Anda di halaman 1dari 5

Kelompok 1

1. Mufti Adzaky (1904026087)


2. M. Yahya Abadi Salam (1904026084)
3. Siti Robiatul Adawiyah (1904026051)
4. Arizka Qorinatul A (1904026054)

KEBUDAYAAN JAWA : STRUKTUR MASYARAKAT JAWA

A. KEBUDAYAAN JAWA

Pengertian kebudayaan banyak ragamnya lebih 150 definisi. Pengertian


kebudayaan awalnya dari kata yunani ”colore, culture”, dalam bahasa ingris disebut
culture ( kebudayaan ) . Dibeberapa negara eropa, peradaban mencakup kebudayaan. Di
jerman istilah “ zivilisation” berarti peradaban lahir. Sedangkan kebudayaan ( kultur )
merupakan peradaban batin, yaitu kehalusan budi, keluhuran (ilmu) batiniah, ketinggian
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Melalui kebudayaan, manusia berusaha memahami lingkungannya Agar dapat


menguasai, melihat, memahami, dan mengklasifikasikan gejala yang tampak sehingga
mereka mampu berdaptasi dengan lingkungannya. Sebagaimana masyarakat tradisional
dan modern beradaptasi terhadap lingkungannya. Tidak semua unsur kebudayaan
bersifat adabtis, tetapi hanya inti kebudayaan (the cultural care), ekonomi, teknologi,
organisasi sosial dan lain-lain.

Dalam kebudayaan terdapat apa yang disebut ekologi budaya, yaitu


mempelajari kebudayaan dari suatu kelompok manusia dengan sumber alam
lingkungan, dan terhadap eksistensi kelompok manusia lainnya. Dengan demikian,
adaptasi merupakan suatu proses dalam memahami lingkungan. Dalam proses budaya
akan terjadi yang namanya equilibrium (keseimbangan) dan disequilibrium (ketidak
seimbangan).
Untuk mencapai equilibrium (keseimbangan) antara manusia dengan
lingkungan dibutuhkan sarana kebudayaan. Dalam proses keseimbangan itu sering
terjadi disequilibrium (ketidak seimbangan) antara manusia dengan lingkungan . Maka
untuk menjaga Keseimbangan ini dalam tradisi budaya diadakan slametan atau
pengorbanan baik secara ritual maupun tidak.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Alexander Allad Jr yang
mengemukakan kebudayaan merupakan hasil perpaduan kemampuan manusia
berdaptasi dengan lingkungan, dan kemampuan berpikir metaforis dengan
menggunakan simbol-simbol. Jadi, kebudayaan dikembangkan manusia untuk
mekanisme pengendalian kehidupan berupa rencana-rencana dan program untuk
mengatur hidup.

Dalam pikiran manusia, tidak hanya terdapat tumpukan pengetahuan atau


kejadian-kejadian akibat berpikir. Tetapi ada kaitan dengan munculnya berbagai simbol-
simbol seperti perhiasan, isyarat ,dll. Sejak manusia lahir hingga wafat, terjadi proses
pengurangan dan penambahan yang memungkinkan pasang surut makna kehidupannya.
Jadi, kebudayaan merupakan proses, kerangka acuan manusia dalam beradaptasi dengan
lingkungannya.

Untuk itu, semangat atau etos kebudayaan seseorang akan memancarkan watak
khas dalam antropologi yang disebut: ETOS, yaitu gaya tingkah laku warga masyarakat
dan berbagai hobi, dan berbagai benda budaya lainnya.

Koentjaraningrat (1984) berpendapat bahwa orang Jawa gemar membaca buku


Jawa tradisional yang mengandung ajaran moral dan budi pekerti, tentang kesusastraan,
pertunjukan wayang, sehingga mereka memiliki pandangan hidup yang lebih matang
atau dewasa dalam menjalankan hidup kedepannya.

Menurut Karkono, kebudayan Jawa adalah pancaran budi manusia jawa yang
mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan,
keselamatan lahir batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah.
Kedatangan kebudayaan Hindu di Jawa melahirkan kebudayaan Hindu-Jawa.
Kedatangan kebudayaan Islam di Jawa melahirkan kebudayaan Islam Jawa. Kedatangan
bangsa Barat untuk berdagang dan menjajah beserta kebudayaannya melahirkan
kebudayaan Barat Jawa yang bersifat materealistik.

Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa tetap seperti kodrat kelahirannya. Dapat


dirumuskan sebagai berikut:

a. manusia Jawa berkeyakinan kepada sang Maha Pencipta, segala penyebab dan
kehidupan.

b. manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam semesta
(macro cosmas). Manusia dengan alam saling mempengaruhi tetapi manusia harus
sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita agar hidup selamat baik
dunia maupun akhirat. Hasil dari perlawanan terhadap kodrat alam tersebut berasal dari
kemajuan dan kreativitas kebudayaan, sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan
yang di dasarkan pada saling hormat, saling tanggung rasa, saling mawas diri

c. Manusia Jawa rindu akan kondisi kondisi “tata tentrem jasa raharja” yaitu keadaan
yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada “kautamaning ngaurip” (keutamaan
hidup) sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk “memayu hanyuning bawono”.

B. STRUKTUR MASYARAKAT JAWA

Orang Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian Tengah dan Timur. Orang
Jawa juga termasuk kedalam salah satu suku yg memiliki banyak penduduk, kini orang
Jawa tidak hanya ada di Pulau Jawa. Sudah banyak orang Jawa yang bermigrasi ke
pulau-pulau lain, seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, juga luar negeri.
Berdasarkan kebudayaannya Orang Jawa dibagi menjadi 2:

1. Kebudayaan Pesisir
2. Kebudayaan Pedalaman/kejawen

Mayoritas Orang Jawa menyadari adanya keanekaragaman yang bersifat


regional, misal dalam dialek bahasa Jawa, aneka ragam masakan, tradisi, kesenian,dll.
Hal tersebut juga mempengaruhi sifat dan watak penduduknya. Contoh : perbedaan sifat
& watak orang Jawa Timur yang dialeknya kasar dan berintonasi tinggi dan orang Jawa
Tengah yang dialeknya terkesan halus dan kalem.
Keanekaragaman budaya yang seperti itu menjadikan orang Jawa memiliki ciri
khasnya sendiri, budaya semacam itu sudah ada sejak zaman kerajaan dan tetap
dilestarikan hingga sekarang. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, teknologi
juga semakin canggih sehingga terjadi globalisasi yang mengakibatkan budaya luar
masuk dengan mudah ke Indonesia dan mempengaruhi kelestarian budaya yang ada.
Salah satunya, Orang Jawa yang kehilangan jati dirinya,seperti unggah-ungguh (sikap
saling menghormati), bahasa daerah, tata krama, dan lainnya. Adapun struktur
masyarakat Jawa terbagi menjadi 4 masa,yaitu:

1. Masa Feodalisme (masa kerajaan)


2. Masa Kolonialisme (masa Penjajahan)
3. Masa Kemerdekaan
4. Masa Kekinian

Menurut kelompok sosialnya masyarakat Jawa dibagi menjadi 2:

1. Kaum Priyayi, dibagi lagi menjadi dua yaitu Kaum Priyayi rendah
(Pegawai,intelektual) dan Kaum Priyayi tinggi (para pejabat).
2. Wong Cilik, yaitu para petani dan orang desa yang berpendapatan
rendah.

Menurut Spesialisasi Keagamaan orang Jawa terbagi menjadi:

1. Kaum Santri, yang hidupnya mengamalkan ajaran islam dan taat.


2. Kaum Abangan, yang beragama islam pasif, non islam, dan pemilik
tradisi budaya.

Sedangkan secara Antropologis dibedakan menjadi 3,yaitu:

1. Kaum Priyayi, yaitu Orang Jawa Ningrat keturunan atau keluarga


keraton.
2. Kaum Santri, yaitu Orang Jawa muslim yang agamis dan taat.
3. Kaum Abangan, yaitu kelompok paling rendah yang berasal dari
kalangan bawah.
Di era sekarang ada istilah “santri turunan” dan “santri anyaran” santri turunan
adalah sifat kesantrian yang diturunkan oleh nenek moyangnya (memang turunan
santri). Santri anyaran adalah kesantriannya masih baru, mungkin karena kesadaran
akan keberagamaan, karena pergaulan, karena belajar ilmu agama sendiri, karena
terpengaruh jodohnya, dan sebagainya.

Struktur sosial orang jawa terbagi menjadi tiga dimensi sosial, yaitu:

1. mikro (sosial lingkup keluarga)


2. mezzo (sosial lingkup sesama/lingkungan)
3. makro (sosial kenegaraan). Struktur sosial ini dibagi berdasarkan pada
prinsip “hormat” yang diaplikasikan menjadi konsep “unggah ungguh”.

Manusia jawa dalam interaksinya dalam lingkup keluarga (mikro) setiap orang
harus dapat membawa diri dan bersikap sesuai prinsip “kekeluargaan”, misalnya
seorang anak harus bisa hormat pada orang tua atau mbangun miturut bapa biyung
( patuh pada orang tua ibu bapak). Orang jawa harus hormat pada leluhurnya atau bisa
disebut mendhem jero mikul dhuwur (menjaga kehormatan leluhur). Kesemuanya itu
demi terciptanya memayu hayuning saliro (mempercantik prilaku diri).

Manusia jawa dalam interaksinya dengan sesama (mezzo), maka setiap orang
harus dapat hormat/ bergaul sesuai prinsip gotong royong atau kekadangan. Seseorang
harus datat “ujer ajer” dengan sesamanya, tidak boleh “pilih kasih” . kesemuanya itu
demi terciptanya: amemayu hayuning bebrayan (mempercantik perilaku dalam
pergaulan sesama). Termasuk juga didalamnya lelembut (makhluk halus). Makhluk
halus menurut kepercayaan manusia jawa harus diberi hormat dengan “sesajen”.
Karena, makhluk halus tersebut dapat mengganggu manusia, bahkan makhluk halus
dapat dimintai pertolongan, seperti mencarikan kekayaan, mencari kesaktian, dan
sebagainya.

Manusia jawa dalam interaksinya dengan lingkungan yang lebih besar yaitu
negara atau pemerintahan (makro), maksudnya adalah setiap orang harus dapat
membawa diri dan bersikap amemayu hayuning projo/bawono.

Anda mungkin juga menyukai