PENDAHULUAN
Desa adat Tigawasa yang berada di kabupaten Buleleng ini merupakan salah satu Desa
Bali Aga yang masih memegang erat kebudayaan tradisionalnya. Meskipun beberapa unsurnya
mulai terpengaruhi oleh budaya modern sendiri. Ini menjadi salah satu alesan saya memilih
Desa Adat Tigawasa sebagai objek dari studi kasus saya ini.
Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan tujuan dari penulisan makalah ini
adalah :
1|Page
1.3.1 Mengetahui mengenai kondisi fisik dari Desa Tigawasa.
1.3.2 Mengetahui pola hunian yang ada di Desa Tigawasa.
1.3.3 Mengetahui mengenai peranan budaya dalam arsitektur pada bangunan Desa Tigawasa.
Metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan metode
pengumpulan data melalui beberapa tinjauan lapangan langsung dan wawancara langsung
terhadap pihak terkait.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan sistematika
penulisan dari makalah mengenai Peran Budaya pada Arsitektur di Desa Adat Tigawasa pada
mata kuliah Arsitektur dan Budaya ini.
BAB IV PENUTUP
Memuat kesimpulan dan saran atas teori dan pemahaman mengenai Arsitektur dan Budaya
serta studi kasus mengenai Peran Budaya terhadap Arsitektur pada bangunan rumah di Desa
Adat Tigawasa.
2|Page
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
Kebudayaan berasal dari kata cultuure (Belanda) culture (Inggris) dan colere (Latin)
yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan terutama
pengolahan tanah yang kemudian berkembang menjadi segala daya dan aktifitas manusia
manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Dari bahasa Indonesia (Sansekerta)
“buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Pendapat lain
“budaya” adalah sebagai suatu perkembangan darikata majemuk budi-daya, yang berarti daya
dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya
dari budi yang berupa cipta,karsa dan rasa.
Kebudayaan mempunyai arti yang sangat luas dan pengertiannya tergantung dari
bidang, tujuan bahasan atau penelitian tentang kebudayaan tersebut dilakukan. Terdapat
konsep kebudayaan yang bersifat materiel, yang dilawankan dengan kebudayaan yang bersifat
idiel atau konsep yang mencakup keduanya. A. Kroeber & C. Kluchkohn (dalam Poerwanto,
1997) secara lengkap menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola tingkah
laku dan bertingkah laku, eksplisit maupun implisit yang diperoleh melalui simbol yang
akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk
perwujudannya dalam benda-benda materi. Seperti halnya dinyatakan Koentjaraningrat (2005)
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang didapatkannya
melalui belajar. Dengan mengkaji lingkungan alam tempat tinggalnya, menyesuaikan diri dan
mencoba menarik manfaatnya.
Menurut wujud atau bentuknya kebudayaan dibagi dari yang abstrak sampai ke yang
kasat. JJ. Honigman dalam Koentjaraningrat (2005) membagi wujud kebudayaan tersebut
dalam 3 bagian, yakni: Sistem Kebudayaan (Cultural System) yang bersifat abstrak berupa nilai
atau pandangan hidup, Sistem Sosial (Sosial system) yang berupa pola kegiatan yang sifatnya
lebih konkrit serta Kebudayaan Fisik (Physical Culture) berupa peralatan, perabot dan
bangunan yang sifatnya paling konkrit. Masing-masing bentuk kebudayaan tersebut berkaitan
erat satu sama lain.
Pada semua kebudayaan terdapat unsur-unsur yang selalu ada yang dikategorikan
dalam tujuh unsur kebudayaan meliputi: Sistem Religi dan Upacara Keagamaan, Sistim dan
Organisasi Kemasyarakatan, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian, Sistem Mata Pencaharian
3|Page
serta Sistem Teknologi (Kluckhohn dalam Koentjaraningrat, 2005). Unsur budaya tersebut
merujuk pada macam atau tema kebudayaan. Sifat unsur kebudayaan tersebut universal, artinya
pada kebudayaan apapun ketujuh unsur tersebut ada, hanya komposisinya saja yang akan
berbeda. Komposisi inilah yang akan memberikan karakter pada suatu kebudayaan
.
Unsur-Unsur Kebudayaan
3. Sistem pengetahuan.
Merupakan produk manusia sebagai homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari
pemikiran sendiri, disamping itu didapat juga dari orang lain. Kemampuan manusia
mengingat- ingat apa yang telah diketahui kemudian menyampaikannya kepada orang lain
melalui bahasa. menyebabkan pengetahuan menyebar luas. Lebih-lebih bila pengetahuan itu
dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4|Page
6. Bahasa.
Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada
mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode) yang kemudian disempumakan dalam
bentuk bahasa lisan, dan akhimya menjadi bentuk bahasa tulisan.
7. Kesenian.
Merupakan hasil dari manusia sebagai homo aestetieus. Setelah manusia dapat
mencukupi kebutuhan fisiknya, maka dibutuhkan kebutuhan psikisnya untuk dipuaskan.
Manusia bukan lagi semata-mata memenuhi kebutuhan isi perut saja, mereka juga perlu
pandangan mata yang indah, suara yang merdu, yang semuanya dapat dipenuhi melalui
kesenian,
5|Page
kebudayaan tersebut dapat tetap hidup. Dengan demikian ada bagian-bagian yang tetap eksis
dan menjadi ciri kuat dari kebudayaan tersebut serta ada bagian-bagian yang berubah
menyesuaikan perkembangan jaman (continuity and change). Unsur-unsur yang tetap
dipertahankan dan diturunkan antar generasi menjadi tradisi kebudayaan.
Masyarakat tiap daerah mempunyai kemampuan dan kreativitas yang berbeda dalam
mengadaptasi dan mengolah kebudayaan baru. Hal ini mempengaruhi dan mengakibatkan
bervariasinya hasil-hasil budaya itu, antara lain adalah beragamnya kekhasan arsitektur yang
mampu mencerminkan budaya daerah. Rumah dengan segala perwujudan bentuk , fungsi dan
maknanya senantiasa diatur, diarahkan, dan ditanggapi atau diperlakukan oleh penghuni
menurut kebudayaan yang mempengaruhi masyarakat yang bersangkutan.
Konteks kebudayaan dalam bentuknya yang akan tercermin dalam karya arsitektur
meliputi: agama, sosial, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, estetika. Nilai
sebagai salah satu perwujudan kebudayaan akan mencakup hal yang berkenaan dengan
kebenaran (logika), kebaikan (etika), keindahan (estetika). Faktor fungsi dari kebudayaan
dalam wujud arsitektur ditentukan oleh kebutuhan, teknologi, asosiasi, estetika, telesik
(kesejamanan), pemakaian yang tepat.
Sebagaimana setiap suku bangsa mempunyai corak rumah masing-masing baik bentuk
maupun fungsi dari rumah tinggal yang di huninya. rumah tempat tinggal dapat berlainan
menurut ukuran serta kemewahannya, karena sebuah rumah orang Jawa dapat juga
memperlihatkan bagaimana status sosial dari penghuninya. Arsitektur merupakan salah satu
hasil budaya yang dapat menunjukkan identitas masyarakat pendukungnya.
Dalam membahas arsitektur, terdapat tiga aspek yang sangat terkait di dalamnya, yakni
contend, container dan context. Contend menyangkut isi, yakni manusia sebagai penghuni
dengan segala aktifitas dan kebudayaanya. Container menyangkut wadah, bentuk fisik,
lingkungan binaan atau bangunan yang mewadahi kegiatan manusia tersebut. Context
6|Page
menyangkut tempat, lingkungan alam dimana wadah dan isinya berada. Perubahan diantara
ketiganya akan menyebabkan berubah pula yang lain.
Arsitektur sebagai wujud nyata kebudayaan dapat dipastikan akan ikut terimbas mana
kala kebudayaan sebagai suatu sistem keseluruhan mengalami perubahan. Bahkan sebagai
bentuk kebudayaan yang kedudukannya paling luar, arsitektur merupakan bentuk kebudayaan
yang paling rentan berubah. Sebagai bentuk adaptasi, perubahan-perubahan bentuk arsitektur
tersebut akan mewakili kondisi kebudayaan pada saat itu, yang apabila dirangkaikan akan dapat
bercerita tentang sejarah suatu kebudayaan.
Istilah-istilah tersebut diatas saling terkait dan pada penggambarannya sulit dipisahkan
satu sama lain. Beberapa persamaannya adalah karakter spesifik yang merujuk pada budaya
masyarakat, keterkaitan yang dalam dengan lingkungan alam setempat (lokalitas), serta
bersumber dari adat yang diturunkan antar generasi dengan perubahan kecil.
Menurut Oliver (2006) arsitektur vernakular (dalam bahasan ini akan disebut sebagai
arsitektur tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam
pandangan hidup masing-masing masyarakat. Kebutuhan khusus dari nilai-nilai yang bersifat
lokal ini menimbulkan keragaman bentuk antar daerah. Kekhasan dari masing-masing daerah
7|Page
tergantung dari respon dan pemanfaatan lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan
erat manusia dan lingkungannya (man & enfironment).
8|Page
BAB III
STUDI KASUS
Pada studi kasus ini, dipilih salah satu rumah di Desa Adat Tigawasa, Buleleng yang
tergolong Desa Bali Aga yang saat ini sedang mengalami pergeseran atau perubahan arsitektur
dalam konteks kebudayaan baik dari segi fisik maupun non fisik.
Sumber : https://maps.google.com
9|Page
Gambar : Peta Lokasi Desa Adat Tigawasa
Desa Tigawasa dari kota Singaraja dengan arah ke barat yang jaraknya ± 19 km sampai
di Labuan Aji ( Ramayana ). Dari Labuan Aji ( Ramayana ) ke selatan dengan jarak ± 5 km,
adapun letak Desa Tigawasa pada tanah landai di pegunungan, yang dari permukaan laut ± 500
s/d 700 m. Desa Tigawasa mempunyai luas wilayah 1690 Ha dari pegunungan sampai ke pantai
( laut ) Tukad Cebol (kini Desa Kaliasem ) kampung Bunut Panggang, Bingin Banjah dan
Kampung Labuan Aji adalah wilayah Desa Tigawasa.
10 | P a g e
- Banjar Dinas Sanda
- Banjar Dians Pangussari
- Banjar Dinas Wanasari
- Banjar Congkang
- Dinas Dinas Gunung Anyar
- Banjar Dinas Dangin pura
- Banjar Dinas Umasedi
- Banjar Dinas Konci
MATA PENCAHARIAN
Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Dagang dan Indutri Anyaman Bambu.
ORGANISASI DESA
Subak Abian.
Karang Taruna.
Kelompok PKK
Sekaha Teruna-Teruni
Tani Ternak
SARANA PENDIDIKAN
TK : 1 buah ( TK Wira Kusuma Desa Tigawasa )
SD : 3 buah ( SD 1,SD 2, SD 3 Desa Tigawasa )
SMP : 1 buah ( SMP 1 Atap Negeri 2 Banjar )
Paket C : 1 buah ( Paket c Desa Tigawasa ).
11 | P a g e
Pola Pemukiman Desa Tigawasa
Pola pada bangunan hunian di desa ini tidak menggunakan pola natah yang notabene
berisi banyak bangunan di dalam pekarangan, melainkan pola yang terdiri dari hanya tiga
bagian, yaitu bangunan utama (sakaroras), bangunan suci (sanggah), dan lumbung (jineng).
Proses pembangunan tempat tinggal masyarakat Desa Tigawasa dimulai dengan membangun
penyengker/bata pekarangan kemuadian membangun sanggah dilanjutkan dengan membangun
sakaroras. Jika pemilik rumah memiliki keinginan membangun bangunan penjunjang lainya
juga dapat dilbangun setelah membangun bangunan utama.
12 | P a g e
Gambar : Jalan akses menuju rumah penduduk
Tigawasa adalah sebuah desa tua “Bali Aga”, tepatnya di Kecamatan Banjar Kabupaten
Buleleng. Nama desa ini sangat erat hubungannya dengan kedatangan seorang Rsi bernama
Rsi Markandeya ke Bali, yang konon membawa anak buahnya “wong Aga” dari Gunumg
Rawung. Menurut Lontar Markandeya Wong Aga inilah yang menetap di Bali hingga
sekarang, yang tersebar di daerah seluruh Bali, misalnya, Tigawasa sendiri, Cempaga,
Sidetapa, Pedawa, Sembiran, Trunyan, Batur dan sebagainya.
Kata Tigawasa berasal dari dua versi, yaitu yang pertama berarti, Tiga Kuasa atau Tiga
Tempat (tempat yang dimaksud adalah: Munduk Taulan, Pememan dan Kayehan Sanghyang).
Sedangkan arti kata yang kedua adalah, Tiga Was atau tiga kali pergi (maksudnya adalah tiga
kali pergi untuk membuat desa, tempat yang pertama adalah di Sanda, kedua Pangus dan yang
terakhir tempat dimana saat ini merupakan pusat desa.
Desa yang terkenal dengan anyaman sokasinya ini memiliki beberapa tradisi yang
sangat unik termasuk tradisi pada saat merayakan hari-hari keagamaan (galungan, kuningan,
Pegatwakan dan sebagainya). Pertama tradisi bahasa, bahasa yang dipakai dalam kehidupan
sehari-hari oleh masyarakat di daerah Tigawasa adalah bahasa pedalaman yaitu bahasa yang
13 | P a g e
sudah ada sejak wong Aga sendiri masuk ke daerah Bali. Bahasa ini disebut bahasa Tigawasa
dimana vokal bahasanya kebanyakan memakai vokal ‘a’, yang mirip dengan bahasa Jawi dan
Melayu kuno. Misalnya saja dalam bahasa Indonesia,”mau kemana?”, dan dalam bahasa
Tigawasa, “kal kejapa?” Masih banyak lagi istilah-istilah dalam bahasa Tigawasa yang
mungkin tidak bisa dimengerti oleh masyarakat Bali kebanyakan.
Bali Aga tidak memiliki Pura Dalem, begitu juga dengan Desa Tigawasa. Desa
Tigawasa hanya memiliki Pura Desa, Pura Segara dan pura Gedong Besakih yang merupakan
pengayatan dari Pura Besakih. Kenapa tidak memiliki pura dalem? Karena sudah dirangkul
dan dijadikan satu dengan Bale Agung atau Pura Desa, sehingga orang-orang yang suka dengan
ilmu gelap akan musnah ketika menginjakkan kaki di desa Bali Purwa ini.
14 | P a g e
3. Pura Segara
Masyarakat di desa Tigawasa percaya dengan adanya upacara ngulapin, tetapi upacara
ini dilakukan di kamar suci dan bisa juga di tempat tidur. Istilah ngulapin ini dikenal dengan
istilah Ngidih Yeh Base. Upacara ini diemong oleh Balian desa yang sudah terkenal mumpuni
di bidangnya. Tradisi yang lainnya adalah saat penguburan mayat. Masyarakat desa Tigawasa
mengenal suatu kepercayaan dimana, orang yang meninggal pada hari itu juga langsung
dikubur dan harus dimandikan dengan air sembung, karena sekte yang masih dianut adalah
sektu Sambu.
Selain kepercayaan memandikan mayat dengan air sembung, masyarakat desa juga
memiliki suatu kepercayaan dimana, mayat harus dinyanyikan dengan teriakan-teriakan yang
menyayat hati, yang diistilahkan dengan istilah Ngelenjatang, hal ini dimaksudkan untuk
memisahkan badan halus dan kasar. Mayat yang dikubur tidak memakai peti tetapi langsung
dibungkus dengan tikar dan hanya dibekali nasi bawang ajembung, dan langsung di bawa ke
penguburan setempat.
15 | P a g e
Adapun jenis-jenis organisasi kemasyarakatan yang berada di Desa Tigawasa adalah
Subak Abian, Karang Taruna, Kelompok PKK, Sekaha Teruna-Teruni, dan Tani Ternak.
c. Bahasa,
Bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di daerah Tigawasa
adalah bahasa pedalaman yaitu bahasa yang sudah ada sejak wong Aga sendiri masuk ke daerah
Bali. Bahasa ini disebut bahasa Tigawasa dimana vokal bahasanya kebanyakan memakai vokal
‘a’, yang mirip dengan bahasa Jawi dan Melayu kuno.
d. Kesenian,
Hasil kerajinan anyaman bambu yang terkenal dari desa ini adalah sokasi dan gedeg.
Sokasi (sejenis bakul bertutup khas ala Bali) dibuat dari bambu bali (Gigantochloa sp.) dan
bambu tali (Gigantochloa apus (J.A. & J.H.Schultes) Kurz. Gedeg yang khas dan kaya variasi
dibuat dari jenis-jenis bambu buluh seperti: Schizostachyum lima (Blanco) Merr.,
Schizostachyum zollingeri Steud. dan Schizostachyum castaneum Widjaja.
Objek studi yang digunakan yaitu rumah yang ada di Desa Adat Tigawasa, dimana
objek rumah yang dikaji yaitu rumah yang masih sangat kental terhadap unsur budaya dalam
16 | P a g e
konteks peran budaya terhadap arsitektur Peran budaya dapat dilihat dari fungsi bangunan,
bentuk bangunan, dan kegunaan bangunan tersebut.
Fungsi Bangunan
Rumah tradisional yang masih ada di desa adat Tigawasa ini berjumlah lima
bangunan yang masing-masing dihuni oleh satu anggota keluarga. Disetiap rumah tersebut
langsung mencangkup semua fungsi (kamar tidur, paon, tempat makan dan teras) dari setiap
rumah yang kita ketahui biasanya. Rumah yang ada di desa Tigawasa ini disebut rumah saka
roras(12), rumah ini adalah unsur budaya dari desa Tigawasa yang masih ada sampai
sekarang.
Peran budaya di rumah ini sangat kental terlihat di bangunan ini karena dalam
sejaranya rumah tersebut dihuni dari setiap generasi ke generasi selanjutnya yang telah
kurang lebih 100 tahun yang lalu. Bentuk bangunannya yang dikondisikan untuk kebutuhan
dari setiap keluarga namun dengan bentuk awalnya yaitu berbentuk persegi panjang dengan
saka yang berjumlah 12, dengan fungsi yang menjadi satu di dalam rumah.
Seiring dengan berjalannya budaya yang makin hari makin berkembang, budaya yang
ada di desa Tigawasa ini semakin berubah. Yang dulunya tidak diperbolehkan membangun
rumah leh atas dari pura desa meraka namun sekarang sudah diperbolehkan untuk
membangun diatas dari pura desa mereka, dikarenakan pertambahan jumlah penduduk yang
ada disana. Rumah yang dibangun oleh masyarakat di desa Tigawasa ini sudah berkembang
dari budaya yang ada, mereka membangun mengikuti bangunan masa kini yang kondisinya
mengikuti rumah-rumah yang telah ada diperkotaan.
Perubahan fungsi juga terlihat dengan adanya penambahan fungsi bangunan dapur
dalam satu pekarangan rumah. Pada awalnya, dapur pada bangunan rumah tradisional di desa
Tigawasa ini berada dalam satu bangunan dengan kamar tidur. Namun sesuai dengan
perkembangan budaya yang ada, kini dibangun bangunan dengan fungsi sebagai dapur dan
ruang makan.
Fisik Bangunan
Tak hanya pada fungsi bangunannya saja, perubahan yang terjadi juga terlihat pada
wujud fisik bangunan rumah tradisional tersebut. Perubahan tersebut tidak lain karena
17 | P a g e
adanya perkembangan budaya yang ada yang pada akhirnya mempengaruhi nilai arsitektur
pada bangunan rumah itu sendiri.
Contoh bangunan masih ada unsur budayanya yang dimiliki oleh Bapak Made Masa
yang berprofesi sebagai pembuat anyaman dari bamboo. Dirumah ini beliau masih
mempertahankan rumah yang telah di tinggalkan dari buyut Bapak Made masa. Beliau
mempertahankan bangunan ini untuk mempertahankan kebudayaan yang ada di desa
Tigawasa ini.
18 | P a g e
Contoh bangunan yang sudah berkembang dari peran budaya yang telah ada
sejak dulu yaitu rumah dari bapak Ketut Murdika yang berprofesi sebagi kepala desa.
Rumah ini sudah mengikuti jenis rumah yang mengikuti perkembangan budaya, yaitu
rumah masa kini yang telah ada di daerah perkotaan.
Rumah tradisional yang dulunya hanya menggunakaan material-material
tradisional dan tidak difinishing, namun pada rumah tersebut pada bagian dinding sudah
mulai di finishing menggunakan keramik dan pada bagian lantainya juga telah di tutupi
menggunakan material keramik.
19 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kebudayaan berasal dari kata cultuure (Belanda) culture (Inggris) dan colere (Latin)
yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan terutama
pengolahan tanah yang kemudian berkembang menjadi segala daya dan aktifitas manusia
manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem ,gagasan atau tindakan dan hasil karya manusia
untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang tersusun dalam kehidupan manusia.
Arsitektur adalah indeks budaya yang mempunyai wujud berbeda pada masyarakat yang
berbeda. Arsitektur berkaitan dengan budaya, memiliki system lambang, makna serta skema
kognitif. Arsitektur mempunyai fungsi yang luas yaitu fungsi kebudayaan. Oleh karenanya,
dalam kenyataan dapat dijumpai adanya simbolsimbol arsitektur yang menandai budaya yang
terkandung di dalamnya.
Pada Desa Adat Tigawasa ini, konsep-konsep bangunan tradisional masih dipegang
erat. Seperti bentuk bangunan rumah yang menggunakan saka roras dengan fungsi
didalamnnya sebagai tempat tidur keluarga dan dapur. Namun dalam perkembangannya saat
ini, terjadi beberapa perubahan baik secara fungsi maupun fisik bangunan. Dari fungsi terlihat
adanya penambahan massa dimana fungsi dapur dipisah dari bangunan utama dan membentuk
massa bangunan tersendiri. Sementara dari fisik terlihat dengan adanya penambahan material
finishing dinsing maupun lantai menggunakan keramin.
4.2 Saran
Saran yang bisa diberikan adalah agar budaya-budaya tradisional yang ada di Bali
maupun Indonesia haruslah senantiasa selalu dijaga keberadaannya begitupula dengan nilai-
nilai arsitektur tradisional itu sendiri.
20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Gelebet, I Nyoman. 1985. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Bali.
Ganesha, Wayan. 2012. Pola Ruang Permukiman Dan Rumahtradisional Bali Aga Banjar
Dauh Pura Tigawasa. Malang.
Sumber Wawancara :
Sumber Internet :
21 | P a g e