SKRIPSI
OLEH
ANBAR ZUMAYYAH M
A1H116067
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
OLEH
ANBAR ZUMAYYAH M
A1H116067
v
ABSTRACT
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi allah SWT yang maha pemberi rahmat
karena hanya berkat rahmat dan taufik-Nya,
taufik Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Penerapan
Penerapan Metode Applied Behavior Analysis (ABA) bagi
Anak Autis dii Kota Kendari”.
Kendari
Pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada ibu Dr. Sitti Rahmaniar Abubakar, S.Pd., M.Pd sebagai
Pembimbing I dan Bapak Dr. Muhamad Safiuddin Saranani, SS., MA sebagai
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberi arahan
dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi
skripsi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pihak
pihak-pihak
pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung membantu dalam penyelesaian skripsi, terutama
kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc selaku Rekto
Rektor Universitas
Halu Oleo Kendari.
2. Dr. H. Jamiludin, M.Hum selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
endidikan Universitas Halu Oleo Kendari.
3. Dr. Salwiah, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan
Anak Usia Dinii Universitas Halu Oleo Kendari.
4. Muamal Gadafi, S.Ag., M.Pd selaku Sekretaris Jurusan
san Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Halu Oleo Kendari.
5. Dosen Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini atas curahan ilmu
pengetahuan yang sangat berguna selama perkuliahan.
6. Staf dan Karyawan Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari yang
selalu meluangkan waktu untuk melayani kelengkapan administrasi pada
mahasiswa.
vii
7. Sri Mulyati, S.Pd., M.Si selaku Kepala Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari, atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
8. Sugira, S.Pd dan Rahayu, S.Pd selaku observer yang telah memberikan
kesempatan dan meluangkan waktunya untuk membantu dalam proses
pengumpulan data.
Teristimewa rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
orang tua tercinta, ibunda Sitti Djamiah Alinadir S.Ag dan ayahanda
Muhammading Tola yang tak henti-hentinya memberikan doa, dukungan dan
kasih sayang, dan saudara-saudaraku Adillah Fauziah, Hadi Fadelullah dan
Muhamad Zulfikar atas doa dan dukungan. Sahabat-sahabatku mahasiswa Jurusan
Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Angkatan 2016 yang namanya tidak
bisa disebut satu persatu, terima kasih atas bantuan, doa dan dukunganya.
Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan,
mendapat balasan dari Allah SWT dan berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
I. Keabsahan data .................................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 38
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 38
1. Deskripsi Data Tempat Penelitian ................................................... 38
2. Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................ 41
3. Deskripsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...................... 44
4. Deskripsi Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan
Metode ABA (Applied Behavior Analysis) ..................................... 44
5. Deskripsi Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis) ........................................................... 46
6. Deskripsi Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas Dasar dalam
Pembelajaran (Rapor) ..................................................................... 56
B. Pembahasan ......................................................................................... 58
1. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode
ABA (Applied Behavior Analysis) .................................................. 58
2. Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA (Applied
Behavior Analysis) ......................................................................... 60
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 74
2. Instrumen Penelitian Penerapan Metode Appled Behavior Analysis
(ABA) bagi Anak Autis di Kota Kendari ................................................. 75
3. Catatan Lapangan.................................................................................... 77
4. Hasil Observasi Penerapan Metode ABA dalam Pembelajaran ................ 81
5. Dokumentasi Tempat Penelitian ............................................................. 85
6. Dokumentasi Fasilitas Sekolah ................................................................ 86
7. Dokumentasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ................................... 89
8. Dokumentasi Persiapan Sebelum Pembelajaran Menggunakan Metode
Appled Behavior Analysis (ABA) ............................................................ 90
9. Dokumentasi Teknik Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan
Metode Appled Behavior Analysis (ABA) ............................................... 92
10. Dokumentasi Hasil Pencapaian Anak dalam Pembelajaran ...................... 95
11. Dokumentasi Wawancara pada Narasumber ............................................ 96
12. Surat Izin Penelitian ................................................................................ 98
13. Surat Keterangan Bukti Penelitian ........................................................... 99
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan baik
dalam aspek pendidikan, perkembangan, pertumbuhan maupun masa depannya
kelak. Perkembangan anak yang baik akan membawa bangsa dan negara menjadi
lebih baik dan bisa memajukan bangsa yang nantinya akan terlahir generasi
manusia yang berkualitas. Dengan kata lain, masa depan bangsa sangat ditentukan
oleh pendidikan yang diberikan kepada anak-anak sejak dini. Pendidikan yang
ditujukan bagi anak-anak sejak usia dini dikenal dengan istilah Pendidikan Anak
Usia Dini atau PAUD. Oleh karena itu, PAUD menjadi sangat penting dan
berharga sekaligus merupakan pondasi bagi pendidikan selanjutnya.
Anak usia dini menurut National Association for the Education Young
Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early childhood”
merupakan anak yang berada pada usia nol sampai dengan delapan tahun. Pada
masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dari berbagai
aspek perkembangan sehingga pada masa ini bisa disebut dengan masa keemasan
atau golden age.
Perkembangan dan pertumbuhan anak sudah tentu semua orang tua
menginginkan anak yang terlahir sempurna dalam hal fisik, cerdas, ceria, santun
dan aktif dalam segala hal. Namun kenyataannya, saat ini tidak jarang ditemui
anak yang berkebutuhan khusus. Keadaan ini sebenarnya bisa ditanggulagi agar
tidak berlarut-larut ketika orang tua dan pendidik PAUD dapat mendeteksi apakah
anak atau peserta didiknya mengalami kelainan khusus atau tidak. Dengan begitu
orang tua atau pendidik PAUD dapat secepatnya ditangani agar mereka dapat
tumbuh dan berkembang secara normal.
Salah satu gangguan pada anak usia dini yang kini mulai menjadi
perhatian orang tua dan pendidik PAUD adalah gangguan autis. Perhatian tersebut
semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya keluhan yang terkait
akibat yang ditimbulkan dari gangguan autis tersebut. Itulah sebabnya, meskipun
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana proses penerapan
metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penerapan metode
ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, adapun manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan mampu memperkaya khazanah keilmuan jurusan Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) mengenai penanganan anak
autis
b. Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat
memperluas dan memperkaya ilmu dalam proses penerapan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang
dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
c. Dapat dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan
pokok permasalahan yang sama serta sebagai bahan masukan bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini mampu memberikan informasi yang akurat seputar anak
autis, sehingga memberikan kemudahan bagi para mahasiswa, dosen, dan
orang tua atau keluarga yang memiliki anak autis khususnya di kelas
dasar.
5
6
7
c. Pola Bermain
Pola Bermain pada anak autis juga tidak sama seperti pola bermain pada anak
umumnya. Anak autis memiliki minat bermain yang terbatas dan sering
menggunakan alat permainan tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti mobil-
mobilan yang seharusnya ditarik atau didorong dalam menggerakkannya, anak
autis menggunakan mobil-mobilan dengan cara memutar-mutar rodanya.
d. Gangguan Sensoris
Gangguan sensoris hampir terjadi pada kebanyakan anak autis. Gangguan
sensoris ini antara lain tidak adanya kepekaan anak autis terhadap rangsangan
yang diberikan atau bahkan sangat peka terhadap sentuhan. Bila mendengar
suara yang keras anak autisme lebih cenderung untuk menutup telinga. Anak
autis bisa mengamuk, jika mendengar suara-suara yang tidak dia sukai, atau
menutup telinga kemudian lari ke sudut ruangan untuk bersembunyi.
e. Perkembangan Terlambat atau Tidak Normal
Perkembangan yang terlambat pada anak autis ini meliputi perkembangan
dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial, dan kognisi. Sedangkan untuk
perkembangan secara fisik anak autis ini sama seperti perkembangan anak
pada umumnya.
f. Penampakan Gejala
Penampakan gejala pada anak autis dapat dilihat dari sejak kecil, biasanya
sebelum usia 3 tahun. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa gejala
autisme baru akan terlihat dan muncul setelah dewasa. Gejala autis yang
tampak sejak lahir atau saat masih kecil adalah dalam bidang perilaku dan
emosi. Perilaku pada anak autisme biasanya memperlihatkan stimulasi diri
seperti menggoyang-goyangkan badan, mengepakkan tangan seperti burung,
berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat TV, dan melakukan gerakan
yang diulang-ulang. Sedangkan gejala pada emosi, terlihat dari anak sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa tawa, menangis tanpa alasan,
sering mengamuk, dan terkadang terlihat menyakiti dirinya sendiri.
11
3. Penyebab Autis
Koegel dan Lazebnik (Suharmini, 2009: 72), mengatakan bahwa penyebab
anak mengalami gangguan autis adalah adanya gangguan neurobiologis.
Berdasarkan penjelasan ini bahwa kelainan yang dialami anak autis disebabkan
ada kelainan dalam neurobiologis atau gangguan dalam sistem syarafnya.
Autis banyak disebabkan oleh gangguan syaraf otak, virus yang ditularkan
ibu ke janin, dan lingkungan yang terkontaminasi zat beracun. Penjelasan tersebut
menegaskan bahwa yang menyebabkan anak mengalami autis terdiri dari
beberapa faktor internal dan juga faktor eksternal (Galih Vskariyanti, 2008: 17).
Penyebab anak dapat mengalami gangguan autis adalah faktor keturunan
atau genetika, infeksi virus dan jamur, kekurangan nutrisi dan oksigen, serta
akibat polusi udara, air dan makanan (Y.Handojo, 2009: 14). Hal ini senada
dengan penjelasan Galih Veskariyanti di atas. Dengan begitu dapat dikatakan anak
yang penderita autis penyebab utamanya yaitu dari faktor internal dan eksternal
yang mana faktor internal dari diri anak itu sendiri di karenakan sistem saraf yang
terganggu serta keturunan dan eksternal yang di sebabkan oleh makanan,
minuman dan kecelakaan yang terjadi saat masa kandungan, persalinan ataupun
basa bayi.
Autis disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini (Sugiarto, 2019: 25),
yaitu:
a. Gangguan susunan saraf pusat, dalam otak anak autis ditemukan adanya
kelainan pada susunan saraf pusat di beberapa tempat. Anak autis banyak yang
mengalami pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII, seharusnya
dilobus VI-VII terdapat banyak sel purkinje, namun pada anak autis jumlah sel
12
Lovaas (Rudy Sutadi, 2000: 45) menjelaskan bahwa sejak tahun 1960
tatalaksana perilaku untuk anak autis dikembangkan dengan menggunakan teknik-
teknik perubahan perilaku, ABA memfokuskan pada strategi untuk mengajar
perilaku sosial, menghilangkan perilaku stimulasi diri, dan mengembangkan
kemampuan bahasa. Galih A Veskarisyanti (2008: 47) mengatakan bahwa metode
ABA menfokuskan penanganan pada anak autis dengan memberikan
reinforcement positif setiap kali anak merespon benar sesuai instruksi yang
diberikan. Reinforcement positif berupa pemberian reward yang disukai anak.
Dalam pelaksanaan metode ABA tidak berlaku hukuman, sehingga ketika anak
salah dalam merespon instruksi maka anak akan mendapatkan reinforcement
negatif yaitu reward tidak diberikan.
Metode ABA yang diterapkan pertama kali oleh Ivar O. Lovaas, sehingga
metode ini lebih sering disebut dengan metode perilaku. Metode ABA merupakan
metode tatalaksana perilaku yang didasarkan pada teori operant conditioning yang
didasarkan pada pengendalian perilaku melalui manipulasi dan hukuman.
Sebelum melakukan pengubahan pada perilaku perlu adanya identifikasi dari
perilaku selanjutnya ditentukan base line dari perilaku yang akan diubah, setelah
base line dapat ditentukan, maka hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemberian
penguat. Penguat dapat diberikan berdasarkan minat atau kesukaan anak yang
16
dapat diketahui dari identifikasi yang telah dilakukan (Lina Widya Hanapy, 2015:
59).
Dengan demikian metode ABA (Applied Behavior Analysis) merupakan
metode terstruktur, terarah, dan teratur dengan yang didasarkan pada teori
“Operant Conditioning” dengan keenam prosedurnya yaitu, mendefinisikan
secara operasional tingkah laku yang akan diubah, menentukan base line, menata
proses perubahan, mengidentifikasi penguat yang potensial, membentuk atau
menguatkan tingkah laku yang diinginkan, memelihara penguatan perilaku, dan
yang terakhir memberikan penguatan sesuai minat dan kesukaannya.
Metode ABA diberikan secara tegas tetapi lembut tanpa kekerasan. Untuk
mempertahankan perilaku yang diharapkan secara konsisten maka perlu adanya
pemberian imbalan yang efektif. Sri Utami Soedarmono (2001: 1) mengatakan
prinsip-prinsip metode ABA adalah sebagai berikut:
a. Memecah setiap keterampilan menjadi bagian-bagian atau langkah-
langkah yang lebih kecil.
b. Diajarkan secara sistematik, terstruktur, dan terukur.
c. Metode pengajaran,
1) Sistem one on one atau satu guru satu murid, satu ruangan,
2) Instruksi spesifik yang jelas, singkat dan konsisten,
3) Berulang-ulang sampai respon tanpa prompting,
4) Dilakukan maintainance dan generalisasi.
a. Perintah
Perintah diberikan secara singkat, jelas, konsisten, diberikan hanya sekali,
tidak diulang-ulang. Perintah singkat, berupa satu kata missal lihat, masukkan,
ikuti, buka dan tunjuk. Perintah konsisten, tidak berubah-ubah dan harus sama
antara yang digunakan di sekolah dan di rumah (pada tahap awal). Hal ini
bertujuan agar anak mudah menangkap dan tidak menangkap makna yang
berbeda, dari perintah tadi.
b. Respons
Anak akan merespon perintah dengan benar, setengah benar, salah, atau tidak
ada respon sama sekali. Tunggu beberapa saat bila respon betul atau setengah
betul pada perintah pertama atau kedua, beri imbalan.
c. Peragaan sebagai bantuan
Anak-anak autis mengalami kesulitan dalam menerima perintah secara penuh,
oleh karena itu perlu bantuan dalam melakukan ketrampilan atau perilaku
yang diinginkan.
d. Mengurangi peragaan
Penggunaan peraga sebagai salah satu bantuan merupakan salah satu cara
untuk merespon yang benar. Namun cara ini biasanya akan menjadi
ketergantungan anak. Oleh karena itu perlu adanya pengurangan peragaan
agar siswa mampu melakukan perintah secara mandiri tidak tergantung pada
peragaan.
e. Menggunakan imbalan
Imbalan digunakan sebagai hadiah bagi siswa yang merespon positif atau
benar dari perintah guru. Biasanya imbalan itu berupa aktivitas positif seperti
pemberian makanan yang disukai siswa, pelukan, dan pujian. Imbalan ini
berfungsi sebagai perangsang siswa dalam melakukan perilaku yang benar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Handojo (2009: 5) yang menyebutkan
bahwa ada beberapa teknik dalam persiapan sebelum melaksanakan pembelajaran/
terapi dengan metode ABA, yaitu dalam terapi harus memperhatikan ruangan
terapi dan persiapan anak. Penggunaan ruang terapi dan persiapan anak dapat
dijelaskan sebagai berikut:
21
a. Ruangan Terapi
Ruangan yang digunakan dalam terapi harus ruangan khusus bebas
intraksi. Ruangan yang digunakan tidaklah terlalu luas berkisar 1,5 x 1,5 m²
sampai dengan 2 x 2 m². Karena jika terlalu luas maka anak akan lebih leluasa
untuk bergerak dan susah untuk dikontrol. Ruangan ini memerlukan 3 kursi
untuk 2 terapis dan 1 kursi untuk duduk anak berhadapan, membutuhkan meja
belajar, rak untuk alat atau bahan perlengkapan, lemari penyimpanan alat/
bahan yang tidak terjangkau anak, alat peraga, jadwal anak, jadwal terapis,
lembar rencana pelajaran, lembar penilaian, alat-alat tulis, dan reward.
Ruangan terapi sebaiknya dibuat kedap suara, sehingga suara dari luar
tidak mendistraksi anak. Sebaliknya suara terapis tidak mengganggu suasana
di luar ruangan terapi. Di dalam ruangan juga harus memiliki penerangan yang
cukup, ventilasi dan suhu ruangan yang nyaman, dan sebaiknya menghindari
hiasan dinding yang mencolok. Idealnya dalam ruangan juga terdapat alat
bantu pengamat seperti adanya kamera yang dihubungkan dengan monitor ke
luar ruangan, sehingga orang yang berada di luar ruangan dapat melihat
bagaimana proses penanganan terhadap anak dan respon atau perilaku-
perilaku yang dimunculkan anak, serta alat pengamat ini dapat digunakan
sebagai perekam kejadian yang nantinya dapat digunakan terapis dalam
mengamati ulang bagaimana perilaku anak dan dapat digunakan sebagai bahan
pelengkap evaluasi.
b. Persiapan Anak
Untuk mendapatkan keberhasilan terapi maka perlu diperhatikan
kemampuan awal anak. Dalam hal ini perlu diperhatikan terkait kepatuhan dan
kontak mata pada anak. Kepatuhan dan kontak mata merupakan pintu masuk
dalam metode ABA. Kepatuhan akan terbentuk ketika anak diperlakukan
dengan motivasi, imbalan, dan kasih sayang yang hangat. Sekaligus hal ini
membuat anak senang berada di dekat terapis dan mudah membuat kontak
mata yang konsisten.
22
Pencatatan hasil dari siklus ini adalah yang pertama dicatat dengan hasil P,
karena masih memerlukan dorongan (prompt). Hasil dari siklus ke-2 dicatat juga
sebagai P karena masih ada dorongan (prompt). Hanya siklus ke- 3 yang diberi
nilai A, yang berarti anak mampu melakukan apa yang diinstruksikan secara
mandiri. Apabila dapat dicapai siklus ke- 3 secara berturut-turut sebanyak 3 kali,
24
tanpa diselingi siklus pertama dan kedua, maka tercapailah keadaan mastered. Jika
anak tiga kali berturut-turut mendapat nilai A, maka materi yang diberikan dapat
dihentikan, dan program terapi tersebut dapat dimasukkan ke dalam program
pemeriharaan (maintenance).
c. Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)
Discrimination Training merupakan teknik yang digunakan untuk melabel
atau mengidentifikasi untuk mengenal huruf-huruf, warna , bentuk, atau orang.
Untuk meyakinkan bahwa anak benar-benar mengenali hal yang diajarkan secara
konsisten, diperlukan adanya pembanding. Apabila kita yakin anak dapat
mengidentifikasi hal tersebut tanpa ragu, maka kita yakin bahwa anak telah benar-
benar mengenalnya.
Handojo (2009: 11) menjelaskan bahwa ada empat langkah dalam
melakukan pengenalan pada teknik Discrimination Training yaitu:
Langkah ke- 1 letakkan objek dititik tengah meja dan instruksikan
“pegang….(nama objek)!”
Langkah ke -2 acaklah penempatan objek ke segala arah dan berikan
instruksi yang sama
Langkah ke- 3 sertai dengan objek pembanding dan letakkan di tengah
meja
Langkah ke -4 acaklah kedua objek kesegala arah
Pelaksanaan Discrimination Training dilaksanakan dari hal yang
sederhana terlebih dahulu sama halnya dengan memecah keterampilan menjadi
item-item yang paling kecil. Dalam penerapan Discriminatin Training atau yang
biasa disebut dengan DT ini subjek diajarkan dengan satu benda/ objek terlebih
dahulu, setelah subjek menguasai baru berlanjut kepada pemberian objek
berikutnya sebagai pembanding.
25
d. Mencocokkan (Matching)
Matching merupakan teknik menyamakan/ mencocokkan obyek yang satu
dengan yang lain, yang dapat dipakai sebagai pemantap identifikasi maupun
sebagai permulaan latihan identifikasi. Matching juga dilakukan beberapa tahap
menurut handojo (2009: 11) yaitu:
Tahap ke- 1 letakkan satu objek di atas meja dan berikan satu objek
yang sama kepada anak
Tahap ke- 2 letakkan beberapa objek (berbeda) di atas meja dan berikan
objek kembarannya satu persatu kepada anak, berikan instruksi
yang sama.
Tahap ke- 3 letakkan beberapa objek di atas meja dan berikan sejumlah
objek kembarannya kepada anak untuk disamakan. Biarkan dia
memilih sendiri jenis objek yang akan disamakan. Apabila terjadi
kesalahan jangan langsung diperbaiki, tapi berikan kesempatan
kepada anak untuk menyadari sendiri kesalahannya.
Tahap ke- 4 letakkan beberapa objek di atas meja dan berikan sejumlah
objek kembarannya kepada anak untuk disamakan. Gunakan timer
untuk mengukur kecepatan anak dalam menyamakan dan catat
berapa kali anak melakukan kesalahan.
kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di tiga sekolah yaitu SLB Bina Anggita,
SLB Fajar Nugraha, dan SLB Citra Mulia Mandiri. Pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara dengan pihak terkait, dan analisis dokumen. Data
yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis kemudian data disajikan dalam
bentuk teks naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode
ABA yang diterapkan di SLB Bina Anggita, SLB Fajar Nugraha, dan SLB Citra
Mulia Mandiri terdapat keanekaragaman. Keanekaragaman dari segi proses
terlihat dari persiapan ruangan yang tidak sama yaitu disekolah Bina Anggita satu
ruangan ditempati oleh dua siswa dengan kondisi ruangan mudah terdistraksi dari
luar, Fajar Nugraha satu ruangan ditempati dua siswa dan ruangan sudah cukup
sesuai yaitu tidak terdistraksi dari luar, dan SLB Citra Mulia Mandiri dalam satu
ruang besar terdapat empat anak dengan kelainan yang berbeda. Keanekaragaman
juga terlihat dari penerapan metode ABA, proses pelaksanaan sampai pada
penilaian dan evaluasi yang dilaksanakan, sehingga berpengaruh pada perilaku
yang dihasilkan anak. Relevansinya dari penelitian yang saya lakukan bahwa
penerapan metode ABA memiliki persiapan dan teknik penerapan yang di
terapkan pada anak autis kelas dasar mulai dari persiapan ruangan sampai pada
pengahagaan yang diberikan oleh guru terhadap anak.
Penelitian yang ditulis oleh Fitri Rahayu (2014) dengan judul skripsi
“Kemampuan Komunikasi Anak Autis dalam Interaksi Sosial (Kasus Anak Autis
di Sekolah Inklusi, SD Negeri Giwangan Kotamadya)”. Penelitian ini
mengunakan terapi perilaku atau (ABA), jenis Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian merupakan
siswa kelas IV dengan gangguan autisme. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menjelaskan mengenai bentuk kemampuan komunikasi yang
dapat dilakukan anak autis, serta kemampuan komunikasi anak autis ketika
melakukan interaksi sosial di SDN Giwangan Yogyakarta. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk kemampuan komunikasi yang dapat dilakukan AS
saat interaksi sosial berupa komunikasi satu arah dari peneliti ke subjek. AS sudah
bisa menulis dan membaca tetapi kemampuan AS dalam memahami bahasa tulis
dalam komunikasi masih kurangwalaupun sudah dapat berbicara, membaca, dan
28
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan
metode kualitatif. Hamid Darmadi (2011: 7), menjelaskan bahwa, “penelitian
deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau
penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan
sehubungan dengan suatu subjek penelitian pada saat ini”.
Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran
atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadapi
objek yang diteliti (Ronny Kountur, 2004: 105). Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Suharmini Arikunto (2005: 234) bahwa penelitian deskriptif merupakan
“penelitian bukan eksperimen karena tidak dimaksudkan untuk mengetahui akibat
dari suatu perlakuan.”
Metode penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang
penerapan proses metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di
kelas dasar tepatnya di SKhN 1 Kendari. Informasi yang diperoleh dengan
pendekatan ini disusun dengan uraian catatan berbentuk naratif, direduksi,
dirangkum dan dipilih pola yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan data yang bersifat
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan penerapan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) bagi anak autis di kelas dasar. Dalam penelitian ini, subjek
penelitian tidak mendapatkan perlakuan oleh peneliti. Peran peneliti hanyalah
mengamati dan menghimpun informasi dan mendeskripsikan secara mendalam
dari berbagai sumber mengenai penggunaan metode ABA di kelas dasar, sehingga
pada akhirnya peneliti dapat menggambarkan dan memaknai temuan hasil
penelitian tentang penerapan metode ABA di sekolah tersebut.
29
30
B. Setting Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada salah satu sekolah luar biasa di kota
kendari yaitu Sekolah Khusus Negeri 1 Kendari yang beralamatkan di Jl. Sao-Sao,
Kel. Bende, Kec. Kadia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Khususnya kelas
dasar SDLB autis. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada semester Genap,
tahun ajaran 2019/2020.
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul dan latar belakang dalam penelitian ini maka fokus
penelitian adalah
1. Tempat penyelengaraan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak
autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari.
2. Aktor atau yang berperan (guru) dalam penerapan metode ABA (Applied
Behavior Analysis) bagi anak autis di Kota Kendari yang dilaksanakan di
Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari.
3. Teknik penggunaan metode ABA (Applied Behavior Analysis) bagi anak autis
di Kota Kendari yang dilaksanakan di Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1
Kendari.
wawancara. Sehingga dalam hal ini peneliti sebagai pelopor dalam melakukan
penelitian.
Table 3.1 Kisi-Kisi Pedoman Instrumen Penerapan Metode ABA (Applied
Behavior Analysis) Bagi Anak Autis di Kota Kendari
Jumla
Variabel Komponen Indikator
h butir
Penerapan Data tempat Data tempat penelitian 4
metode dan Subjek 1. Fasilitas sekolah
ABA Penelitian 2. Media pembelajaran
(Applied penerapan 3. Jumlah guru
Behavior metode 4. Jumlah siswa
Analysis) ABA
bagi anak (Applied Subjek penelitian guru 2
autis di Behavior 1. Identitas guru
Kota Analysis) 2. Pengalaman mengajar guru dalam metode
Kendari bagi anak ABA (Applied Behavior Analysis)
autis di
SKhN 1 Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 1
Kendari
Hasil pencapaian anak autis kelas dasar dalam
pembelajaran (Rapor) 1
Total 19
35
berdasarkan dari hasil analisis data yang berasal dari observasi, wawancara,
dokumentasi, catatan lapangan dan hal-hal lain yang didapatkan pada saat
melaksanakan kegiatan di lapangan.
Dalam analisis data kualitatif keempat langkah tersebut saling berkaitan.
Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada saat pengumpulan data dan
setelah data terkumpul. Artinya, sejak awal data sudah mulai dianalisis, karena
data akan terus bertambah dan berkembang. Jadi ketika data yang diperoleh belum
memadai atau masih kurang dapat segera dilengkapi.
Penelitian ini berusaha mengambarkan proses penerapan metode ABA
(Applied Behavior Analysis) bagi anak autis di kelas dasar di Sekolah Khusus
Negeri (SKhN) 1 Kendari dari proses pengajaran sampai dengan evaluasi dan
hasil yang diperoleh setelah pelaksanaan pembelajaran. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskripsi. Analisis data
penelitian kualitatif dimulai sejak awal terjun di lapangan sampai penulisan
laporan. Diharapkan data-data yang terkumpul dapat lengkap sesuai yang
diharapkan oleh peneliti.
I. Keabsahan Data
Untuk menentukan mengenai keabsahan data, diperlukan teknik
pemeriksaan. Data yang telah dikumpulkan, diklarifikasi sesuai dengan sifat
tujuan penelitian untuk dilakukannya pengecekan kebenaran melalui teknik
triangulasi. Nasution (2003: 12) menjelaskan bahwa teknik triangulasi merupakan
salah satu cara dalam memperoleh data atau informasi dari satu pihak yang harus
dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber data lain,
misalnya dari pihak kedua, ketiga, dan seterusnya dengan menggunakan metode
yang berbeda-beda.
Menurut Lexy Moleong (2005: 330-331) ada berbagai jenis triangulasi :
1. Triangulasi sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif.
37
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penelitian mengambil data tentang
penerapan metode ABA (Applied Behavior Analysis) yang dilaksanakan di
Sekolah Khusus Negeri (SKhN) 1 Kendari, mengunakan teknik observasi,
wawancara dan studi dokumentasi sehingga dapat memperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Deskripsi Data Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil data tempat penelitian berdasarkan teknik
pengumpulan data, pengambilan data secara langsung di tempat penelitian
dengan bukti dokumentasi, yang dimana data yang diambil mengenai fasilitas
sekolah, media pembelajaran, jumlah guru dan jumlah siswa yang
berkontribusi dalam pembelajaran siswa khususnya untuk anak autis. Untuk
lebih jelasnya, peneliti menguraikan data tempat penelitian melalui tabel
sebagai berikut:
a. Fasilitas Sekolah
Tabel. 4.1 Fasilitas Sekolah Beserta Keteranganya
No Tempat Ket
1. Ruangan Kelas Ruangan kelas tersendiri sesuai dengan
ketunaan masing-masing.
2. Perpustakaan Ruangan perpustakaan merupakan tempat
tersimpanya bahan ajar untuk siswa maupun
guru.
3. Ruangan Musik Ruangan musik yang didalamnya terdapat
alat musik elekton, pengeras suara dan
mikrofon.
4. Ruangan Keterampilan Ruangan keterampilan terdapat peralatan
menjahit sehingga guru maupun siswa dapat
belajar keterampilan khususnya dalam
bidang menjahit.
5. Ruangan Batik Ruangan batik terdapat peralatan membatik
dengan teknik kuas dan jiprat yang sudah
dapat memproduksi dan dipakai.
38
39
meronce, balok, dan permainan lainnya. Dari media yang digunakan lebih
dominan permainan anak usia dini.
Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran autis lebih
dominan berbahan plastik dan berbahan keras di karenakan anak autis sering
menjilat dan mengigit media yang diberikan, selain itu media pembelajaran
sangat berpengaruh dengan metode pembelajaran ABA karna metode tersebut
sangat bergantung dengan media pembelajaran.
c. Jumlah Guru
Data jumlah guru keseluruhan di SKhN 1 Kendari berjumlah 10 guru
pengajar yang dimana 3 PNS dan 7 non PNS dengan masing-masing kelas
ketunaan, sedangkan guru autis berjumlah 3 guru, yang dimana 1 guru SMP
dan SMA, dan 2 guru SD. Penerapan metode ABA dilakukan oleh guru SD
sedangkan guru SMP dan SMA lebih menerapkan metode pengajaran seperti
pada membelajaran umum, kecuali anak mengalami kesulitan. Jadi penerapan
metode ABA diterapkan oleh 2 guru sekolah dasar.
d. Jumlah Siswa
Data jumlah siswa autis yang di dapatkan berjumlah 28 siswa yang
dimana 1 siswa SMA, 4 siswa SMP, dan 23 siswa SD, sedangkan jumlah
siswa kelas dasar usia 7-8 tahun sebanyak 4 siswa. Sedangkan siswa yang
aktif kurang lebih 15 siswa saja, dari wawancara penyebabnya karena banyak
siswa yang izin dan juga disesuaikan dengan kemauan orang tua, sehingga
pihak sekolah maupun guru tidak bisa berbuat banyak.
Untuk siswa kelas dasar usia 7-8 tahun berjumlah 4 siswa yang dimana
guru S mempunyai 2 siswa laki-laki yang keduanya berusia 8 tahun dan guru
R mempunyai 1 siswa laki-laki dan 1 siswa perempuan yang keduanya juga
berusia 8 tahun.
41
metode ABA di jadikan satu dalam pelajaran lain (akademik). Dalam ruangan
khusus terdapat 2 meja pendek untuk 2 guru kelas dan media pembelajaran
seperti puzzle, meroce, balok dan media lainnya yang digunakan untuk
penerapan metode ABA . Sedangkan ruangan utama seperti kelas pada
unumnya yang memiliki meja siswa dan guru , bangku siswa dan guru , papan
tulis, lemari, karpet dan trampolin.
Tabel 4.3 Persiapan Penggunaan Ruangan Tentang Penerapan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis)
Persiapan
Jumlah Ket
Ruangan
Ruangan 1 Ruangan Ruangan utama/kelas berbentuk seperti kelas
utama/kelas pada umumnya an juga tertata seperti kelas
SD hanya jumlah bangku yang tidak banyak
Ruangan 1 Ruangan Ruangan khusus ini berbeda dengan ruangan
khusus kelas karna ukuran lebih kecil yang di
penerapan sesuaikan dengan metode ABA 2 m x 3 cm
metode ABA
Media Lebih dari 20 Media pembelajaran yang ada seperti puzzle,
pembelajaran Media meronce, kertas gambar, balok dan media
lainya. Media pemebelakaran lebih dominan
pada puzzle (huruf, angkah, gambar)
Lemari 2 Lemari Lemari terdapat di ruang kelas dan ruangan
khusus
Bangku 5 Bangku Bangku hanya terdapat di ruangan kelas
Meja 7 Meja 5 Meja berukuran sedang diruangan kelas dan
2 meja pendek di ruangan khusus.
Karpet 3 Karpet 2 terdapat di ruang kelas dan 1 karpet di
ruangan khusus
Alat tulis dan Sesuai jumlah Alat tulis dan mengambar di siapkan untuk
mengambar siswa setiap siswa jadi anak tidak perlu membawa
alat tulis dan mengambar terkecuali anak
tersebut memang ingin membawa sediri.
Trampoline 1 Trampolin Trampolin terdapat di ruangan kelas
46
b. Persiapan Anak
Persiapan anak yang dilakukan sekolah sebelum memulai
pembelajaran yaitu sekolah melakukan aktifitas di luar kelas, seperti upacara,
senam, berjalan-jalan di lingkungan sekolah dan lain sebagainya. Ada hari
tertentu juga anak melakukan aktifitas di ruangan kesenian seperti bermain
musik, membatik, menjahit dan keterampilan lainya.
Kegiatan yang sering dilakukan anak saat observasi dilakukan yaitu
dari hari senin, selasa, rabu dan jumat selalu di dahului dengan apel pagi
kecuali hari kamis melakukan aktifitas senam pagi yang di bimbing langsung
oleh wali kelas masing-masing dengan sistem semua warga sekolah
melakukan bersama-sama. Setelah melakukan aktifitas apel pagi dan senam
pagi barulah siswa masuk di kelasnya masing-masing terkecuali di hari jumat
melakukan imtaq bersama-sama yang di bimbing langsung guru agama dan
wali kelasnya masing-masing.
Persiapan anak yang seharusnya dilakukan sesuai dalam prosedur
dengan mempersiapkan kontak mata dan kepatuhan dilakukan setelah
melakukan aktifitas diluar kelas. Biasanya persiapan anak dilakukan secara
otomatis ketika terapi metode ABA berlangsung, yang terlihat jelas ketikan
pelaksanaan bentuk uji coba (discret trial training) karna pelaksanaannya
banyak memberikan intruksi yang membuat anak fokus pada guru dan patuh
pada intruksi yang diberikan.
Intruksi tidak jauh berbeda yang dilakukan oleh guru R terlihat pada
tabel intruksi pertama guru memberikan intruksi Lihat! lingkaran hi? (sambil
menunjuk lingkaran hijau) dan Anak merespon dengan menyebut lingkaran
hitam, kemudian sedikit tambahan dari intruksi kedua Menyebut nama anak,
Lihat! lingkaran hi? (sambil menunjuk lingkaran hijau) dan Anak mulai
merespon tetapi hanya menyebutkan hijau, selanjutnya intruksi ketiga sama
dengan intruksi kedua Menyebut nama anak, Lihat! lingkaran hi? (sambil
menunjuk lingkaran kuning dengan nada tegas) dan Anak baru merespon
dengan menyebut lingkaran hijau meskipun tidak begitu jelas
b. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba (Discret Trial Training)
Pelaksanaan discret trial training (DTT) yang di terapkan sesuai
dengan skematis menurut Handojo (2009: 98) yaitu siklus penuh, siklus tidak
penuh dan siklus pendek sesuai dengan tingkat kemampuan anak semakin
sering anak di berikan DTT semakin pendek siklus yang di berikan dan anak
juga semakin cepat mendapatkan imbalan (pujian) dan sebaliknya ketika anak
belum bisa merespon, guru harus memberikan bantuan (prompt) dan segera
memerikan imbalan (pujian).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada guru kelas siklus
penuh biasanya diterapkan untuk pemberian instruksi pada materi yang baru
diajarkan kepada anak, siklus tidak penuh di terapkan guru untuk instruksi
materi yang pernah diajarkan akan tetapi anak masih membutukan bantuan
(prompt) , sedangkan siklus pendek ini biasanya diterapkan untuk materi yang
sudah dikuasai anak dan dipraktikkan ulang untuk mengetahui apakah anak
masih paham dengan materi tersebut. Penerapan metode ABA untuk anak
autis kelas dasar selalu memgambil ketiga siklus tersebut karna masih masa
pengenalan, penerapan siklus juga berjalan dengan otomatis tergantung respon
anak.
1) Subjek Penelitian Guru S
Penerapan discret trial training pada guru S berdasarkan hasil
wawancara bahwa siklus yang diterapkan kepada anak disesuaikan
berdasarkan kemampuan anak dalam memahami perintah, sehingga dalam
49
Pengajalan toilet training juga diajarkan pada kedua guru pada anak
seperti buang air yaitu guru mengajak anak ke toilet kemudian melepaskan
celana di dalam toilet, kemudian anak diminta jongkok diatas kloset, setelah
anak buang air, guru mengajarkan anak untuk mengambil air dari gayung,
kemudian menyiramkannya ke toilet tiga kali setelah itu anak diajarkan
memakai celana, setelah itu anak cuci tangan dan diajak kembali kedalam
kelas.
h. Pemberian Bantuan (Prompt)
Pemberian bantuan (prompt) dilakukan oleh guru sendiri tanpa dibantu
oleh prompter. Dalam pemberian bantuan biasanya guru melakukannya
dengan memegang anggota tubuh anak seperti tangan, bahu dan kepala. Selain
dengan memegang anggota tubuh anak, guru memberi bantuan dengan cara
tangan anak diarahkan ke benda yang dimaksudkan oleh guru.
1) Subjek Penelitian Guru S
Berdasarkan dari pengamatan dalam pemberian bantuan pada guru S
yaitu dengan cara guru memengang bagian tubuh anak, jika instruksi yang
diberikan tidak dapat dilakukan oleh anak. Seperti ketika guru S memberikan
materi yang baru dan dianggap sulit untuk anak maka guru memberi bantuan
dengan memegang tangan anak, jika materi yang diajarkan oleh guru sudah
diketahui anak dan anak sebenarnya sudah bisa, akan tetapi anak mengalami
kesalahan dalam melaksanakan instruksi maka guru mengingatkan anak
dengan cukup “berdehem” atau menyebut nama anak dan anak paham jika
yang dilakukan salah, tidak lupa dari kebiasaan atau cirri khas guru S ketika
memberikan instruksi dia selalu memetikkan jarinya agar anak bisa fokus pada
guru dan instruksi.
2) Subjek Penelitian Guru R
Pemberian bantuan yang dilakukan guru S juga dilakukan oleh guru R
yaitu ketika memberikan materi sulit untuk anak, guru memegang tangan anak
dengan membantunya sesuai dengan intruksi yang diberikan sampai anak
mampu dan tidak lagi diberi bantuan. Pemberian bantuan yang yang menjadi
cirri khas dari guru S menatap mata anak sambil memegang anggota tubuhnya
56
sesuai intuksi, apa bila intuksi berbicara guru selalu memegang dagu anak dan
ketika kegitan motorik guru selalu mencolek bahu atau paha anak.
i. Pemberian Penghargaan (Reward)
Pemberian reward kepada anak, dari kedua guru yang menjadi
subjek penelitian tidak ada perbedaan dalam pemberian penghargaan kepada
anak, hanya pemberian reward yang bervariasi. Seperti guru S yang
memberikan reward terkadang bertepuk tangan dengan anak atau “tos” dan
juga biasa mengucapkan kata “iya bagus” atau “pintar” pada anak. Sama
dengan guru R memberikan reward pada anak yang bervariasi yaitu dengan
mengucapkan “iya good” atau “good job” dan biasa memberikan penghargaan
dengan kalimat pujian. Dari wawancara yang didapatkan oleh kedua guru
pemberian penghargaan atau reward tidak berupa makanan karna ditakutkan
anak tidak cocok dan anak ketagihan dengan makan tersebut, yang kita tau
bersama bahwa anak autis tidak sembarang dalam mengkonsumsi makanan.
6. Deskripsi Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas Dasar dalam Pembelajaran
(Rapor)
Pencapaian anak dalam pembelajaran pastinya dapat melalui
penilaian setiap hari dan evaluasi yang dilakukan di setiap semesternya.
Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti, hasil pencapaian anak
dirangkum menjadi satu dalam satu buku yaitu Rapor. Adapun penilaian yang
harus dicapai anak autis kelas dasar sesuai kompetensi yaitu:
a. Penilaian Sikap
Penilaian sikap yang dapat dinilai guru untuk anak autis yaitu sikap
spiritual dan sikap sosial. Berdasarkan data yang didapatkan oleh guru, Sikap
spiritual yang dapat dinilai pada anak autis kelas dasar yaitu kegiatan anak
berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran, kegiatan belajar agama pada setiap
hari jumat yang dimana belajar tata cara solat dan kegiatan agama lainya,
sedangkan sikap sosial yang dapat dinilai pada anak autis kelas dasar yaitu
kemampuan berkomunikasi sesama teman baik saling sapa maupun bermain
bersama karna kita ketahui anak autis kelas dasar masih sulit untuk
berkomunikasi dengan baik.
57
anak autis sakit kemungkinan sehat butuh waktu 2 kali dari anak normal
sedangakan ijin biasanya karna anak mengikuti terapi atau tidak ada
pengantar.
B. Pembahasan
1. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode ABA
(Applied Behavior Analysis)
a. Persiapan Ruangan
Persiapan sebelum pelaksanaan metode ABA untuk anak autis awal
ada dua yang perlu diperhatikan yaitu persiapan ruangan dan persiapan anak.
Persiapan ruang terapi yang ideal untuk melakukan metode ABA tidaklah
terlalu luas yaitu berkisar 1,5 m x 1,5 m atau 2 m x 2 m, karena jika terlalu
luas maka anak akan lebih leluasa dalam bergerak dan susah untuk dikontrol
oleh guru. Dalam satu ruangan ditempati oleh satu anak dan diusahakan
ruangan tidak terdistraksi dari luar. Hal ini betujuan agar dalam memberikan
tatalaksana perilaku atau pengubahan perilaku kepada anak dapat diterima
anak secara maksimal dan anak tidak mudah terpengaruh oleh hal lain selain
guru yang mengajarnya. Ruangan yang ideal menurut Handojo (2009: 5)
“Di dalam ruangan perlu dipersiapkan peralatan yang sekiranya
dibutuhkan oleh guru selama proses metode ABA berlangsung
seperti kursi dan meja yang cukup untuk dua orang, papan jadwal
untuk mengetahui materi apa yang akan diajarkan atau yang telah
diajarkan kepada anak, serta adanya tempat untuk menyimpan media
yang diperlukan selama proses terapi atau pembelajaran
berlangsung”.
guru untuk satu instruksi pada tahap awal harus konsisten/ajeg tidak berubah
sampai akhir.
Instruksi yang diberikan oleh guru nantinya akan menimbulkan
respon yang memiliki tahapan yaitu benar, setengah benar, salah, atau bahkan
tidak merespon sama sekali. Jika dalam memberikan respon terhadap suatu
instruksi ternyata anak merespon salah maka berikan umpan balik dengan
lisan “tidak”, kemudian berikan instruksi ulang dan jika masih salah sampai
pada instruksi ketiga maka berikan bantuan yang biasa disebut dengan bantuan
(prompt) dan jika anak benar maka berikan imbalan (reward).
Berdasarkan dari data yang didapat dibandingkan dengan prinsip
pelaksanaan metode ABA seharusnya maka pemberian instruksi dalam
penerapan pembelajaran masih perlu adanya pembenahan, guru masih terlihat
memberikan perintah yang berbeda-beda dalam menginstruksikan sesuatu
yang sama. Seperti contoh ketika anak diminta mengerakan anggota badan,
instruksi guru yang pertama “lihat! tirukan” kemudian ketika anak belum
mampu merespon, guru memberi instruksi yang kedua dengan”…..(menyebut
nama anak) lihat! tirukan” ketika instruksi kedua anak juga belum merespon
maka guru memberi instruksi yang berbeda lagi meskipun perbedaan ini tidak
disadari oleh guru. Pada tahap instruksi ketiga ini ketika anak belum mampu
merespon maka guru memberikan bantuan (prompt).
Pemberian instruksi yang berbeda-beda meskipun tidak disadari ini
akan berpengaruh pada kepahaman anak pada suatu perintah, dan
menyebabkan terjadinya ketidak sesuaian antara penerapan dengan prosedur
yang seharusnya diberikan metode ABA harus secara konsisten/ajeg. Tetapi
meskipun begitu, prosesnya masih sesuai dengan yang seharusnya dilakukan
saat guru memberikan intruksi dan bisa tercapai tujuan dari pembelajaran
melalui metode ABA.
Bentuk intruksi yang diberikan dari kedua guru tidak jauh berbeda.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Guru S menerapkan bentuk
intruksi sesuai dengan kebutuhan anak dengan intruksi yang jelas dan
konsisten. Hanya mempunyai ciri khas dari pemberian intruksi yaitu selalu
62
guru S menerapkan uji coba (discret trial training) sesuai dengan kebutuhan
anak mulai dari siklus penuh, siklus tidak penuh dan siklus pendek dengan
intruksi yang jelas dan konsisten. Hanya mempunyai ciri khas dari pemberian
intruksi yaitu selalu mengawali dengan memetik jari. Sedangkan guru R
menerapkan bentuk intruksi kepada anak sama dengan guru S yang dimana
menyesuaikan dengan kemampuan anak mulai dari siklus penuh, siklus tidak
penuh dan siklus pendek. Ciri khas guru S dari pemberian intruksi selalu
menyentuh tubuh anak untuk mengambil perhatian setelah intruksi. Jadi
pemberian bentuk intruksi yang diberikan kedua guru sesuai dengan metode
intruksi ABA hanya menambahkan ciri khas dari masing-masing guru.
c. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi (Discrimination Training)
Pelaksanaan pelatihan diskriminasi (discrimination training)
digunakan untuk melabel atau mengidentifikasi dengan empat langkah yang
diterapkan yaitu :
Langkah ke 1 => letakkan objek dititik tengah dengan meja dan
intruksikan “pegang……….. (sambil menyebutkan objek)”!
Langkah ke 2 => acak penempatan objek kesegala arah dan berikan
instruksi yang sama
Langkah ke 3 => sertai dengan objek pembanding dan letakkan
ditengah meja
Langkah ke 4 => acak kedua objek kesegala arah
Pelaksanaan pelatihan diskriminasi (discrimination training) di sekolah
tempat pengambilan data, penelitian dilaksanakan dengan melalui lima tahap
yaitu : mengenalkan gambar yang akan diajarkan terlebih dahulu kepada anak,
setelah guru mengenalkan nama benda kemudian anak diminta menunjuk
benda. Setelah itu untuk tahap ketiga sampai lima guru menerapkan seperti
langkah pelatihan diskriminasi (discrimination training) diatas yang ada pada
pembelajaran metode ABA, yaitu dengan meletakkan objek tunggal dititik
tengah kemudian mengacak dan terakhir meletakkan objek pembanding.
Pelatihan mengidentifikasi juga disesuaikan dengan kemampuan anak, ketika
pembelajaran yang diberikan pada anak masih baru, maka diberikan 5 tahap
sedangkan pembelajaran yang sudah diberikan untuk tujuan memperkuat
pengetahuan anak, guru memberikan 4 tahap sesuai langkah metode ABA
64
pembelajaran perilaku yang baik dan kebiasaan yang baik untuk diterapkan
oleh anak sesuai tingkat kemampuanya.
g. Pelaksanaan Pengajaran Terangkai (Chaining)
Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) merupakan proses
menguraikan perintah dalam pengajaran satu perilaku yang kompleks, yang
dipecah menjadi aktifitas-aktifitas kecil yang disusun menjadi suatu rangkaian
secara berurutan. Tahapan Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) ini
sudah dilaksanakan di tempat pengambilan data yaitu memecah tahapan
aktifitas yang akan diajarkan menjadi tahapan-tahapan sederhana. Meskipun
dalam tahap Pelaksanaan pengajaran terangkai (chaining) ini tidak terlepas
dari pemberian bantuan (prompt).
Dalam proses pelaksanaan pembelajaran tidak jarang akan timbulnya
masalah. Masalah akan sering muncul terutama dari dalam diri anak. Sehingga
guru akan lebih mudah dan sering mengalami kesulitan dan materi yang telah
direncanakan dan diprogramkan dapat tidak tercapai. Dalam menghadapi
masalah yang muncul pada diri anak terkait dengan pembelajaran, masing
masing guru memiliki pendapat dan cara yang berbeda-beda. akan tetapi guru
dalam penelitian ini akan membiarkan anak ketika anak sudah mulai tidak
konsentrasi dan tidak mau diajak belajar, karena jika dipaksakan akan
percuma dan anak akan lebih menentang dan mengamuk. Dalam pengajaran
metode ABA, meskipun metode ABA tegas tetapi tidak memaksakan pada
anak, sehingga guru harus memperhatikan itu semua. Takutnya anak jadi tidak
mau belajar karna pemaksaan dalam proses belajar.
h. Pemberian Bantuan (Prompt)
Bantuan (prompt) merupakan bentuk bantuan atau arahan yang
diberikan oleh cotherapist/prompter kepada anak untuk melakukan suatu
perintah jika anak tersebut belum mampu melakukannya. Bantuan (prompt)
yang diberikan bisa berupa suatu gerakan yang mengarah kepada anak
langsung,atau hanya berupa gerakan yang mengarah kepada instruksi.
Pemberian Bantuan (prompt) oleh tempat pengambilan data, sudah
sama sebagaimana prosedur Bantuan (prompt) yang harus diberikan kepada
68
anak ketika mendapatkan instruksi yaitu guru memegang tangan anak atau
bahkan guru hanya menunjuk benda yang dimaksud agar anak mengarahkan
tangannya untuk mengambil benda tersebut. Meskipun Bantuan (prompt)
sudah diberikan oleh guru akan tetapi frekuensi dan waktu pemberian Bantuan
(prompt) ini masih berubah-ubah, yang kadang diberikan setelah tiga kali
instruksi, dan tidak jarang lebih dari tiga kali instruksi, guru baru memberikan
Bantuan (prompt).
i. Pemberian Penghargaan (Reward)
Pemberian penghargaan (reward) merupakan imbalan penguat dari
perilaku agar anak mau melakukan apa yang diperintah dan menjadi mengerti
pada konsep yang diajarkan. Menurut Pamuji (2007:43) imbalan yang
diberikan kepada anak ada tiga aturan dasar yaitu :
1) Imbalan harus tergantung pada perilaku yang dimunculkan anak
dan harus segera diberikan setelah anak merespon instruksi
dengan benar
2) Pemberian imbalan harus dilakukan secara konsisten, harus
diberikan
dengan cara yang sama dan bersamaan dengan perilaku yang
sama pada setiap saat
3) Imbalan harus jelas, dan tidak terkesan memiliki makna ganda
antara perintah dan imbalan
Pemberian reward oleh guru di tempat pengambilan data, sangat
bervariasi Seperti guru S yang memberikan reward terkadang bertepuk tangan
dengan anak atau “tos” dan juga biasa mengucapkan kata “iya bagus” atau
“pintar” pada anak. Sama dengan guru R memberikan reward pada anak yang
bervariasi yaitu dengan mengucapkan “iya good” atau “good job” dan biasa
memberikan penghargaan dengan kalimat pujian. Dari wawancara yang
didapatkan oleh kedua guru pemberian penghargaan atau reward tidak berupa
makanan karna ditakutkan anak tidak cocok dan anak ketagihan dengan
makan tersebut, yang kita tau bersama bahwa anak autis tidak sembarang
dalam mengkonsumsi makanan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara keseluruan,
penerapan metode Applied Behavior Analysis (ABA) bagi anak autis di Kota
Kendari dilaksanakan di sekolah khusus negeri (SKhN) 1 Kendari, tepatnya di
kelas dasar autis. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode ABA
untuk anak autis kelas dasar SKhN 1 Kendari, menerapkannya secara terpadu
yaitu dengan memadukan pada kurikulum 2013, keadaan sekolah dan kemampuan
anak, mulai dari tempat penelitian berupa fasilitas, media, guru dan siswa.
Kemudian rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Selanjutnya
proses persiapan sebelum pembelajaran dengan metode ABA yaitu persiapan
ruangan mencakup kriteria ruangan yang ideal untuk penerapan metode ABA, dan
persiapan anak pada pembentukan kepatuhan dan kontak mata anak. selanjutnya
teknik pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA yaitu bentuk instruksi,
bantuan (prompt), bentuk uji coba (discret trial training), pelatihan diskriminasi
(discrimination training), mncocokkan (matching), mengurangi bantuan (fading),
pembentukan perilaku (shaping), pengajaran terangkai (chaining), dan
penghargaan (reward,) serta di laporan hasil pencapaiyan anak yang dinilai dari
hari pertama sampai evaluasi semester yang mencakup penilaian sikap, penilaian
pengetahuan dan keterampilan, penilaian kesehatan, dan penilaian ketidak
hadiran.
Penerapan metode ABA dari kedua guru sudah menerapkan metode
ABA dengan sesuai penerapanya, hanya dalam setiap guru mempunyai cirri khas
masing-masing dalam menerapkan metode ABA agar menarik perhatian anak.
Penerapan pembelajaran dengan metode ABA, dari hasil observasi, wawancara
dan studi dokumentasi tidak serta merta dapat meningkatkan kemampuan anak
secara pesat tetapi membutukan proses yang bertahap dan konsisten. Penerapan
metode ini juga akan berjalan dengan baik ketika bukan saja sekolah dan guru
yang berusaha akan tetapi harus dengan dukungan orangtua, teman, dan
69
70
masyarakat. Sehingga anak bisa dengan cepat berkembang secara moral, fisik
motorik, kognitif, bahasa, sosial, dan seninya.
B. Saran
Adapun saran penelitian untuk sekolah agar pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan metode ABA lebih di tingkatkan, dalam hal fasilitas
persiapan ruangan yang belum memadai serta pelatihan yang lebih ditingkatkan
untuk guru kelas autis agar lebih memahami konsep dari metode ABA secara
sempurna. Untuk penelitian selanjutnya dapat menganalisis kemampuan
perkembangan anak autis kelas dasar dengan menggunakan metode Applied
Behavior Analysis (ABA), baik itu moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial,
dan seni.
71
DAFTAR PUSTAKA
Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Puspa Swara, Anggota
IKAPI
Handojo. 2003. Autisma (Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar
Anak Normal, Autis, dan Perilaku Lain) . Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.
2009. Autisme Pada Anak ( Menyiapkan Anak Autis untuk Mandiri dan
Sekolah Reguler dengan Metode ABA Basic). Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.
Matson,.L Johnny. 2009. Applied Behavior Analysis for Children With Autism
Spectrum Disorder. New York
72
Maulana, Mirza. 2007. Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju
Anak Cerdas dan Sehat. Yogyakarta: Kata Hati.
Pamuji. 2007. Model Terapi Terpadu Bagi Anak Autisme. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen Dikti Direktorat Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Reza, Muhammad Syah. 2011. Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode
Lovaas Berbasis MultimediaInteraktif (Studi Kasus: SD Yayasan
Pantara). Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rahayu, fitri. 2014. Kemampuan Komunikasi Anak Autis Dalam Interaksi Sosial
(Kasus Anak Autis di Sekolah Inklusi). Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Sugiarto, Joko Agung. 2019. Pengaruh Metode Applied Behaviour Analysis (Aba)
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Luar Biasa
Autis Seribu Warna Kepanjen Jombang. Skripsi. Jombang: Sekolah Tinggi
Kesehatan Insan Cendekia Media
Usman, Husain. 2006. Metodologi penelitian Sosial. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Wiyani, Novan Ardy. 2014. Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
74
LAMPIRAN 1.
LAMPIRAN 2.
Isilah kolom dengan tanda ceklis sesuai pertanyaan yang ada pada bukti
hasil penelitian!
Studi
No Aspek Observasi Wawancara
Dokumentasi
Data Tempat Penelitian
1. Fasilitas Sekolah
2. Media Pembelajaran
3. Jumlah Guru
4. Jumlah Siswa
Subjek Penelitian Guru
1. Identitas Guru
2. Pengalaman Mengajar Guru
3. Rencana Pelaksanaan Pembejaran
(RPP)
4. Hasil Pencapaian Anak Autis Kelas
Dasar dalam Pembelajaran (Rapor)
Persiapan Sebelum Pelaksanaan Metode ABA
1. Pengunaan Ruang Metode ABA
2. Persiapan Anak
Teknik Pembelajaran dengan Metode ABA
1. Bentuk Instruksi Dalam Metode ABA
2. Pelaksanaan Bentuk Uji Coba
(Discret Trial Training)
3. Pelaksanaan Pelatihan Diskriminasi
(Discrimination Training)
4. Pelaksanaan Mencocokan
(Matching)
5. Pelaksanaan Mengurangi Bantuan
(Fading)
6. Pelaksanaan Pembentukan Perilaku
(Shaping)
76
LAMPIRAN 3
CATATAN LAPANGAN
Kurang lebih pukul 07.30 persiapan anak yang dilakukan guru S, iyalah
mengikuti peraturan sekolah sesuai jadwal yang telah di tentukan. Observasi hari
itu Kamis ketika itu seluruh anak dikumpulkan di lapangan untuk melakukan
senam sehat yang dipandu langsung oleh wali kelas masing-masing, begitupun
guru S yang membimbing pada waktu itu siswa autis kurang lebih yang hadir 5
siswa dengan berbagai usia kelas dasar.
Lewat Pukul 08.00 senam sehat selesai dan siswa dengan dipandu
langsung guru S untuk masuk kelas untuk persiapan anak selanjutnya sesuai
metode ABA yaitu melatih kontak mata dan kepatuhan khusus anak kelas dasar
usia 7-8 tahun yang pada waktu itu hanya hadir 2 siswa saja dan selebihnya anak
usia 9-12 tahun. Guru S mengatur sedemikian rupa persiapan anak sebelum
pembelajaran sesuai tingkat kemampuan anak yang diawali dengan berdoa.
Observer lebih fokus melihat anak kelas dasar usia 7-8 tahun yang dimana
persiapanya anak, guru S langsung memberikan intruksi uji coba tatap mata dan
pemberian tugas kepatuhan menyusun puzzle dan gerakan tubuh pada kedua anak
tersebut. Sedangkan usia 9-12 tahun persiapan anak langsung pemberian tugas
untuk menebalkan angkah dan menjumlahkan angka, karna anak sudah mampu
patuh dengan sekali instruksi dan mandiri.
Kurang dari Pukul 09.00 pembelajaran inti dimulai dengan menerapkan
metode ABA secara bergantian pada 5 siswa guru S. observer fokus melihat
penerapan pembelajaran untuk anak kelas dasar usia 7-8 tahun. Ternyata guru S
melakukan pembelajaran berpedoman dengan kurikulum 2013 dan dipadukan
78
oleh metode ABA. Metode ABA di terapkan dengan 1 siswa dan 1 guru akhirnya,
guru S terlebih dahulu membagikan tugas sesuai mata pelajaran hari itu yaitu
matematika, setelah memberikan tugas sesuai kemampuan anak guru memanggil
anak satu persatu untuk di ajar dengan mengunakan metode ABA pada 9 teknik
secara otomatis dengan waktu kurang lebih 30 menit untuk 1 siswa mulai dari
bentuk instruksi, bantuan (prompt), bentuk uji coba (discret trial training),
pelatihan diskriminasi (discrimination training), mencocokkan (matching),
mengurangi bantuan (fading), pembentukan perilaku (shaping), pengajaran
terangkai (chaining), dan penghargaan (reward). Siswa. Dari observasi yag dilihat
anak usia 7-8 tahun lebih lama mendapatkan penerapan metode ABA di
bandingkan dengan anak usia 9-12 tahun. Terlihat anak usia kelas dasar 7-8 tahun
atau yang baru masuk masih sulit dalam kepatuhan sehingga guru berusaha untuk
lebih ekstra membimbing mereka sedangan untuk usia 9-12 tahun mereka sudah
paham dan patuh akan perintah sehingga tidak begitu lama untuk menerapkan
metode ABA pada mereka tinggal pembiasaan saja agar anak tidak lupa.
Kurang lebih Pukul 12.00 anak selesai mengikuti pembelajaran dan
bersiap untuk pulang menunggu jemputan datang. Guru S tidak bisa pulang
ketikan anak belum di jemput semuanya. Karna itu salah satu kewajiban guru
karna anak autis khususnya kelas dasar belum bisa pulang sendiri tampa
pengantar.
79
CATATAN LAPANGAN
Lebih dari Pukul 07.30 persiapan anak yang dilakukan guru R, iyalah tidak
jauh berbeda dengan guru S mengikuti peraturan sekolah sesuai jadwal yang telah
di tentukan. Observasi hari itu Senin ketika itu seluruh anak dikumpulkan di
lapangan untuk melakukan apel pagi yang dipandu langsung oleh wali kelas
masing-masing, begitupun guru R yang membimbing pada waktu itu siswa autis
kurang lebih yang hadir 4 siswa dengan berbagai usia kelas dasar.
Kurang lebih Pukul 08.00 apel pagi selesai dan siswa dengan dipandu
langsung guru R untuk masuk kelas untuk persiapan anak selanjutnya sesuai
metode ABA yaitu melatih kontak mata dan kepatuhan khusus anak kelas dasar
usia 7-8 tahun yang pada waktu itu hanya hadir 1 siswa saja dan selebihnya anak
usia 9-12 tahun. Guru R mengatur sedemikian rupa persiapan anak sebelum
pembelajaran sesuai tingkat kemampuan anak yang diawali dengan berdoa.
Observer lebih fokus melihat anak kelas dasar usia 7-8 tahun yang dimana
persiapanya anak, guru S langsung memberikan intruksi uji coba tatap mata dan
pemberian tugas kepatuhan dengan kegiatan meronce. Sedangkan usia 9-12 tahun
persiapan anak langsung pemberian tugas untuk menebalkan huruf dan menulis
huruf vokal karna anak sudah mampu patuh dengan sekali instruksi dan mandiri.
Kurang dari Pukul 09.00 pembelajaran inti dimulai dengan menerapkan
metode ABA secara bergantian pada 4 siswa guru R. observer fokus melihat
penerapan pembelajaran untuk anak kelas dasar usia 7-8 tahun. Ternyata guru R
sama dengan guru S melakukan pembelajaran berpedoman dengan kurikulum
2013 dan dipadukan oleh metode ABA. Dari metode ABA yang di terapkan
dengan 1 siswa dan 1 guru akhirnya guru R terlebih dahulu membagikan tugas
80
sesuai mata pelajaran hari itu yaitu bahasa, setelah memberikan tugas sesuai
kemampuan anak guru memanggil anak satu persatu untuk diajarkan dengan
mengunakan metode ABA pada 9 teknik secara otomatis dengan waktu kurang
lebih 30 menit untuk 1 siswa mulai dari bentuk instruksi, bantuan (prompt),
bentuk uji coba (discret trial training), pelatihan diskriminasi (discrimination
training), mencocokkan (matching), mengurangi bantuan (fading), pembentukan
perilaku (shaping), pengajaran terangkai (chaining), dan penghargaan (reward).
Terlihat anak usia 7-8 tahun lebih lama mendapatkan penerapan metode ABA di
bandingkan dengan anak usia 9-12 tahun. Anak usia kelas dasar 7-8 tahun atau
yang baru masuk masih sulit dalam kepatuhan guru berusaha untuk lebih ekstra
membimbing mereka sedangan untuk usia 9-12 tahun mereka sudah paham dan
patuh akan perintah sehingga tidak begitu lama untuk menerapkan metode ABA
pada mereka tinggal pembiasaan saja.
Kurang lebih Pukul 12.00 anak selesai mengikuti pembelajaran dan
bersiap untuk pulang menunggu jemputan datang. Sama dengan guru S dimana
Guru R tidak bisa pulang ketikan anak belum di jemput semuanya. Karna itu salah
satu kewajiban guru karna anak autis khususnya kelas dasar belum bisa pulang
sendiri tampa pengantar.
81
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
Gambar 5. Perpustakaan
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
B. Persiapan Anak
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11
RIWAYAT HIDUP