri Rumini (Purwanta, 2012: 21)
mengemukakan tiga prinsip umum dalam operant conditioning menurut Skinner
yaitu:
a. Setiap respon yang diikuti stimulus yang memperkuat atau reward
(konsekuensi yang menyenangkan) akan cenderung diulang. Untuk
memperkuat respon yang diberikan.
b. Reinforcing stimulus (stimulus yang bekerja memperkuat atau reward) akan
meningkatkan kecepatan terjadinya respon operan. Dengan kata lain reward
akan meningkatkan diulanginya suatu respon.
c. Dalam operant conditioning organisme berbuat aktif untuk memperoleh
reward
Reese (Edi Purwanta, 2005: 28) menyebutkan bahwa penggunaan operant
conditioning untuk mengubah perilaku, paling tidak ada enam prosedur dasar
yang dianggap essensial. Keenam prosedur tersebut adalah mendefinisikan secara
operasional tingkah laku yang akan diubah, menentukan base line, menata proses
perubahan, mengidentifikasi penguat yang potensial, membentuk atau
14

menguatkan tingkah laku yang diinginkan, memelihara penguatan perilaku.


Keenam prosedur operant conditioning lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:
a. Mendefinisikan secara operasional tingkah laku yang akan diubah. Tingkah
laku yang akan diubah dalam operant conditioning harus spesifik sehingga
dapat diamati dan dapat diukur perubahannya,
b. Menentukan base line atau biasa disebut dengan tingkat awal perilaku operant
yang akan ditingkatkan atau diubah. Sebelum perilaku spesifik yang akan
ditingkatkan atau diubah didukung atau dipertahankan. Dalam tahap base line
ini perlu dicatat frekuensi dan besarannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah ada perubahan yang terjadi,
c. Menata proses perubahan menata proses perubahan dilakukan setelah
penentuan base line. Penataan proses perubahan atau situasi perlakuan perlu
dilakukan sedemikian rupa sehingga perilaku yang diharapkan dapat muncul,
d. Mengidentifikasi penguat yang potensial Sebelum menentukan penguat yang
akan diberikan kepada anak, maka perlu dilakukan identifikasi dan dipilih
penguat-penguat yang sesuai dan disukai anak untuk mendukung stimulus
atau perilaku yang dimunculkan oleh operant,
e. Membentuk atau menguatkan tingkah laku yang diinginkan penguatan dalam
tingkah laku yang dimunculkan anak yang sesuai dengan yang diharapkan
harus segera diberikan. Penguatan ini bertujuan agar anak dapat memunculkan
perilaku yang sama sesuai dengan yang diharapkan ketika mendapat instruksi
yang sama,
f. Memelihara penguatan perilaku penguatan perilaku digunakan untuk
menentukan apakah responnya kuat atau frekuensinya meningkat. Kadangkala
perilaku yang sudah terbentuk dapat bertahan lama, tetapi dapat juga menurun,
untuk itu penguatan kembali dapat meningkatkan ketahanan perilak.
15

Metode ABA merupakan metode tatalaksana perilaku yang berkembang


sejak puluhan tahun yang lalu. Handojo (2003: 51) mengartikan bahwa metode
ABA adalah “Metode yang terstruktur, terarah, dan terukur.” Maurice, (Sukinah,
2005: 126) menjelaskan metode tatalaksana perilaku sebagai berikut:
a. Terstruktur, yaitu pengajaran memakai teknik yang jelas, misalnya:
discrete trial teaching, discrimination training, shaping,
forward/backward, prompt fading
b. Terarah adalah metode ABA menggunakan kurikulum yang jelas
untuk membantu orangtua dalam mengarahkan terapi
c. Terukur, yaitu keberhasilan atau kegagalan anak dalam menghasilkan
perilaku yang diharapkan, dapat diukur dengan berbagai cara, karena
perilaku tersebut terlihat jelas. Sistem pengukuran juga tersedia dalam
berbagai variasi, tergantung keinginan dan kebutuhan orangtua

Lovaas (Rudy Sutadi, 2000: 45) menjelaskan bahwa sejak tahun 1960
tatalaksana perilaku untuk anak autis dikembangkan dengan menggunakan teknik-
teknik perubahan perilaku, ABA memfokuskan pada strategi untuk mengajar
perilaku sosial, menghilangkan perilaku stimulasi diri, dan mengembangkan
kemampuan bahasa. Galih A Veskarisyanti (2008: 47) mengatakan bahwa metode
ABA menfokuskan penanganan pada anak autis dengan memberikan
reinforcement positif setiap kali anak merespon benar sesuai instruksi yang
diberikan. Reinforcement positif berupa pemberian reward yang disukai anak.
Dalam pelaksanaan metode ABA tidak berlaku hukuman, sehingga ketika anak
salah dalam merespon instruksi maka anak akan mendapatkan reinforcement
negatif yaitu reward tidak diberikan.
Metode ABA yang diterapkan pertama kali oleh Ivar O. Lovaas, sehingga
metode ini lebih sering disebut dengan metode perilaku. Metode ABA merupakan
metode tatalaksana perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning yang
didasarkan pada pengendalian perilaku melalui manipulasi dan hukuman.
Sebelum melakukan pengubahan pada perilaku perlu adanya identifikasi dari
perilaku selanjutnya ditentukan base line dari perilaku yang akan diubah, setelah
base line dapat ditentukan, maka hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemberian
penguat. Penguat dapat diberikan berdasarkan minat atau kesukaan anak yang
16

dapat diketahui dari identifikasi yang telah dilakukan (Lina Widya Hanapy, 2015:
59).
Dengan demikian metode ABA (Applied Behavior Analysis) merupakan
metode terstruktur, terarah, dan teratur dengan yang didasarkan pada teori
“Operant Conditioning” dengan keenam prosedurnya yaitu, mendefinisikan
secara operasional tingkah laku yang akan diubah, menentukan base line, menata
proses perubahan, mengidentifikasi penguat yang potensial, membentuk atau
menguatkan tingkah laku yang diinginkan, memelihara penguatan perilaku, dan
yang terakhir memberikan penguatan sesuai minat dan kesukaannya.

2. Tujuan Metode ABA (Applied Behavior Analysis)


Dalam pembentukan perilaku dengan menggunakan metode ABA ini
memiliki tujuan utama, yaitu mengurangi perilaku yang berlebih atau tidak wajar,
mengajarkan anak terhadap perilaku yang lebih bisa diterima lingkungan. Perilaku
yang kurang baik tadi digantikan oleh perilaku yang lebih baik. Semakin anak
berbagai hal di sekitarnya, anak semakin bisa melakukan berbagai hal, mengejar
ketinggalan-ketinggalannya. semakin anak patuh akan aturan yang berlaku bagi
anak seusianya, anak semakin bisa diharapkan dapat lebih membaur dengan
sesamanya (Lina Widya Hanapy, 2015: 60).
Yosfan Azwandi (2005: 173) mengatakan tujuan metode ABA adalah
untuk meminimalkan kegagalan anak dan memaksimalkan keberhasilan anak.
Sedangkan Pramuji (2007: 39) mengemukakan bahwa tujuan metode ABA adalah
sebagai berikut:
a. Komunikasi dua arah yang aktif,
b. Anak mau menjawab saat ditanya,
c. Anak mampu bersosialisasi,
d. Menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar,
e. Mengejar materi akademik,
f. Anak mampu melakukan bina diri dan ketrampilan lain secara mandiri.
Metode Applied Behaviour Analysis (ABA) sering digunakan untuk
penanganan anak autis. Terapi ini sangat representatif bagi penanggulangan anak
spesial dengan gejala autisme. Sebab, memiliki prinsip yang terukur, terarah dan
sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehinga dapat meningkatkan
17

keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus maupun kasar, komunikasi


dan interaksi sosial, Metode ABA memiliki beberapa tujuan untuk anak dengan
kebutuhan khusus, antara lain (Sugiarto, 2019: 35),
a. Komunikasi dua arah yang aktif, anak mampu menjawab saat ditanya dan
mampu berinisiatif untuk memulai percakapan. Tujuan ini harus selalu diingat,
sehingga kemampuan anak terus dapat ditingkatkan sampai mendekati
kemampuan orang yang normal.
b. Sosialisasi kedalam lingkungan yang umum, anak mampu berkomunikasi dan
tidak hanya mampu menjalin hubungan sosial dalam lingkungan keluarga saja,
sehingga anak akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
c. Menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar, meningkatkan
atau menurunkan perilaku tertentu, meningkatkan kualitasnya, menghentikan
perilaku yang tidak sesuai dan mengajarkan perilaku-perilaku baru. Perilaku
yang tidak wajar atau aneh perlu segera dihilangkan sebelum usia 5 tahun,
agar tidak mengganggu kehidupan sosial anak setelah dewasa. Pada usia
balita, perilaku aneh yang ringan masih dianggap wajar dan tidak menarik
perhatian, misalnya mencium makanan sebelum dimakan, memainkan tangan
seperti melambai dan sebagianya, tetapi bila perilaku ini menetap terus sampai
usia yang lebih tua tidak mustahil menetap sampai dewasa.
d. Mengajarkan materi akademik, kemampuan akademik sangat bergantung pada
intelegensia atau IQ anak. Apabila IQ anak memang tidak termasuk di bawah
normal, maka kemampuan akademik anak tidak sulit untuk dikembangkan.
e. Melatih kemandirian dan keterampilan lain, kemampuan ini adalah
kemampuan yang juga diperlukan bagi setiap individu agar dalam hal-hal
yang bersifat privasi mampu dilakukan sendiri tanpa dibantu orang lain,
seperti makan, minum, memasang dan melepas pakaian atau kaos kaki, gosok
gigi, toileting, dan sebagainya dapat diajarkan secara terus menerus sampai
anak benar-benar mampu menguasainya.
Berdasarkan pendapat ahli dan penegasan di atas maka tujuan metode
ABA untuk membantu penyandang autisme dari perilakunya yang tidak wajar
menjadi lebih baik dan dapat berinteraksi pada orang banyak.
18

3. Prinsip-Prinsip Metode ABA (Applied Behavior Analysis)


Bonny Danuatmaja (2003: 29) mengatakan bahwa “prinsip awal metode
ABA adalah meningkatkan kemampuan reseptif atau kognitif (pemahaman) anak
autis.” Metode ini dimulai dengan jumlah latihan yang sedikit untuk beberapa
minggu pertama, kemudian meningkat sesuai dengan kondisi anak. Hal ini akan
membantu anak menjadi lebih terbiasa dalam kegiatan terstruktur.
Perilaku dapat terjadi biasanya didahului oleh suatu sebab atau antecedent,
sehingga perilaku nantinya akan menimbulkan suatu akibat atau biasa disebut
dengan consequence. Prasetyo (2008: 146) menyatakan bahwa prinsip dasar
metode ABA dijabarkan sebagai ABC yang dikenal dengan operant
conditioning. Pengertian akan rumusan ini sangat penting, terutama jika ingin
menghilangkan perilaku “aneh” seorang anak. A (Antecedent) yang diikuti dengan
B (Behavior) dan diikuti dengan C (Cossequence). Antecedent adalah hal yang
mendahului terjadinya perilaku berupa intruksi yang diberikan oleh seseorang
kepada anak autis. Dengan pembelajaran yang terstruktur anak autis kemudian
memahami behavior (perilaku) berupa intruksi yang diberikan. Perilaku tersebut
diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh konsekuensi perilaku
atau imbalan yang menyenangkan.
Handojo (2003: 53) menjelaskan bahwa kaidah yang mendasari pada
pelaksanaan penerapan metode ABA yaitu suatu perilaku bila diberi
reinforcement (imbalan yang tepat) akan semakin sering dilakukan, dan
sebaliknya bila suatu perilaku tidak diberi imbalan maka perilaku tersebut akan
terhenti. Handojo (2009: 3) menjelaskan juga bahwa:
“Prinsip metode ABA merupakan pendekatan dan cara penyampaian
materi kepada anak harus dilakukan dengan kehangatan yang didasarkan
pada kasih sayang yang tulus untuk menjaga kontak mata yang lama dan
konsisten, tegas, tanpa kekerasan maupun tanpa marah/ jengkel, prompt
(bantuan/arahan) yang diberikan secara tegas tetapi lembut, dan apresiasi
yaitu anak dengan imbalan yang efektif, sebagai motivasi agar anak selalu
bergairah.”
19

Metode ABA diberikan secara tegas tetapi lembut tanpa kekerasan. Untuk
mempertahankan perilaku yang diharapkan secara konsisten maka perlu adanya
pemberian imbalan yang efektif. Sri Utami Soedarmono (2001: 1) mengatakan
prinsip-prinsip metode ABA adalah sebagai berikut:
a. Memecah setiap keterampilan menjadi bagian-bagian atau langkah-
langkah yang lebih kecil.
b. Diajarkan secara sistematik, terstruktur, dan terukur.
c. Metode pengajaran,
1) Sistem one on one atau satu guru satu murid, satu ruangan,
2) Instruksi spesifik yang jelas, singkat dan konsisten,
3) Berulang-ulang sampai respon tanpa prompting,
4) Dilakukan maintainance dan generalisasi.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip


metode ABA adalah dilakukan berdasarkan operant conditioning, dengan
menggunakan rumus A  B  C, yaitu A yang merupakan Antecedent,
merupakan hal yang mendahului terjadinya perilaku berupa instruksi yang
diberikan kepada anak autis. B adalah Behavior atau perilaku yaitu berupa
instruksi. Sedangkan C adalah Consequence merupakan konsekuensi yang
ditimbulkan akibat adanya Antecedent dan Behavior, serta diajarkan secara
sistematik, terstruktur, dan terukur dengan sistem one on one, satu ruangan
dengan intruksi spesifik yang jelas, singkat, konsisten, berulang ulang sampai
respon tanpa dorongan (prompting), sehingga perlu adanya pemberian imbalan
untuk memperkuat perilaku positif yang dimunculkan.

4. Teknik Pelaksanaan Metode ABA (Applied Behavior Analysis)


Berdasarkan prinsip awal dalam metode ABA yaitu terarah, terukur, dan
terstruktur, maka pelaksanaan metode ABA memiliki tahapan-tahapan dalam
pelaksanaannya. Menurut Prasetyono (2008: 156) tahapan dalam penerapan
metode ABA adalah, “Perintah, Respon, Peragaan sebagai bantuan, mengurangi
peragaan, menggunakan imbalan”. Tahapan-tahapan dalam penerapan metode
ABA dapat dikaji lebih lanjut di bawah ini secara jelas sebagai berikut:
20

a. Perintah
Perintah diberikan secara singkat, jelas, konsisten, diberikan hanya sekali,
tidak diulang-ulang. Perintah singkat, berupa satu kata missal lihat, masukkan,
ikuti, buka dan tunjuk. Perintah konsisten, tidak berubah-ubah dan harus sama
antara yang digunakan di sekolah dan di rumah (pada tahap awal). Hal ini
bertujuan agar anak mudah menangkap dan tidak menangkap makna yang
berbeda, dari perintah tadi.
b. Respons
Anak akan merespon perintah dengan benar, setengah benar, salah, atau tidak
ada respon sama sekali. Tunggu beberapa saat bila respon betul atau setengah
betul pada perintah pertama atau kedua, beri imbalan.
c. Peragaan sebagai bantuan
Anak-anak autis mengalami kesulitan dalam menerima perintah secara penuh,
oleh karena itu perlu bantuan dalam melakukan ketrampilan atau perilaku
yang diinginkan.
d. Mengurangi peragaan
Penggunaan peraga sebagai salah satu bantuan merupakan salah satu cara
untuk merespon yang benar. Namun cara ini biasanya akan menjadi
ketergantungan anak. Oleh karena itu perlu adanya pengurangan peragaan
agar siswa mampu melakukan perintah secara mandiri tidak tergantung pada
peragaan.
e. Menggunakan imbalan
Imbalan digunakan sebagai hadiah bagi siswa yang merespon positif atau
benar dari perintah guru. Biasanya imbalan itu berupa aktivitas positif seperti
pemberian makanan yang disukai siswa, pelukan, dan pujian. Imbalan ini
berfungsi sebagai perangsang siswa dalam melakukan perilaku yang benar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Handojo (2009: 5) yang menyebutkan
bahwa ada beberapa teknik dalam persiapan sebelum melaksanakan pembelajaran/
terapi dengan metode ABA, yaitu dalam terapi harus memperhatikan ruangan
terapi dan persiapan anak. Penggunaan ruang terapi dan persiapan anak dapat
dijelaskan sebagai berikut:
21

a. Ruangan Terapi
Ruangan yang digunakan dalam terapi harus ruangan khusus bebas
intraksi. Ruangan yang digunakan tidaklah terlalu luas berkisar 1,5 x 1,5 m²
sampai dengan 2 x 2 m². Karena jika terlalu luas maka anak akan lebih leluasa
untuk bergerak dan susah untuk dikontrol. Ruangan ini memerlukan 3 kursi
untuk 2 terapis dan 1 kursi untuk duduk anak berhadapan, membutuhkan meja
belajar, rak untuk alat atau bahan perlengkapan, lemari penyimpanan alat/
bahan yang tidak terjangkau anak, alat peraga, jadwal anak, jadwal terapis,
lembar rencana pelajaran, lembar penilaian, alat-alat tulis, dan reward.
Ruangan terapi sebaiknya dibuat kedap suara, sehingga suara dari luar
tidak mendistraksi anak. Sebaliknya suara terapis tidak mengganggu suasana
di luar ruangan terapi. Di dalam ruangan juga harus memiliki penerangan yang
cukup, ventilasi dan suhu ruangan yang nyaman, dan sebaiknya menghindari
hiasan dinding yang mencolok. Idealnya dalam ruangan juga terdapat alat
bantu pengamat seperti adanya kamera yang dihubungkan dengan monitor ke
luar ruangan, sehingga orang yang berada di luar ruangan dapat melihat
bagaimana proses penanganan terhadap anak dan respon atau perilaku-
perilaku yang dimunculkan anak, serta alat pengamat ini dapat digunakan
sebagai perekam kejadian yang nantinya dapat digunakan terapis dalam
mengamati ulang bagaimana perilaku anak dan dapat digunakan sebagai bahan
pelengkap evaluasi.
b. Persiapan Anak
Untuk mendapatkan keberhasilan terapi maka perlu diperhatikan
kemampuan awal anak. Dalam hal ini perlu diperhatikan terkait kepatuhan dan
kontak mata pada anak. Kepatuhan dan kontak mata merupakan pintu masuk
dalam metode ABA. Kepatuhan akan terbentuk ketika anak diperlakukan
dengan motivasi, imbalan, dan kasih sayang yang hangat. Sekaligus hal ini
membuat anak senang berada di dekat terapis dan mudah membuat kontak
mata yang konsisten.
22

Apabila kepatuhan tidak terbentuk secara spontan maka kepatuhan


dapat diajarkan melalui Discret Trial Training. Sedangkan untuk melatihkan
kontak mata menurut Handojo (2009: 7) dapat “dilatihkan dengan cara
memberikan instruksi “lihat!”.” Setelah anak duduk patuh di kursinya,
nantikan kontak mata dari anak. Bila mata anak tertuju pada mata terapis
(walaupun hanya sebentar) berikan imbalan. Bila tidak berhasil dalam
menginstruksikan “lihat!” sambil melakukan bantuan yaitu memegang kepala
anak dengan kedua belah tangan. Tempelkan kedua telapak tangan di pipi
kanan dan pipi kiri agak arah ke telinga. Arahkan pandangan anak ke mata
terapis. Bila berhasil segera berikan imbalan. Bila cara ini tidak berhasil
lakukan dengan cara memberi umpan makanan atau benda yang dia sukai
dengan cara mengarahkan makanan atau benda tersebut 5 cm di depan mata
terapis kemudian instruksikan “lihat!” lakukan minimal tiga kali dan bila
berhasil berikan imbalan segera. Tahap berikutnya berikan instruksi “lihat!”
tanpa menggerakkan tangan dan bila berhasil berikan imbalan. Untuk
memperlama kontak mata maka tunda terlebih dahulu pemberian imbalan
sampai pada detik ke 5. Kontak mata sampai 5 detik ini sudah cukup baik.
Ulangilah perintah kepatuhan “duduk” dan “lihat” setiap mengerjakan materi
yang lain, agar kedua kemampuan yang menjadi kunci utama ini cepat
dikuasai oleh anak.
Handojo (2009: 10) menyebutkan pula teknik lain dalam penggunaan
metode ABA setelah melaksanakan persiapan untuk anak, yaitu; instruksi,
pelatihan uji coba (Discrete Trial Training), Pelatihan Diskriminasi
(Discrimination Training), Mencocokkan (Matching), Mengurangi Bantuan
(Fading), Pembentukan Perilaku (Shaping), Pengajaran Terangkai (Chaining).
a. Pemberian Instruksi
Pemberian instruksi pada pembelajaran untuk anak autis menurut
Soedarmono (2001: 1) dilaksanakan secara spesifik yang jelas, singkat, dan
konsisten. Pemberian instruksi yang konsisten yaitu antara instruksi satu dengan
instruksi berikutnya diberikan secara ajeg. Hal serupa dikemukakan oleh
Prasetyono (2008: 156) dalam pemberian perintah diberikan secara singkat, jelas,
23

konsisten, dan diberikan hanya sekali tidak berulang-ulang. Perintah singkat,


berupa satu kata misal “lihat”, “tunjuk”. Perintah konsisten, berarti tidak berubah-
ubah dan harus sama antara hal yang digunakan di sekolah dan di rumah.
Pemberian perintah secara konsisten ini bertujuan untuk mempermudah anak
dalam mengikuti instruksi.
b. Pelatihan uji coba (Discret Trial Training)
Discret Trial Training merupakan salah satu teknik utama dari ABA,
sehingga ABA kadang juga disebut dengan DTT. DTT adalah latihan uji coba
yang jelas/ nyata. DTT terdiri dari siklus yang dimulai dari instruksi, prompt, dan
diakhiri dengan imbalan. Setiap materi yang diajarkan, dimulai dengan pemberian
instruksi oleh terapis, kemudian ditunggu 5 detik. Bila tidak ada respon dari anak
dilanjutkan dengan instruksi ke-2, lalu tunggu lagi 5 detik. Bila tetap belum ada
respon dari anak, maka dilanjutkan dengan instruksi ke-3. Secara skematis
menurut Handojo (2009: 98) DTT dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Skema Uji Coba (Discret Trial Training)

Siklus Penuh Siklus Tidak Penuh Siklus Pendek


Instruksi ke-1  tunggu Instruksi ke-2  Instruksi ke- 3  anak
5 detik  bila respon tunggu 5 detik  bila bisa melakukan tanpa
anak tidak ada, lanjutkan respon anak tidak ada, prompt  segera
dengan lanjutkan dengan berikan imbalan
Instruksi ke-2  tunggu Instruksi ke -3  anak
5 detik  bila respon bisa melakukan tanpa
anak masih belum ada, prompt  segera
lanjutkan dengan berikan imbalan
Instruksi ke -3 langsung
prompt dan segera
berikan imbalan
Catatan: hasil terapi di Hasil dari terapi di atas Hasil dari terapi ini
atas adalah P tetap dicatat P dicatat A

Pencatatan hasil dari siklus ini adalah yang pertama dicatat dengan hasil P,
karena masih memerlukan dorongan (prompt). Hasil dari siklus ke-2 dicatat juga
sebagai P karena masih ada dorongan (prompt). Hanya siklus ke- 3 yang diberi
nilai A, yang berarti anak mampu melakukan apa yang diinstruksikan secara
mandiri. Apabila dapat dicapai siklus ke- 3 secara berturut-turut sebanyak 3 kali,
24

tanpa diselingi siklus pertama dan kedua, maka tercapailah keadaan mastered. Jika
anak tiga kali berturut-turut mendapat nilai A, maka materi yang diberikan dapat
dihentikan, dan program terapi tersebut dapat dimasukkan ke dalam program
pemeriharaan (maintenance).
c. Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)
Discrimination Training merupakan teknik yang digunakan untuk melabel
atau mengidentifikasi untuk mengenal huruf-huruf, warna , bentuk, atau orang.
Untuk meyakinkan bahwa anak benar-benar mengenali hal yang diajarkan secara
konsisten, diperlukan adanya pembanding. Apabila kita yakin anak dapat
mengidentifikasi hal tersebut tanpa ragu, maka kita yakin bahwa anak telah benar-
benar mengenalnya.
Handojo (2009: 11) menjelaskan bahwa ada empat langkah dalam
melakukan pengenalan pada teknik Discrimination Training yaitu:
Langkah ke- 1  letakkan objek dititik tengah meja dan instruksikan
“pegang….(nama objek)!”
Langkah ke -2  acaklah penempatan objek ke segala arah dan berikan
instruksi yang sama
Langkah ke- 3  sertai dengan objek pembanding dan letakkan di tengah
meja
Langkah ke -4  acaklah kedua objek kesegala arah
Pelaksanaan Discrimination Training dilaksanakan dari hal yang
sederhana terlebih dahulu sama halnya dengan memecah keterampilan menjadi
item-item yang paling kecil. Dalam penerapan Discriminatin Training atau yang
biasa disebut dengan DT ini subjek diajarkan dengan satu benda/ objek terlebih
dahulu, setelah subjek menguasai baru berlanjut kepada pemberian objek
berikutnya sebagai pembanding.
25

d. Mencocokkan (Matching)
Matching merupakan teknik menyamakan/ mencocokkan obyek yang satu
dengan yang lain, yang dapat dipakai sebagai pemantap identifikasi maupun
sebagai permulaan latihan identifikasi. Matching juga dilakukan beberapa tahap
menurut handojo (2009: 11) yaitu:
Tahap ke- 1  letakkan satu objek di atas meja dan berikan satu objek
yang sama kepada anak
Tahap ke- 2  letakkan beberapa objek (berbeda) di atas meja dan berikan
objek kembarannya satu persatu kepada anak, berikan instruksi
yang sama.
Tahap ke- 3  letakkan beberapa objek di atas meja dan berikan sejumlah
objek kembarannya kepada anak untuk disamakan. Biarkan dia
memilih sendiri jenis objek yang akan disamakan. Apabila terjadi
kesalahan jangan langsung diperbaiki, tapi berikan kesempatan
kepada anak untuk menyadari sendiri kesalahannya.
Tahap ke- 4  letakkan beberapa objek di atas meja dan berikan sejumlah
objek kembarannya kepada anak untuk disamakan. Gunakan timer
untuk mengukur kecepatan anak dalam menyamakan dan catat
berapa kali anak melakukan kesalahan.

Tahapan dalam matching tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan


Discriminatin Training, yaitu anak diajarkan dari satu objek kemudian bertahap
dengan adanya objek pembanding. Objek pertama diletakkan di atas meja dengan
anak diberi objek yang sama untuk disamakan dengan objek yang ada di atas
meja. Selanjutnya jika anak sudah bisa beri beberapa objek di atas meja dan beri
anak kembaran objek untuk disamakan dengan cara diberi satu persatu objek
kembarannya. Jika dengan diberi satu persatu objek kembaran anak bisa
melakukan matching dengan benar, maka objek kembaran bisa diberikan semua
secara langsung kepada anak dan selanjutnya guru / terapis hanya mengawasi.
Untuk menilai apakah anak benar-benar paham dengan objek yang diajarkan,
maka penilaian bisa dilakukan dengan timer.
26

e. Mengurangi Bantuan (Fading)


Fading adalah mengurangi bantuan dalam mengarahkan anak keperilaku
target dengan prompt penuh dan makin lama prompt makin dikurangi secara
bertahap sampai akhirnya anak mampu melakukan tanpa prompt.
f. Pembentukan Perilaku (Shaping)
Johny L. Matson (2009: 25) menjelaskan bahwa “Shaping is the process of
differentially reinforcing successive approximations toward a desired response.”
Jadi dapat diketahui bahawa shaping merupakan proses pengajaran suatu perilaku
melalui tahap-tahap pembentukan perilaku yang makin mendekati respon yang
dituju atau diinginkan.
g. Pengajaran Terangkai (Chaining)
Chaining merupakan proses merangkaikan perintah dalam pengajaran satu
perilaku yang kompleks, yang dipecah menjadi aktifitas-aktifitas kecil yang
disusun menjadi suatu rangkaian atau untaian secara berurutan. Contoh dalam
mengajarkan memasang kaos kaki yaitu dengan mengajarkan beberapa tahap yaitu
langkah pertama ajarkan anak mengambil kaos kaki dengan DTT sampai bisa,
kemudian ajarkan membuka kaos kaki dengan menggulungnya, setelah anak bisa
melakukan lanjutkan ke tahap berikutnya yaitu memasukkan kaos kaki ke ujung
jari-jari kaki, lalu ajarkan anak menarik kaos kaki ke arah tumit, dan yang terakhir
merapikan kaos kaki.

5. Penelitian yang Relevan


Berikut hasil penelitian yang relevan dengan tema penelitian yang
dilakukan peneliti adalah, penelitian ini ditulis oleh Lina Widya Hanapy (2015)
dengan judul skripsi “Penggunaan Metode Lovaas/Applied Behavior Analysis
(ABA) dalam Penatalaksanaan Perilaku Anak Autis Kelas Dasar di SLB
Penyelenggara Pendidikan Autis di Yogyakarta” Penelitian penggunaan metode
Lovaas/ Applied Behavior Analysis (ABA) ini bertujuan untuk mengetahui dan
mendeskripsikan tentang proses pelaksanaan dan hasil penggunaan metode ABA
pada piñata laksanaan perilaku anak autis kelas dasar di SLB penyelenggara
pendidikan autis di Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
27

kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah yaitu SLB Bina Anggita,
SLB Fajar Nugraha, dan SLB Citra Mulia Mandiri. Pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara dengan pihak terkait, dan analisis dokumen. Data
yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis kemudian data disajikan dalam
bentuk teks naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode
ABA yang diterapkan di SLB Bina Anggita, SLB Fajar Nugraha, dan SLB Citra
Mulia Mandiri terdapat keanekaragaman. Keanekaragaman dari segi proses
terlihat dari persiapan ruangan yang tidak sama yaitu disekolah Bina Anggita satu
ruangan ditempati oleh dua siswa dengan kondisi ruangan mudah terdistraksi dari
luar, Fajar Nugraha satu ruangan ditempati dua siswa dan ruangan sudah cukup
sesuai yaitu tidak terdistraksi dari luar, dan SLB Citra Mulia Mandiri dalam satu
ruang besar terdapat empat anak dengan kelainan yang berbeda. Keanekaragaman
juga terlihat dari penerapan metode ABA, proses pelaksanaan sampai pada
penilaian dan evaluasi yang dilaksanakan, sehingga berpengaruh pada perilaku
yang dihasilkan anak. Relevansinya dari penelitian yang saya lakukan bahwa
penerapan metode ABA memiliki persiapan dan teknik penerapan yang di
terapkan pada anak autis kelas dasar mulai dari persiapan ruangan sampai pada
pengahagaan yang diberikan oleh guru terhadap anak.
Penelitian yang ditulis oleh Fitri Rahayu (2014) dengan judul skripsi
“Kemampuan Komunikasi Anak Autis dalam Interaksi Sosial (Kasus Anak Autis
di Sekolah Inklusi, SD Negeri Giwangan Kotamadya)”. Penelitian ini
mengunakan terapi perilaku atau (ABA), jenis Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian merupakan
siswa kelas IV dengan gangguan autisme. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menjelaskan mengenai bentuk kemampuan komunikasi yang
dapat dilakukan anak autis, serta kemampuan komunikasi anak autis ketika
melakukan interaksi sosial di SDN Giwangan Yogyakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan AS
saat interaksi sosial berupa komunikasi satu arah dari peneliti ke subjek. AS sudah
bisa menulis dan membaca tetapi kemampuan AS dalam memahami bahasa tulis
dalam komunikasi masih kurangwalaupun sudah dapat berbicara, membaca, dan
28

menulis tetapi AS belum dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga masih


memerlukan bimbingan. Relevansinya penelitian ini untuk meningkatkan
kemampuan anak, khususnya interaksi sosial dengan menggunakan metode ABA.
Jadi dalam penelitian ini menjelaskan tentang penerapan metode ABA dengan
mengembangkan komunikasi dan interaksi sosial.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode kualitatif. Hamid Darmadi (2011: 7), menjelaskan bahwa, “penelitian
deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau
penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan
sehubungan dengan suatu subjek penelitian pada saat ini”.
Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran
atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadapi
objek yang diteliti (Ronny Kountur, 2004: 105). Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Suharmini Arikunto (2005: 234) bahwa penelitian deskriptif merupakan
“penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat
dari suatu perlakuan.”
Metode penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
penerapan proses metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di
kelas dasar tepatnya di SKhN 1 Kendari. Informasi yang diperoleh dengan
pendekatan ini disusun dengan uraian catatan berbentuk naratif, direduksi,
dirangkum dan dipilih pola yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan data yang bersifat
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan penerapan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) bagi anak autis di kelas dasar. Dalam penelitian ini, subjek
penelitian tidak mendapatkan perlakuan oleh peneliti. Peran peneliti hanyalah
mengamati dan menghimpun informasi dan mendeskripsikan secara mendalam
dari berbagai sumber mengenai penggunaan metode ABA di kelas dasar, sehingga
pada akhirnya peneliti dapat menggambarkan dan memaknai temuan hasil
penelitian tentang penerapan metode ABA di sekolah tersebut.

29
30

B. Setting Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada salah satu sekolah luar biasa di kota
kendari yaitu Sekolah Khusus Negeri 1 Kendari yang beralamatkan di Jl. Sao-Sao,
Kel. Bende, Kec. Kadia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Khususnya kelas
dasar SDLB autis. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada semester Genap,
tahun ajaran 2019/2020.

C. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul dan latar belakang dalam penelitian ini maka fokus
penelitian adalah
1. Tempat penyelengaraan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak
autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari.
2. Aktor atau yang berperan (guru) dalam penerapan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di
Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
3. Teknik penggunaan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis
di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari.

D. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian adalah seseorang atau lebih yang darinya diperoleh data
atau keterangan (Kurniawati, 2014: 38). adapun subjek penelitian ini adalah guru
kelas autis, dan seseorang yang berkaitan dengan fokus penelitian. Objek
penelitiannya akan sesuai dengan fokus penelitian dan rumusan masalah, dengan
mendeskripsikan proses penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi
anak autis di Kota Kendari. SDLB autis dengan fokus pada tempat penelitian,
aktor yang dapat memberikan data dan keterangan dalam instrumen serta aktifitas
penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis. Tepatnya di
kelas dasar SDLB autis.
31

E. Data dan Sumber Data


1. Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dapat diperoleh secara langsung dari
lapangan atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan
sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati (observasi),
wawancara dan studi dokumentasi. Peneliti menggunakan data ini untuk
mendeskripsikan penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis)
bagi anak autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah Khusus
Negeri (SKhN) 1 Kendari.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan
berbagai sumber lainnya, seperti jurnal, skripsi, hasil survey dan
sebagainya.
2. Sumber Data
Sumber data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan data tentang penerapan metode ABA (Applied Behavior
Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah
Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
F. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010: 308) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam
penelitian kualitatif ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
observasi, wawancara, dan analisis dokumen.
1. Metode Observasi
Metode ini merupakan teknik pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti (Husaini Usman, 2006: 54). Teknik observasi
terbagi menjadi dua yaitu ada partisipatif (participant observation) dan non
partisipatif atau pasif (passive participation), observasi partisipan yaitu observer
32

melibatkan diri di tengah-tengah kegiatan observer. Observasi partisipasi


dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian saat tindakan berlangsung dan
peneliti melakukan pengamatan terstruktur sedangkan observasi non partisipatif
artinya peneliti tidak terlibat dan hanya menjadi pengamat independen (Sugiono,
2016: 204). Dalam penelitian ini pengamat ikut berperan langsung dalam
pembelajaran yang dilakukan oleh subyek penelitian jika diperlukan dan bisa juga
peneliti tidak membantu kegitan yang dilakukan oleh subjek.
Teknik observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru. Data yang dikumpulkan berupa
pelaksanaan mengajar, yang meliputi teknik penggunaan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) Peneliti melakukan observasi pada seluruh proses
pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan dengan teknik observasi
partisipatif dan non partisipatif di sesuaikan dengan kondisi saat pelaksanaan
penelitian.
2. Metode Wawancara
Wawancara merupakan teknik mengumpulkan informasi dengan
menunjukkan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula
(Hadari Nawawi, 2005: 111). Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak
langsung dengan tatap muka antara si pencari informasi dengan sumber informasi.
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan
bertatap muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada peneliti.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti
dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari respondennya.
Wawancara mendalam yaitu wawancara yang dilakukan peneliti kepada
subjek penelitian dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam mencari
informasi berdasarkan tujuan, subjek yang diwawancarai terlibat, mengetahui
secara mendalam tentang fokus penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti akan
melakukan wawancara mendalam kepada terapis. Peneliti akan melakukan
33

wawancara mendalam dengan membuat daftar pertanyaan (pedoman pertanyaan)


terlebih dahulu, yang tidak bersifat ketat dan dapat dirubah oleh peneliti.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara mendalam
kepada subjek. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam dengan membuat
daftar pertanyaan (pedoman pertanyaan) terlebih dahulu, yang tidak bersifat ketat
dan dapat dirubah peneliti. Daftar pertanyaan berisi pokok yang menjadi fokus
penelitian. Peneliti akan melakukan pencatatan dan rekaman suara dalam
mengumpulkan data wawancara.
3. Studi Dokumentasi
Teknik Studi dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data
yang dapat dijadikan informasi berbentuk tulisan atau arsip, gambar, ataupun
karya-karya dari seorang lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu studi dokumentasi berupa kegiatan pembelajaran yang
bisa dilihat secara tertulis seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
lembar tugas anak, lembar hasil evaluasi anak dan lain-lain yang berada pada
tempat dan subjek penelitian.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 134), instrumen pengumpulan data
merupakan alat bantu bagi peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam hal ini jenis
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pedoman
wawancara, dan panduan observasi.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2009: 305). Kedudukan peneliti dalam
penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti disini sekaligus sebagai perencana dan
juga pelaku dalam pengumpulan data.
Menurut Sudarwan Danim (2002: 135), peneliti sebagai instrumen utama
dituntut untuk dapat menemukan data yang diangkat dari fenomena, peristiwa,
dan dokumen tertentu. Peneliti sebagai peneliti utama melakukan pengamatan dan
mencatat hal-hal yang berkaitan dengan sumber data. Instrumen lain selain
peneliti, sebagai instrumen bantu adalah pedoman observasi dan pedoman
34

wawancara. Sehingga dalam hal ini peneliti sebagai pelopor dalam melakukan
penelitian.
Table 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Instrumen Penerapan Metode ABA (Applied
Behavior Analysis) Bagi Anak Autis di Kota Kendari
Jumla
Variabel Komponen Indikator
h butir
Penerapan Data tempat Data tempat penelitian 4
metode dan Subjek 1. Fasilitas sekolah
ABA Penelitian 2. Media pembelajaran
(Applied penerapan 3. Jumlah guru
Behavior metode 4. Jumlah siswa
Analysis) ABA
bagi anak (Applied Subjek penelitian guru 2
autis di Behavior 1. Identitas guru
Kota Analysis) 2. Pengalaman mengajar guru dalam metode
Kendari bagi anak ABA (Applied Behavior Analysis)
autis di
SKhN 1 Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 1
Kendari
Hasil pencapaian anak autis kelas dasar dalam
pembelajaran (Rapor) 1

Proses Persiapan sebelum pelaksanaan metode ABA 2


penerapan 1. Pengunaan ruangan metode ABA
pembelajara 2. Persiapan anak
n dengan
metode Teknik pembelajaran dengan metode ABA
ABA 1. Bentuk instruksi dalam metode ABA
(Applied 2. Pelaksanaan bentuk uji coba (Discret trial 9
Behavior training)
Analysis) 3. Pelaksanaan pelatihan disriminasi
bagi anak (discrimination training)
autis di 4. Pelaksanaan mencocokan(matching)
SKhN 1 5. Pelaksanaan mengurangi bantuan (fading)
Kendari 6. Pelaksanaan pembentukan perilaku
(shaping)
7. Pelaksanaan pengajaran terangkai
(chaining)
8. Pemberian bantuan (prompt)
9. Pemberian penghargaan (reward)

Total 19
35

H. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskripsi kualitatif.
Menurut Suharsimi Arikunto (2005: 268), analisis deskripsi kualitatif hanya
menggunakan paparan data sederhana. Selanjutnya dilakukan interpretasi secara
kualitatif yaitu yang digambarkan dengan kata-kata untuk memperoleh
kesimpulan yang dilakukan dengan prinsip induksi yang mengedepankan
pengembangan yang berawal dari spesifik (Sukardi, 2006: 11). Proses analisis
data selama di lapangan menggunakan model Miles dan Huberman (1992: 20)
yaitu terdiri dari:
1. Data Collection (Koleksi/Pengambilan Data)
Koleksi data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian yang
sangat penting, karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka
peneliti akan mendapatkan jawaban dari rumusan masalah yang sudah
ditetapkan. Data collection di peroleh melalui hasil observasi, wawancara dan
studi dokumentasi.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Huberman,
1992: 16). Data yang akan direduksi dalam penelitian ini adalah proses
penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis.
3. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay
data. Melalui cara mendisplaykan data tersebut, maka data akan
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami dan diperoleh informasi bagi peneliti
untuk menganalisis data-data yang sudah terkumpul.
4. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan)
Tahap penarikan kesimpulan yaitu penarikan kesimpulan dari data-data yang
telah dianalisis. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini tentunya
36

berdasarkan dari hasil analisis data yang berasal dari observasi, wawancara,
dokumentasi, catatan lapangan dan hal-hal lain yang didapatkan pada saat
melaksanakan kegiatan di lapangan.
Dalam analisis data kualitatif keempat langkah tersebut saling berkaitan.
Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada saat pengumpulan data dan
setelah data terkumpul. Artinya, sejak awal data sudah mulai dianalisis, karena
data akan terus bertambah dan berkembang. Jadi ketika data yang diperoleh belum
memadai atau masih kurang dapat segera dilengkapi.
Penelitian ini berusaha mengambarkan proses penerapan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di kelas dasar di Sekolah Khusus
Negeri (SKhN) 1 Kendari dari proses pengajaran sampai dengan evaluasi dan
hasil yang diperoleh setelah pelaksanaan pembelajaran. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskripsi. Analisis data
penelitian kualitatif dimulai sejak awal terjun di lapangan sampai penulisan
laporan. Diharapkan data-data yang terkumpul dapat lengkap sesuai yang
diharapkan oleh peneliti.
I. Keabsahan Data
Untuk menentukan mengenai keabsahan data, diperlukan teknik
pemeriksaan. Data yang telah dikumpulkan, diklarifikasi sesuai dengan sifat
tujuan penelitian untuk dilakukannya pengecekan kebenaran melalui teknik
triangulasi. Nasution (2003: 12) menjelaskan bahwa teknik triangulasi merupakan
salah satu cara dalam memperoleh data atau informasi dari satu pihak yang harus
dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber data lain,
misalnya dari pihak kedua, ketiga, dan seterusnya dengan menggunakan metode
yang berbeda-beda.
Menurut Lexy Moleong (2005: 330-331) ada berbagai jenis triangulasi :
1. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif.
37

2. Triangulasi metode, pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil


penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode sama.
3. Triangulasi teori, berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa
derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Teknik Triangulasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
teknik triangulasi metode yaitu teknik pemeriksaaan keabsahan data dengan
membandingkan data hasil observasi, data hasil wawancara dan studi
dokumentasi.
Teknik triangulasi dapat ditemukan adanya perbedaan informasi terhadap
data yang disampaikan oleh informan. Dengan adanya triangulasi ini tidak hanya
menilai kebenaran data, akan tetapi juga dapat mengecek validitas mengenai data
tersebut, maka dengan data yang ada akan memberikan sifat yang reflektif dan
pada akhirnya dengan trianggulasi ini akan memberikan kemungkinan bahwa
kekurangan informasi yang pertama dapat menambah kelengkapan dari data yang
sebelumnya Nasution, (2003: 116). Trianggulasi dapat dilakukan dengan:
1. Check, dalam hal ini dilakukan menchek kebenaran data tertentu dengan
membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase
penelitian di lapangan, pada waktu berlainan dan sering menggunakan metode
yang berlainan.
2. Check-recheck, dalam hal ini dilakukan pengulangan kembali terhadap
informasi yang diperoleh melalui berbagai metode, sumber data, waktu
maupun setting.
3. Cross-check, dalam hal ini dilakukan checking antara metode pengumpulan
data-data yang diperoleh dari data wawancara dipadukan dengan observasi
dan sebaliknya.
Tujuan dari penggunaan teknik triangulasi ini adalah membandingkan
informasi yang telah didapatkan peneliti tentang hal yang sama yang diperoleh
dari berbagai pihak yang ada, supaya ada dukungan dari data yang dibuktikan.
Melalui cara ini juga dapat mengantisipasi dari berbagai pandangan maupun
bahaya yang datang dari subyektifitas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penelitian mengambil data tentang
penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilaksanakan di
Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari, mengunakan teknik observasi,
wawancara dan studi dokumentasi sehingga dapat memperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Deskripsi Data Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil data tempat penelitian berdasarkan teknik
pengumpulan data, pengambilan data secara langsung di tempat penelitian
dengan bukti dokumentasi, yang dimana data yang diambil mengenai fasilitas
sekolah, media pembelajaran, jumlah guru dan jumlah siswa yang
berkontribusi dalam pembelajaran siswa khususnya untuk anak autis. Untuk
lebih jelasnya, peneliti menguraikan data tempat penelitian melalui tabel
sebagai berikut:
a. Fasilitas Sekolah
Tabel. 4.1 Fasilitas Sekolah Beserta Keteranganya
No Tempat Ket
1. Ruangan Kelas Ruangan kelas tersendiri sesuai dengan
ketunaan masing-masing.
2. Perpustakaan Ruangan perpustakaan merupakan tempat
tersimpanya bahan ajar untuk siswa maupun
guru.
3. Ruangan Musik Ruangan musik yang didalamnya terdapat
alat musik elekton, pengeras suara dan
mikrofon.
4. Ruangan Keterampilan Ruangan keterampilan terdapat peralatan
menjahit sehingga guru maupun siswa dapat
belajar keterampilan khususnya dalam
bidang menjahit.
5. Ruangan Batik Ruangan batik terdapat peralatan membatik
dengan teknik kuas dan jiprat yang sudah
dapat memproduksi dan dipakai.

38
39

6. Aula Aula sebagai tempat rapat guru serta acara


pertemuan baik itu badan kesehatan maupun
pertemuan lainnya yang berkaitan dengan
sekolah.

7. Ruangan UKS Ruangan UKS terdapat P3K, kasur, kursi dan


lemari yang menunjang apabila siswa
maupun guru kurang sehat.
8. Ruangan Imtaq Ruangan Imtaq berbentuk ruangan seperti
kelas yang didalamya terdapat karpet, lemari
dan alat solat.
9. Tempat Bermain Tempat bermain yang di sediakan seperti
taman bermain yang biasa kita dapatkan
Taman Kanak-kanak TK
10. Lapangan Olaraga dll Lapangan olaraga digunakan untuk aktifitas
senam, tenis meja, bulu tangkis dan futsal.

Fasilitas sekolah yang terdapat di tempat penelitian merupakan


penunjang pembelajaran selain kegiatan pembelajaran di kelas fasilitas
tersebut dapat digunakan untuk siswa maupun guru dengan jadwal masing-
masing. Kegiatan-kegiatan selain di ruang kelas dilakukan secara bergantian
dengan melalui jadwal kegiatan. Jadi semua kegiatan yang sudah di sediakan
sekolah bisa dilakukan semua siswa maupun guru sesuai jadwal dan
kebutuhannya.
Selain fasilitas sekolah ada juga ekstrakulikuler yang ada pada sekolah
tersebut yaitu pramuka, keterampilan, olahraga dan juga membatik sehingga
dapat menambah wawasan anak pada anak yang bukan hanya pembelajaran
umum. Dengan kegiatan ekstrakulikuler dan fasilitas yang memadai serta
dukungan dari guru dan orang tua tidak banyak anak yang bisa ikut dalam
perlombaan sekolah maupun luar sekolah.
b. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran khususnya
di kelas dasar autis dari penelitian observasi dan wawancara dengan bukti
dokumentasi. Dalam pembelajaran di kelas dasar autis media pembelajaran
lebih dominan yaitu puzzle (berupa huruf, angkah, bentuk dan gambar) ,
40

meronce, balok, dan permainan lainnya. Dari media yang digunakan lebih
dominan permainan anak usia dini.
Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran autis lebih
dominan berbahan plastik dan berbahan keras di karenakan anak autis sering
menjilat dan mengigit media yang diberikan, selain itu media pembelajaran
sangat berpengaruh dengan metode pembelajaran ABA karna metode tersebut
sangat bergantung dengan media pembelajaran.
c. Jumlah Guru
Data jumlah guru keseluruhan di SKhN 1 Kendari berjumlah 10 guru
pengajar yang dimana 3 PNS dan 7 non PNS dengan masing-masing kelas
ketunaan, sedangkan guru autis berjumlah 3 guru, yang dimana 1 guru SMP
dan SMA, dan 2 guru SD. Penerapan metode ABA dilakukan oleh guru SD
sedangkan guru SMP dan SMA lebih menerapkan metode pengajaran seperti
pada membelajaran umum, kecuali anak mengalami kesulitan. Jadi penerapan
metode ABA diterapkan oleh 2 guru sekolah dasar.
d. Jumlah Siswa
Data jumlah siswa autis yang di dapatkan berjumlah 28 siswa yang
dimana 1 siswa SMA, 4 siswa SMP, dan 23 siswa SD, sedangkan jumlah
siswa kelas dasar usia 7-8 tahun sebanyak 4 siswa. Sedangkan siswa yang
aktif kurang lebih 15 siswa saja, dari wawancara penyebabnya karena banyak
siswa yang izin dan juga disesuaikan dengan kemauan orang tua, sehingga
pihak sekolah maupun guru tidak bisa berbuat banyak.
Untuk siswa kelas dasar usia 7-8 tahun berjumlah 4 siswa yang dimana
guru S mempunyai 2 siswa laki-laki yang keduanya berusia 8 tahun dan guru
R mempunyai 1 siswa laki-laki dan 1 siswa perempuan yang keduanya juga
berusia 8 tahun.
41

2. Deskripsi Subjek Penelitian


Penelitian ini mengambil subjek guru yang mengajar di salah satu
sekolah negeri yang ada di kota Kendari, tepatnya di Sekolah Khusus Negeri 1
(SKhN 1) subjek yang di tujuh yaitu guru yang menerapkan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) di kelas dasar usia 7-8 tahun. Dalam penelitian
ini guru yang diambil ada dua, yang keduanya sama-sama mengajar di kelas
dasar.
Subjek guru dalam penelitian penggunaan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) untuk anak autis kelas dasar. Guru yang menjadi subjek
penelitian merupakan guru yang menangani anak autis dengan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) yang merupakan subjek penelitian pada
penelitian ini. Subjek guru dapat di rincikan sebagai berikut:
a. Subjek Guru Pertama
Guru yang menjadi subjek pertama dalam penelitian memiliki inisial S
yang berjenis kelamin perempuan. Guru S berusia 36 tahun, yang merupakan
salah satu guru kelas dasar SDLB dengan jumlah 2 siswa usia 7-8 tahun. Guru
S merupakan salah satu guru yang bisa terbilang lama dalam mengajar di
bidang anak kebutuhan khusus kurang lebih 14 tahun khususnya untuk anak
autis. Guru S memiliki background pendidikan yang tidak sesuai dengan apa
yang sekarang menjadi pekerjaannya yaitu Sarjana PG-PAUD meskipun
begitu pembelajaran mengenai anak berkebutuhan khusus juga di dapatkan
dibangku kuliah dan penyesuaiyan yang di terapkan tidak jauh berbeda dengan
apa yang pernah didapatkan di bangku kuliah.
Berdasarkan hasil wawancara dari guru S bahwa benar guru
menerapkan metode ABA (Applied Behavior Analysis) pada pembelajaran
anak autis di Sekolah Khusus Negeri 1 Kendari. Guru S merupakan guru
pertama yang menerapakan metode ABA di sekolah tersebut yang dimana
pengalaman mempelajari metode ABA dengan mengikuti lembaga terapi anak
berkebutuhan khusus autis dengan menerapkan metode ABA (Applied
Behavior Analisis) selama beberapa tahun dan disamping itu belajar dengan
guru yang lebih ahli dengan di bidang autis dengan menerapkan metode ABA
42

selama 8 tahun. Selanjutnya guru S dapat mandiri menerapkan metode ABA


dalam pembelajaran anak autis.
Berdasarkan hasil observasi yang di dapatkan oleh guru S terlihat
proses pembelajaran dengan menggunakan metode ABA terlihat runtun dan
berjalan dengan baik di karenakan anak sudah mulai bisa di atur di
bandingkan dengan semester pertama yang masih susah untuk di atur sehingga
proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Untungnya penelitian yang
dilakukan peneliti di semester 2 sehingga penerapan metode sudah bisa
terlihat dan terarah sesuai dengan tahap yang semestinya.
b. Subjek Guru Kedua
Guru yang menjadi subjek kedua dalam penelitian memiliki inisial R
yang berjenis kelamin perempuan. Guru R berusia 33 tahun, yang merupakan
salah satu guru kelas dasar SDLB dengan jumlah 2 siswa usia 7-8 tahun. Guru
R merupakan salah satu guru yang lumayan lama mengajar di bidang anak
kebutuhan khusus kurang lebih 5 tahun dan khusus untuk anak autis kurang
lebih 2 tahun. Guru R memiliki background pendidikan yang tidak sesuai
dengan apa yang sekarang menjadi pekerjaannya yaitu Sarjana Psikologi
Pendidikan meskipun begitu metode pembelajaran yang di terapkan tidak jauh
berbeda dengan apa yang pernah didapatkan di bangku kuliah.
Berdasarkan wawancara pada guru R tidak jauh berbeda dengan
jawaban pada guru S bahwa benar guru menerapkan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) pada pembelajaran anak autis di Sekolah Khusus Negeri 1
Kendari. Guru R merupakan guru kedua setelah guru S yang menerapakan
metode ABA di sekolah tersebut yang dimana pengalaman mempelajari
metode ABA dengan melihat guru yang sudah terlebih dahulu mengajar di
sekolah dan menangani anak autis dengan menggunakan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) selama 2 tahun. Selanjutnya guru R dapat
mandiri menerapkan metode ABA dalam pembelajaran anak autis.
43

Berdasarkan hasil observasi yang di dapatkan oleh guru R terlihat


proses pembelajaran dengan menggunakan metode ABA terlihat runtun dan
berjalan dengan baik di karenakan anak sudah mulai bisa di atur di
bandingkan dengan semester pertama yang masih susah untuk di atur sehingga
proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Untungnya penelitian yang
dilakukan peneliti di semester 2 sehingga penerapan metode sudah bisa
terlihat dan terarah sesuai dengan tahap yang semestinya.
Penjelasan mengenai subjek guru pada penelitian ini dapat pula
digambarkan melalui tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2 Pengalaman Mengajar dan Pengetahuan Tentang Penerapan
Metode ABA (Applied Behavior Analysis)
Nama Pengalaman Pendidikan Pengalaman Mempelajari Metode
Guru Mengajar Terakhir ABA (Applied Behavior Analysis)
S 14 Tahun SI PG- Pengalaman mempelajari metode ABA
PAUD dengan mengikuti lembaga terapi anak
berkebutuhan khusus autis dengan
menerapkan metode ABA (Applied
Behavior Analisis) selama beberapa
tahun dan disamping itu belajar dengan
guru yang lebih ahli dengan di bidang
autis dengan menerapkan metode ABA
selama 8 tahun. Selanjutnya guru S
dapat mandiri menerapkan metode
ABA dalam pembelajaran anak autis.
R 5 Tahun SI Psikologi Pengalaman mempelajari metode ABA
dengan melihat guru yang sudah
terlebih dahulu mengajar di sekolah
dan menangani anak autis dengan
menggunakan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) selama 2 tahun.
Selanjutnya guru R dapat mandiri
menerapkan metode ABA dalam
pembelajaran anak autis.
44

3. Deskripsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Setiap sekolah pasti akan mempersiakan pembelajaran yang terbaik
untuk siswanya agar tujuan dari pembelajaran tercapai. Kurikulum yang
digunakan Sekolah Khusus Negeri 1 Kendari adalah kurikulum 2013
meskipun begitu pihak sekolah membebaskan guru untuk membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan sekolah dan
anak. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang disiapkan guru di tempat
pengambilan data, dari hasil wawancara guru bahwa pembuatan rencana
pelaksanaan pembelajaran dibuat sendiri dengan berpatokan pada buku
panduan mengajar anak autis kelas 1 dengan sedikit modifikasi yang di
sesuaikan dengan keadaan anak dan metode ABA.
Rencana pelaksanaan pembelajaran baru diterapkan pada anak ketika
anak sudah fokus pada kontak mata dan kepatuhan. Jadi ketika anak autis baru
masuk sekolah, guru tidak langsung memberikan pembelajaran akan tetapi
mempersiapkan kepatuhan anak terlebih dahulu dan kontak mata anak fokus
pada guru serta instrusksi yang diberikan.
4. Deskripsi Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode
ABA (Applied Behavior Analysis)
Persiapan pelaksanaan sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan
metode ABA (Applied Behavior Analysis) meliputi dua hal yaitu persiapan
penggunaan ruangan dan persiapan anak. Pemerolehan data dalam dekripsi
persiapan pelaksanaan metode ABA (Applied Behavior Analysis) ini
diperoleh berdasarkan dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Persiapan Penggunaan Ruangan
Berdasarkan hasil pengamatan terkait kondisi ruangan yang digunakan
untuk pelaksanaan pembelajaran mengunakan metode ABA untuk anak autis
kelas dasar memiliki ruangan dalam ruangan yang dimana ruangan utama
berbentuk kelas pada umumnya dan di dalamnya terdapat ruangan khusus
berukuran 2 m x 3 m untuk menerapkan menerapkan pembelajaran dengan
metode ABA (Applien Behavior Analysis) karna dalam hal ini penerapan
45

metode ABA di jadikan satu dalam pelajaran lain (akademik). Dalam ruangan
khusus terdapat 2 meja pendek untuk 2 guru kelas dan media pembelajaran
seperti puzzle, meroce, balok dan media lainnya yang digunakan untuk
penerapan metode ABA . Sedangkan ruangan utama seperti kelas pada
unumnya yang memiliki meja siswa dan guru , bangku siswa dan guru , papan
tulis, lemari, karpet dan trampolin.
Tabel 4.3 Persiapan Penggunaan Ruangan Tentang Penerapan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis)
Persiapan
Jumlah Ket
Ruangan
Ruangan 1 Ruangan Ruangan utama/kelas berbentuk seperti kelas
utama/kelas pada umumnya an juga tertata seperti kelas
SD hanya jumlah bangku yang tidak banyak
Ruangan 1 Ruangan Ruangan khusus ini berbeda dengan ruangan
khusus kelas karna ukuran lebih kecil yang di
penerapan sesuaikan dengan metode ABA 2 m x 3 cm
metode ABA
Media Lebih dari 20 Media pembelajaran yang ada seperti puzzle,
pembelajaran Media meronce, kertas gambar, balok dan media
lainya. Media pemebelakaran lebih dominan
pada puzzle (huruf, angkah, gambar)
Lemari 2 Lemari Lemari terdapat di ruang kelas dan ruangan
khusus
Bangku 5 Bangku Bangku hanya terdapat di ruangan kelas
Meja 7 Meja 5 Meja berukuran sedang diruangan kelas dan
2 meja pendek di ruangan khusus.
Karpet 3 Karpet 2 terdapat di ruang kelas dan 1 karpet di
ruangan khusus
Alat tulis dan Sesuai jumlah Alat tulis dan mengambar di siapkan untuk
mengambar siswa setiap siswa jadi anak tidak perlu membawa
alat tulis dan mengambar terkecuali anak
tersebut memang ingin membawa sediri.
Trampoline 1 Trampolin Trampolin terdapat di ruangan kelas
46

b. Persiapan Anak
Persiapan anak yang dilakukan sekolah sebelum memulai
pembelajaran yaitu sekolah melakukan aktifitas di luar kelas, seperti upacara,
senam, berjalan-jalan di lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Ada hari
tertentu juga anak melakukan aktifitas di ruangan kesenian seperti bermain
musik, membatik, menjahit dan keterampilan lainya.
Kegiatan yang sering dilakukan anak saat observasi dilakukan yaitu
dari hari senin, selasa, rabu dan jumat selalu di dahului dengan apel pagi
kecuali hari kamis melakukan aktifitas senam pagi yang di bimbing langsung
oleh wali kelas masing-masing dengan sistem semua warga sekolah
melakukan bersama-sama. Setelah melakukan aktifitas apel pagi dan senam
pagi barulah siswa masuk di kelasnya masing-masing terkecuali di hari jumat
melakukan imtaq bersama-sama yang di bimbing langsung guru agama dan
wali kelasnya masing-masing.
Persiapan anak yang seharusnya dilakukan sesuai dalam prosedur
dengan mempersiapkan kontak mata dan kepatuhan dilakukan setelah
melakukan aktifitas diluar kelas. Biasanya persiapan anak dilakukan secara
otomatis ketika terapi metode ABA berlangsung, yang terlihat jelas ketikan
pelaksanaan bentuk uji coba (discret trial training) karna pelaksanaannya
banyak memberikan intruksi yang membuat anak fokus pada guru dan patuh
pada intruksi yang diberikan.

5. Deskripsi Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan


Metode ABA (Applied Behavior Analysis)
a. Bentuk Intruksi dalam Metode ABA
Pemberian intruksi dalam metode ABA (Applied Behavior Analysis)
dengan teknik pemberian perintah dalam pelaksanaanya yaitu singkat, jelas,
konsisten, dan diberikan tidak berulang-ulang. Dalam praktik pemberian
instruksi di sekolah terkadang tanpa disadari oleh guru, instruksi yang
diberikan mengalami perubahan, baik itu penambahan kata ataupun
pengurangan kata dalam pemberian instruksi yang sama, sehingga pemberian
47

instruksi cenderung tidak konsisten. Pemberian intruksi oleh guru dalam


metode ABA dapat dijelaskan melalui tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pemberian Instruksi pada Metode ABA (Applied Behavior
Analysis)
Guru Instruksi Ke- Bentuk Instruksi Respon Anak
S Menyebutkan 1 Memetika jari, Lihat! Anak belum merespon
bentuk dan Ambil lingkaran merah
warna balok 2 Menyebutkan nama, Anak mulai merespon
Lihat! Ambil lingkaran tetapi hanya memegang
merah balok tampa ada respon
ucapan
3 Menyebutkan nama, Anak mulai merespon
Lihat! Ambil lingkaran dengan menyebutkan
merah (dengan nada bentuk dan warna balok
suara yang tegas) (ambil lingkaran merah)
R Menyebutkan 1 Lihat! lingkaran hi? Anak merespon dengan
bentuk dan (sambil menunjuk menyebut lingkaran
warna balok lingkaran hijau) hitam
2 Menyebut nama anak Anak mulai merespon
dengan mimik wajah tetapi hanya
guru mendekat, Lihat! menyebutkan hijau
lingkaran hi? (sambil
menunjuk lingkaran
hijau)
3 Menyebut nama anak, Anak baru merespon
Lihat! lingkaran hi? dengan menyebut
(sambil menunjuk lingkaran hijau
lingkaran kuning meskipun tidak begitu
dengan nada tegas) jelas

Dalam pemberian intruksi, guru mengalami perubahan pada setiap


instruksi yang diberikan. Hal ini yang dilakukan oleh guru S terlihat intruksi
pertama guru memberikan intruksi memetika jari, Lihat! Ambil lingkaran
merah dan anak tidak menunjukan respon positif (anak tidak merespon),
kemudian di intruksi menyebutkan nama, Lihat! Ambil lingkaran merah dan
anak mulai merespon tetapi hanya memegang balok tampa ada respon ucapan,
selanjutnya berbeda dengan instruksi ketiga menyebutkan nama, Lihat! Ambil
lingkaran merah (dengan nada suara yang tegas) dan anak mulai merespon
dengan menyebutkan bentuk dan warna balok (ambil lingkaran merah).
48

Intruksi tidak jauh berbeda yang dilakukan oleh guru R terlihat pada
tabel intruksi pertama guru memberikan intruksi Lihat! lingkaran hi? (sambil
menunjuk lingkaran hijau) dan Anak merespon dengan menyebut lingkaran
hitam, kemudian sedikit tambahan dari intruksi kedua Menyebut nama anak,
Lihat! lingkaran hi? (sambil menunjuk lingkaran hijau) dan Anak mulai
merespon tetapi hanya menyebutkan hijau, selanjutnya intruksi ketiga sama
dengan intruksi kedua Menyebut nama anak, Lihat! lingkaran hi? (sambil
menunjuk lingkaran kuning dengan nada tegas) dan Anak baru merespon
dengan menyebut lingkaran hijau meskipun tidak begitu jelas
b. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba (Discret Trial Training)
Pelaksanaan discret trial training (DTT) yang di terapkan sesuai
dengan skematis menurut Handojo (2009: 98) yaitu siklus penuh, siklus tidak
penuh dan siklus pendek sesuai dengan tingkat kemampuan anak semakin
sering anak di berikan DTT semakin pendek siklus yang di berikan dan anak
juga semakin cepat mendapatkan imbalan (pujian) dan sebaliknya ketika anak
belum bisa merespon, guru harus memberikan bantuan (prompt) dan segera
memerikan imbalan (pujian).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada guru kelas siklus
penuh biasanya diterapkan untuk pemberian instruksi pada materi yang baru
diajarkan kepada anak, siklus tidak penuh di terapkan guru untuk instruksi
materi yang pernah diajarkan akan tetapi anak masih membutukan bantuan
(prompt) , sedangkan siklus pendek ini biasanya diterapkan untuk materi yang
sudah dikuasai anak dan dipraktikkan ulang untuk mengetahui apakah anak
masih paham dengan materi tersebut. Penerapan metode ABA untuk anak
autis kelas dasar selalu memgambil ketiga siklus tersebut karna masih masa
pengenalan, penerapan siklus juga berjalan dengan otomatis tergantung respon
anak.
1) Subjek Penelitian Guru S
Penerapan discret trial training pada guru S berdasarkan hasil
wawancara bahwa siklus yang diterapkan kepada anak disesuaikan
berdasarkan kemampuan anak dalam memahami perintah, sehingga dalam
49

melaksanakan intruksi yang diberikan guru. Menurut guru S dalam penerapan


siklus pada anak autis kelas dasar biasanya guru menyesuaikan dengan materi
yang diberikan, seperti siklus penuh dengan 3 kali intruksi yang intruksi
terakhir guru memberikan prompt pada anak dan anak mampu melakukan
intruksi barulah diberikan reward pemberian ini untuk materi yang baru
diberikan pada anak. Begitupun dengan siklus tidak penuh biasanya
pemberian siklus ini yang anak sudah pahami sebelumya tinggal pengulangan
kembali. Dan terakhir siklus pendek menurut guru S yang jarang lakukan
untuk anak autis kelas dasar karna anak masih kurang dalam memahami
intruksi maupun materi, biasanya intruksi pendek dilakukan pada anak autis
yang sudah terbiasa terhadap intruksi yang diberikan jadi Cuma sekali intruksi
langsung pemberian reward.
2) Subjek Penelitian Guru R
Penerapan discret trial training pada guru R dari wawancara tidak jauh
berbeda dengan penyataan dari guru S yang dimana dari 3 siklus yang
diberikan oleh guru disesuaikan dengan kemampuan anak yang dimana
semakin anak tau dengan intruksi, maka siklus diberikan juga semakin
pendek. Guru R mengatakan pemberian siklus pada anak autis kelas dasar
biasanya yang sering diberikan yaitu siklus penuh dan tidak penuh yang
melihat anak autis dasar khususnya usia 7-8 tahun masih dalam tahap
penyesuaian sedangkan untuk siklus pendek dapat diberikan anak apa bila
materi yang diberikan sudah dikuasai anak atau intruksi yang sering anak
dengarkan. Siklus penuh diberikan dengan 3 kali intruksi yang dimana ketika
inruksi kedua anak belem bisa, maka di intruksi ketiga langsung memberikan
prompt setelah itu langsung diberikan reward. Intruksi kedua diberikan 2 kali
intruksi dan intruksi kedua memberikan prompt setelah itu langsung diberikan
reward. Dan siklus pendek yang dilakukan dengan satu kali intruksi tambah
ada prompt dan langsung memberikan reward.
50

c. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)


Pelaksanaan discrimination training (DT) atau pelatihan
mengidentifikasi untuk mengenal huruf-huruf, angkah, warna, bentuk atau
orang. Pelaksannan pelatihan mengidentifikasi dilakukan setiap hari dengan
berbagai macam bentuk huruf, angkah, warna dan juga gambar, agar anak
cepat menghafal serta memahaminya. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara pada guru autis kelas dasar pelaksanaannya terbagi menjadi dua
yaitu untuk anak yang belum mengenal bentuk/gambar yang akan diajarkan
dan untuk anak yang sudah mengenal benda/gambar yang akan diajarkan.
Berikut dapat di jelaskan pelaksanaan pelatihan mengidentifikasi yang
dilakukan oleh kedua subjek guru berdasarkan observasi melalui tabel sebagai
berikut:

Tabel 4.5 Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)

Guru Materi Pemberian Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)


Guru Bentuk 1. Dilakukan dengan mengenalkan bentuk angka yang akan
S Angka diajarkan kepada anak dengan cara anak diminta melihat bentuk
angka dan guru mengucapkan angka tersebut
2. Setelah guru mengucapkan nama angka yang ada, guru meminta
anak untuk menunjuk bentuk angka yang di intruksi
3. Guru meletakkan bentuk angkah tersebut di atas meja dan
meminta anak untuk mengambil
4. Anak meletakan kembali angka dan guru mengacak beberapa
bentuk angka sebagai pembanding di atas meja setelah itu anak
bisa mengambil angka yang diletakkan sejajar dengan angka
pembanding sesuai intruksi yang diberikan.
Guru Bentuk 1. Mengenalkan bentuk angka yang akan diajarkan kepada anak
R Angka dengan cara anak diminta melihat bentuk angka dan guru
mengucapkan angka tersebut dengan mengangkat di depan mata
anak
2. Setelah guru mengucapkan nama angka yang ada, guru meminta
anak untuk menunjuk bentuk angka yang di intruksikan
3. Guru meletakkan bentuk angkah tersebut di atas meja dan
meminta anak untuk mengambil
4. Setelah itu anak meletakan kembali angka dan guru mengacak
beberapa bentuk angka sebagai pembanding di atas meja setelah
itu anak bisa mengambil angka yang diletakkan sejajar dengan
angka pembanding sesuai intruksi yang diberikan.
51

d. Pelaksanaan Mencocokan (Matching)


Guru menerapkan matching dengan memberikan beberapa puzzle
berbagai bentuk angkah, huruf, gambar dan balok warna yang dapat di
cocokkan sesuai warna dan bentuk. Pemberian puzzle maupun balok sesuai
materi yang dikuasai anak. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru,
matching dapat diberikan secara berhadap dari mencocokan warna, bentuk
sampaikan dengan mencocokan gambar. Tahapan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Guru meletakkan satu objek di atas meja kemudian guru memberikan
objek lain yang sama kepada anak, selanjutnya guru menginstruksikan
“samakan” lalu anak menyamakan objek yang dipegang anak dan objek
yang diletakkan di meja. (seperti balok warna yang harus di cocokkan
sesuai warnanya).
2. Guru menambahkan satu objek lagi di atas meja ketika anak mampu
melakukan instruksi pertama, kemudian guru memberikan tambahan objek
yang sama dengan diberikan instruksi “samakan” (menabah macam warna
balok dengan ukuran yang berbeda untuk di cocokkan)
3. Ketika anak mampu menyamakan pada langkah kedua, memberikan
puzzle angkah atau huruf untuk anak mencocokkan sesuai tempatnya
dengan intruksi “pasangkan” atau “susun” lalu anak mencocokkan puzzle
sesuai bentuknya.
4. Ketika anak sudah paham mencocokkan, guru dengan mudah memberikan
berbagai macam objek untuk dicocokkan baik itu puzzle, balok warna dan
bentuk, serta kartu warna.
52

Berikut dapat di jelaskan pelaksanaan mencocokan yang dilakukan


oleh kedua subjek guru berdasarkan observasi melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6 Pelaksanaan Mencocokan (Matching)

Guru Materi Pemberian Pelaksanaan Mencocokan (Matching)


Guru S Mencocokan 1. Melaksanakan matching dengan memberikan balok
Balok lingkaran warna kepada anak satu persatu dengan
lingkaran menyebutkan tiap warnanya
warna 2. Meletakkan 5 balok lingkaran di atas meja, kemudian
guru memberikan satu balok lingkaran yang sama
kepada anak untuk disamakan.
3. Guru memberikan instruksi “Letakan sama merah” lalu
anak menyamakan balok lingkaran warna sesuai
intruksi
4. Awal intruksi anak salah dalam mencocokan kemudian,
guru memberikan intruksi kedua dengan langsung
memberikan prompt (mengarahkan tangan anak pada
balok yang di tujukan) dan langsung diberikan reward
(“pintar”)
5. Kemudian guru memberikan intruksi yang sama
dengan warna berbeda dengan satu intruksi dan anak
langsung memcocokannya dengan benar dan langsung
diberikan reward (“pintar”)
Guru R Mencocokan 1. Melaksanakan matching dengan memberikan objek
Balok balok lingkaran warna kepada anak dengan menjajar
lingkaran balok lingkaran berbagai warna
warna 2. Setelah menjajarkan balok di atas meja, kemudian guru
memberikan 1 balok lingkaran kuning yang sama
kepada anak untuk disamakan pada balok yang
dijajarkan.
3. Guru memberikan instruksi “Letakan sama merah” lalu
anak menyamakan balok lingkaran warna sesuai
intruksi
4. Awal intruksi anak salah dalam mencocokan kemudian,
guru memberikan intruksi kedua dengan langsung
memberikan prompt (mengarahkan tangan anak pada
balok yang di tujukan) dan langsung diberikan reward
(“good job”)
5. Kemudian guru memberikan intruksi yang sama
dengan warna berbeda dengan satu intruksi dan anak
langsung memcocokannya dengan benar dan langsung
diberikan reward (“good job”)
53

e. Pelaksanaan Mengurangi Bantuan (Fading)


Pelaksanaan Fading yang diterapkan oleh guru pada anak yaitu ketika
anak belum mampu melakukan perintah (anak masih salah dalam merespon
instruksi) setelah guru memberikan tiga kali instruksi maka guru akan
memberikan bantuan (prompt) kepada anak, akan tetapi bantuan yang
diberikan pada setiap instruksi yang diberikan akan mengalami perbedaan,
yang pada awalnya bantuan diberikan secara penuh kepada anak yaitu dengan
memegang tubuh anak secara langsung, maka akan dikurangi sedikit demi
sedikit sampai tidak ada bantuan yang diberikan.
1) Subjek Penelitian Guru S
Penerapan fading berdasarkan observasi, guru S melakukannya
secara bertahap, sesuai dengan hasil wawancara, ketika guru S
memberikan instruksi pertama kali pasti anak menghindar dengan begitu
guru memberikan bantuan dengan memegang tangan anak sesuai instruksi,
kemudian instruksi kedua sampai ketiga guru hanya menyentuh anak
sampai intruksi selanjutnya guru mengurangi bantuan sampai anak tidak
lagi membutuhkan bantuan ketikan diberikan instruksi. Menurut guru S
penerapan fading bisa dilakukan ketika intruksi yang diberikan anak sudah
berulang lebih dari 3 pertemuan, karna anak autis butuh pembiasaan setiap
hari, lalu bisa menghapal dan memahaminya. Tetapi pelaksanaan fading
selalu diusahakan setiap harinya.
2) Subjek Penelitian Guru R
Penerapan fading berdasarkan hasil observasi, guru R
melakukannya secara bertahap sama dengan guru S hanya guru R sedikit
lambat. Berdasarkan wawancara, guru R mengatakan penerapan fading
yang dia lakukan secara bertahan dan menyesuaikan dengan tingkatan
kemampuan anak, untuk anak kelas dasar usia 7-8 tahun lebih lama untuk
melakukan fading di karnakan anak masih labil dan masih susa diatur.
meskipun begitu guru S selalu berusaha melakukan fading terhadap anak.
Ungkap guru R bahwa butuh 4-5 pertemuan untuk bisa dapat dilakukan
54

fading terhadap anak. Tetapi guru R berusaha semaksimal mungkin untuk


menerapkan fading untuk setiap harinya.
f. Pelaksanaan Pembentukan Perilaku (Shaping)
Pelaksanaan pembentukan perilaku dari wawancara pada guru kelas
bahwa pelaksanaannya bisa dilakukan ketika anak sudah mampu berbicara dan
sudah mengerti semua intruksi, sedangkan pada usia kelas dasar 7-8 tahun
hampir semua anak belum bisa berbicara dengan baik. Dengan begitu
pelaksanaan Pembentukan perilaku (shaping) dilaks anakan ketika anak sudah
mulai berkomunikasi. Dari wawancara, kedua guru tidak begitu paham
bagaimana pengajaran yang sebenarnya, mereka hanya memberikan
pengajaran perilaku yang baik terhadap anak sehingga dengan perlahan anak
dapat mengikutinya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan kedua guru dalam
pelaksanaan shaping secara penuh hanya dilakukan pada anak yang sudah
mampu berkomunikasi, sedangkan anak autis kelas dasar yang belum mampu
berkomunikasi secara sempurna, guru hanya mencontohkan perilaku yang
baik dan kebiasaan seperti salam, doa belajar, doa pulang. Kedua guru juga
berusaha mengajarkan anak untuk berbicara, meskipun anak belum sempurna
dalam berkata. Selain itu dari observasi yang diamati, penerapan shaping yang
dilakukan anak kadang tidak begitu jelas, sehingga kedua guru harus dapat
memahami maksud dari anak tersebut.
g. Pelaksanaan Pengajaran Terangkai (Chaining)
Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) dari observasi yang di
terapkan kedua guru masih bersifat sederhana pada anak autis kelas dasar
karna belum banyak anak dapat memahami instruksi. Berdasarkan wawancara
pada guru anak diajarkan dengan hal yang memang meraka harus lakukan
setiap hari seperti makan secara mandiri, memakai sepatu, memakai kos kaki,
toilet training dll. Pembelajaran dipecah-pecah dan dimulai dari hal yang
terkecil. Contoh makan secara mandiri yaitu mencucu tangan sebelum dan
sesudah makan, duduk dengan tenang ketika makan maupun minum, dan
fokus dengan makan dan tidak bermain.
55

Pengajalan toilet training juga diajarkan pada kedua guru pada anak
seperti buang air yaitu guru mengajak anak ke toilet kemudian melepaskan
celana di dalam toilet, kemudian anak diminta jongkok diatas kloset, setelah
anak buang air, guru mengajarkan anak untuk mengambil air dari gayung,
kemudian menyiramkannya ke toilet tiga kali setelah itu anak diajarkan
memakai celana, setelah itu anak cuci tangan dan diajak kembali kedalam
kelas.
h. Pemberian Bantuan (Prompt)
Pemberian bantuan (prompt) dilakukan oleh guru sendiri tanpa dibantu
oleh prompter. Dalam pemberian bantuan biasanya guru melakukannya
dengan memegang anggota tubuh anak seperti tangan, bahu dan kepala. Selain
dengan memegang anggota tubuh anak, guru memberi bantuan dengan cara
tangan anak diarahkan ke benda yang dimaksudkan oleh guru.
1) Subjek Penelitian Guru S
Berdasarkan dari pengamatan dalam pemberian bantuan pada guru S
yaitu dengan cara guru memengang bagian tubuh anak, jika instruksi yang
diberikan tidak dapat dilakukan oleh anak. Seperti ketika guru S memberikan
materi yang baru dan dianggap sulit untuk anak maka guru memberi bantuan
dengan memegang tangan anak, jika materi yang diajarkan oleh guru sudah
diketahui anak dan anak sebenarnya sudah bisa, akan tetapi anak mengalami
kesalahan dalam melaksanakan instruksi maka guru mengingatkan anak
dengan cukup “berdehem” atau menyebut nama anak dan anak paham jika
yang dilakukan salah, tidak lupa dari kebiasaan atau cirri khas guru S ketika
memberikan instruksi dia selalu memetikkan jarinya agar anak bisa fokus pada
guru dan instruksi.
2) Subjek Penelitian Guru R
Pemberian bantuan yang dilakukan guru S juga dilakukan oleh guru R
yaitu ketika memberikan materi sulit untuk anak, guru memegang tangan anak
dengan membantunya sesuai dengan intruksi yang diberikan sampai anak
mampu dan tidak lagi diberi bantuan. Pemberian bantuan yang yang menjadi
cirri khas dari guru S menatap mata anak sambil memegang anggota tubuhnya
56

sesuai intuksi, apa bila intuksi berbicara guru selalu memegang dagu anak dan
ketika kegitan motorik guru selalu mencolek bahu atau paha anak.
i. Pemberian Penghargaan (Reward)
Pemberian reward kepada anak, dari kedua guru yang menjadi
subjek penelitian tidak ada perbedaan dalam pemberian penghargaan kepada
anak, hanya pemberian reward yang bervariasi. Seperti guru S yang
memberikan reward terkadang bertepuk tangan dengan anak atau “tos” dan
juga biasa mengucapkan kata “iya bagus” atau “pintar” pada anak. Sama
dengan guru R memberikan reward pada anak yang bervariasi yaitu dengan
mengucapkan “iya good” atau “good job” dan biasa memberikan penghargaan
dengan kalimat pujian. Dari wawancara yang didapatkan oleh kedua guru
pemberian penghargaan atau reward tidak berupa makanan karna ditakutkan
anak tidak cocok dan anak ketagihan dengan makan tersebut, yang kita tau
bersama bahwa anak autis tidak sembarang dalam mengkonsumsi makanan.
6. Deskripsi Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas Dasar dalam Pembelajaran
(Rapor)
Pencapaian anak dalam pembelajaran pastinya dapat melalui
penilaian setiap hari dan evaluasi yang dilakukan di setiap semesternya.
Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti, hasil pencapaian anak
dirangkum menjadi satu dalam satu buku yaitu Rapor. Adapun penilaian yang
harus dicapai anak autis kelas dasar sesuai kompetensi yaitu:
a. Penilaian Sikap
Penilaian sikap yang dapat dinilai guru untuk anak autis yaitu sikap
spiritual dan sikap sosial. Berdasarkan data yang didapatkan oleh guru, Sikap
spiritual yang dapat dinilai pada anak autis kelas dasar yaitu kegiatan anak
berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, kegiatan belajar agama pada setiap
hari jumat yang dimana belajar tata cara solat dan kegiatan agama lainya,
sedangkan sikap sosial yang dapat dinilai pada anak autis kelas dasar yaitu
kemampuan berkomunikasi sesama teman baik saling sapa maupun bermain
bersama karna kita ketahui anak autis kelas dasar masih sulit untuk
berkomunikasi dengan baik.
57

b. Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan


Pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian yang dinilai guru
yang berupa poin dan dirangkaikan dengan deskripsi. Penilaian ini dimulai
dari hari pertama sampai evaluasi/ulangan akhir semester. Adapun mata
pelajaran yang diajarkan sesuai kompetensi kurikulum yang diambil yaitu
pendidikan agama dan budi pekerti, pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan, bahasa indonesia, matematika, seni budaya dan prakarya,
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, dan terakhir program khusus
behavior. Penilaian pengetahuan dan keterampilan disetiap mata pelajaran di
sesuaikan dengan kemampuan anak autis kelas dasar jadi masih bersifat
sederhana serta disesuaikan dengan metode ABA.
Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara yang peneliti
dapatkan tidak ada perbedaan yaitu guru menerapkan metode ABA pada anak
satu persatu secara bergantian dan ketiakan anak masih menunggu giliran guru
memberikan tugas seperti menebalkan, menyusun puzzle angkah dan huruf,
meronce, menempel ataupun menyusun balok. Jadi aktifitas belajar anak autis
kelas dasar berjalan secara otomatis dan secara bertahap sampai jam pulang
sekolah.
c. Penilaian kesehatan dan ketidak hadiran
Penilaian kesehatan dan ketidak hadiran merupakan salah satu bagian
aspek yang ada dalam laporan pencaraian keberhasilan siswa yang dilihat dari
hari pertama masuk sampai akhir semester. Adapun aspek yang dilihat dari
aspek kesehatan yaitu fisik anak dalam penglihatan, pendengaran, kebersiahan
dan pertumbuhan gigi, sedangkan penilaian kehadiran seperti sakit, ijin dan
tampa keterangan.
Berdasarkan data yang didapatkan, penilaian kesehatan dilakukan
setiap hari dengan melihat respon anak dan apabila ada yang menjanggal dari
anak dalam segi gisik guru langsung memberikan tindakan ke UKS, kemudian
ke orang tua, tetapi kebanyakan keluhan itu didasari oleh keterbatasan anak
dari lahir jadi guru tinggal mengantisipasi apabila ada anak sakit. Sedangkan
ketidak hadiran dari hasil wawancara kebanyakan sakit dan ijin karna apabila
58

anak autis sakit kemungkinan sehat butuh waktu 2 kali dari anak normal
sedangakan ijin biasanya karna anak mengikuti terapi atau tidak ada
pengantar.
B. Pembahasan
1. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis)
a. Persiapan Ruangan
Persiapan sebelum pelaksanaan metode ABA untuk anak autis awal
ada dua yang perlu diperhatikan yaitu persiapan ruangan dan persiapan anak.
Persiapan ruang terapi yang ideal untuk melakukan metode ABA tidaklah
terlalu luas yaitu berkisar 1,5 m x 1,5 m atau 2 m x 2 m, karena jika terlalu
luas maka anak akan lebih leluasa dalam bergerak dan susah untuk dikontrol
oleh guru. Dalam satu ruangan ditempati oleh satu anak dan diusahakan
ruangan tidak terdistraksi dari luar. Hal ini betujuan agar dalam memberikan
tatalaksana perilaku atau pengubahan perilaku kepada anak dapat diterima
anak secara maksimal dan anak tidak mudah terpengaruh oleh hal lain selain
guru yang mengajarnya. Ruangan yang ideal menurut Handojo (2009: 5)
“Di dalam ruangan perlu dipersiapkan peralatan yang sekiranya
dibutuhkan oleh guru selama proses metode ABA berlangsung
seperti kursi dan meja yang cukup untuk dua orang, papan jadwal
untuk mengetahui materi apa yang akan diajarkan atau yang telah
diajarkan kepada anak, serta adanya tempat untuk menyimpan media
yang diperlukan selama proses terapi atau pembelajaran
berlangsung”.

Kriteria ruangan yang ideal menurut Handojo diatas untuk


pelaksanaan metode ABA pada anak autis belum begitu terlihat pada sekolah
tempat pengambilan data, yang mana di sekolah tersebut memiliki satu
ruangan terapi atau pembelajaran metode ABA yang ditempati lebih dari satu
anak serta dalam ruangan tersebut dipakai untuk dua guru dengan mempunyai
masing-masing meja dan media yang telah disiapkan. Jadi anak diterapi satu
persatu mengunakan metode ABA secara bergantian di ruangan tersebut dan
apa bila anak sudah mengikuti pembelajaran, guru bisa memberikan permain
dan di tempatkan di kelas atau diruangan umum.
59

Kondisi ruangan di tempat penelitian, dari luas ruangan sudah


memenuhi standar yaitu 2 m x 3 m dengan ruangan yang kedap suara akan
tetapi belum adanya papan aktifitas untuk anak atau jadwal yang tertempel di
ruangan terapi karna sekolah menyatukan semua papan aktifitas dan jadwal
anak di madding sekolah, jadi semua digabung menjadi satu. Di ruangan
sudah tersedia media yang cukup lengkap untuk anak serta di lemari tempat
penyimpanan akan tetapi karna proses terapi dilakukan tidak memakai kursi,
jadi media di letakan di lantai tepatnya di belakang guru, di ruangan juga
belum adanya papan reward yang tertempel di dinding melainkan yang
tertempel banyak hanya hasil karya anak seperti gambar dari ungkapan guru S
mengatakan “kami menempel hasil karya anak di dinding itu salah satu bentuk
penghargaan untuk anak yang mereka bisa banggakan”.
b. Persiapan Anak
Penerapan pembelajaran autis, agar mendapatkan hasil yang baik
maka perlu diperhatikan kemampuan awal anak. Dalam hal ini yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan kotak mata dan kepatuhan kepada anak,
karena kotak mata dan kepatuhan mereupakan kunci utama dalam
keberhasilan pelaksanaan metode ABA untuk anak autis awal.
Apabila kepatuhan belum terbentuk maka kepatuhan dapat diajarkan
dengan bentuk uji coba (discret trial training). Sedangkan untuk melatihkan
kontak mata menurut Handojo (2009:7) dapat diajarkan dengan cara instruksi
“lihat”, dan ketika anak merespon maka secepatnya diberikan imbalan, yang
bertujuan untuk memperkuat respon anak. Akan tetapi jika dengan instruksi
“lihat” ternyata anak tidak merespon maka guru wajib mengarahkan anak,
karena bisa jadi anak tidak memahami instruksi yang diberikan dan jika anak
berhasil secepatnya diberikan imbalan. Perintah ini harus terus diulang sampai
anak benar-benar bisa dan terbentuklah kepatuhan sebagai kunci pertama
memasuki metode ABA.
Persiapan anak di sekolah tempat penelitian, sesuai data yang
didapatkan yaitu terlihat berbeda dengan persiapan yang seharusnya
dilakukan. Meskipun tidak menghilangkan prosedur persiapan untuk anak
60

dalam metode ABA yaitu mempersiapkan kontak mata dan kepatuhan.


Persiapan anak di sekolah lebih kepada mempersiapkan anak sebelum masuk
kelas yaitu apel pagi, senam, bermain musik dan lainya. Setelah kegiatan telah
selesai dan masuk kelas, barulah mempersiapkan anak untuk belajar dengan
meminta anak duduk tenang dan berdoa sambil menunggu giliran untuk
mengikuti pembelajaran dengan metode ABA, sambil menunggu anak di
berikan permainan seperti meronce, memasukkan koin ke kaleng dan lainnya.
Dalam melakukan kegiatan kepatuhan dan kontak mata, dilakukan
langsung ketika anak masuk di dalam kelas dan masuk dalam materi
membelajaran. Berdasarkan ungkapan guru dari wawancara mengenai
pembentukan kepatuhan dan kontak mata, dimulai dari guru S bahwa:
”Pembentukan kepatuhan dan kontak mata dilakukan setiap hari
secara konsisten, untuk anak autis awal yang baru masuk biasanya
guru harus memahami karakter anak dulu setelah itu baru di bentuk
kepatuhan dan kontak mata anak kurang lebih 2-3 bulan, setelah itu
guru bila lebih mudah memberikan pembelajaran sambil
memperkuat kepatuhan anak dan fokus anak terhadap guru serta
objek pembelajaran”

Ungkapan sama yang di berikan oleh guru R terhadap pemberian


pembentukan kepatuhan dan kontak mata untuk anak bahwa:
“Untuk membentuk kepatuhan dan kontak mata pada anak autis itu,
pada awal masuk sekolah. Pembentukan bisa dilakukan ketika guru
sudah memahami anak, pembentukan dilakukan secara bertahap dan
konsisten setiap harinya sampai anak mampu menerima intruksi dan
fokus terhadap objek yang di pelajari”.

2. Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA (Applied


Behavior Analysis)
a. Bentuk Intruksi dalam Metode ABA
Instruksi yang dimaksud dalam metode ABA ini, harus diberikan
secara jelas, singkat dan konsisten. Jelas adalah perintah yang diberikan harus
sesuai dengan apa yang ingin diajarkan dan hanya mengajarkan satu aktifitas.
Singkat yaitu instruksi hanya terdiri dari satu kata seperti “tirukan, lihat,
ambil.” Sedangkan instruksi harus konsisten adalah kata yang digunakan oleh
61

guru untuk satu instruksi pada tahap awal harus konsisten/ajeg tidak berubah
sampai akhir.
Instruksi yang diberikan oleh guru nantinya akan menimbulkan
respon yang memiliki tahapan yaitu benar, setengah benar, salah, atau bahkan
tidak merespon sama sekali. Jika dalam memberikan respon terhadap suatu
instruksi ternyata anak merespon salah maka berikan umpan balik dengan
lisan “tidak”, kemudian berikan instruksi ulang dan jika masih salah sampai
pada instruksi ketiga maka berikan bantuan yang biasa disebut dengan bantuan
(prompt) dan jika anak benar maka berikan imbalan (reward).
Berdasarkan dari data yang didapat dibandingkan dengan prinsip
pelaksanaan metode ABA seharusnya maka pemberian instruksi dalam
penerapan pembelajaran masih perlu adanya pembenahan, guru masih terlihat
memberikan perintah yang berbeda-beda dalam menginstruksikan sesuatu
yang sama. Seperti contoh ketika anak diminta mengerakan anggota badan,
instruksi guru yang pertama “lihat! tirukan” kemudian ketika anak belum
mampu merespon, guru memberi instruksi yang kedua dengan”…..(menyebut
nama anak) lihat! tirukan” ketika instruksi kedua anak juga belum merespon
maka guru memberi instruksi yang berbeda lagi meskipun perbedaan ini tidak
disadari oleh guru. Pada tahap instruksi ketiga ini ketika anak belum mampu
merespon maka guru memberikan bantuan (prompt).
Pemberian instruksi yang berbeda-beda meskipun tidak disadari ini
akan berpengaruh pada kepahaman anak pada suatu perintah, dan
menyebabkan terjadinya ketidak sesuaian antara penerapan dengan prosedur
yang seharusnya diberikan metode ABA harus secara konsisten/ajeg. Tetapi
meskipun begitu, prosesnya masih sesuai dengan yang seharusnya dilakukan
saat guru memberikan intruksi dan bisa tercapai tujuan dari pembelajaran
melalui metode ABA.
Bentuk intruksi yang diberikan dari kedua guru tidak jauh berbeda.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Guru S menerapkan bentuk
intruksi sesuai dengan kebutuhan anak dengan intruksi yang jelas dan
konsisten. Hanya mempunyai ciri khas dari pemberian intruksi yaitu selalu
62

mengawali dengan memetik jari. Sedangkan guru R menerapkan bentuk


intruksi kepada anak sama dengan guru S yang dimana menyesuaikan dengan
kemampuan anak. Ciri khas guru S dari pemberian intruksi selalu menyentuh
tubuh anak untuk mengambil perhatian setelah intruksi. Jadi pemberian bentuk
intruksi yang diberikan kedua guru sesuai dengan metode intruksi ABA hanya
menambahkan ciri khas dari masing-masing guru.
b. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba (Discret Trial Training)
Bentuk uji coba (discret trial training) ini merupakan salah satu
tekhnik dalam pemberian instruksi yaitu dengan adanya siklus yang digunakan
yaitu siklus penuh, siklus tidak penuh, dan siklus pendek, yang mana siklus
tersebut memiliki pengaruh terhadap bantuan (prompt) dan imbalan (reward).
Siklus penuh yang diterapkan adalah instruksi diberikan sebanyak
tiga kali kepada anak. Instruksi pertama jika anak tidak merespon maka
dilanjut dengan instruksi kedua, jika tetap tidak ada respon maka dilanjut
dengan instruksi keti ga yang dibarengi dengan adanya bantuan dan imbalan.
Sedangkan untuk siklus tidak penuh dilaksanakan dengan dua instruksi yaitu
langsung pada instruksi kedua jika setelah instruksi tidak ada respon dari anak,
maka dilanjut instruksi ketiga jika anak dapat melakukan tanpa bantuan
langsung diberikan imbalan. Penerapan siklus pendek pada pemberian
instruksi terjadi jika anak dalam satu kali instruksi sudah mampu merespon
dengan baik dan tanpa diberi bantuan maka langsung diberikan imbalan.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA berdasarkan data
yang didapatkan penerapan bentuk uji coba (discret trial training) ini
menggunakan siklus yang berbeda-beda pada masing-masing anak. Ada yang
menggunakan siklus penuh dan ada juga yang menggunakan siklus tidak
penuh ataupun siklus pendek. Perbedaan penerapan siklus ini berdasarkan
kemampuan anak. Apakah anak sudah mampu mengikuti instruksi yang
diberikan atau belum dan nantinya siklus yang diterapkan akan muncul sendiri
tanpa di rencanakan.
Penerapan uji coba (discret trial training) intruksi yang diberikan dari
kedua guru tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
63

guru S menerapkan uji coba (discret trial training) sesuai dengan kebutuhan
anak mulai dari siklus penuh, siklus tidak penuh dan siklus pendek dengan
intruksi yang jelas dan konsisten. Hanya mempunyai ciri khas dari pemberian
intruksi yaitu selalu mengawali dengan memetik jari. Sedangkan guru R
menerapkan bentuk intruksi kepada anak sama dengan guru S yang dimana
menyesuaikan dengan kemampuan anak mulai dari siklus penuh, siklus tidak
penuh dan siklus pendek. Ciri khas guru S dari pemberian intruksi selalu
menyentuh tubuh anak untuk mengambil perhatian setelah intruksi. Jadi
pemberian bentuk intruksi yang diberikan kedua guru sesuai dengan metode
intruksi ABA hanya menambahkan ciri khas dari masing-masing guru.
c. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)
Pelaksanaan pelatihan diskriminasi (discrimination training)
digunakan untuk melabel atau mengidentifikasi dengan empat langkah yang
diterapkan yaitu :
Langkah ke 1 => letakkan objek dititik tengah dengan meja dan
intruksikan “pegang……….. (sambil menyebutkan objek)”!
Langkah ke 2 => acak penempatan objek kesegala arah dan berikan
instruksi yang sama
Langkah ke 3 => sertai dengan objek pembanding dan letakkan
ditengah meja
Langkah ke 4 => acak kedua objek kesegala arah
Pelaksanaan pelatihan diskriminasi (discrimination training) di sekolah
tempat pengambilan data, penelitian dilaksanakan dengan melalui lima tahap
yaitu : mengenalkan gambar yang akan diajarkan terlebih dahulu kepada anak,
setelah guru mengenalkan nama benda kemudian anak diminta menunjuk
benda. Setelah itu untuk tahap ketiga sampai lima guru menerapkan seperti
langkah pelatihan diskriminasi (discrimination training) diatas yang ada pada
pembelajaran metode ABA, yaitu dengan meletakkan objek tunggal dititik
tengah kemudian mengacak dan terakhir meletakkan objek pembanding.
Pelatihan mengidentifikasi juga disesuaikan dengan kemampuan anak, ketika
pembelajaran yang diberikan pada anak masih baru, maka diberikan 5 tahap
sedangkan pembelajaran yang sudah diberikan untuk tujuan memperkuat
pengetahuan anak, guru memberikan 4 tahap sesuai langkah metode ABA
64

dalam pelatihan diskriminasi (discrimination training). Berdasarkan hasil


observasi dan wawancara pada guru autis kelas dasar pelaksanaannya terbagi
menjadi dua yaitu untuk anak yang belum mengenal bentuk/gambar yang akan
diajarkan dan untuk anak yang sudah mengenal benda/gambar yang akan
diajarkan, dapat di jelaskan melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7 Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)

Tingkatan Anak Langkah Pelaksanaan


Untuk anak yang 1. Anak diminta melihat gambar/benda tersebut dan guru
belum mengenal mengucapkan namanya
benda/gambar yang 2. Setelah guru mengucapkan nama benda tersebut, anak
akan diajarkan diminta menunjuk gambar benda atau bentuk huruf
dengan guru mengintruksi “tunjuk! Atau lihat! Gambar
atau bentuk
3. Setelah guru mengucapkan nama benda/gambar,
kemudian guru meletakkan gambar/ benda tersebut di
atas meja dan meminta anak untuk mengambil
4. Jika anak sudah benar-benar paham, guru meletakkan
gambar benda membandingkan yang diletakkan sejajar
dengan gambar benda yang akan diajarkan kepada
anak. Kemudian anak diminta mengambil gambar
benda yang di perintahkan
5. Setelah meletakkannya sejajar di tengah meja, guru
meletakkan benda/gambar dengan cara mengacaknya
ke pinggir meja kemudian guru menyuruh mengambil
benda/gambar yang di perintahkan
Untuk anak yang 1. Anak diminta untuk fokus kedepan dan guru
sudah mengenal meletakkan benda/gambar tersebut diatas meja dan
benda/gambar yang anak diminta untuk mengambil benda yang di
akan diajarkan sebutkan guru
2. Jika anak sudah benar-benar paham, guru meletakkan
gambar benda membandingkan yang diletakkan sejajar
dengan gambar benda yang akan diajarkan kepada
anak. Kemudian anak diminta mengambil gambar
benda yang di perintahkan
3. Setelah meletakkannya sejajar di tengah meja, guru
meletakkan benda/gambar dengan cara mengacaknya
ke pinggir meja kemudian guru menyuruh mengambil
benda/gambar yang di perintahkan
65

d. Pelaksanaan Mencocokan (Matching)


Pelaksanaan mencocokan (matching) merupakan tekhnik
mencocokkan/ menyamakan objek satu dengan yang lain. Dijelaskan oleh
Handojo (2009: 11) matching memiliki empat tahapan yaitu :
Tahap ke => 1 letakkan satu objek diatas meja kemudian berikan
objek yang sama kepada anak
Tahap ke => 2 letakkan beberapa objek diatas meja (objek berbeda)
dan berikan objek kembaran satu persatu kepada anak dan beri
instruksi yang sama yaitu “samakan”
Tahap ke => 3 letakkan beberapa objek berbeda di atas meja
kemudian berikan sejumlah objek kembarannya secara langsung dan
beri sekali instruksi samakan. Dan biarkan anak memilih sendiri
objek yang akan disamakan, jika terjadi kesalahan jangan langsung
diberikan prompt, biarkan anak menyadari kesalahannya sendiri.
Tahap ke => 4 yaitu letakkan beberapa objek dimeja dan berikan
sejumlah objek kembaran kepada anak untuk disamakan. Gunakan
waktu untuk mengukur kecepatan anak dalam menyamakan.
Pelaksanaan mencocokan (matching) di sekolah tempat pendambilan
data sudah menerapkan matching seperti dengan langkah yang ada dan
pemberian objek diberikan secara bertahap satu persatu. Sebelum pemberian
satu persatu objek, anak dikenalkan terlebih dahulu kepada objek yang akan
diberikan. Kemudian baru menerapkan seperti langkah yang ada dalam
metode ABA. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan guru, matching dapat
diberikan secara berhadap dari mencocokan warna, bentuk sampaikan dengan
mencocokan gambar. Tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Guru meletakkan satu objek di atas meja kemudian guru memberikan
objek lain yang sama kepada anak, selanjutnya guru menginstruksikan
“samakan” lalu anak menyamakan objek yang dipegang anak dan objek
yang diletakkan di meja. (seperti balok warna yang harus di cocokkan
sesuai warnanya).
2) Guru menambahkan satu objek lagi di atas meja ketika anak mampu
melakukan instruksi pertama, kemudian guru memberikan tambahan objek
yang sama dengan diberikan instruksi “samakan” (menabah macam warna
balok dengan ukuran yang berbeda untuk di cocokkan)
66

3) Ketika anak mampu menyamakan pada langkah kedua, memberikan


puzzle angkah atau huruf untuk anak mencocokkan sesuai tempatnya
dengan intruksi “pasangkan” atau “susun” lalu anak mencocokkan puzzle
sesuai bentuknya.
4) Ketika anak sudah paham mencocokkan, guru dengan mudah memberikan
berbagai macam objek untuk dicocokkan baik itu puzzle, balok warna dan
bentuk, serta kartu warna.
e. Pelaksanaan Mengurangi Bantuan (Fading)
Fading merupakan pengurangan bantuan yang diberikan kepada
anak. Fading dilakukan secara bertahap sehingga nantinya bantuan (prompt)
benar-benar dapat dihilangkan. Pengurangan bantuan (prompt) yang
dilaksanakan tidak serta merta bantuan (prompt) langsung hilang. Fading di
tempat pengambilan data disesuaikan dengan kemampuan anak. Jika anak
dalam instruksi pertama masih bantuan (prompt) penuh yaitu dengan
memegang anak. Kemudian untuk selanjutnya jika anak masih membutuhkan
bantuan (prompt) maka guru menguranginya sedikit demi sedikit, yaitu pada
bantuan (prompt) pertama tangan anak langsung dipegang oleh guru, maka
untuk bantuan (prompt) selanjutnya anak hanya di arahkan tanpa dipegang
langsung sampai anak tidak membutukan bantuan (prompt) lagi ketika guru
memberikan intruksi.
f. Pelaksanaan Pembentukan Perilaku (Shaping)
Pembentukan perilaku (shaping) merupakan proses pengajaran suatu
perilaku melalui tahap-tahap pembentukan perilaku yang makin mendekati
respon yang dituju atau diinginkan. Dalam Pembentukan perilaku (shaping)
ini guru belum bisa menerapkan sepenuhnya kepada anak autis kelas dasar,
hal ini dikarenakan anak yang ditangani belum mampu menirukan instruksi
guru dan belum mampu melakukan komunikasi secara normal. Jadi baru bisa
diajarkan ketika anak sudah paham akan intruksi dan komunikasi.
Berdasarkan wawancara guru S dan R mereka belum terlalu paham akan
teknik dari Pembentukan perilaku (shaping) meraka hanya memberikan
67

pembelajaran perilaku yang baik dan kebiasaan yang baik untuk diterapkan
oleh anak sesuai tingkat kemampuanya.
g. Pelaksanaan Pengajaran Terangkai (Chaining)
Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) merupakan proses
menguraikan perintah dalam pengajaran satu perilaku yang kompleks, yang
dipecah menjadi aktifitas-aktifitas kecil yang disusun menjadi suatu rangkaian
secara berurutan. Tahapan Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) ini
sudah dilaksanakan di tempat pengambilan data yaitu memecah tahapan
aktifitas yang akan diajarkan menjadi tahapan-tahapan sederhana. Meskipun
dalam tahap Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) ini tidak terlepas
dari pemberian bantuan (prompt).
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran tidak jarang akan timbulnya
masalah. Masalah akan sering muncul terutama dari dalam diri anak. Sehingga
guru akan lebih mudah dan sering mengalami kesulitan dan materi yang telah
direncanakan dan diprogramkan dapat tidak tercapai. Dalam menghadapi
masalah yang muncul pada diri anak terkait dengan pembelajaran, masing
masing guru memiliki pendapat dan cara yang berbeda-beda. akan tetapi guru
dalam penelitian ini akan membiarkan anak ketika anak sudah mulai tidak
konsentrasi dan tidak mau diajak belajar, karena jika dipaksakan akan
percuma dan anak akan lebih menentang dan mengamuk. Dalam pengajaran
metode ABA, meskipun metode ABA tegas tetapi tidak memaksakan pada
anak, sehingga guru harus memperhatikan itu semua. Takutnya anak jadi tidak
mau belajar karna pemaksaan dalam proses belajar.
h. Pemberian Bantuan (Prompt)
Bantuan (prompt) merupakan bentuk bantuan atau arahan yang
diberikan oleh cotherapist/prompter kepada anak untuk melakukan suatu
perintah jika anak tersebut belum mampu melakukannya. Bantuan (prompt)
yang diberikan bisa berupa suatu gerakan yang mengarah kepada anak
langsung,atau hanya berupa gerakan yang mengarah kepada instruksi.
Pemberian Bantuan (prompt) oleh tempat pengambilan data, sudah
sama sebagaimana prosedur Bantuan (prompt) yang harus diberikan kepada
68

anak ketika mendapatkan instruksi yaitu guru memegang tangan anak atau
bahkan guru hanya menunjuk benda yang dimaksud agar anak mengarahkan
tangannya untuk mengambil benda tersebut. Meskipun Bantuan (prompt)
sudah diberikan oleh guru akan tetapi frekuensi dan waktu pemberian Bantuan
(prompt) ini masih berubah-ubah, yang kadang diberikan setelah tiga kali
instruksi, dan tidak jarang lebih dari tiga kali instruksi, guru baru memberikan
Bantuan (prompt).
i. Pemberian Penghargaan (Reward)
Pemberian penghargaan (reward) merupakan imbalan penguat dari
perilaku agar anak mau melakukan apa yang diperintah dan menjadi mengerti
pada konsep yang diajarkan. Menurut Pamuji (2007:43) imbalan yang
diberikan kepada anak ada tiga aturan dasar yaitu :
1) Imbalan harus tergantung pada perilaku yang dimunculkan anak
dan harus segera diberikan setelah anak merespon instruksi
dengan benar
2) Pemberian imbalan harus dilakukan secara konsisten, harus
diberikan
dengan cara yang sama dan bersamaan dengan perilaku yang
sama pada setiap saat
3) Imbalan harus jelas, dan tidak terkesan memiliki makna ganda
antara perintah dan imbalan
Pemberian reward oleh guru di tempat pengambilan data, sangat
bervariasi Seperti guru S yang memberikan reward terkadang bertepuk tangan
dengan anak atau “tos” dan juga biasa mengucapkan kata “iya bagus” atau
“pintar” pada anak. Sama dengan guru R memberikan reward pada anak yang
bervariasi yaitu dengan mengucapkan “iya good” atau “good job” dan biasa
memberikan penghargaan dengan kalimat pujian. Dari wawancara yang
didapatkan oleh kedua guru pemberian penghargaan atau reward tidak berupa
makanan karna ditakutkan anak tidak cocok dan anak ketagihan dengan
makan tersebut, yang kita tau bersama bahwa anak autis tidak sembarang
dalam mengkonsumsi makanan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara keseluruan,
penerapan metode Applied Behavior Analysis (ABA) bagi anak autis di Kota
Kendari dilaksanakan di sekolah khusus negeri (SKhN) 1 Kendari, tepatnya di
kelas dasar autis. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode ABA
untuk anak autis kelas dasar SKhN 1 Kendari, menerapkannya secara terpadu
yaitu dengan memadukan pada kurikulum 2013, keadaan sekolah dan kemampuan
anak, mulai dari tempat penelitian berupa fasilitas, media, guru dan siswa.
Kemudian rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Selanjutnya
proses persiapan sebelum pembelajaran dengan metode ABA yaitu persiapan
ruangan mencakup kriteria ruangan yang ideal untuk penerapan metode ABA, dan
persiapan anak pada pembentukan kepatuhan dan kontak mata anak. selanjutnya
teknik pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA yaitu bentuk instruksi,
bantuan (prompt), bentuk uji coba (discret trial training), pelatihan diskriminasi
(discrimination training), mncocokkan (matching), mengurangi bantuan (fading),
pembentukan perilaku (shaping), pengajaran terangkai (chaining), dan
penghargaan (reward,) serta di laporan hasil pencapaiyan anak yang dinilai dari
hari pertama sampai evaluasi semester yang mencakup penilaian sikap, penilaian
pengetahuan dan keterampilan, penilaian kesehatan, dan penilaian ketidak
hadiran.
Penerapan metode ABA dari kedua guru sudah menerapkan metode
ABA dengan sesuai penerapanya, hanya dalam setiap guru mempunyai cirri khas
masing-masing dalam menerapkan metode ABA agar menarik perhatian anak.
Penerapan pembelajaran dengan metode ABA, dari hasil observasi, wawancara
dan studi dokumentasi tidak serta merta dapat meningkatkan kemampuan anak
secara pesat tetapi membutukan proses yang bertahap dan konsisten. Penerapan
metode ini juga akan berjalan dengan baik ketika bukan saja sekolah dan guru
yang berusaha akan tetapi harus dengan dukungan orangtua, teman, dan

69
70

masyarakat. Sehingga anak bisa dengan cepat berkembang secara moral, fisik
motorik, kognitif, bahasa, sosial, dan seninya.

B. Saran
Adapun saran penelitian untuk sekolah agar pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan metode ABA lebih di tingkatkan, dalam hal fasilitas
persiapan ruangan yang belum memadai serta pelatihan yang lebih ditingkatkan
untuk guru kelas autis agar lebih memahami konsep dari metode ABA secara
sempurna. Untuk penelitian selanjutnya dapat menganalisis kemampuan
perkembangan anak autis kelas dasar dengan menggunakan metode Applied
Behavior Analysis (ABA), baik itu moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial,
dan seni.
71

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Azwandi, Yoswan. 2005. Mengenal dan Membantu Penyandang Autisme. Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional.

Bredekamp, S., & Rosegrant, T. 1992. Reaching Potentials: Appropriate Curri‐


culum and Assessment for Young Chil‐ dren, Volume 1. Washington:
National Association for The Education of Young Children.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif (Ancangan Metodologi,


Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa dan
Peneliti Pemula Bidang Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora) cetakan ke- 1,.
Bandung: Pustaka Setia.

Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Puspa Swara, Anggota
IKAPI

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit


Alfabeta

Djamaluddin, Sri Utami Sudarsono. 2001. Autistik dan Model Layanan


Pendidikan. Seminar Nasional. Jakarta: Depdiknas.Dirjen dikdasmen.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa

Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung:


Alfabeta.

Handojo. 2003. Autisma (Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar
Anak Normal, Autis, dan Perilaku Lain) . Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.

2009. Autisme Pada Anak ( Menyiapkan Anak Autis untuk Mandiri dan
Sekolah Reguler dengan Metode ABA Basic). Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.

Kountur, Ronny. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta : Anggota Ikapi

Kurniawati. 2014. Keterampilan Guru Memberi Penguatan Kepada Anak Dalam


Metode Pemberian Tugas di Kelompok B TK Aba Dukuh Mantrijeron
Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Yogyakarta

Matson,.L Johnny. 2009. Applied Behavior Analysis for Children With Autism
Spectrum Disorder. New York
72

Maulana, Mirza. 2007. Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju
Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta: Kata Hati.

Miles, B Matthew, and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif.


Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Moleong, J Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

Mustofa, B. 2016. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Pra Sekolah. Yogyakarta:


Parama Ilmu.

NAEYC. 2010. National Association of Early Childhood. The Core of DAP.


tersedia: www.naeyc.org. ( 1 Desember 2019)

Nasution. 2006. Metode Research. Jakarta : PT. Bumi Aksara

_______. 2003. Metode Penelitian Naturalistic Kualitatif. Bandung: Tarsito

Nawawi, Hadari. 2005. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

Pamuji. 2007. Model Terapi Terpadu Bagi Anak Autisme. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen Dikti Direktorat Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Peeters, Theo. 2009. Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Prasetyono. 2008. Serba-serbi Anak Autis (Autisme dan Gangguan Psikologis


Lainnya). Yogyakarta: Diva Press.

Prasetyono, Dwi Sunar. 2007. Biarkanlah Anakmu Bermain: Mengenal Manfaat


dan Pengaruh Positif Permainan Bagi Perkembangan Psikologi Anak.
Yogyakarta: Diva Press.

Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku.Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Reza, Muhammad Syah. 2011. Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode
Lovaas Berbasis MultimediaInteraktif (Studi Kasus: SD Yayasan
Pantara). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Rahayu, fitri. 2014. Kemampuan Komunikasi Anak Autis Dalam Interaksi Sosial
(Kasus Anak Autis di Sekolah Inklusi). Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.

Suharmini, Tim. 2009. Psikologi Anak berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kanwa


Publiser
73

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif,


dan Bandung: Alfabeta.

Sukinah. 2005. Penatalaksanaan Perilaku Anak Autism dengan Metode Applied


edccqvcvcv Nur’aeni. 2017. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Purwokerto: UM Purwokerto Press (Anggota APPTI).

Sutadi, Rudi Dkk. 2003. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

. 2000. Intervensi Dini Tatalaksana Perilaku Pada Penyandang


Autisme.Jakarta :Lembaga Intervensi terapan Autisme.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan Bandung: Alfabeta.

Sugiarto, Joko Agung. 2019. Pengaruh Metode Applied Behaviour Analysis (Aba)
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Luar Biasa
Autis Seribu Warna Kepanjen Jombang. Skripsi. Jombang: Sekolah Tinggi
Kesehatan Insan Cendekia Media

Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:


Depdiknas

Sukardi. 2006. Penelitian Kualitatif-Naturalistik dalam Pendidikan. Yogyakarta:


Usaha Keluarga.

UNESCO. 2005. Development of information literacy: through school libraries in


SouthEast Asia Countries. Bangkok: UNESCO

Usman, Husain. 2006. Metodologi penelitian Sosial. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Veskariyanti, A Galih. 2008. 12 Terapi Autis paling Efektif dan Hemat.


Yogyakarta: Galang Press.

Widihastuti, Setiati. 2007. Pola Pendidikan Anak Autis. Yogyakarta: Datamedia

Wiyani, Novan Ardy. 2014. Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
74

LAMPIRAN 1.

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

No. Kegiatan Waktu pelaksanaan


1. Observasi Awal Sabtu, 7 Desember 2019
2. Seminar Proposal Kamis, 6 Februari 2020
3. Izin Penelitian Jumat, 21 Februari 2020
4. Pelaksanaan Penelitian Kamis, 27 Februari 2020
5. Seminar Hasil Penelitian Rabu, 22 Juli 2020
6. Ujian Skripsi Rabu, 29 Juli 2020
75

LAMPIRAN 2.

INSTRUMEN PENELITIAN PENERAPAN METODE APPLIED


BEHAVIOR ANALYSIS (ABA) BAGI ANAK AUTIS DI KOTA KENDARI

Isilah kolom dengan tanda ceklis sesuai pertanyaan yang ada pada bukti
hasil penelitian!
Studi
No Aspek Observasi Wawancara
Dokumentasi
Data Tempat Penelitian
1. Fasilitas Sekolah   
2. Media Pembelajaran   
3. Jumlah Guru   
4. Jumlah Siswa   
Subjek Penelitian Guru
1. Identitas Guru   
2. Pengalaman Mengajar Guru   
3. Rencana Pelaksanaan Pembejaran   
(RPP)
4. Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas   
Dasar dalam Pembelajaran (Rapor)
Persiapan Sebelum Pelaksanaan Metode ABA
1. Pengunaan Ruang Metode ABA   
2. Persiapan Anak   
Teknik Pembelajaran dengan Metode ABA
1. Bentuk Instruksi Dalam Metode ABA   
2. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba   
(Discret Trial Training)
3. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi   
(Discrimination Training)
4. Pelaksanaan Mencocokan   
(Matching)
5. Pelaksanaan Mengurangi Bantuan   
(Fading)
6. Pelaksanaan Pembentukan Perilaku   
(Shaping)
76

7. Pelaksanaan Pengajaran Terangkai   


(Chaining)
8. Pemberian Bantuan (Prompt)   
9. Pemberian Penghargaan (Reward)   
77

LAMPIRAN 3

CATATAN LAPANGAN

Hari/ Tanggal : Kamis 27 Februari 2020


Inisial Guru : Guru S
Usia : 36 Tahun
Lokasi : Kelas Dasar SKhN 1 Kendari
Observer : Anbar Zumayyah M

Kurang lebih pukul 07.30 persiapan anak yang dilakukan guru S, iyalah
mengikuti peraturan sekolah sesuai jadwal yang telah di tentukan. Observasi hari
itu Kamis ketika itu seluruh anak dikumpulkan di lapangan untuk melakukan
senam sehat yang dipandu langsung oleh wali kelas masing-masing, begitupun
guru S yang membimbing pada waktu itu siswa autis kurang lebih yang hadir 5
siswa dengan berbagai usia kelas dasar.
Lewat Pukul 08.00 senam sehat selesai dan siswa dengan dipandu
langsung guru S untuk masuk kelas untuk persiapan anak selanjutnya sesuai
metode ABA yaitu melatih kontak mata dan kepatuhan khusus anak kelas dasar
usia 7-8 tahun yang pada waktu itu hanya hadir 2 siswa saja dan selebihnya anak
usia 9-12 tahun. Guru S mengatur sedemikian rupa persiapan anak sebelum
pembelajaran sesuai tingkat kemampuan anak yang diawali dengan berdoa.
Observer lebih fokus melihat anak kelas dasar usia 7-8 tahun yang dimana
persiapanya anak, guru S langsung memberikan intruksi uji coba tatap mata dan
pemberian tugas kepatuhan menyusun puzzle dan gerakan tubuh pada kedua anak
tersebut. Sedangkan usia 9-12 tahun persiapan anak langsung pemberian tugas
untuk menebalkan angkah dan menjumlahkan angka, karna anak sudah mampu
patuh dengan sekali instruksi dan mandiri.
Kurang dari Pukul 09.00 pembelajaran inti dimulai dengan menerapkan
metode ABA secara bergantian pada 5 siswa guru S. observer fokus melihat
penerapan pembelajaran untuk anak kelas dasar usia 7-8 tahun. Ternyata guru S
melakukan pembelajaran berpedoman dengan kurikulum 2013 dan dipadukan
78

oleh metode ABA. Metode ABA di terapkan dengan 1 siswa dan 1 guru akhirnya,
guru S terlebih dahulu membagikan tugas sesuai mata pelajaran hari itu yaitu
matematika, setelah memberikan tugas sesuai kemampuan anak guru memanggil
anak satu persatu untuk di ajar dengan mengunakan metode ABA pada 9 teknik
secara otomatis dengan waktu kurang lebih 30 menit untuk 1 siswa mulai dari
bentuk instruksi, bantuan (prompt), bentuk uji coba (discret trial training),
pelatihan diskriminasi (discrimination training), mencocokkan (matching),
mengurangi bantuan (fading), pembentukan perilaku (shaping), pengajaran
terangkai (chaining), dan penghargaan (reward). Siswa. Dari observasi yag dilihat
anak usia 7-8 tahun lebih lama mendapatkan penerapan metode ABA di
bandingkan dengan anak usia 9-12 tahun. Terlihat anak usia kelas dasar 7-8 tahun
atau yang baru masuk masih sulit dalam kepatuhan sehingga guru berusaha untuk
lebih ekstra membimbing mereka sedangan untuk usia 9-12 tahun mereka sudah
paham dan patuh akan perintah sehingga tidak begitu lama untuk menerapkan
metode ABA pada mereka tinggal pembiasaan saja agar anak tidak lupa.
Kurang lebih Pukul 12.00 anak selesai mengikuti pembelajaran dan
bersiap untuk pulang menunggu jemputan datang. Guru S tidak bisa pulang
ketikan anak belum di jemput semuanya. Karna itu salah satu kewajiban guru
karna anak autis khususnya kelas dasar belum bisa pulang sendiri tampa
pengantar.
79

CATATAN LAPANGAN

Hari/ Tanggal : Senin, 2 Maret 2020


Inisial Guru : Guru R
Usia : 33 Tahun
Lokasi : Kelas Dasar SKhN 1 Kendari
Observer : Anbar Zumayyah M

Lebih dari Pukul 07.30 persiapan anak yang dilakukan guru R, iyalah tidak
jauh berbeda dengan guru S mengikuti peraturan sekolah sesuai jadwal yang telah
di tentukan. Observasi hari itu Senin ketika itu seluruh anak dikumpulkan di
lapangan untuk melakukan apel pagi yang dipandu langsung oleh wali kelas
masing-masing, begitupun guru R yang membimbing pada waktu itu siswa autis
kurang lebih yang hadir 4 siswa dengan berbagai usia kelas dasar.
Kurang lebih Pukul 08.00 apel pagi selesai dan siswa dengan dipandu
langsung guru R untuk masuk kelas untuk persiapan anak selanjutnya sesuai
metode ABA yaitu melatih kontak mata dan kepatuhan khusus anak kelas dasar
usia 7-8 tahun yang pada waktu itu hanya hadir 1 siswa saja dan selebihnya anak
usia 9-12 tahun. Guru R mengatur sedemikian rupa persiapan anak sebelum
pembelajaran sesuai tingkat kemampuan anak yang diawali dengan berdoa.
Observer lebih fokus melihat anak kelas dasar usia 7-8 tahun yang dimana
persiapanya anak, guru S langsung memberikan intruksi uji coba tatap mata dan
pemberian tugas kepatuhan dengan kegiatan meronce. Sedangkan usia 9-12 tahun
persiapan anak langsung pemberian tugas untuk menebalkan huruf dan menulis
huruf vokal karna anak sudah mampu patuh dengan sekali instruksi dan mandiri.
Kurang dari Pukul 09.00 pembelajaran inti dimulai dengan menerapkan
metode ABA secara bergantian pada 4 siswa guru R. observer fokus melihat
penerapan pembelajaran untuk anak kelas dasar usia 7-8 tahun. Ternyata guru R
sama dengan guru S melakukan pembelajaran berpedoman dengan kurikulum
2013 dan dipadukan oleh metode ABA. Dari metode ABA yang di terapkan
dengan 1 siswa dan 1 guru akhirnya guru R terlebih dahulu membagikan tugas
80

sesuai mata pelajaran hari itu yaitu bahasa, setelah memberikan tugas sesuai
kemampuan anak guru memanggil anak satu persatu untuk diajarkan dengan
mengunakan metode ABA pada 9 teknik secara otomatis dengan waktu kurang
lebih 30 menit untuk 1 siswa mulai dari bentuk instruksi, bantuan (prompt),
bentuk uji coba (discret trial training), pelatihan diskriminasi (discrimination
training), mencocokkan (matching), mengurangi bantuan (fading), pembentukan
perilaku (shaping), pengajaran terangkai (chaining), dan penghargaan (reward).
Terlihat anak usia 7-8 tahun lebih lama mendapatkan penerapan metode ABA di
bandingkan dengan anak usia 9-12 tahun. Anak usia kelas dasar 7-8 tahun atau
yang baru masuk masih sulit dalam kepatuhan guru berusaha untuk lebih ekstra
membimbing mereka sedangan untuk usia 9-12 tahun mereka sudah paham dan
patuh akan perintah sehingga tidak begitu lama untuk menerapkan metode ABA
pada mereka tinggal pembiasaan saja.
Kurang lebih Pukul 12.00 anak selesai mengikuti pembelajaran dan
bersiap untuk pulang menunggu jemputan datang. Sama dengan guru S dimana
Guru R tidak bisa pulang ketikan anak belum di jemput semuanya. Karna itu salah
satu kewajiban guru karna anak autis khususnya kelas dasar belum bisa pulang
sendiri tampa pengantar.
81

LAMPIRAN 4

HASIL OBSERVASI PENERAPAN METODE ABA DALAM


PEMBELAJARAN

Subjek Penelitian Guru Pertama


Hari/ Tanggal : Rabu, 4 Maret 2020
Inisial Guru : Guru S
Inisal Siswa : siswa I
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia Anak : 8 Tahun
Lokasi : Kelas Dasar SKhN 1 Kendari
Observer : Anbar Zumayyah M
Aspek yang Diamati Deskripsi
Persiapan Sebelum Pelaksanaan Metode Aba
Pengunaan Ruang Kegiatan pembelajaran berada di dalam satu ruangan yang
Metode ABA berukuran 2 m x 3 m, terdapat media pembelajaran, meja kecil,
meja penyimpanan alat tulis, lemari dan karpet plastik untuk
duduk.
Persiapan Anak Sebelum memulai pembelajaran anak mengikuti apel pagi
yang di pandu oleh guru S dan barulah masuk kekelas untuk
membaca doa dan kegiatan kepatuhan dengan melakukan
kegiatan memasukan koin ke dalam celengan kaleng
Teknik Pembelajaran dengan Metode ABA
Bentuk Instruksi Intruksi diberikan sebanyak 3 kali
Dalam Metode ABA Intruksi 1 : Memetik jari, “lihat! tirukan (mengepalkan
telapak tangan)”, anak belum merespon
Intruksi 2 : Memetik jari, “lihat! tirukan 1 2 (sambil
menirukan gerakan)”, anak belum merespon dan mundur
kebelakang
Intruksi 3 : Menyebut nama, “lihat! tirukan 1 2 (sambil
menirukan gerakan)”, anak belum merespon dan guru
langsung memegang tangan anak dan membatunya untuk
mengepalakan tanganya.
Pelaksanaan Bentuk Pemberian siklus penuh, siklus tidak penuh dan siklus
Uji Coba (Discret pendek. Siklus pendek apabila anak baru diajarakan seperti
Trial Training) mengepalkan tangan yang baru dilakukan anak, siklus tidak
penuh ketika guru memberiakan intruksi mengucapkan huruf
vokal dan anak perlu 2 kali intruksi baru bisa merespon dan
siklus pendek yang anak sudah dapat menirunya dengan
82

sekali intruksi seperti memegang pipi.


Pelaksanaan 1. Dilakukan dengan mengenalkan bentuk angka yang akan
Pelatihan diajarkan kepada anak dengan cara anak diminta melihat bentuk
Diskriminasi angka dan guru mengucapkan angka tersebut
(Discrimination 2. Setelah guru mengucapkan nama angka yang ada, guru
Training) meminta anak untuk menunjuk bentuk angka yang di intruksi
3. Guru meletakkan bentuk angkah tersebut di atas meja dan
meminta anak untuk mengambil
4. Anak meletakan kembali angka dan guru mengacak beberapa
bentuk angka sebagai pembanding di atas meja setelah itu anak
bisa mengambil angka yang diletakkan sejajar dengan angka
pembanding sesuai intruksi yang diberikan.
Pelaksanaan 1. Melaksanakan matching dengan memberikan balok lingkaran
Mencocokan warna kepada anak satu persatu dengan menyebutkan tiap
(Matching warnanya
2. Meletakkan 5 balok lingkaran di atas meja, kemudian guru
memberikan satu balok lingkaran yang sama kepada anak untuk
disamakan.
3. Guru memberikan instruksi “Letakan sama merah” lalu anak
menyamakan balok lingkaran warna sesuai intruksi
4. Awal intruksi anak salah dalam mencocokan kemudian, guru
memberikan intruksi kedua dengan langsung memberikan
prompt (mengarahkan tangan anak pada balok yang di tujukan)
dan langsung diberikan reward (“pintar”)
5. Kemudian guru memberikan intruksi yang sama dengan warna
berbeda dengan satu intruksi dan anak langsung
memcocokannya dengan benar dan langsung diberikan reward
(“pintar”)
Pelaksanaan Pelaksanaan mengurangi bantuan belum terlihat pada hari
Mengurangi Bantuan itu, yang terlihat dimana guru memberikan satu intruksi
(Fading) dengan 1 siklus penuh dan tidak ada pelaksanaan
mengurangi bantuan sampai siklus pendek dalam satu
intruksi, melainkan memberikan materi selanjutnya
Pelaksanaan Belum menerapkan shaping karna anak belum mampu
Pembentukan berkomunikasi dan pada hari itu anak terlihat diam sambil
Perilaku (Shaping) memainkan tanganya
Pelaksanaan Anak membuka dan memasang sepatunya sendiri saat masuk
Pengajaran Terangkai ruangan dan pulang
(Chaining)
Pemberian Bantuan Pemberian bantuan yang dilakukan guru ketika melakukan
(Prompt) intruksi dua dan ketiga, guru memberikan bantuan ke
intruksi ketiga dengan memegang tangan anak untuk dibantu
mengepalkan tangan dan bantuan kedua guru mengarahkan
anak untuk mengambil balok lingkaran warna sesuai intruksi
Pemberian Pemberian penghargaan dengan kata “pintar” pada anak
Penghargaan dengan senyuman.
(Reward)
83

HASIL OBSERVASI TEKNIK PENERAPAN METODE ABA DALAM


PEMBELAJARAN

Subjek Penelitian Guru kedua


Hari/ Tanggal : Selasa, 3 Maret 2020
Inisial Guru : Guru S
Inisal Siswa : siswa U
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia Anak : 8 Tahun
Lokasi : Kelas Dasar SKhN 1 Kendari
Observer : Anbar Zumayyah M
Aspek yang Diamati Deskripsi
Persiapan Sebelum Pelaksanaan Metode Aba
Pengunaan Ruang Kegiatan pembelajaran sama dengan guru S berada di dalam satu
Metode ABA ruangan yang berukuran 2 m x 3 m, terdapat media pembelajaran,
meja kecil, meja penyimpanan alat tulis, lemari dan karpet plastik
untuk duduk. Jadi ruangan digunakan oleh dua guru dalam satu
ruangan.
Persiapan Anak Sebelum memulai pembelajaran anak mengikuti apel pagi
yang di pandu oleh guru R dan barulah masuk kekelas untuk
membaca doa dan kegiatan kepatuhan dengan melakukan
kegiatan meronce huruf dan bentuk
Teknik Pembelajaran dengan Metode ABA
Bentuk Instruksi Intruksi diberikan sebanyak 3 kali
Dalam Metode ABA Intruksi 1 : “Lihat! lingkaran hi? (sambil menunjuk lingkaran
hijau)”, anak merespon dengan menyebut lingkaran hitam
Intruksi 2 : “Menyebut nama anak dengan mimik wajah guru
mendekat, Lihat! lingkaran hi? (sambil menunjuk lingkaran
hijau)”, anak mulai merespon tetapi hanya menyebutkan
hijau
Intruksi 3 : “Menyebut nama anak, Lihat! lingkaran hi?
(sambil menunjuk lingkaran kuning dengan nada tegas)”
Anak baru merespon dengan menyebut lingkaran hijau
meskipun tidak begitu jelas
Pelaksanaan Bentuk Pada hari ini anak diberikan siklus penuh dan siklus tidak
Uji Coba (Discret penuh saat pengajaran menyebutkan bentuk dan warna
Trial Training) lingkaran. Sedangkan siklus pendek belum terlihat di
terapkan pada anak karna anak peruh 2-3 kali intruksi baru
diberikan bantuan dan penghargaan
Pelaksanaan 1. Mengenalkan bentuk angka yang akan diajarkan kepada anak
Pelatihan dengan cara anak diminta melihat bentuk angka dan guru
84

Diskriminasi mengucapkan angka tersebut dengan mengangkat di depan


(Discrimination mata anak
Training) 2. Setelah guru mengucapkan nama angka yang ada, guru
meminta anak untuk menunjuk bentuk angka yang di
intruksikan
3. Guru meletakkan bentuk angkah tersebut di atas meja dan
meminta anak untuk mengambil
4. Setelah itu anak meletakan kembali angka dan guru mengacak
beberapa bentuk angka sebagai pembanding di atas meja
setelah itu anak bisa mengambil angka yang diletakkan sejajar
dengan angka pembanding sesuai intruksi yang diberikan.
Pelaksanaan 1. Melaksanakan matching dengan memberikan objek balok
Mencocokan lingkaran warna kepada anak dengan menjajar balok
(Matching lingkaran berbagai warna
2. Setelah menjajarkan balok di atas meja, kemudian guru
memberikan 1 balok lingkaran kuning yang sama kepada anak
untuk disamakan pada balok yang dijajarkan.
3. Guru memberikan instruksi “Letakan sama merah” lalu anak
menyamakan balok lingkaran warna sesuai intruksi
4. Awal intruksi anak salah dalam mencocokan kemudian, guru
memberikan intruksi kedua dengan langsung memberikan
prompt (mengarahkan tangan anak pada balok yang di
tujukan) dan langsung diberikan reward (“good job”)
5. Kemudian guru memberikan intruksi yang sama dengan warna
berbeda dengan satu intruksi dan anak langsung
memcocokannya dengan benar dan langsung diberikan reward
(“good job”)
Pelaksanaan Pelaksanaan mengurangi bantuan terlihat pada hari itu, yang
Mengurangi Bantuan dimana guru R mengulang-ulang intruksi mencocokkan
(Fading) balok warna sampai anak mampu mencocokan dengan sekali
intruksi meskipun dengan suara yang kurang jelas
Pelaksanaan Pembentukan perilaku juga terlihat oleh siswa U yang
Pembentukan dimana mengucapkan salam saat masuk ruangan dan
Perilaku (Shaping) langsung mencium tangan gurunya termaksud saya sendiri
meskipun masih perlu arahan.
Pelaksanaan Anak belum terlihat melakukan kegiatan terangkai karna
Pengajaran Terangkai anak sibuk dengan memasang puzzle setelah pembelajaran
(Chaining)
Pemberian Bantuan Pemberian bantuan yang dilakukan guru ketika melakukan
(Prompt) intruksi dua dan ketiga, guru memberikan bantuan ke
intruksi ketiga dengan memegang bahu anak sambil
mendekatkan wajah guru, dan bantuan kedua guru
mengarahkan anak untuk mengambil balok lingkaran warna
sesuai intruksi dengan memegang tangan anak
Pemberian Pemberian penghargaan dengan kata “good job” pada anak
Penghargaan dengan senyuman.
(Reward)
85

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI TEMPAT PENELITIAN

Gambar 1. Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.


86

LAMPIRAN 6

DOKUMENTASI FASILITAS SEKOLAH

Gambar 1. Ruangan Kelas Dasar Autis

Gambar 2. Ruangan Musik

Gambar 3. Ruangan Keterampilan


87

Gambar 4. Ruangan Batik

Gambar 5. Perpustakaan

Gambar 6. Ruangan Aula


88

Gambar 7. Ruangan Imtaq

Gambar 8. Ruangan UKS

Gambar 9. Tempat Bermain


89

LAMPIRAN 7

DOKUMENTASI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Gambar 10. Buku Panduan Guru Kurikulum 2013

Gambar 11. RPP Manual Guru Semester 2 Kelas Dasar


90

LAMPIRAN 8

DOKUMENTASI PERSIAPAN SEBELUM PEMBELAJARAN


MENGUNAKAN METODE APPLED BEHAVIOR ANALYSIS (ABA)

A. Persiapan Penggunaan Ruangan

Gambar 12. Kelas Utama Kelas Dasar Autis

Gambar 13. Ruangan Terapi Metode Appled Behavior Analysis (ABA)


91

B. Persiapan Anak

Gambar 14. Senam Pagi Sebelum Masuk Kelas

Gambar 15. Persiapan Anak Sebelum Pembelajaran


92

LAMPIRAN 9

DOKUMENTASI TEKNIK PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN


MENGGUNAKAN METODE APPLED BEHAVIOR ANALYSIS (ABA)

Gambar 16. Bentuk intruksi

Gambar 17. Pemberian Bantuan (Prompt)

Gambar 18. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba (Discret Trial Training)


93

Gambar 19. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)

Gambar 20. Pelaksanaan Mencocokkan (Matching)

Gambar 21. Pelaksanaan Mengurangi Bantuan (Fading)


94

Gambar 22. Pelaksanaan Pembentukan Perilaku (Shaping)

Gambar 23. Pelaksanaan Pengajaran Terangkai (Chaining)


95

LAMPIRAN 10

DOKUMENTASI HASIL PENCAPAIAN ANAK DALAM


PEMBELAJARAN

Gambar 24. Rapor Anak Autis Kelas Dasar


96

LAMPIRAN 11

DOKUMENTASI WAWANCARA PADA NARASUMBER

Gambar 25. Kepada Sekolah SKhN 1 Kendari

Gambar 26. Subjek Guru S

Gambar 27. Subjek Guru R


97

Gambar 28. Siswa yang Sudah Berkembang

Gambar 29. Guru SMPLB Autis


98
99
100

RIWAYAT HIDUP

ANBAR ZUMAYYAH M,, lahir di Kota Kendari,


Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 7 November
1998, anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan
Muhammading Tolla dan Sitti Djamiah Alinadir. Penulis
memasuki pendidikan formal di TK Adiaksa pada tahun
2002 sampai 2004. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan studi di SD Negeri 3 Baruga Kendari dan
tamat pada tahun 2010. Selanjutnya ditahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Swasta
S Kartika Kendari dan tamat pada tahun 2013.
Kemudian pada tahun yang sama juga penulis meneruskan studi di SMK N
Negeri 3
Kendari dan tamat pada tahun 2016. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan
di perguruan tinggi Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi
si Tenggara pada
jurusan S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini pada tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai