Anda di halaman 1dari 8

Tugas

Makalah
Dasar-dasar Filsafat Ilmu

OLEH
ARMAN SANDRA
22010144
1.C

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari sejarah
perkembangan filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuwan yang digolongkan sebagai
filosof dimana mereka meyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan
filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang dimaksud adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil
dari berpikir radikal, sistematis, dan universal. Oleh sebab itu, filsafat ilmu hadir
sebagai upaya menata kembali peran dan fungsi Iptek sesuai dengan tujuannya, yakni
memfokuskan hubungan (inter konektivitas) antara berbagai macam ilmu
pengetahuan.
Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-
dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki. Oleh sebab itu, epistimologi banyak mengalami perkembangan seiring
dengan pesat atau majunya tingkat peradaban manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pernyataan di atas maka penulis memberikan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan?
2. Apa tantangan yang dihadapi ilmu keIslaman dewasa ini?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa,
semula adalah muncul di Yunani pada abad keenam sebelum Masehi. Ilmu
pengetahuan yang banyak berkaitan dengan dunia materi pada waktu itu masih
bersatu dengan dunia filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada dunia
metafisika (dunia di balik materi). Ilmu dan filsafat masih berada dalam satu tangan.
Phytagoras, Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah
disamping seorang filosof juga seorang ilmuwan.
Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para ilmuwan
Muslim melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-besaran ke
dalam Bahasa Arab dan Persia di “Darul Hikmah” (Rumah Ilmu Pengetahuan)
Bagdad pada abad ke-VIII hingga abad ke-XIII Masehi, seperti : Abu Yahya al-Batriq
berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat Yunani karya besar Aristoteles
dan Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil menterjemahkan buku : “Timacus” karya
Plato, buku “Prognotik” karya Hyppocrates, dan buku “Aphorisme” karya penting
dari Galen. Ghasta Ibn Luka (Luke) al-Ba’labaki berhasil menterjemahkan ilmu
kedokteran dan matematika hasil karya dari : Diophantus, Theodosius, Autolycus,
Hypsicles, Aristarchus dan karya Heron. Dan juga Tsabit Ibn Qurra al-Harrani (826-
900) berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika Yunani karya
besar dari : Apoloonius, Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy, Galen dan
Eutocius. Dan masih banyak karya besar lainnya yang tak dapat disebutkan satu
persatu.
Pada masa periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan yang semula
hanya bersatu dengan dunia filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan agama di
dalamnya. Hal ini dapat dilihat pada para tokoh muslim seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina,
al-Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi, al-Khawarizmi dan yang lainnya, mereka
adalah disamping sebagai seorang filosof, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog
maupun ahli dalam bidang hukum Islam).
Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik
transformasi Ilmu dari Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat
kerja keras orang-orang Eropa yang belajar di Universitas-Universitas Andalusia,
Cordova dan Toledo (Spanyol Islam), seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard
Barth, Gerard dan Cremona dan yang lainnya. Terjadinya kerja sama Islam – Kristen
di Sicilia yang pernah dikuasai Islam tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota
Sicilia pernah dijadikan tempat penterjemahan buku-buku karya ulama Muslim ke
dalam bahasa Latin, sehingga melahirkan renaisans di Italia.[4] Juga terjadinya
kontak Islam – Kristen selama perang salib. Sejak peristiwa ini, ilmu pengetahuan
dan filsafat yang telah dikuasai oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat
(Eropa) dan sebagai akibatnya, Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki
masa renaisans dan selanjutnya perkembangan ilmu pengetahuan memasuki abad
modern dengan kemajuan teknologinya yang cepat dan spektakuler. Sifat ilmu
pengetahuan yang semula masih bersatu dalam kesatuan filsafat dan agama, pada
masa renaisans Eropa hingga memasuki zaman modern seperti saat ini, ilmu
pengetahuan telah lepas dari ikatan agama dan pengaruh filsafat. Ilmu pengetahuan
hanya memusatkan perhatiannya kepada dunia materi, kekayaan materilah yang
diyakini akan membawa kebahagiaan hidup dan yang bisa memecahkan segala
problematika yang dihadapi. Dari pengaruh mengumpulkan materi, kekayaan, harta
benda inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol,
Belanda, Inggris dan Perancis berlomba-lomba merebut wilayah Islam yang
membentang dari Atlantik hingga Pasifik, dari India Selatan, memasuki jantung
Afrika sampai Siberia, Albania dan Bosnia dan lain-lainnya, harus mengakui akan
kekuatan Barat (Eropa) baik dari segi politik, ekonomi, militer maupun kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuannya. Faktor kemajuan ilmu pengetahuan inilah yang
menjadi tantangan dan ancaman besar bagi dunia Islam setelah menyadari
kekalahannya atas peristiwa invansi Mesir oleh Napoleon pada tahun 1789.
Dari perjalan sejarah tersebut lahirlah pemisahan antara agama dan ilmu
pengetahuan, yang di istilahkan oleh para ilmuan sebagai “Sekulerisasi Sains”.
Paham sekulerisasi yang berkembang dalam kemajuan ilmu pengetahuan modern
secara ontologis, membuang segala sesuatu yang bersifat religius dan bersifat mistis
karena dipandang tidak relefan dalam ilmu pengetahuan. Mitos dan religi disejajarkan
dan dipandang sebagai pra ilmiah yang bergayut dengan dunia intuisi (dunia rasa).
Dalam pandangan sekuler di alam ini tidak ada yang sakral melainkan semuanya
profan, jadi sekulerisme juga bermakna desakralisasi. Jadi menurut sekulerisme
bahwa pendidikan dan soal-soal sipil lainnya harus jauh dari unsur-unsur
keagamaan.Di mana pemikiran sekulerisasi melahirkan pandangan yang mekanistik
mengenai pandangan realitas dari pandangan dunia yang tidak tempat bagi roh atau
nilai-nilai kerohanian.
Sekulerisme ilmu memandang bahwa alam ini tidak mempunyai maksud dan
tujuan karena alam adalah benda mati yang netral, karena orientasi dan tujuan alam
manusialah yang menentukannya dan menyebabkan eksploitasi alam dilakukan untuk
kepentingan manusia semata melalui daya yang dimiliki sehingga mengabaikan
ekosistem alam, yang konsekuensinya dapat bereaksi yang bisa berakibat
mencelakakan manusia.
Dalam epistemologi sekulerisme menganggap bahwa ilmu itu menjadi
semacam mahluk hidup yang tidak dapat di intervensi ekosistemnya, jadi ilmu
diproduksi dan disebarkan oleh manusia, lalu dikokohkan menjadi Rigorous Science
(ilmu yang ketat) karena ketatnya alam dalam ilmu maka menjadilah sebuah disiplin,
yang mempunyai aturan-aturan yang ketat untuk menjadi pengetahuan yang solid.
Konsekuensinya dari epistemologi sekuler pada segi aksiologisnya adalah
ilmu itu bebas nilai atau ilmu itu netral nilai, seperti pendapat Nurcholis Majid bahwa
ilmu pengetahuan baik yang ilmiah maupun yang sosial adalah netral, tidak
menyandang nilai (bebas nilai) kebaikan atau kejahatan pada dirinya sendiri. Nilainya
diberikan manusia yang memiliki dan menguasainya. Jadi manusia bebas
menggunakan ilmu pengetahuan itu baik untuk tujuan yang baik maupun yang tidak.
Bagi pendukung ilmu bebas nilai bahwa sumbangan yang paling besar dapat
diberikan untuk kemajuan dan kebaikan ummat manusia, ialah jika selama ilmu
pengetahuan diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan ketentuan ilmu itu
sendiri, jadi dengan memasukkan nilai kedalam ilmu maka akan menyebabkan ilmu
itu memihak dan akan menghilangkan keobyektifitasnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan mengalami perubahan-
perubahan paradigma, masalah ini berkisar mengenai peranan Agama, apakah Agama
di anggap perlu memasuki wilayah keilmuan ataukah ilmu itu harus berdiri sendiri.
Bagi ummat Islam dalam hal apapun Agama menjadi tolak ukur atau pegangan dalam
menetapkan setiap hal dalam kehidupan, ini bertujuan agar manusia tidak hanya
memperoleh kebahagiaan dunia saja tetapi akhirat juga.
Era modern sekarang ini tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan dari
baratlah yang mendominasi perkembangan kemajuan zaman yang dimana tolak ukur
keilmuan mereka adalah: Ilmu pengetahuan hanya terpusat kepada yang sifatnya
materi, materilah yang akan mwembawa dan mewujudkan kebahagiaan hidup serta
mampu memecahkan problematika hidup. Agama tidak mempunyai hak dalam
mengatur kehidupan manusia, menentukan setiap tindakan dan perbuatan manusia,
sehingga ini berdampak kepada setip perbuatan yang tujuannya hanya demi
kepentingan nafsu saja. Inilah yang menjadi tantangan ummat Islam dewasa ini,
bagaimana caranya agar Agama bisa terus mengiringi setiap perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia dapat memperoleh kebahagiaan
dinia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Amal,Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman (Cet. VI ; Bandung : Mizan, 1996), h. 38.
Ashari, H. Endang Saifuddin. Kuliah al-Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Rajawali, 1980.
C. A. Qadir, Philosophy and science in The Islamic World diterjemahkan oleh Hasan
Basari dengan judul Filsasfat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam. Jakarta: Yayasan
Obar Indonesia, 1991.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Jilid 2 ; Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM,
1983.
Http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02 Tantangan Ilmu-ilmu KeIslaman Dalam
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Modern.
Madjid, Nurchalis. Islam Kemoderenan dan KeIndonesiaan. Bandung: Mizan, 1997.
Mahmud, Nasir. Epistimologi dan Studi Islam Kontemporer. t.tp. 2000
Nasutioan, Harun. Islam Rasional. Jakarta: PT: Bulan Bintang, 1992.
Qardhawi, Yusuf. Al-Tatharufu al-Ilmani fi Mawajahati al-Islami diterjemahkan oleh
Nashani dengan judul secular Ekstrim. Cet. I; Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar,
2000.
Sarton George. Introduction to The History of Science. Vol. 3 ; Washington D. C. :
The Carbegie Institute, 1948.

Anda mungkin juga menyukai