Nim : 105811108319
Kelas : 1-C (Sipil)
Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di
Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik,
tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku
politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali
dukungn dari basisnya.
Kecendrungan Neo-patrimonisalistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya
kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik;
artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti
birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari
atas ke bawah dalam organisasi
Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai
tugas dan tanggung jawab yang tegas
Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang
mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas
dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan.
3. Mappalili
Mappalili yakni suatu upacara turun sawah yang ada di sulawesi selatan
diselenggarakan dengan tujuan mengawali musim tanam padi. Menurut
masyarakat hal ini dilakukan agar dapat mencegah hama ataupun bencana
besar yang dapat merusak tanaman padi.
4. Ngaben
Ngaben merupakan suatu upacara pembakaran jenazah yang dilakukan oleh
masyarakat di bali. Ritual ini dilakukan karena warisan leluhur masyarakat Bali
yang dipercaya bahwa dengan membakar jenazah maka roh leluhur menjadi suci
dan mereka dapat beristiragat dengan tenang.
5. Mangongkal Holi
Mangongkal Holi merupakan suatu tradisi membongkar kuburan yang dilakukan
masyarakat suku batak di sumatera utara. Dalam proses nya tulang belulang dari
kuburan digali kemudian dipindahkan ke kuburan sehingga kuburan anggota
keluarga yang baru dapat berkumpul menjadi satu lokasi.
4. Contoh Budaya yang Terbentuk dari Bahasa
Koentjaraningrat (1997:16) menjelaskan catatan etnografi mengenai bahasa
suku bangsa tidak perlu sedalam deskripsi mengenai susunan sistem fonetik,
fonologi, sintaksis dan semantik, seperti yang dilakukan oleh seorang ahli bahasa
dalam penyusunan tata bahasa. Pengumpulan data tentang ciri-ciri yang
mencolok, data mengenai daerah persebarannya, variasi geografi, dan variasi
yang ada sesuai dengan lapisan-lapisan sosial yang ada.
Lebih lanjut Koentjaraningrat menjelaskan, bahwa menentukan luas persebaran
suatu bahasa tidak mudah, karena di daerah perbatasan hubungan antar warga
dari dua suku bangsa yang tinggal berdekatan umumnya sangat intensif,
sehingga terjadi saling mempengaruhi. Sebagai contoh, bahasa Jawa dengan
bahasa Madura. Sebaliknya walaupun terletak pada daerah yang berdekatan
tidak menutup kemungkinan juga adanya perbedaan dalam berbahasa daerah,
contohnya bahasa Jawa di Surabaya dengan bahasa Jawa di Trenggalek yang
nota bene masih dalam satu wilayah propinsi, terdapat perbedaan logat (dialek).
Demikian pula penduduk di hilir sungai di tepi pantai Irian Jaya tinggal dalam
24 desa kecil yang hampir semuanya terletak rapi di jalur pantai pasir terbagi
dalam tujuh kelompok namun masing-masing kelompok memiliki bahasa sendiri.
Perbedaan bahasa pada suku bangsa di Indonesia juga dipengaruhi adanya
pelapisan sosial, sebagai contoh: bahasa Jawa yang digunakan orang Jawa
pada umumnya berbeda dengan bahasa Jawa yang digunakan dalam
lingkungan keraton. Perbedaan bahasa berdasarkan
lapisan sosial dalam masyarakat bersangkutan disebut “tingkat sosial
bahasa”. Tingkatan bahasa dalam suku bangsa Jawa yang sangat
mencolok adalah kromo dan ngoko. Semakin tinggi usia atau status
lawan bicara, maka semakin tinggi atau halus tingkatan bahasanya, yaitu
kromo andhap, kromo madya atau kromo inggil.
lain. Dan terkadang mengunakan bahasa Melayu pada orang- orang yang kurang
mengerti bahasa kaum itu sendiri. Namun, ketika upacara perlaksanaan Talimbu
Lapas, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab karena bacaan yang digunakan