Anda di halaman 1dari 45

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan

bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Daftar isi

1 Definisi Budaya

2 Pengertian kebudayaan

3 Unsur-Unsur

4 Wujud dan komponen


o 4.1 Wujud
o 4.2 Komponen

5 Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan


o 5.1 Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
o 5.2 Sistem mata pencaharian
o 5.3 Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
o 5.4 Bahasa
o 5.5 Kesenian
o 5.6 Sistem Kepercayaan

5.6.1 Agama Samawi

5.6.2 Agama dan filsafat dari Timur

5.6.3 Agama tradisional

5.6.4 "American Dream"

5.6.5 Pernikahan

o 5.7 Sistem ilmu dan pengetahuan

6 Perubahan sosial budaya

7 Penetrasi kebudayaan

8 Cara pandang terhadap kebudayaan


o 8.1 Kebudayaan sebagai peradaban
o 8.2 Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"
o 8.3 Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi

9 Kebudayaan di antara masyarakat

10 Kebudayaan menurut wilayah

11 Referensi

12 Daftar pustaka

13 Lihat pula

14 Pranala luar

Definisi Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan,
dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai

yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan
"kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan
oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya polapola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

Unsur-Unsur

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan,
antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga
adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan komponen


Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan
artefak.

Gagasan (Wujud ideal)


Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu
dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta
bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata

kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.

Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud
kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.

Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli
antropologi Cateora, yaitu :

Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret.
Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari
suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Lembaga social
Lembaga social dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek
berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam
suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan social
masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak
perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di
kota kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam
masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana
memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara
bagaimana berkomunikasi.

Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari

tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap
masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam
segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif.
Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan
jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah buahan, sebagai symbol yang arti
disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat
masyarakatnya menggunakan cara tersebut.

Bahasa
Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah,
bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi
bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat
unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi
keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi
lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan


Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.


Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala
peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan
masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasilhasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian
paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik), yaitu:

alat-alat produktif

senjata

wadah

alat-alat menyalakan api

makanan

pakaian

tempat berlindung dan perumahan

alat-alat transportasi

Sistem mata pencaharian


Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata
pencaharian tradisional saja, di antaranya:

Berburu dan meramu

Beternak

Bercocok tanam di ladang

Menangkap ikan

Sistem kekerabatan dan organisasi sosial


Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes
mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk
menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan
darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh
masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti
keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik
yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang
lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata
krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus.
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk
mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari
naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kesenian

Karya seni dari peradaban Mesir kuno.


Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai
cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana
hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Sistem Kepercayaan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan
mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan
adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai
salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama
(bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"),

adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of
Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk
beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap
yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun
Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti
misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi[4]
atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun
juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan
pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama
monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai
dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti
Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa
dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para
filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara
1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]
Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak memengaruhi kebudayaan Timur
Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5
milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]
Agama dan filsafat dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama dari timur dan Filosofi Timur

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan
filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia
melalui difusi kebudayaan dan migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahyna yang menyebar di sepanjang utara
dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan China selatan sampai
Vietnam. Theravda Buddhisme menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian
barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah
pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.
Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, memengaruhi baik religi, seni,
politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik
tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan
Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan dan
antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem
kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
Agama tradisional
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut oleh
sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup besar; mungkin
bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti
misalnya agama Shinto.
Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan
ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual
yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
"American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah
kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya, melalui
kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [9]
Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas
bukit" (atau city upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[10] yang
memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai
generasi berikutnya.

Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen
memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara
pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut
menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan
gerejanya.
Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang
bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang
pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian,
namun memperbolehkannya.

Sistem ilmu dan pengetahuan


Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda,
sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia.
Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut
logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

pengetahuan tentang alam

pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya

pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama
manusia

pengetahuan tentang ruang dan waktu

Perubahan sosial budaya


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perubahan sosial budaya

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan
kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam
suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu
ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[11]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat,
penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es
berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru
lainnya dalam kebudayaan.

Penetrasi kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke
kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh
kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia[rujukan?]. Penerimaan kedua macam kebudayaan
tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat
setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsurunsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau
Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang
merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis
adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan
baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

Penetrasi kekerasan (penetration violante)


Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,
masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan
dalam masyarakat[rujukan?].
Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350
tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem
pemerintahan Indonesia.

Cara pandang terhadap kebudayaan


Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada
abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut
cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu
kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti
misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata
berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil
bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
"berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang
kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain
yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma

dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen
dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan
dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaandapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap
mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu
kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan
alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang
sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture)
atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak
orang.

Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"


Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap
gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan
kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu,
gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak
berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi
yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia
tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini
pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks
pekerja organisasi atau tempat bekerja.

Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi


Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari
stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama
dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

Kebudayaan di antara masyarakat


Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur),
yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan
dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan
gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung
pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa
banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi
antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga


masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.

Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di
Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan
kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam
masyarakat asli.

Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli
tanpa campur tangan pemerintah.

Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok


minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara
damai dengan kebudayaan induk.

Kebudayaan menurut wilayah


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebudayaan menurut wilayah
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan kebudayaankebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut
juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan
Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan
Arab dan Islam.

Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang
dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris,
Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari
kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti
misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.
Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia
Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi
kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika.
Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan
lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua
Australia, Aborigin.
Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya.
Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap
oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa
Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah,

kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama
Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi
oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di
daerah ini.

Referensi
1.

^ a b c Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi

2.

^ Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan


Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja
Rosdakarya.hal.25

3.

^ Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western
Thought, p. 488.

4.

^ Dari bahasa Arab, artinya: "agama langit"; karena dianggap diturunkan dari
langit berupa wahyu.

5.

^ Karena dianggap muncul dari suatu tradisi bersama Semit kuno dan ditelusuri
oleh para pemeluknya kepada tokoh Abraham/Ibrahim, yang juga disebutkan dalam
kitab-kitab suci ketiga agama tersebut.

6.

^ Annual Assessment (PDF), Jewish People Policy Planning Institute (Jewish


Agency for Israel), 2007, hlm. 15, based on American Jewish Year Book 106. American
Jewish Committee. 2006.

7.

^ Adherents.com Number of Christians in the world

8.

^ Miller, Tracy, ed. (2009), Mapping the Global Muslim Population: A Report on
the Size and Distribution of the Worlds Muslim Population (PDF), Pew Research Center,
hlm.4"

9.

^ Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American Dream, p. 1.

10.

^ Ronald Reagan. "Final Radio Address to the Nation".

11.

^ O'Neil, D. 2006. "Processes of Change".

Daftar pustaka

Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition,
1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.

Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities.
University of Michigan Press.

Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of
Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6.

Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press.


ISBN 978-0-521-29164-4

Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New


York,

Dawkins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback
ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2

Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes. Retrieved:


2006-06-29.

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York. ISBN
978-0-465-09719-7.
"Ritual and Social Change: A Javanese Example", American Anthropologist, Vol. 59, No.
1. 1957.

Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, MA:


Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-11649-8

Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United
States: Littlefield, Adams & Co.

Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York:
HarperCollins. ISBN 0-06-271543-7

Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and
Winston. ISBN 978-0-03-080361-1.

Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and


Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum

Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated


analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford
University Press

Middleton, R. 1990. Studying Popular Music. Philadelphia: Open University Press. ISBN
978-0-335-15275-9.

Rhoads, Kelton. 2006. The Culture Variable in the Influence Equation.

Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology,
philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871.
ISBN 978-0-87968-091-6

O'Neil, D. 2006. Cultural Anthropology Tutorials, Behavioral Sciences Department,


Palomar College, San Marco, California. Retrieved: 2006-07-10.

Reagan, Ronald. "Final Radio Address to the Nation", January 14, 1989. Retrieved June
3, 2006.

Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought.
New Jersey U.S., Sussex, U.K: Humanities Press.

UNESCO. 2002. Universal Declaration on Cultural Diversity, issued on International


Mother Language Day, February 21, 2002. Retrieved: 2006-06-23.

White, L. 1949. The Science of Culture: A study of man and civilization. New York:
Farrar, Straus and Giroux.

Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York.
ISBN 978-0-679-76867-8.

Wolfram, Stephen. 2002 A New Kind of Science. Wolfram Media, Inc. ISBN 978-157955-008-0

Lihat pula

Budaya Akademik di Dalam Konteks Perguruan Tinggi


OPINI | 04 April 2013 | 00:36

Dibaca: 363

Komentar: 0

Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memlikiki ciri khas
tersendiri di samping lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Masyarakat akademik
harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok
dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai
budaya akademik sebagai berikut:
Kritis: Setiap insan akademik harus senantiasa mengembangkan sikap
senantiasa ingin tahu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahan
melalui suatu kegiatan.
Kritis di bagi menjadi 4 tahapan yaitu tulisan, tulisan berupa teguran
terhadap seseorang dengan media tulisan, lalu dengan media lisan atau orasi,
tahapan ini biasanya digunakan apabila tahapan tulisa tidak ampuh dengan orang
yang kita kritik.
Jadi tahapan lisan lah yang digukan selanjutnya, tetapi apabila kita ingin
mengkritik seseorang kita tidak boleh mengkritiknya dengan cara kasar. Harus
dengan cara yang lembut. Sehingga orang yang kita kritis tidak tersinggung.
Lalu tahapan selanjutnya unjuk rasa, tahapan ini hanya bisa digunakan
apabila orang yang kita kritis sudah tidak mau medengarkan kita, dan tahapan
pertama dan kedua sudah dilakukan, jadi dengan tahapan ini lah yang mampu
benar benar dilakukan.
lalu tahapan yang terakhir yaitu demonstrasi, demonstrasi ini sifatnya sangat
buruk, karna adanya penggabungaan antara 3 tahapan yang sudah ada dalam
mengkritisi orang, tapi apabila seseorang atau kelompok ingin melakukan
demonstrasi harus mepunya surat ijin dari pihak tertentu. Karna apa bila tidak
demonstrasi ini akan menjadi tindak pidana, karna dianggap ilelgal.
Kreatif: Senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya menemukan
sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi masyarakat. Dan kreatif juga dapat
dicontohkan dari kehidupan sehari hari, contohnya gaya berpakaian, cara bicara
yang baik, sikap.
Namun perlu disadari bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar
nasional, adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundangundangan di Indonesia. Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai
Pancasila sebagai sumber materi.
konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilah
hukum Tuhan (sila I), nilai yang terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan
seperti jaminan hak dasar (hak asasi) manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia
(sila III), nilai demokrasi yang bertumgu pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan

negara (sila IV), dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan (sila V).
Selain ini tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan
hukum aspirasi dan realitas kehidupan masyarakan dan rakyat adalah merupakan
sumber materi dalam penyusunan dan pengembangan hukum

Seperti Aku Seperti Jiwaku

Home

Artikel

Gunadarma

Pemrograman

About

Download

Uncategorized

Budaya Akademik
Selasa, Maret 06, 2012 Artikel No comments

BUDAYA AKADEMIK
a. Pengertian Budaya Akademik.
Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas.
Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari
kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga
masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.

Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju bersama
dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan
dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan
dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia
pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan
tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan
didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki komitmen dan rasa tanggung-jawab
yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik bukan perkara yang
mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di
kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan
tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah
dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa
adalah apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah
terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi
substansial akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan
dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan
memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu berbicara tentang norma dan
nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan latihan, normanorma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan
sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari
ataupun tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya dan
pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan
intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan IPTEK dan budaya dalam
pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan untuk perubahan tersebut.
Berarti budaya akademik :
1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian
(disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu:
- Akademi
- Universitas
- Sekolah Tinggi
- Institut, dll
3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan sebagainya
secara ilmiah.

4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat atau Perguruan
Tinggi yang mendorong mahasiswa melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan,
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).
b. Pembahasan Tentang Budaya Akademik
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang di
Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik
yang disepakati oleh sebagian besar responden adalah budaya atau sikap hidup yang selalu
mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang
mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif
oleh warga masyarakat yang akademik.
Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik
perkembangannya yang disebut Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik yang meliputi
berkembangnya :
(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif
(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral
(3) kebiasaan membaca
(4) penambahan ilmu dan wawasan
(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat
(6) penulisan artikel, makalah, buku
(7) diskusi ilmiah
(8) proses belajar-mengajar, dan
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik
2) Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri
khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen
dan mahasiswa, menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta
mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan
cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembagalembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti
menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis,
rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan
pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan
disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebihlebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam
paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.
3) Kebebasan Akademik

Pengertian tentang Kebebasan Akademik yang dipilih oleh 144 orang responden adalah
Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen)
untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan
pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik
meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat,
pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Kebebasan Akademik mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik, tetapi kehidupan dan
kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim
pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam
kepustakaan internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan
berkaitan dengan kebebasan.
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan
kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun
diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto. Kini
kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto
kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid,
bahkan hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada pemerintahan Megawati,
yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam kehidupan
beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam
perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat. Dapat dikatakan bahwa
kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi
politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan
kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan akademik pada
lazimnya meliputi
(1) penerbitan buku tertentu
(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan
(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan
dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara
c. Prinsip Dasar Budaya Akademik atau Standar Suasana Akademik Yang Kondusif.
1. Prinsip kebebasan berfikir (kebebasan dalam ilmiah)
2. Prinsip kebebasan berpendapat
Prinsip kebebasan mimbar akademik yang dinamis, terbuka dan ilmiah, sesuai
dengan yang diamanatkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Dalam implementasinya :
1. Harus dibangun suasana akademik dengan prinsip :
a. Interaksi mahasiswa dengan dosen harus dalam bentuk mitra bukan dalam bentuk in-loco
parentis (Dosen otoritas, superior, Mahasiswa kerdil dan tidak ada apa-apa).
b. Secara bersama-sama dosen dan mahasiswa punya hak yang sama dalam keilmuan dan
penelitian, diciptakan secara terencana, sistematis, kontinu, terbuka, objektif, ilmiah.

c. Harus diciptakan suasana Perguruan Tinggi yang kondusif yang dapat memberikan
ketenangan, kenyamanan, keamanan dalam proses belajar mengajar (kegiatan akademik).
2. Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.
3. Mengarah kepada prinsip-prinsip good govermance sesuai dengan kebutuhan use,
stakeholders.

d. Meningkatkan Budaya Akademik / SDM Mahasiswa


1.

Menitik beratkan pada Plan, Do, Check, Action (PDCA)

Plan
= rencana yang tepat, matang dalam setiap aktifitas proses
belajar mengajar

Do

= dilaksanakan secara optimal, maksimal dan berkesinambungan

Check

= ada upaya komperatif, sinergi dan sinkronisasi yang diinginkan

dan tujuan

Action = ada evaluasi dan gambaran yang logis, ilmiah sehingga dijadikan
tolak ukur keberhasilan dan kegagalan

2. Adanya Interaksi kegiatan kurikuler yang terstruktur tepat, baik pada beban
kurikulum dan jumlah serta bobot SKS mata kuliah.
3. Model manajemen yang baik dan terstruktur yang mampu mensinkronisasikan
antara tujuan pribadi (mahasiswa) dengan visi, misi dan tujuan Perguruan Tinggi,
pangsa pasar.
4. Tersedianya sarana, prasarana dan sumber daya (dosen, karyawan) yang
memadai.
e. Kesadaran Kritis Dan Budaya Akademik
Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke
empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis
untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam
masa pembelajarannya. Sedangkan secara harfiah, mahasiswa terdiri dari dua
kata, yaitu Maha yang berarti tinggi dan Siswa yang berarti subyek pembelajar
sebagaimana pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan
pengertian mahasiswa sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di
perguruan tinggi/ universitas.
Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai subyek pembelajar saja, amatlah
sempit sebab meski diikat oleh suatu definisi study, akan tetapi mengalami
perluasan makna mengenai eksistensi dan peran yang dimainkan dirinya. Kemudian

pada perkembangan selanjutnya, mahasiswa tidak lagi diartikan hanya sebatas


subyek pembelajar (study), akan tetapi ikut mengisi definisi learning. Mahasiswa
adalah seorang pembelajar yang tidak hanya duduk di bangku kuliah kemudian
mendengarkan tausiyah dosen, lalu setelah itu pulang dan menghapal di rumah
untuk menghadapi ujian tengah semester atau Ujian Akhir semester. Mahasiswa
dituntut untuk menjadi seorang simbol pembaharu dan inisiator perjuangan yang
respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan umat manusia.
Apabila kita melakukan kilas balik, melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali
mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari penjajahan hingga kini masa
reformasi. Mahasiswa bukan hanya menggendong tas yang berisi buku, tapi
mahasiswa turut angkat senjata demi kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah
menjadi rahasia umum, bahwasanya mahasiswa lah yang menjadi pelopor
restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI pada saat reformasi 1998. Peran yang
diberikan mahasiswa begitu dahsyat, sehingga sendisendi bangsa yang telah rapuh,
tidak lagi bisa ditutup-tutupi oleh rezim dengan status quonya, tetapi bisa
dibongkar dan dihancurkan oleh Mahasiswa.
Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak terlepas dari peran
mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan sebagai Agent of
social change (Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor ke arah perbaikan
suatu bangsa. Kendatipun demikian, paradigma semacam ini belumlah menjadi
kesepakatan bersama antar mahasiswa (Plat form ), sebab masih ada sebagian
madzhab mahasiswa yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi dirinya sebagai
seorang mahasiswa, bahkan ia tak mau tahu menahu tentang keadaan sekitar
lingkungan masyarakat ataupun sekitar lingkungan kampusnya sendiri. Yang
terpenting buat mereka adalah duduk dibangku kuliah menjadi kambing conge
dosen, lantas pulang duluan ke rumah.
Inikah mahasiswa ? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis,
berkemauan tinggi, respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa,
mau bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang
tinggi) untuk menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta
spiritualis dan konsisten dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhidan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan
eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar
gelar akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat
penghargaan cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama rakyat
dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling tidak dalam lingkup yang
paling mikro, ada suatu kemauan untuk mengembangkan civitas/ perguruan tinggi
dimana ia kuliah. Misalnya dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu
Organisasi intra kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta
aktif dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Beranda

0 komentar:
Poskan Komentar
Social Profiles

Search

Popular

Tags

Blog Archives

Gunadarma University

Gunadarma University
Popular Posts

Budaya Akademik
BUDAYA AKADEMIK a.
Pengertian Budaya Akademik. Cara hidup
masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang bernaung dalam
sebuah in...

Anak "KAMPUNG" nonton bareng Indonesia Mencari Bakat (IMB) di Trans TV


Anak "KAMPUNG" Nonton Bareng Indonesia Mencari Bakat (IMB) di Trans TV
Berawal dari info seorang teman yang memp...

Perkembangan Teknologi Informasi


Perkembangan Teknologi Informasi Di Indonesia Teknologi Informasi adalah
suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk mem...

All About Us
Manusia berencana, waktu dan kendaraan yang menentukan Tanggal 23 Juni
2012 mungkin bisa disebut hari yang SUPER buat saya pribadi,...

SEJARAH PERKEMBANGAN INTERNET & NEW MEDIA


SEJARAH PERKEMBANGAN INTERNET & NEW MEDIA Internet merupakan
jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serik...

Cinta Karena Allah SWT - Tugas IBD


Cinta karena Allah SWT Cinta adalah luapan perasaan suka, dengan segala
ekspresinya, melalui ceria senyum wajahnya, dengan lembut dan baik l...

Manusia dan Keindahan


Manusia dan Keindahan Definisi manusia Dari segi ilmu eksakta , manusia
adalah kumpulan dari partikel-partikel atom yang memben...

Tugas IBD
BAB 3 MANUSIA DAN PENDERITAANNYA Pengertian Penderitaan Penderitaan
dan kata derita. Kata derita berasal dari kata bahasa sansekerta ...

Manusia Dan keadilan


Manusia dan Keadilan Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles
adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan...

Chord Last Child Feat Giselle Seluruh Nafas Ini


[intro] C G Am G F
Am
Lihatlah luka ini yang sakitnya abadi

F
C

Mengenai Saya

Richo Arphianz
Ini adalah blog gw...
Lihat profil lengkapku
Richo Arphianz. Diberdayakan oleh Blogger.
Categories

Artikel (1)

G ...

Chord Lagu (1)

Tugas (2)

Arsip Blog

2013 (3)

2012 (10)
o

November (1)

Juli (1)

Juni (3)

April (3)

Maret (2)

Chord Last Child Feat Giselle Seluruh Nafas Ini

Budaya Akademik

Total Tayangan Laman


6101
Followers

Copyright 2013 Seperti Aku Seperti Jiwaku | Powered by Blogger


Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Themes
| Web Hosting Coupons

Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 1


http://jukurenshita.wordpress.com/

1. BUDAYA AKADEMIK
a. Pengertian Budaya Akademik.
Budaya akademik (Academic culture), Budaya Akademik dapat dipahami
sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai
dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan
lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju
bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman.
Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi

yang ideal senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan
dan mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama
mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan. Perubahan dan
pembaharuan ini hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak
yang saling terkait, memiliki komitmen dan rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap
perkembangan dan kemajuan budaya akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh
setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membanggun budaya
akademik bukan perkara yang mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan
akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan akademisi untuk melakukan normanorma
kegiatan akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi
perguruaan tinggi, yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi
seorang dosen adalah dicapainya kemampuan akademik pada tingkat guru besar
(profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu mencapai prestasi
akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi
akademik tersebut ialah terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi
actual dan mutakhir, diskusi substansial akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas
seperti itu diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 2
http://jukurenshita.wordpress.com/

bertahap dapat menjadi kebiasaan dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa
dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang
akademisi akan memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bias saja ia mampu
berbicara tentang norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa
proses belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam
praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan
pelanggaran dalam wilayah tertentubaik disadari ataupun tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan
upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah
pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan
IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan
untuk perubahan tersebut.
b. Pembahasan Tentang Budaya Akademik
Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang
d Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang
Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar (167/76,2%) responden adalah
Budaya atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan
akademik dalam masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir,
keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat
akademik Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung
perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut Ciri-Ciri Perkembangan
Budaya Akademik yang meliputi berkembangnya

(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif;


(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral;
(3) kebiasaan membaca;
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 3
http://jukurenshita.wordpress.com/

(4) penambahan ilmu dan wawasan;


(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat;
(6) penulisan artikel, makalah, buku;
(7) diskusi ilmiah;
(8) proses belajar-mengajar, dan
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik
2) Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi Akademik
adalah,
Tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan
proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa; menyelenggarakan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis,
rasional dan inovatif di lingkungan akademik
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara
pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu,
melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi
tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian
pula, tradisi berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak
terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku
yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap
mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat
akademik yang mengidap tradisi lapuk, terutama dalam paradigma patron-client
relationship yang mendarah-daging.
3) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang Kebebasan Akademik yang dipilih oleh 144 orang (65,7%)
responden adalah
Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika
(mahasiswa dan dosen) untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan
upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 4
http://jukurenshita.wordpress.com/

nasional. Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan


karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu
yang ditekuni, dalam kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).
Kebebasan Akademik berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual masyarakat
akademik tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan
perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan
akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik
dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan
berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus Winter 1997, Poch 1993,
Watch 1998, Worgul 1992).
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan

dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama


puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era
pemerintahan Suharto (lihat Watch 1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang
seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin
berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan hampir tak
terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada pemerintahan Megawati, yang makin
sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap
dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu
menimbulkan hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya
kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat
tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan
oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang
menghambat perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi
(1) penerbitan buku tertentu;
(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu; dan
(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang
bertentangan dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau negara.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 5
http://jukurenshita.wordpress.com/

c. Otonomi Keilmuan
Dalam PP No. 30 Th. 1990 terdapat konsep mengenai Otonomi Keilmuan yang
disebut merupakan pedoman bagi perguruan tinggi dan sivitas akademika dalam
penguasaan dan pengembangan IPTEK dan seni. PP tersebut tidak memberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai Otonomi Keilmuan tetapi memberikan arahan yang
penjabarannya tampaknya diserahkan kepada PT masing-masing, antara lain:
1) Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan berpedoman pada norma dan kaidah keilmuan, diarahkan untuk
memantapkan terwujudnya penguasaan, pengembangan IPTEK dan seni;
2) Senat perguruan tinggi berkewajiban merumuskan peraturan pelaksanaan
kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan perwujudan otonomi
keilmuan dalam kerangka pemantapan terwujudnya penguasaan, pengembangan
IPTEK, seni, dan pembangunan nasional. Empat pilihan jawaban yang diajukan
dalam butir kuesioner tentang Otonomi Keilmuan tidak secara eksplisit
memungut dari PP No. 30/Th. 1990, melainkan lebih dari hasil survei
pendahuluan yang dilaksanakan sebelumnya pada tingkat lokal yang berbunyi
sebagai berikut:
Kewenangan bagi perguruan tinggi untuk merumuskan pelaksanaan
pengembangan kegiatan-kegiatan akademik di kampus masing-masing.
Otonomi lembaga-lembaga keilmuan (perguruan tinggi) untuk menggali,
menemukan dan mengembangkan IPTEKS.
Otonomi pengembangan keilmuan yang dimiliki dosen dan mahasiswa sesuai
kaidah-kaidah dan norma-norma keilmuan
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 6
http://jukurenshita.wordpress.com/

d. Kesadaran Kritis Dan Budaya Akademik

Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI


bagian ke empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis
untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa
pembelajarannya. Sedangkan secara harfiah, mahasiswa terdiri dari dua kata, yaitu
Maha yang berarti tinggi dan Siswa yang berarti subyek pembelajar sebagaimana
pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan pengertian mahasiswa
sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/ universitas.
Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai subyek pembelajar saja, amatlah sempit
sebab meski diikat oleh suatu definisi study, akan tetapi mengalami perluasan makna
mengenai eksistensi dan peran yang dimainkan dirinya. Kemudian pada perkembangan
selanjutnya, mahasiswa tidak lagi diartikan hanya sebatas subyek pembelajar (study),
akan tetapi ikut mengisi definisi learning. Mahasiswa adalah seorang pembelajar yang
tidak hanya duduk di bangku kuliah kemudian mendengarkan tausiyah dosen, lalu setelah
itu pulang dan menghapal di rumah untuk menghadapi ujian tengah semester atau Ujian
Akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk menjadi seorang simbol pembaharu dan
inisiator perjuangan yang respect dan tanggap terhadap isu-isu sosial serta permasalahan
umat manusia.
Apabila kita melakukan kilas balik, melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali mewarnai
perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari penjajahan hingga kini masa reformasi.
mahasiswa bukan hanya menggendong tas yang berisi buku, tapi mahasiswa turut angkat
senjata demi kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah menjadi rahasia umum, bahwasanya
mahasiswa lah yang menjadi pelopor restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI pada
saat reformasi 1998. Peran yang diberikan mahasiswa begitu dahsyat, sehingga sendisendi
bangsa yang telah rapuh, tidak lagi bisa ditutup-tutupi oleh rezim dengan status
quonya, tetapi bisa dibongkar dan dihancurkan oleh Mahasiswa.
Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak terlepas dari peran
mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan sebagai Agent of social
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 7
http://jukurenshita.wordpress.com/

change ( Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor ke arah perbaikan suatu
bangsa. Kendatipun demikian, paradigma semacam ini belumlah menjadi kesepakatan
bersama antar mahasiswa (Plat form ), sebab masih ada sebagian madzhab mahasiswa
yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi dirinya sebagai seorang mahasiswa, bahkan ia
tak mau tahu menahu tentang keadaan sekitar lingkungan masyarakat ataupun sekitar
lingkungan kampusnya sendiri. Yang terpenting buat mereka adalah duduk dibangku
kuliah menjadi kambing conge dosen, lantas pulang duluan ke rumah.
Inikah mahasiswa ? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis,
berkemauan tinggi, respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa, mau
bekerja keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang tinggi) untuk
menyatakan kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta spiritualis dan konsisten
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhidan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan
eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar
akademis atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan
cumlaude, lebih dari itu mahasiswa harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk
membangun bangsa, atau paling tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu
kemauan untuk mengembangkan civitas/ perguruan tinggi dimana ia kuliah. Misalnya

dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa, baik itu Organisasi intra kampus ( BEM
dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan lain
yang mengarah pada pembangunan bangsa.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 8
http://jukurenshita.wordpress.com/

2. ETOS KERJA DALAM ISLAM


a. Pengertian
Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian,
watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat .
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi
ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas.
Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu:
suatu aturan umum atau cara hidup
suatu tatanan aturan perilaku.
Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .
Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang
positif.
Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah membiasakan
kehendak. Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan
dirinya dan diluar dirinya .
Dari keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau
karakter seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan
yang disertai dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau
cita-cita.
Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada
dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilainilai
yang berdimensi transenden.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 9
http://jukurenshita.wordpress.com/

Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta
caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu,
yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high
Performance) .
Dengan demikian adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir semangat
untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguh-sungguh, adanya keyakinan bahwa
dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula.
Dengan etos kerja tersebut jaminan keberlangsungan usaha berdagang akan terus
berjalan mengikuti waktu.
b. Konsep Kerja dalam Islam
Kemuliaan seorang manusia itu bergantung kepada apa yang dilakukannya. Dengan itu,
sesuatu amalan atau pekerjaan yang mendekatkan seseorang kepada Allah adalah
sangat penting serta patut untuk diberi perhatian. Amalan atau pekerjaan yang demikian
selain memperoleh keberkahan serta kesenangan dunia, juga ada yang lebih penting

yaitu merupakan jalan atau tiket dalam menentukan tahap kehidupan seseorang di
akhirat kelak, apakah masuk golongan ahli syurga atau sebaliknya.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 10
http://jukurenshita.wordpress.com/

Istilah kerja dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki
untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam,
dari pagi hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala
bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi
diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang
berkerja adalah mereka yang menyumbangkan jiwa dan enaganya untuk kebaikan diri,
keluarga, masyarakat dan negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh karena itu,
kategori ahli Syurga seperti yang digambarkan dalam Al-Quran bukanlah orang yang
mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu perusahaan/instansi sebagai
manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya AlQuran menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu adalah orang
yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya, memelihara
pandangan dan sikap malunya pada-Nya serta menunaikan tanggung jawab sosialnya
seperti mengeluarkan zakat dan lainnya (QS Al Muminun : 1 11)
Golongan ini mungkin terdiri dari pegawai, supir, tukang sapu ataupun seorang yang
tidak mempunyai pekerjaan tetap. Sifat-sifat di ataslah sebenarnya yang menjamin
kebaikan dan kedudukan seseorang di dunia dan di akhirat kelak. Jika membaca haditshadits
Rasulullah SAW tentang ciri-ciri manusia yang baik di sisi Allah, maka tidak
heran bahwa diantara mereka itu ada golongan yang memberi minum anjing kelaparan,
mereka yang memelihara mata, telinga dan lidah dari perkara yang tidak berguna, tanpa
melakukan amalan sunnah yang banyak dan seumpamanya.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi :
Bahwa setiap amal itu bergantung pada niat, dan setiap individu itu dihitung
berdasarkan apa yang diniatkannya
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
Binasalah orang-orang Islam kecuali mereka yang berilmu. Maka binasalah
golongan berilmu, kecuali mereka yang beramal dengan ilmu mereka. Dan
binasalah golongan yang beramal dengan ilmu mereka kecuali mereka yang ikhlas.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 11
http://jukurenshita.wordpress.com/

Sesungguhnya golongan yang ikhlas ini juga masih dalam keadaan bahaya yang
amat besar
Kedua hadist diatas sudah cukup menjelaskan betapa niat yang disertai dengan
keikhlasan
itulah inti sebenarnya dalam kehidupan dan pekerjaan manusia. Alangkah baiknya
kalau umat Islam hari ini, dapat bergerak dan bekerja dengan tekun dan mempunyai
tujuan yang satu, yaitu mardatillah (keridhaan Allah)
itulah yang dicari dalam semua urusan. Dari situlah akan lahir nilai keberkahan yang
sebenarnya dalam kehidupan yang penuh dengan curahan rahmat dan nikmat yang
banyak dari Allah. Inilah golongan yang diistilahkan sebagai golongan yang tenang
dalam ibadah, ridha dengan kehidupan yang ditempuh, serta optimis dengan janji-janji
Allah.
c. Meneladani Etos Kerja Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul
bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih
keridaan Allah SWT.
Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu
Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad. "Wahai
Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan
cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku". Seketika itu
beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang
tidak akan pernah disentuh api neraka".
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat
Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para
sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu
dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul
pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil,
itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 12
http://jukurenshita.wordpress.com/

sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya
sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR Ath-Thabrani).
Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah
ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari
kerja. Bukankah Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya?
Tidak berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya.
Allah SWT berfirman:
Kisah di awal menggambarkan betapa besarnya penghargaan Rasulullah SAW terhadap
kerja. Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan agama.
Demikian besarnya penghargaan beliau, sampaisampai dalam kisah pertama, manusia
teragung ini "rela" mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari yang melepuh lagi
gosong. Rasulullah SAW, dalam dua kisah tersebut, memberikan motivasi pada
umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian dari jihad.
Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para
sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun
hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos
kerja islami, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara
tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau
menjalankan peran-peran dalam hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban
Rasulullah SAW, yaitu :
1) sebagai rasul. Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu tersebut
beliau harus berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal,
menyampaikan, dan menjelaskan tak kurang dari 6666
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 13
http://jukurenshita.wordpress.com/

ayat Alquran; menjadi guru (pembimbing) bagi para sahabat; dan menjadi hakim
yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat-dari mulai pembunuhan
sampai perceraian.
2) sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala

memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik


"negara-negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum
yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur
perekonomian, dan setumpuk masalah lainnya.
3) sebagai panglima perang. Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin
pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus
mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata.
Harus memikirkan strategi perang, persedian logistik, keamanan, transportasi,
kesehatan, dan lainnya. sebagai kepala rumahtangga. Dalam posisi ini Rasul harus
mendidik, membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawab-lahir batin-terhadap
para istri beliau, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok
yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun
masih sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.
4) sebagai seorang pebisnis. Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah
mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi
Syria, Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17 hingga sekitar 20 tahun adalah masa
tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau harus mandiri dan bersaing
dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional. Usia 20 hingga 25
tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan
"terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian
melamarnya menjadi suami.
Afzalurrahman dalam bukunya, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang (2000:512), mencatat bahwa Rasul pun sering terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai
negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Dan beliau mulai mengurangi kegiatan
bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 14
http://jukurenshita.wordpress.com/

Adalah kenyataan bila Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya


tersebut dengan sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para
ilmuwan, baik itu yang Muslim maupun non-Muslim, menempatkan beliau sebagai
orang yang paling berpengaruh, paling pemberani, paling bijaksana, paling
bermoral, dan sejumlah paling lainnya.
d. Rahasia kesuksesan karier dan pekerjaan Rasulullah SAW
1) Rasul selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asal-asalan.
Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang
darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan
kualitasnya".
2) Dalam bekerja Rasul melakukannya dengan manajemen yang baik,
perencanaan yang jelas, pentahapan aksi, dan adanya penetapan skala
prioritas.
3) Rasul tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun.
"Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan, hendaknya dia mampu
memanfaatkannya, karena ia tidak tahu kapan ditutupkan kepadanya,"
demikian beliau bersabda.
4) Dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan masa depan. Beliau adalah
sosok yang visioner, sehingga segala aktivitasnya benar-benar terarah dan
terfokus.

5) Rasul tidak pernah menangguhkan pekerjaan. Beliau bekerja secara tuntas


dan berkualitas.
6) Rasul bekerja secara berjamaah dengan mempersiapkan (membentuk) tim
yang solid yang percaya pada cita-cita bersama.
7) Rasul adalah pribadi yang sangat menghargai waktu. Tidak berlalu sedetik
pun waktu, kecuali menjadi nilai tambah bagi diri dan umatnya. Dan yang
terakhir, Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan
dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi.
Beliau bekerja untuk meraih keridhaan Allah SWT. Inilah kunci terpenting.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 15
http://jukurenshita.wordpress.com/

e. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja


Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan
kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
Pendorang timbulnya perbuatan.
Penggairah dalam aktivitas.
Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan .
Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S
Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan . Kerja
memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual
maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja
berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah
karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam
bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita.
Nilai kerja dalam Islam dapat diketahui dari tujuan hidup manusia yang kebahagiaan
hidup di dunia untuk akhirat, kebahagian hidup di akhirat adalah kebahagiaan sejati,
kekal untuk lebih dari kehidupan dunia, sementara kehidupan di dunia dinyatakan
sebagai permainan, perhiasan lading yang dapat membuat lalai terhadap kehidupan di
akhirat. Manusia sebelum mencapai akhirat harus melewati dunia sebagai tempat hidup
manusia untuk sebagai tempat untuk mancari kebahagiaan di akhirat. Ahli-ahli Tasawuf
mengatakan:
Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, manusia harus mempunyai bekal di dunia dan
di manapun manusia menginginkan kebahagiaan. Manusia berbeda-beda dalam
mengukur kebahagiaan, ada yang mengukur banyaknya harta, kedudukan, jabatan,
wanita, pengetahuan dan lain-lain. Yang kenyataannya keadaan-keadaan lahiriah
tersebut tidak pernah memuaskan jiwa manusia, bahkan justru dapat
menyengsarakannya. Jadi dianjurkan di dunia tapi tidak melupakan kehidupan akhirat.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 16
http://jukurenshita.wordpress.com/



.









Artinya:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan)

duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. AlQashash: 77)
Pandangan Islam mengenai etos kerja, di mulai dari usaha mengangkap sedalamdalamnya
sabda nabi yang mengatakan bahwa niali setiap bentuk kerja itu tergantung
pada niat-niat yang dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi (mencari keridhaan
Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya
rendah (seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka)
maka setingkat pula nilai kerjanya .
f. Etos kerja Islami
Dalam kehidupan pada saat sekarang, setiap manusia dituntut untuk bekerja guna
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja seseorang akan menghasilkan
uang, dengan uang tersebut seseorang dapat membelanjakan segala kebutuhan seharihari
hingga akhirnya ia dapat bertahan hidup. Akan tetapi dengan bekerja saja tidak
cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi dan niat.
Setiap pekerja, terutama yang beragama islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja
secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari
pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk didalamnya
menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memililih pekerjaan
menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua pekerjaan.
Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah: niat ikhlas karena Allah semata, kerja
keras dan memiliki cita-cita yang tinggi. Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya-u
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 17
http://jukurenshita.wordpress.com/

ulumuddin yang dikutip Ali Sumanto Al-Khindi dalam bukunya Bekerja Sebagai
Ibadah, menjelaskan pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa,
yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak
membutuhkan pemikiran. Dengan demikian etos kerja Islami adalah akhlak dalam
bekerja sesuai dengan nilai-nilai islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu
lagi dipikir-pikir karena jiwanya sudah meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Menurut Dr. Musa Asyarie etos kerja islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah dan abd
yang membentuk kepribadian muslim dalam bekerja. Nilai-nilai khalifah adalah
bermuatan kreatif, produktif, inovatif, berdasarkan pengetahuan konseptual, sedangkan
nilai-nilai abd bermatan moral, taat dan patuh pada hukum agama dan masyarakat
Toto Tasmara mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat
semata-mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai
ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah. Ciri-ciri orang yang memiliki
semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya,
diantaranya:
Orientasi kemasa depan. Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di
perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan
lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk
itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja santai, tanpa rencana, malas,
pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam
mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu,

untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina


komunikasi sosial, firman Allah:
.






.






















.


Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 18
http://jukurenshita.wordpress.com/

Bertanggung jawab.
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab,
baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke
atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman:





Artinya:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan
jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orangorang
lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke
dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama
dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S.
Al-Isra: 7)
Hemat dan sederhana. Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana
seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak
dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang
diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan
itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.








.






Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di
mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 19
http://jukurenshita.wordpress.com/

(pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(Q.S. Al-Baqarah: 148)
Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan
exercise atau latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung asset atau
kemampuan diri karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan
sebagai persiapan untuk bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui

potensi diri. Karena hal itu sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir
sebuah motto dalam dirinya: The best fortune that can come to a man, is
that he corrects his defects and makes up his failings (Keberuntungan yang
baik akan datang kepada seseorang ketka dia dapat mengoreksi kekurangannya
dan bangkit dari kegagalannya) Percayalah .
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 20
http://jukurenshita.wordpress.com/

KESIMPULAN
1. BUDAYA AKADEMIK
tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi
akan memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bias saja ia mampu berbicara tentang
norma dan nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan
latihan, norma-norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam praktik kehidupan
sehari-hari. Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam
wilayah tertentubaik disadari ataupun tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan
upaya dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah
pembinaan intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan
IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan
untuk perubahan tersebut.
Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI
bagian ke empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan
akademis untuk siswa/ murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam
masa pembelajarannya. Sedangkan secara harfiah, mahasiswa terdiri dari dua kata,
yaitu Maha yang berarti tinggi dan Siswa yang berarti subyek pembelajar sebagaimana
pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah etimologis menjelaskan pengertian mahasiswa
sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang belajar di perguruan tinggi/ universitas.
Banyak Sekali pembahasan yang mengarah dalam Budaya Akademik di antaranya
a. Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
b. Tradisi Akademik
c. Kebebasan Akademik
d. Otonomi Keilmuan
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 21
http://jukurenshita.wordpress.com/

2. ETOS KERJA DALAM ISLAM


Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki
oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat .
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi
ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok.
Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas.
Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu:
suatu aturan umum atau cara hidup
suatu tatanan aturan perilaku.
Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .
Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang

positif.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan
kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
Pendorang timbulnya perbuatan.
Penggairah dalam aktivitas.
Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan .
Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S
Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan . Kerja
memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual
maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja
berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah
karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam
bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita.
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 22
http://jukurenshita.wordpress.com/

Nilai kerja dalam Islam dapat diketahui dari tujuan hidup manusia yang kebahagiaan
hidup di dunia untuk akhirat, kebahagian hidup di akhirat adalah kebahagiaan sejati,
kekal untuk lebih dari kehidupan dunia, sementara kehidupan di dunia dinyatakan
sebagai permainan, perhiasan lading yang dapat membuat lalai terhadap kehidupan di
akhirat. Manusia sebelum mencapai akhirat harus melewati dunia sebagai tempat hidup
manusia untuk sebagai tempat untuk mancari kebahagiaan di akhirat. Ahli-ahli Tasawuf
mengatakan:
Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, manusia harus mempunyai bekal di dunia dan
di manapun manusia menginginkan kebahagiaan. Manusia berbeda-beda dalam
mengukur kebahagiaan, ada yang mengukur banyaknya harta, kedudukan, jabatan,
wanita, pengetahuan dan lain-lain. Yang kenyataannya keadaan-keadaan lahiriah
tersebut tidak pernah memuaskan jiwa manusia, bahkan justru dapat
menyengsarakannya. Jadi dianjurkan di dunia tapi tidak melupakan kehidupan akhirat.
Beberapa Surat Yang Mengarah dalam Etos Kerja dalam Islam di antaranya :
(Q.S. Al-Baqarah: 148)
(Q.S. Al-Isra: 7)
(Q.S. Al-Ashr: 1-3)
(Q.S. Al-Qashash: 77)
(Q.S. Al-Najm::{53}:39)
(Q.S. Ar-Ra'd{13}: 11)
(Q.S Al Muminun : 1 11)
(Q.S. At-Tabah,9 : 105)
(Q.S. Al An'am (6):135
Budaya Akademik Dan Etos Kerja Dalam Islam Hal. 23
http://jukurenshita.wordpress.com/

DAFTAR PUSTAKA
http://maknaartikel.blogspot.com/2010/01/budaya-akademik/survei.html
http://blogkita.info/budaya-akademik-2/
http://pustaka.wordpress.com/2007/01/06/48/
Al Quran dan terjemahnya

Akhlak Nabi Muhammad SAW (Keluhuran dan kemuliaannya), Ahmad


Muhammad Al-Hufy
Konsep Kerja dalam Islam, Dr. Asyraf Hj Ab Rahman
[Ar-Royyan-3465] Meneladani Etos Kerja Rasulullah SAW, Agus Rasidi

. Arti Definisi / Pengertian Budaya Dan Kebudayaan


Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan
tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu
keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama,
kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara
belajar.
B. Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM )
C. Tujuan Atau Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar
dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang
akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan

5. meningkatkan rasa kekeluargaan


6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja

Anda mungkin juga menyukai