Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari
berbagai suku dan budaya. Mereka hidup dengan segala perbedaan latar
belakang dan kebudayaan yang mencirikan masing-masing daerah dari mana
mereka berasal.
Kebudayaan yang sangat mementingkan antara manusia dengan
sesamanya, dalam tingkah laku manusia yang hidup dalam suatu kebudyaan
serupa itu akan berpedoman kepada tokoh-tokoh pemimpin, orang-ornag
senior dan atasan. Dalam suatu kebudayaan serupa akan sangat merasa
tergantung keada sesamanya, usaha untuk memelihara hubungan baik dengan
tetangganya dan sesamanya merupakan suatau hal yang dianggap sangat
penting dalam hidup (Koentjaraningrat 2009:156).
Pada dasarnya budaya merupakan cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi, menyatu dengan masyarakat dan hadir sebagai alat untuk
berkomunikasi yang mendatangkan kepuasan dan perasaan-perasaan tertentu
terhadap nilai-nilai budaya.
Setiap etnis memiliki budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Setiap budaya memiliki kekhasan yang sering disebut budaya lokal, nilai-nilai
yang dimiliki oleh budaya lokal ini kemudian dapat menjadi bersifat local
indigenious yang dijalankan oleh masyarakat. Hal ini juga berlaku bagi
masyarakat etnis Jawa yang memiliki budaya yang khas dan menjunjung
tinggi sifat-sifat dan nilai-nilai luhur local indigenious dari kebudayaan yang
dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Antropologi?
2. Apa yang dimaksud dengan adat dan tradisi?
3. Apa yang dimaksud dengan siraman?
2

4. Bagaimana proses pelaksanaan siraman?


5. Bagaimana relasi antara Antropologi dengan siraman?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Antropologi
2. Mengetahui pengertian adat dan tradisi
3. Mengetahui pengertian siraman
4. Mengetahui proses pelaksanaan siraman
5. Mengetahui relasi antara Antropologi dengan siraman
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Antropologi
Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti
manusia dan logos berarti ilmu. Dalam antropologi, manusia dipandang
sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan
kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang
manusia dan kebudayaannya.
Menurut Harsojo dalam bukunya berjudul “Pengantar Antropologi”
(1984), menurutnya antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
umat manusia sebagai makhluk masyarakat. Menurutnya, perhatian
antropologi tertuju pada sifat khusus badani dan cara produksi, tradisi serta
nilai-nilai yang akan membedakan cara pergaulan hidup yang satu dengan
pergaulan hidup yang lainnya.
Sementara itu Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul
“Pengantar Antropologi I ” (1996) menjelaskan bahwa secara akademis,
antropologi adalah sebuah ilmu tentang manusia pada umumnya dengan titik
fokus kajian pada bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaan manusia.
Sedangkan secara praktis, antropologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari manusia dalam beragam masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
Menurut Kottak, antropologi merupakan studi terhadap semua
masyarakat, dari masyarakat yang primitif (ancient) hingga masyarakat
modern, dari masyarakat sederhana hingga masyarakat yang kompleks.
Bahkan antropologi merupakan studi lintas budaya (komparatif) yang
membandingkan kebudayaan satu masyarakat dengan kebudayaan
masyarakat lainnya.
4

Secara makro, antropologi dibagi ke dalam dua bagian, yaitu :


1. Antropologi fisik, mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang
melacak perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki
variasi biologisnya dalam berbagai jenis (spesies).
2. Antropologi budaya, memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan
manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat.

Secara keseluruhan, yang termasuk bidang-bidang khusus secara


tematis dalam antropologi lainnya adalah :

1. Antropologi ekonomi, cara manusia dalam mempertahankan dan


mengekspresikan diri melalui penggunaan barang dan jasa material
(Gudeman, 2000: 259).
2. Antropologi medis, subdisiplin yang paling populer di Amerika Serikat.
Membahas hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak
mempengaruhi evolusi manusia, terutama berdasarkan hasil-hasil
penemuan paleopatologi (Foster dan Anderson, 1986: VI).
3. Antropologi psikologi, mengkaji hubungan antara individu dengan
makna dan nilai dengan kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada
(White, 2000: 856).
4. Antropologi sosial, dikembangkan oleh James George Frazer di Amerika
Serikat pada awal abab ke-20. Antropologi sosial mendeskripsi proyek
evolusionis yang bertujuan untuk merekonstruksi masyarakat primitif asli
dan mencatat perkembangannya melalui berbagai tingkat peradaban.

B. Definisi Adat dan Tradisi


Pengertian adat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aturan
yang lazim diturut sejak dahulu dan berlaku turun temurun (Muhammad Ali,
1998 : 2). Adat istiadat merupakan komponen awal adanya tertib sosial di
tengah-tengah masyarakat. Adat merupakan salah satu wujud kebudayaan
masyarakat. Pengertian lain adat dalam buku “Pengantar Hukum Adat
Indonesia” adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia
5

yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain (Roelof Van Djik,
1979 : 5). Adat bisa berarti segala tingkah laku, kebiasaan dan tata cara hidup
yang khas yang didapat dari proses pembelajaran dan sosialisasi secara turun
temurun. Nilai-nilai adat sangat dihargai oleh masyarakatnya, bahkan jika ada
yang melanggarpun sanksi akan diterima oleh si pelanggar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian adat adalah tata cara yang
telah ditetapkan dalam suatu masyarakat yang berasal dari warisan nenek
moyang yang diturunkan hingga ke anak cucunya. Dengan demikian tidak
akan terjadi pertentangan antara satu sama lain di dalam anggota masyarakat
yang menyangkut sistem adat tertentu.

Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau
kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 1208). Menurut Soekanto Soerjono
tradisi merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang di dalam bentuk
yang sama (Soekanto Soerjono : 1987 :13). Jadi tradisi merupakan kebiasaan
yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat dan akan diwariskan
secara turun-temurun.
Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah
laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal
yang bersifat gaib atau keagamaan. Hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik
tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat
punah. Tradisi yang dimiliki masyarakat bertujuan agar membuat hidup
manusia kaya akan budaya dan nilai-nilai bersejarah. Selain itu, tradisi juga
akan menciptakan kehidupan yang harmonis.

C. Definisi Siraman
Budaya Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang
berpengaruh penting karena dimiliki sebagian etnis terbesar di Indonesia.
Kehidupan masyarakat Jawa sangat bersifat seremonial, mereka selalu ingin
6

meresmikan suatu keadaan melalui upacara. Upacara-upacara yang dilakukan


masyarakat Jawa berkaitan dengan siklus kehidupan manusia. Upacara-
upacara ini dilakukan dalam rangka membereskan suatu keadaan untuk
mencapai tujuan. Upacara-upacara ini termasuk adat istiadat yang sifatnya
sakral baik mengenai niat, tujuan, bentuk upacara, perlengkapan upacara
maupun tata laku pelaksanannya. Sehingga ketika akan melaksanakan
upacara maka membutuhkan persiapan yang benar-benar matang.
Upacara perkawinan adat Jawa merupakan warisan tradisi keraton
yang dulu hanya boleh diselenggarakan oleh keluarga keraton saja. Sebagai
warisan tradisi keraton tak pelak tata cara pernikahan adat Jawa ini
merupakan rangkaian upacara yang sarat makna dan filosofi, yang intinya
adalah untuk memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, serta memohon berkah dan
keselamatan bagi calon pasangan suami istri dalam menjalankan biduk rumah
tangganya kelak (Mahligai, 2007 : 18).
Salah satu seremonial yang bersifat adat istiadat yang biasa dilakukan
oleh masyarakat Jawa adalah menyelenggarakan upacara siraman. Siraman
merupakan mandi ritual dimaksudkan agar calon pengantin menjadi bersih
secara spiritual dan berhati suci. Di dalam upacara siraman ini memiliki tata
urutan dan perlengkapan (ubarampe) yang sudah ada aturannya
(maton/pakem). Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rangkaian alur
pelaksanaan dan peralatannya semua menjadi penting karena memiliki arti
dan makna.
Tujuan diadakannya siraman dalam rangka memohon berkah dan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa agar calon pengantin dibersihkan dari segala
godaan dan pengaruh buruk, sehingga dapat melaksanakan upacara hingga
selesai dengan lancar dan selamat. Selain itu, calon pengantin juga selamat
dalam membangun rumah tangga dan dapat mencapai tujuan pekawinan.
Di samping itu juga siraman atau mandi dimaksudkan untuk
menyegarkan badan, selain segar secara fisik, juga mengandung harapan
segar secara psikologis, artinya menyiapkan dan menyegarkan jiwa untuk
7

melangkah pada kehidupan yang baru. Harus ada proses penyelarasan diri,
masing-masing berusaha untuk menyesuaikan dengan pasangannya.

D. Proses Pelaksanaan Siraman


Sebelum melakukan siraman maka calon pengantin harus melakukan
sungkeman yangsecara arti nominal adalah kedua mempelai berlutut atau
jongkok didepan orang tuanya, menyembah untuk minta doa restu.
Sedangkan makna simbolik yaitu tanda bakti anak kepada orang tua yang
telah membesarkannya hingga dewasa, permohonan anak kepada orang tua
supaya diampuni kesalahannya dan memohon doa restu supaya dalam
membina bahtera rumah tangga dapat bahagia dan sejahtera.
Etika Jawa sangat memberikan penghormatan kepada yang lebih tua,
baik dari segi tutur kata maupun dari segi tingkah laku. Jongkok sebagai
pengejawantahan dari yang muda harus hormat dan tunduk kepada yang tua.
Doa pangestu dari orangtua selalu diharapkan oleh si anak dalam rangka
melangsungkan pernikahan.
Pelaku siraman selain orangtua sendiri, adalah para sesepuh atau
anggota keluarga yang dianggap pantas dan dipilih sebab mengandung
maksud dan tujuan. Dipilih sesepuh yang jangkep (masih bersuami istri,
bukan duda atau janda) jika terpaksa harus dilakukan duda dan janda maka
duda dan janda yang cerai karena meninggal maksud dan tujuannya agar
sepasang pengantin ini panjang umur perkawinannya tidak akan berpisah di
tengah jalan, sampai kakek nenek.
Selain itu ada sesepuh yang dipilih adalah keluarga atau orang-orang
yang sukses dalam hidupnya, misalnya sukses karier, sukses mendidik anak,
bahagia dalam keluarga. Harapannya adalah agar keberhasilan atau
kesuksesan para sesepuh yang memberikan siraman dapat diikuti jejaknya
oleh para calon pengantin. Kebahagiaan dunia dalam bentuk sukses dalam
karier maupun sukses dalam mendidik anak merupakan harapan bagi semua
orang termasuk manusia Jawa, sebab kebahagiaan dunia ini akan dipakai
untuk mencari kebahagiaan akhirat.
8

Menurut Anjar Ani (Perkawinan Adat Jawa Lengkap, 1986 : 36)


siraman pengantin adat Jawa dimulai dari jam 11.00 pagi, menurut Syahibul
Hikayat, pada jam-jam tersebut bidadari dari khayangan sedang turun ke
sendang untuk mandi, harapannya agar calon pengantin wanita mendapat
berkah kecantikan dari sang bidadari.

Dalam pelaksanaan prosesi “siraman pengantin” busana calon


pengantin wanita adalah kain batik motif “wahyu tumurun” dan kemben kain
“bangun tulak” (berlaku di keraton Surakarta), sedangkan orang tua
mengenakan “batik cakar” dan sabuk kemben “bangun tulak” dan setelah
selesai melakukan siraman calon pengantin perempuan mengenakan busana
kembangan atau yang disebut sawitan, baju kebaya dan kain motifnya sama
(Mahligai, 2007 : 38).

Menurut R Soemodidjojo (2008 : 31) pelaksanaan siraman pengantin


pria dan wanita dimulai dari menyiram kepala menggunakan air bunga
setaman, badan digosok dengan tepung beras tujuh warna yang dicampur
dengan mangir, pandan wangi dan daun kemuning yang sudah dihaluskan.

Calon pengantin didudukan di bangku yang diberi alas tikar baru dan
daun-daunan (daun opo-opo, daun koro, daun kluwih, daun dhadap srep, daun
alang-alang), yang ditutup dengan kain batik motif Yuyu Sekandang atau
lawon. Setelah selesai menyirami pengantin dilanjutkan dengan wudhu dari
air kendi yang berasal dari tujuh sumber sumur bertuah.

Setelah itu ayah pengantin wanita memecahkan (klenting) kendi


sambil mengucapkan “ora mecah kendi, nanging mecah pamore anaku” yang
diartikan dalam bahasa Indonesia “tidak memecahkan kendi, akan tetapi
mengeluarkan aura anakku” agar tampak seperti bidadari. (Mahligai, 2007 :
23).

Prosesi “dodol cendol” yaitu satu acara dalam satu rangkaian siraman
pengantin. “Dodol cendol” yang bermakna dari cendol yang berbentuk bulat
yang melambangkan kebulatan tekad orang tua untuk menjodohkan anak.
9

Membeli cendol dengan kereweng (pecahan genting). Hal itu menunjukkan


bahwa kehidupaan manusia berasal dari bumi, adapun yang melayani pembeli
adalah ibu, yang menerima pembayaran adalah ayah. Hal ini mengajarkan
bahwa mencari nafkah harus selalu saling membantu menurut KRAY. TG
Ami Soekardi (Mahligai, 2007 : 23).

E. Relasi Antara Antropologi dengan Siraman

Jika mengaitkan hubungan antropologi dalam siraman dilihat dari segi


kebudayaannya. Dalam kebudayaan terdapat unsur-unsur yang menjadi
pendamping serta penunjang keberhasilan proses suatu kebudayaan.
Koentjaraningrat dalam bukunya ”Kebudayaan, Mentalitas, dan
Pembangunan (1974)” memaparkan unsur-unsur kebudayaan universal
adalah sebagai berikut:

1. Sistem sosial dan organisasi kemasyarakatan

Unsur budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi sosial


merupakan usaha antropologi untuk memahami bagaimana manusia
membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut
Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh
adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di
dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari.
Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia
akan digolongkan ke dalam tingkatan-tingkatan lokalitas geografis untuk
membentuk organisasi sosial dalam kehidupannya.

Dalam upacara adat siraman melibatkan banyak anggota dalam


suatu sistem kekerabatan. Karena siraman merupakan rangkaian acara
sebelum diadakannya janji suci pernikahan, tentu saja anggota yang
langsung terlibat adalah keluarga besar dari kedua belah pihak pengantin.
10

Dikarenakan siraman yang digunakan adalah adat Jawa maka secara


tidak langsung anggota dari salah satu pengantin atau mungkin kedua
mempelai adalah orang-orang keturunan suku Jawa. Karena biasanya
dalam pemilihan adat pernikahan disesuaikan dengan adat dari maisng-
masing pengantin.

2. Sistem religi dan kepercayaan


Kajian antropologi dalam memahami unsur religi sebagai
kebudayaan manusia tidak dapat dipisahkan dari religious emotion atau
emosi keagamaan. Emosi keagamaan adalah perasaan dalam diri manusia
yang mendorongnya melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religius.
Emosi keagamaan ini pula yang memunculkan konsepsi benda-benda
yang dianggap sakral dan profan dalam kehidupan manusia.
Dalam sistem religi terdapat tiga unsur yang harus dipahami
selain emosi keagamaan, yakni sistem keyakinan, sistem upacara
keagamaan, dan umat yang menganut religi itu. Secara evolusionistik,
religi manusia juga berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk
yang kompleks. Perhatian utama para ahli antropologi pada awalnya
adalah mengenai bentuk religi atau keyakinan yang bersifat alami.
Sistem religi juga mencakup mengenai dongeng-dongeng atau
cerita yang dianggap suci mengenai sejarah para dewa-dewa (mitologi).
Cerita keagamaan tersebut terhimpun dalam buku-buku yang dianggap
sebagai kesusastraan suci.
Dalam upacara adat siraman sudah jelas bahwa memiliki
hubungan unsur kebudayaan terlihat pada tujuan diadakannya siraman.
Tujuan diadakannya siraman dalam rangka memohon berkah dan rahmat
Tuhan Yang Maha Esa agar calon pengantin dibersihkan dari segala
godaan dan pengaruh buruk, sehingga dapat melaksanakan upacara
hingga selesai dengan lancar dan selamat.
Hal ini sesuai dengan filsafat Jawa yang berdasarkan pada tiga
aras yaitu aras dasar ber-Tuhan, aras kesadaran semesta dan aras
11

keberadaban manusia. Aras dasar ber-Tuhan menyatakan adanya Tuhan


yang Murbeng Dumadi (Penguasa Alam Semesta). Di dalam siraman pun
aras filosofi dasar ber-Tuhan ini muncul yaitu bahwa Tuhan sebagai
tempat memohon berkah, segala sesuatu berasal dari-Nya sehingga
konsep permohonan inipun dilakukan. Tuhan sebagai tempat seluruh
permintaan manusia terutama berkah keselamatan dan kelancaran dalam
kehidupan.

3. Sistem mata pencaharian hidup


Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat
menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai
sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian
suatu kelompok masyarakat atau sistem perekonomian mereka untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada masyarakat
tradisional, antara lain :
a. berburu dan meramu;
b. beternak;
c. bercocok tanam di ladang;
d. menangkap ikan;
e. bercocok tanam menetap dengan sistem irigasi.

Lima sistem mata pencaharian tersebut merupakan jenis mata


pencaharian manusia yang paling tua dan dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat pada masa lampau dan pada saat ini banyak masyarakat yang
beralih ke mata pencaharian lain. Mata pencaharian meramu pada saat ini
sudah lama ditinggalkan karena terbatasnya sumber daya alam karena
semakin banyaknya jumlah penduduk.

Pada saat ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau


ekonomi suatu masyarakat yang berbasiskan pada sektor pertanian.
Setelah berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup manusia
untuk tidak mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi
12

hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang


mengandalkan pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.

Untuk upacara adat siraman biasanya tidak meandang status


pekerjaan suatu keluarga. Siraman juga bukan rangkaian yang wajib
harus dilakukan. Tidak semua keluarga melakukan rangkaian upacara
adat siraman. Keluarga yang mampu dalam segi ekonomi belum tentu
akan melakukan upcara adat siraman. Begitu juga sebaliknya keluarga
yang keliatannya sederhana bisa saja melakukan upacara adat siraman.

4. Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan
sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat
abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat
luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai
unsur yang digunakan dalam kehidupannya. Namun, yang menjadi kajian
dalam antropologi adalah bagaimana pengetahuan manusia digunakan
untuk mempertahankan hidupnya.
Menurut Koentjaraningrat, sistem pengetahuan pada awalnya
belum menjadi pokok perhatian dalam penelitian para antropolog karena
mereka berasumsi bahwa masyarakat atau kebudayaan di luar bangsa
Eropa tidak mungkin memiliki sistem pengetahuan yang lebih maju.
Namun, asumsi tersebut itu mulai bergeser secara lambat laun karena
kesadaran bahwa tidak ada suatu masyarakat pun yang bisa hidup apabila
tidak memiliki pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan sifat-sifat
dari peralatan hidup yang digunakannya.
Menurut Koentjaraningrat, setiap suku bangsa di dunia memiliki
pengetahuan mengenai, antara lain :
a. alam sekitarnya;
b. tumbuhan yang tumbuh di sekitar daerah tempat tinggalnya;
c. binatang yang hidup di daerah tempat tinggalnya;
13

d. zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;


e. tubuh manusia;
f. sifat-sifat dan tingkah laku manusia;
g. ruang dan waktu.
Karena siraman merupakan upacara adat maka pengetahuan
mengenai rangkaian pelaksanaannya diketahui secara turun temurun.
Namun seiring berjalannya waktu tradisi ini dipelajari oleh pihak-pihak
pengelola sanggar rias dimana mereka tidak hanya menyediakan jasa
untuk make up dan persewaan baju pengantin, tetapi juga sekaligus
dengan rangkain upacara kegiatannya sesuai permintaan pihak keluarga
pengantin.

5. Sistem teknologi dan peralatan


Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya
sehingga mereka akan selalu membuat peralatan atau benda-benda
tersebut. Perhatian awal para antropolog dalam memahami kebudayaan
manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat
berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan
bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan
tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan
teknologi merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Pada upacara adat siraman peralatan atau perlengkapan yang
dibutuhkan meliputi banyak komponen, disetiap komponen tersebut
memiliki masing-masing filosofi. Berikut perlengkapan yang dibutuhkan
dalam rangkaian upacara adat siraman dan dodol dawet beserta dengan
filosofi dan maknanya.
1. Air tujuh sumber (pitu) / air perwitosan (kendi) : Orang Jawa sangat
mensakralkan angka 7 (pitu) yang berarti pitulungan (bahasa Jawa)
atau pertolongan.
2. Kain batik wahyu tumurun (harapan untuk mendapatkan wahyu) :
Harapan mendapatkan wahyu dijauhkan dari segala godaan.
14

3. Kain bangun tolak : Harapan terhindar jauh dari halangan, rintangan


hidup.
4. Batik cakar (sebutan kaki ayam) : Sebutan kaki ayam agar mempelai
dapat ceker-ceker, seperti ayam dalam mencari makan.
5. Busana kembangan (setelan) : Bersih tata lahir batinnya. Keikhlasan
akan meninggalkaan status gadis dan menjalani hidup berumah
tangga.
6. Motif Yuyu sekandang : Berharapan untuk mendapatkan keturunan/
kelanjutan generasi berikutnya.
7. Gayung dari tempurung kelapa : Kebulatan tekad orang tua untuk
melepaskan putera, puteri hidup berumah tangga.
8. Air sekar manca warna dalam jambagan (banyu sekar setaman) : Air
siraman pengantin harum dengan aneka bunga yang banyak.
9. Kloso bongko : Nama kiasan tikar baru dari daun pandan.
10. Daun tolak balak : Daun opo-opo, daun koro, daun kluwih, daun
dadap srep, daun alang-alang.
11. Lawon/ kain blacu : Berasal dari serat kapas, hari-hari kecukupan
sandang.
12. Cendol berbentuk bulat : Cendol yang berbentuk bulat merupakan
lambang kebulatan kehendak orang tua untuk menjodohkan anak.
13. Uang kreweng/ pecahan genting dari tanah liat : Kehidupan manusia
berasal dari bumi/ tanah.
14. Tumpeng lengkap : Hubungan manusia dengan Tuhan,
mengharapkan agar didalam menjalankan kehidupan berumah
tangga hidup rukun dengan ridho Allah.
15. Tumpeng robyong : Tumpeng nasi putih berbentuk kerucut dihias
dengan sayuran mentah maknanya agar hajatan mantunya tamunya
banyak (bahasa Jawa Robyong-robyong).
16. Tumpeng gundul : Tumpeng yang melambangkan payudara ibu,
karena dalam perkawinan itu diharapkan anak-anak hidup pertama
kali dengan air susu ibu.
15

17. Jajan pasar : Jajan pasar olahan dari hasil bumi antara lain pala
kependen (jenis buah dari bumi), pala kesimpar (jenis buah
merambat), pala gumantung (jenis buah bergantung).
18. Lulur pengantin : Tepung beras manca warna, mangir, pandan wangi,
daun kemuning bertujuan membersih-kan kotoran tubuh, dan
hasilnya warna kulit yang bersih bersinar.
19. Pelepasan pitik urip-uripan : Melepas ayam hidup yang diibaratkan
melepas anak (calon pengantin) untuk kehidupan yang baru.
20. Bubur merah putih : Berani dan suci/ kejujuran atau tanda
kemenangan.
21. Bunga : Hidup yang selalu berwarna dan harapan.

6. Bahasa
Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi
kebutuhan sosialnya untuk berinteraksi atau berhubungan dengan
sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi mengenai bahasa disebut
dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing, kemampuan
manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman
tentang fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan
mewariskannya kepada generasi penerusnya sangat bergantung pada
bahasa. Dengan demikian, bahasa menduduki porsi yang penting dalam
analisa kebudayaan manusia.
Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem
perlambangan manusia secara lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi
adalah deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan
oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasivariasi dari bahasa itu.
Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku bangsa tersebut dapat diuraikan
dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi bahasa-bahasa
sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut
Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa
tidak mudah karena daerah perbatasan tempat tinggal individu
16

merupakan tempat yang sangat intensif dalam berinteraksi sehingga


proses saling memengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.
Pada upacara adat siraman bahasa yang digunakan
menyesuaikan dengan keluarga dari pengantin dan adat yang digunakan.
Maksudnya, jika menggunakan adat Jawa maka serangkaian acara
menggunakan bahasa Jawa tidak terkecuali pranata acaranya. Bahasa
yang digunakan pun merupakan bahasa Jawa krama inggil. Begitu juga
dengan adat suku lain, seperti adat Sunda maka rangkaian acara
menggunakan bahasa Sunda.

7. Kesenian
Perhatian ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian
etnografi mengenai aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional.
Deskripsi yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut berisi mengenai
benda-benda atau artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran,
dan hiasan. Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan
manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan proses pembuatan benda
seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti
perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam suatu
masyarakat.
Berdasarkan jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni
relief, seni ukir, seni lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni
vokal dan instrumental, sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi.
Selain itu, terdapat seni gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat
ditangkap melalui indera pendengaran maupun penglihatan.
Biasanya dalam upacara adat Jawa seperti siraman agar suasana
terasa lebih Jawa seperti di keraton, diiringi dengan lantunan Tembang
Macapat yaitu puisi yang pembacaannya ditembangkan. Tembang
Macapat Jawa sendiri berjumlah sebelas tembang dan merupakan
gambaran perjalanan hidup manusia. Berikut sebelas tembang macapat :
17

1. Maskumambang : menceritakan keadaan manusia saat masih di alam


ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim seorang ibu.
2. Mijil : gambaran dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol
(bahasa Jawa) dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.
3. Sinom : penggambaran masa muda yang indah, penuh dengan
harapan dan angan-angan.
4. Kinanthi : masa pembentukan jati diri dan meniti jalan menuju cita-
cita.
5. Asmaradana : mengisahkan masa-masa kisah asmara, percintaan,
atau larut dalam larutan cinta kasih.
6. Gambuh : menceritakan komitmen dalam perkawinan untuk
menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.
7. Dhandhanggula : menggambarkan kehidupan yang telah mencapai
tahapan kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang,
pangan, dan papan.
8. Durma : menggambarkan bahwa seseorang harus melakukan
sedekah dan berbagi kepada sesama.
9. Pangkur : menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu
negatif yang memasuki jiwa.
10. Megatruh : terpisahnya nyawa dari raga kita menuju keabadian.
Megisahkan tentang kematian manusia.
11. Pocung : menceritakan tubuh manusia yang jasadnya telah
dibungkus kain kafan (mori) saat dikuburkan di tepat peristirahatan
abadi.
18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebudayaan tidak terlepas dari keberadaan manusia di dunia. Ragam
kebudayaan yang dimiliki disetiap daerah tentu saja berbeda jenisnya.
Kebudayaan akan terus ada dan berjalan jika manusia selalu melakukannya.
Setiap kebudayaan memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya seperti upacara
adat Siraman yang merupakan salah satu rangkaian dari tradisi
melangsungkan pernikahan. Pelaksanaannya melibatkan banyak komponen
baik dari manusianya maupun perlengkapan yang digunakan. Seperti
kebudayaan pada umumnya, upacara adat Siraman diajarkan secara turun-
temurun. Kegiatan yang berciri khas tradisional ini mengingatkan kita agar
selalu ingat dari mana kita berasal. Jangan sampai dengan adanya modernisasi
kita sebagai manusia menjadi lupa akan ciri khas budaya yang dimiliki.

B. Saran
Sebagai manusia yang berbudaya hendaknya kita melakukan upaya
melestarikan budaya yang telah diberikan secara turun-temurun tersebut.
Sebisa mungkin mencengah terkikisnya budaya tersebut karena adanya
modernisasi. Sebagai manusia yang sudah modern seharusnya lebih giat
dalam menjaga dan melestarikan budaya yang sudah ada. Dimulai dari hal
terkecil seperti mengenal dan mempelajari budaya tersebut, mengakui dan
bangga menjadi bagian dari budaya tersebut, serta sadar akan ciri khas
budaya yang telah dimiliki. Semua hal berproses dari langkah kecil, apabila
kita berhasil dalam melalui langkah kecil tersebut makan langkah besar
menuju pelestarian budaya akan semakin besar.
19

DAFTAR PUSTAKA

Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. Cetakan kelima. Jakarta: Penerbit Rineka


Cipta

Irmawati W. 2013. Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa.


Walisongo. 21(2): 309-330

Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi I. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Mahligai, 2007. Prosesi Pernikahan Adat Jawa Solo. Jakarta : PT. Dwiputra
Glomedia.

R. Soemodidjojo, 2008. Betaljemur Adammakna. Solo : CV. Buana Raya

Ruswanto, Wawan. 2014. Pengantar Antropologi Modul I. Jakarta : Universitas


Terbuka
Setyaningsih E, Zahrulianingdyah A. 2015. Adat Budaya Siraman Pengantin Jawa
Syarat Makna dan Filosofi. TEKNOBUGA. 2(2): 1-8

Anda mungkin juga menyukai