Anda di halaman 1dari 15

HAKIKAT KEBUDAYAAN

MAKALAH

Dosen Pengampu: Dzarna, M.Pd

Disusun Oleh:
Arini Ika Ramadhanti (2010221012)
Erdita Nur Rahmawati (2010221016)
Bulqis Banawati Reswari (2010221017)
Sophia Arabella (2010221030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat Kebudayaan” tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun
makalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini. Berkat bimbingan dan partisipasi dari
berbagai pihak, kami dapat mengatasi kesulitan-kesulitan sedikit demi sedikit.
Untuk itu kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dzarna
selaku dosen pengampu mata kuliah Kearifan Lokal Pandhalungan yang senantiasa
membimbing dan memberikan motivasi dalam proses penyusunan makalah ini,
kiranya Tuhan membalas jasa Ibu.

Demikian, kami selaku penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
konstruktif demi menyempurnakan makalah ini untuk selanjutnya dapat menjadi
lebih baik dan bisa untuk berpotensi dikembangkan. Dengan selesainya makalah
ini, maka seluruh isi makalah ini sepenuhnya menjadi tangggung jawab penulis dan
diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca.

Jember, 18 April 2023

Penyusun

i
1. Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut
culture. Pengertian kebudayaan secara umum menunjukkan karakteristik serta
pengetahuan sekelompok orang tertentu yang dapat meliputi agama, bahasa, musik,
seni, dan lain sebagainya. Menurut (Inrevolzon, 2013) kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, dan lebih banyak
direfleksikan dalam bentuk seni, sastra, religi (agama) dan moral. Selain itu,
terdapat pengertian lain mengenai kebudayaan. Kebudayaan adalah ekspresi
manusia dalam dan atas alam ini, yaitu dengan meninggalkan jejak-jejak yang
bermakna. Misalnya prasasti, tugu atau monumen peringatan, gedung (dengan
berbagai macam bentuk minimalis, style Bali, gaya eropah, dst.), film, dan mode.
Hal ini bisa dijelaskan dengan melihat ada suatu makna dan pesan yang ingin
disampaikan dari manusia kepada manusia lainnya dalam wadah alam atau sejarah
ini (Tanuwidjaja & Udau, 2020). Terdapat hubungan timbal balik antara
kebudayaan dengan masyarakat. (Rosana, 2017) mengemukakan hubungan timbal
balik tersebut adalah masyarakat itu menghasilkan kebudayaan, sedangkan
kebudayaan itu menentukan corak masyarakat. Jadi antara manusia dan kebudayaan
merupakan suatu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Dari beberapa pengertian kebudayaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan adalah pengetahuan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
2. Wujud Kebudayaan
Wujud kebudayaan merupakan suatu bentuk atas rangkaian yang berupa
tindakan serta aktifitas manusia atau masyarakat menjadi lebih berpola yang berupa
kearifan lokal di suatu wilayah atau lingkungan masyarakat. J.J. Hoenigman
berpendapat bahwa kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu gagasan (ideas),

1
aktivitas (activities), dan artefak (artifact) (Koentjaraningrat, 2009). Berikut adalah
penjelasan ketiga wujud kebudayaan tersebut.

1. Gagasan (Ideal)
Kebudayaan dapat memiliki wujud berupa sekumpulan ide, gagasan,
pendapat, paradigma, nilai, norma, dan aturan. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak, artinya tidak dapat dilihat, diraba, dan disentuh. Hal tersebut
dikarenakan bentuk kebudayaan berada di dalam akal atau pikiran manusia.
Saat ini, kumpulan ide atau gagasan tidak hanya tersimpan di dalam memori
otak manusia saja, tetapi sudah dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk,
seperti tulisan, buku, undang-undang, dan peraturan pemerintah.
2. Aktivitas (Activities)
Aktivitas atau tindakan merupakan wujud kebudayaan yang disebut juga
dengan sistem sosial. Sistem sosial merupakan suatu sistem yang di dalamnya
terdapat berbagai macam tindakan dan tata kelakuan. Terbentuknya sistem
sosial dikarenakan adanya interaksi dan interdependensi antaranggota
masyarakat. Interaksi yang terjadi secara terus menerus membentuk suatu pola
dan sistem yang saling terikat dan terhubung satu sama lain. Contoh wujud
kebudayaan aktivitas adalah gotong royong, upacara adat, dan musyawarah.
3. Artefak (Artifact)
Artefak merupakan wujud kebudayaan yang memiliki bentuk fisik yang
konkret, artinya dapat dilihat, disentuh, dan didokumentasikan. Artefak
merupakan hasil dari aktivitas, tindakan, perilaku, dan karya manusia yang
berwujud benda. Candi, patung, senjata tradisional, dan prasati merupakan
contoh artefak yang masih ada dan dijaga keberadaannya hingga sekarang.

3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Sebagai sebuah bangunan atau struktur, kebudayaan memiliki unsur-unsur yang
membangun di dalamnya. (Koentjaraningrat, 2009) menjelaskan bahwa
kebudayaan sebagai sebuah bangunan, atau struktur terdiri atas tujuh unsur yakni:
bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,
sistem mata penca- harian hidup, sistem religi, dan kesenian. Unsur kebudayaan
tersebut terwujud dalam bentuk sistem budaya/adat istia- dat (kompleks budaya,
tema budaya, gagasan), sistem sosial (aktivitas sosial, kompleks sosial, pola sosial,

2
tindakan), dan unsur-unsur kebudayaan fisik (benda kebudayaan). Terdapat tujuh
unsur kebudayaan (Koentjaraningrat, 2015):

1) Sistem Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi manusia yang sangat dibutuhkan
dalam berbudaya. Bahasa atau sistem perlambangan manusia baik secara
tertulis maupun lisan yang digunakan merupakan salah satu ciri terpenting dari
suatu kebudayaan suku bangsa (Koentjaraningrat, 2015). Dalam ilmu
antropologi, studi mengenai bahasa disebut dengan istilah
antropologi linguistik. Manusia sendiri dinilai memiliki kemampuan dalam
menciptakan serta membangun suatu budaya. Dimana budaya ini sendiri jika
lama kelamaan selalu digunakan akan menjadi suatu tradisi.
Penciptaan pemahaman tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari diungkapkan secara simbolik melalui ungkapan bahasa. Keadaaan
inilah membuat unsur-unsur budaya menurut Koentjaraningrat
mengkategorikan bahasa sebagai unsur budaya dan kemudian akan diwariskan
kepada generasi penerusnya dengan menggunakan bahasa. Dengan demikian,
bahasa menduduki kedudukan yang penting dalam analisis kebudayaan
manusia. Bahasa sendiri selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman, dimana biasanya para pewaris bahasa merasa tertantang untuk
menciptakan istilah-istilah baru terhadap fenomena yang terjadi disekitarnya
sehingga maksud dari fenomena tersebut dapat tersampaikan dengan baik dan
jelas.
2) Sistem Pendidikan
Sejatinya kebudayaan adalah pengetahuan yang diikuti oleh masyarakat
penganutnya. Sehingga sistem pengetahuan dalam konteks kultural universal
sangatlah dibutuhkan. Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada
awalnya belum menjadi pokok pembahasan dari penelitian antropologi (studi
budaya), karena para ahli berasumsi bahwa suatu kebudayaan di luar bangsa
Eropa tidak mungkin memiliki sistem pendidikan yang lebih maju. Namun,
asumsi tersebut terpatahkan secara lambat laun, karena tidak ada suatu
masyarakat yang sanggup berbudaya atau bahkan bertahan hidup jika tidak
memiliki sistem pengetahuan yang diwariskan kepada penerusnya.

3
3) Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya dalam sistem ini merupakan usaha antropologi untuk
memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui kelompok
sosial. Menurut (Koentjaraningrat, 2015), setiap kelompok masyarakat
kehidupannya diatur oleh aturan-aturan dan adat istiadat dari kesatuan yang ada
di lingkungan sehari-hari masyarakat tersebut. Satuan terkecil dari kelompok
yang menghasilkan aturan dan adat tersebut adalah keluarga inti. Kemudian,
kesatuan lain yang lebih besar dapat berupa letak geografis, suku, hingga
kerajaan ataupun kebangsaan. Manusia merupakan sosok makhluk yang pada
dasarnya selalu memiliki ketergantungan satu sama lain. Adanya
ketergantungan ini tentunya membutuhkan rasa nyaman satu dan yang lainnya.
Selain kenyamanan, manusia juga selalu dikatakan sebagai makhluk sosial.
Dimana dalam kehidupannya manusia memerlukan lingkungan sosial dalam
membentuk kehidupannya secara utuh. Lingkungan sosial itu sendiri biasanya
akan membuat kelompok-kelompok yang sesuai dengan kenyamanan karakter
manusia satu dengan lainnya.
Kehidupan dalam setiap kelompok masyarakat sendiri biasanya akan
selalu diatur oleh adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan
didalam lingkungan dimana sesorang tersebut hidup. Hal ini tentunya
digunakan untuk menciptakan kenyamanan dan keharmonisan kehidupan yang
diinginkan setiap manusia. Kesatuan sosial yang paling dasar dan menjadi
unsur-unsur budaya menurut Koentjaraningrat adalah kerabat keluarga inti
yang dekat dan kerabat yang lain. Keluarga dan kerabat merupakan suatu
contoh kecil dari organisasi sosial yang diciptakan oleh manusia.
Kemudian, unsur-unsur budaya ini membuat manusia digolongkan ke
dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi
sosial. Keluarga dan kekerabatan sendiri adalah suatu hal yang menjadi bagian
unsur-unsur budaya menurut Koentjaraningrat juga berkaitan dengan
perkawinan. Perkawinan merupakan inti atau dasar dalam pembentukan
suatu komunitas atau organisasi sosial. Karena dengan adanya perkawinan
akan menciptakan dasar manusia untuk membentuk suatu organisasi sosial.
4) Sistem Sistem peralatan hidup dan teknologi

4
Sistem peralatan dan teknologi adalah salah satu unsur kebudayaan yang
menaruh perhatian awal dari para antropolog dalam memahami kebudayaan
manusia. Hal tersebut karena peralatan hidup dan teknologi yang mereka
gunakan akan banyak memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-hari
dari masyarakat. Koentjaraningrat mengatakan bahwa masyarakat tradisional
terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang
digunakan oleh masyarakat dalam budayanya. Berikut adalah beberapa sistem
peralatan tersebut.
a) Alat-alat produktif: untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai guna bagi individu atau
masyarakat dan budaya secara umumnya. Dapat sesederhana batu untuk
menumbuk padi, atau alat kompleks untuk menenun kain.
b) Senjata: sebagai alat produktif, senjata digunakan untuk berburu binatang
atau menangkap ikan. Namun, alat ini juga digunakan untuk melindungi
diri dari binatang buas hingga berperang.
c) Wadah: alat untuk menyimpan, memuat, dan menimbun barang. Awalnya
wadah tampak sepele bagi masyarakat, namun seiring dengan
meningkatnya aktivitas ekonomi, wadah menjadi kebutuhan primer dan
terus dikembangkan. Misalnya, salah satu wadah yang paling besar dan
permanen adalah lumbung padi.
d) Alat Menyalakan Api: api merupakan unsur penting dalam kehidupan
masyarakat. Sehingga cara menyalakannya menuntut sistem dan teknologi
yang lebih maju. Pada zaman prasejarah, manusia membuat api dengan
cara menggesek-gesek dua buah batu. Cara tersebut terus berkembang
menjadi menggesekkan kayu kering di atas dedaunan kering, minyak
hingga penggunaan gas.
e) Kuliner (Makanan, Minuman, Jamu-jamuan, dsb): Sistem pengetahuan
cara memasak setiap kelompok masyarakat berbeda-beda. Dalam
antropologi, jenis dan bahan makanan tertentu dapat memberikan arti dan
simbol khusus bagi masyarakatnya, atau dikaitkan dengan keagamaan
tertentu. Misalnya, babi diyakini haram oleh kaum muslim, sehingga umat
Islam tidak akan memiliki tata cara memasak babi. Sebaliknya, di Papua

5
babi justru menjadi simbol makanan penting dan biasa dijadikan mahar
dalam pesta pernikahan.
f) Pakaian dan Tempat Perhiasan: pembahasan fungsi pakaian sebagai alat
produktif dalam studi antropologi termuat pada “bagaimana teknik
pembuatan dan cara menghias pakaian dan tempat perhiasan?”. Suatu
masyarakat biasanya selalu memiliki tradisi atau adat istiadat dalam
pembuatan pakaian adat. Sehingga setiap negara atau bahkan suku bangsa
memiliki ciri khas pakaian kebesarannya sendiri. Pakaian ini juga dapat
berfungsi sebagai simbol-simbol budaya tertentu yang merepresentasikan
adat istiadat, norma dan nilai-nilai suku bangsa tersebut.
g) Tempat Berlindung dan Perumahan: seperti pakaian, setiap suku bangsa
dan negara cenderung memiliki rumah khas yang berbeda dengan
kebudayaan lain. Manusia juga cenderung membangun rumah yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan letak geografis yang ditempatinya.
h) Alat-alat Transportasi: manusia selalu memiliki kebutuhan untuk
berpindah dan bergerak dari titik 1 ke titik 2. Kebutuhan mobilitas tersebut
semakin tinggi hingga dibutuhkan alat transportasi yang bukan hanya
untuk memindahkan manusia saja, namun untuk memindahkan barang-
barang hasil dari perekonomian yang semakin maju. Beberapa contoh dari
alat transportasi adalah sesederhana sepatu, binatang yang dilatih, alat
seret, kereta beroda, rakit dan perahu. Kini, manusia sudah memanfaatkan
alat transportasi yang lebih canggih seperti kereta api, kapal laut, mobil,
hingga kapal terbang.
Peralatan hidup dan teknologi yang ada pada masyarakat tradisional
sebagaimana yang telah disusun oleh (Koentjaraningrat, 2015) tentunya
berbeda jauh dengan peralatan hidup dan teknologi yang diperlukan
masyarakat masa kini. Perkembangan unsur pengetahuan sangat berperan besar
dan erat kaitannya dengan hal ini.

5) Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup


Sistem ini menjadi fokus kajian penting dari etnografi. Bagaimana
masyarakat mencari mata pencaharian atau bagaimana sistem perekonomian

6
mereka dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya.
Sistem ekonomi pada masyarakat tradisional meliputi: 1) berburu dan meramu;
2) beternak; 3) bercocok tanam di ladang; 4) menangkap ikan; 5) bercocok
tanam, menetap dengan sistem irigasi.
Namun setelah terpengaruh oleh arus modernisasi dengan patokan utama
berkembangnya sistem industri, pola hidup manusia berubah dan tidak hanya
mengandalkan mata pencaharian tradisional. Di dalam masyarakat modern,
individu masyarakat lebih banyak mengandalkan pendidikan dan
keterampilannya dalam mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah.
6) Sistem Religi
(Koentjaraningrat, 2015) menyatakan bahwa asal mula permasalahan
fungsi religi dalam masyarakat adalah dua pertanyaan berikut: 1) mengapa
manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau supranatural yang
dianggap lebih tinggi daripada manusia?, 2) Mengapa manusia melakukan
berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan dengan
kekuatan-kekuatan supranatural tersebut?
Usaha menjawab kedua pertanyaan tersebutlah yang menjadi penyebab
lahirnya sistem religi. Selain itu, pendekatan antropologi dalam memahami
unsur sistem religi tidak dapat dipisahkan dari religious emotion atau emosi
keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia yang
mendorongnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius.
Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan konsep benda-benda sakral
dalam kehidupan manusia. Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus
dipahami selain emosi keagamaan, yaitu: 1) sistem keyakinan, 2) sistem
upacara keagamaan, dan 3) umat yang menganut religi itu.
Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng, legenda, atau cerita (teks)
yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi). Cerita
keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap sebagai
kesusastraan suci. Selain teks keagamaan, unsur lain yang menjadi bagian dari
sistem religi adalah sebagai berikut.

7
a) Tempat dilakukannya upacara keagamaan, seperti candi, pura, kuil, surau,
masjid, gereja, wihara atau tempat-tempat lain yang dianggap suci oleh
umat beragama.
b) Waktu dilakukannya upacara keagamaan, yaitu hari-hari yang dianggap
keramat atau suci atau hari yang telah ditentukan untuk melaksanakan
acara religi tersebut.
c) Benda-benda dan alat-alat yang digunakan dalam upacara keagamaan,
yaitu patung-patung, alat bunyi-bunyian, kalung sesajen, tasbih, rosario,
dsb.
d) Orang yang memimpin suatu upacara keagamaan, yaitu orang yang
dianggap memiliki kekuatan religi yang lebih tinggi dibandingkan anggota
kelompok keagamaan lainnya. Misalnya, ustad, pastor, dan biksu. Dalam
masyarakat yang tingkat religinya masih relatif sederhana pemimpin
keagamaan adalah dukun, saman atau tetua adat.
7) Kesenian
Perhatian antropologi terhadap seni bermula dari penelitian etnografi
mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Data yang
dikumpulkan berupa deskripsi mengenai benda-benda atau artifak yang
memuat unsur seni seperti: patung, ukiran, dan hiasan. Awalnya, teknis
pembuatan adalah hal yang paling diperhatikan. Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan, penelitian mendalam mengenai teks, simbol dan kepercayaan
yang menyelubungi seni dalam berbagai wujudnya mulai dari seni rupa, tari,
drama, dikaji dan diteliti pula.
4. Fungsi Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya
memiliki kaitan sangat erat. Di mana ada masyarakat disanalah kebudayaan berada.
Kebudayaan meliputi segala segi dan aspek dari hidup kita sebagai makhluk sosial,
makhluk bermasyarakat, (Antosoki, Pancayuni, & Babari, 2002). Dalam
praktiknya, kebudayaan memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat. Berikut beberapa fungsi kebudayaan dalam masyarakat
menurut (Liliweri, 2018):
a) Kebudayaan Sebagai Informasi dan Komunikasi

8
Kebudayaan juga dapat dipandang sebagai informasi dan sistem
komunikasi. Beberapa antropolog menunjukkan hubungan antara kebudayaan dan
Bahasa. Bahasa dan kebudayaan bagaikan dua sisi mata uang (yang tidak
terpisahkan). Budaya berfungsi untuk mentransmisikan nilai-nilai, keyakinan,
persepsi, norma dan memfasilitasi persepsi manusia tentang dunia. Perbedaan
kebudayaan membuat perbedaan dalam komunikasi verbal dan nonverbal.
Perbedaan dalam bahasa menciptakan cara-cara yang berbeda untuk
mengekspresikan keyakinan, nilai-nilai dan persepsi. Kebudayaan berfungsi dalam
bentuk-bentuk tertentu yang mencakup semua pola hidup, karena kebudayaan
meletakkan orientasi dunia bagi setiap orang dan sekelompok orang.
b) Kebudayaan Membingkai Pandangan Individu
Kebudayaan telah memberikan kepada kita visi baru, memberikan kita
seperangkat aturan untuk berkerjasama dari dan dengan individu-individu yang
kita temui dalam kehidupan setiap hari. Kebudayaan membuat kita berpikir, tidak
hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Kebudayaan mengajarkan kita
untuk menganggap diri kita menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar,
memberikan kita konsep tentang keluarga, bangsa dan negara. Kebudayaan
membingkai pandangan kita sebagai individu dalam kerangka keseluruhan
keluarga, bangsa dan negara sekalipun.
c) Kebudayaan Membentuk Pola-Pola Perilaku
Kebudayaan mengarahkan dan membatasi perilaku individu. Kebudayaan
menyediakan mekanisme untuk menghukum orang-orang yang melakukan
perbuatan tercela. Kebudayaan memberikan status bagi seseorang melalui pola-
pola perilaku tertentu. Pola-pola perilaku individu dari kebudayaan satu dan
lainnya pasti berbeda. Misalnya saja dalam kebudayaan Madura setiap
masyarakatnya sangat terbiasa dengan volume suara yang tinggi dan terkesan
marah Ketika berbicara dengan orang di sekitarnya. Hal tersebut berbeda dengan
kebudayaan masyarakat Jawa yang cenderung sopan dan lemah lembut Ketika
berbicara dengan lawan bicaranya.
d) Kebudayaan, Interpretasi Terhadap Tradisi
Kebudayaan mengajarkan kepada kita melalui tradisi untuk berperilaku
tertentu ketika kita menghadapi situasi tertentu pula. Semua penafsiran terhadap

9
peristiwa tertentu, terhadap orang atau benda, tentu saja berbeda dari satu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya, (Firmando, 2022). Ada beberapa kebudayaan
mengakui jika burung hantu dianggap sebagai simbol kebijaksanaan namun dalam
kebudayaan lain burung hantu merupakan simbol kebodohan, kemalasan.
Begitupula dengan tradisi-tradisi yang ada di setiap kebudayaan juga pasti
berbeda, baik dalam upcara adat maupun yang lainnya.
e) Kebudayaan Menjelaskan Perbedaan
Kebudayaan menjelaskan tentang perbedaan, itulah perbedaan budaya.
Kebudayaan disebut sebagai pembeda antara kelompok-kelompok, karena itu
perbedaan kebudayaan menghasilkan perbedaan antara sejumlah orang ketika
mereka mengerjakan sesuatu, atau membedakan cara mereka melihat. Perbedaan
kebudayaan akan mempengaruhi interaksi antar personal. Perbedaan kebudayaan
dapat menyebabkan perbedaan dalam perilaku interaksional dan kesalahpahaman
dalam menginterpretasi sesama, bahkan kerapkali dapat menimbulkan konflik.
Dalam kontak lintas-budaya, orang umumnya cenderung mengurangi interaksi
dengan orang lain dari kebudayaan yang berbeda. Oleh karena itu, tak jarang kita
temui masyarakat dengan latar belakang budaya Jawa merasa tersinggung apabila
sedang berbincang dengan masyarakat Madura.
5. Manusia dan Kebudayaan
Manusia dalam hidup kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena
manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup
karena adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan
berkembang manakala manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan
merusaknya. Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, karena dalam kehidupannya tak mungkin tidak berurusan dengan
hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan,
bahkan kadangkala disadari atau tidak manusia merusak kebudayaan.
Hubungan yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan
lebih jauh telah diungkapkan oleh Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski,
yang mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu yang
terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu. (Soemardjan & Soemardi, 1964). Kemudian Herkovits

10
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic, karena kebudayaan
yang berturun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup. Walaupun manusia
yang menjadi anggota masyarakatnya sudah berganti karena kelahiran dan
kematian.
Lebih jauh dapat dilihat dari defenisi yang dikemukakan oleh E.B. Tylor dalam
buku (Tjahyadi, Wafa, & Zamroni, 2019): kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan
mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari
pola-pola perilaku yang normatif. Oleh karena itu manusia yang mempelajari
kebudayaan dari masyarakat, bisa membangun kebudayaan (konstruktif) dan bisa
juga merusaknya (destruktif).
Selain itu, hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dipahami
melalui pemahaman bahwa fenomena kebudayaan adalah sesuatu yang khas insani.
Dalam arti bahwa manusialah subjek dan pelaku kebudayaan. Kebudayaan adalah
hasil ciptaan manusia. Kegiatan kebudayaan adalah manifes dari usaha manusia
untuk menaklukan, menguasai dan memperabdikan alam kodrat. Ini berarti bahwa
kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Selama manusia ada,
kebudayaan akan terus ada.

11
DAFTAR RUJUKAN
Antosoki, A., Pancayuni, A., & Babari, Y. (2002). Relasi Dengan Sesama. Jakarta:
PT. Gramedia.
Firmando, H. B. (2022). Sosiologi Kebudayaan: Dari Nilai Budaya Hingga Praktik
Sosial. Yogyakarta : CV. Bintang Semesta Media.
Inrevolzon. (2013). Kebudayaan dan Peradaban. Jurnal Kebudayaan dan Sastra
Islam, 13(2), 1-8.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar ilmu antropologi . Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. (2015). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Liliweri, A. (2018). Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Rosana, E. (2017). Dinamisasi Kebudayaan dalam Realitas Sosial. Jurnal Studi
Lintas Agama, 12(1), 16-30.
Soemardjan, S., & Soemardi. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga
FE-UI.
Tanuwidjaja, S., & Udau, S. (2020). Iman Kristen Dan Kebudayaan. Jurnal Teologi
Kontekstual Indonesia, 1(1), -14.
Tjahyadi, I., Wafa, H., & Zamroni, M. (2019). Kajian Budaya Lokal . Lamongan:
PAGAN PRESS.

12
13

Anda mungkin juga menyukai