Anda di halaman 1dari 15

09 JULI 2015

TUGAS ASP

Disusun oleh:

NAMA : FAZRI MUHAIMIN


NIM

: 2014-83-061

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
2014

NAMA: FAZRI MUHAIMIN


NIM
1.
2.
3.
4.
5.

: 2014-83-061
Jelaskan Konsep Kebudayaan dan berikan contohnya
Jelaskan sifat-sifat dari kebudayaan dan berikan contohnya
Jelaskan generalisasi pola-pola kebudayaan dan berikan contohnya
Jelaskan pembatasan-pembatasan kebudayaan dan berikan contohnya
Jelaskan perbedaan pola budaya ideal dan pola kelakuan sebenarnya seta berikan

contohnya
6. Jelaskan anggapan dasar mengenai kebudayaan dan berikan contohnya
7. Jelasan pengertian etnosentris serta berikan contohnya
Jawab
1. Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup,
mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala
keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang ada
disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia
terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka
dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan
dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai
"mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a),
atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan
demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,
resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya
sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh
yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan
emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik
dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan
sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai
moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan
pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).

Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan
setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan
menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam
lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para
warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam
kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan
dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan
kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka pertahankan.
Pemahaman ini dimungkinkan oleh adanya kesanggupan manusia untuk membaca dan
memahami serta menginterpretasi secara tepat berbagai gejala dan peristiwa yang ada
dalam lingkungan kehidupan mereka. Kesanggupan ini dimungkinkan oleh adanya
kebudayaan yang berisikan model-model kognitif yang mempunyai peranan sebagai
kerangka pegangan untuk pemahaman. Dan dengan kebudayaan ini, manusia
mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan kelakuan tertentu sesuai dengan
rangsangan-rangsangan yang ada atau yang sedang dihadapinya.
Sebagai sebuah resep, kebudayaan menghasilkan kelakuan dan benda-benda
kebudayaan tertentu, sebagaimana yang diperlukan sesuai dengan motivasi yang
dipunyai ataupun rangsangan yang dihadapi. Resep-resep yang ada dalam setiap
kebudayaan terdiri atas serangkaian petunjuk-petunjuk untuk mengatur, menyeleksi,
dan merangkaikan simbol-simbol yang diperlukan, sehingga simbol-simbol yang telah
terseleksi itu secara bersama-sama dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam
bentuk kelakuan atau benda-benda kebudayaan sebageimana diinginkan oleh
pelakunya. Di samping itu, dalam setiap kebudayaan juga terdapat resep-resep yang
antara lain berisikan pengetahuan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan dan cara-cara
untuk mencapai sesuatu dengan sebaik-baiknya, berbagai ukuran untuk menilai
berbagai tujuan hidup dan menentukan mana yang terlebih penting, berbagai cara
untuk mengidentifikasi adanya bahaya-bahaya yang mengancam dan asalnya, serta
bagaimana mengatasinya (Spradley, 1972).
Dalam pengalaman dan proses belajar manusia, sesungguhnya dia memperoleh
serangkaian pengetahuan mengenai simbol-simbol. Simbol adalah segala sesuatu
(benda, peristiwa, kelakuan atau tindakan manusia, ucapan) yang telah ditempeli
sesuatu arti tertentu menurut kebudayaan yang bersangkutan. Simbol adalah

komponen utama perwujudan kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan dialami
oleh manusia itu sebenarnya diolah menjadi serangkaian simbol-simbol yang
dimengerti oleh manusia. Sehingga Geertz (1966) menyatakan bahwa kebudayaan
sebenarnya adalah suatu sistem pengetahuan yang mengorganisasi simbol-simbol.
Dengan adanya simbol-simbol ini kebudayaan dapat dikembangkan karena sesuatu
peristiwa atau benda dapat dipahami oleh sesama warga masyarakat hanya dengan
menggunakan satu istilah saja.
Dalam setiap kebudayaan, simbol-simbol yang ada itu cenderung untuk dibuat atau
dimengerti oleh para warganya berdasarkan atas konsep-konsep yang mempunyai arti
yang tetap dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam menggunakan simbol-simbol,
seseorang

biasanya

selalu

melakukannya

berdasarkan

aturan-aturan

untuk

membentuk, mengkombinasikan bermacam-macam simbol, dan menginterpretasikan


simbol-simbol yang dihadapi atau yang merangsangnya. Kalau serangkaian simbolsimbol itu dilihat sebagai bahasa, maka pengetahuan ini adalah tata bahasanya. Dalam
antropologi budaya, pengetahuan ini dinamakan kode kebudayaan.
Contoh dari konsep kebudayaan dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang
dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial
bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial
bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial
ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi
kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di
antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi
terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial
tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem
banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolongmenolong di antara masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong
royong dapat terwujud dalam banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan
panen bersama merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai
sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa,
kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di
antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan,
kematian, dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.

2. Sifat Kebudayaan
Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melakat
pada setiap budaya, kapan pun dan dimana pun budaya itu berada. Sifat-sifat itu
adalah sebagai berikut:
1.

Budaya adalah Milik Bersama

Budaya adalah milik Masyarakat pendukung budaya yang bersangkutan. Budaya


bukanlah milik perseorangan. Dalam catatan-catatan etnografi, tidak pernah
ditemukan budaya si Anu atau Pak Anu. yang ada adalah Budaya suku bangsa X,
budaya masyarakat bangsa Y, budaya Nasional dan seterusnya.
William A.Haviland mendefenisikan budaya sebagai seperangkat peraturan atau
norma yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakatnya. Apabila peraturan atau
norma tersebut dilaksanakan atau dipatuhi, akan melahirkan perilaku yang oleh
anggotanya dipandang layak dan diterima. Adapun masyarakat didefenisikan sebagai
sekelompok orang yang mendiami suatu daerah tertentu, yang secara bersama-sama
memiliki tadisi budaya yang sama.
2.

Budaya Berkaitan dengan Situasi Masyarakatnya

Budaya mempunyai kecenderungan untuk bertahan terhadap perubahan apabila unsurunsur budaya yang bersangkutan masih sesuai fungsinya dengan kepentingan
kehidupan masyarakatnya. Contohnya, Budaya Petani di Desa cenderung bertahan,
tidak berubah selama pertaniannya masih memberikan kesejahteraan baginya. Budaya
pun mempunyai kecenderungan untuk berubah apabila unsur-unsurnya sudah tidak
sesuai lagi dengan fungsinya. Contohnya, karena lahan dan perkebunannya banyak
tergusur untuk pemukiman baru atau untuk proyek-proyek industri, banyak penduduk
yang semula hidup di daerah pinggiran kota (Jakarta:"udik) berurbanisasi ke kota.
Akibatnya, budaya mereka berubah, yaitu harus menyesuaikan diri dengan budaya
kota.
3.

Budaya Berfungsi untuk Membantu Manusia

Bronislaw Malinowski, seorang antropologi kelahiran Polandia menyatakan bahwa


manusia mempunyai kebutuhan bersama, baik yang besifat biologis maupun
psikologis. Sudah merupakan tugas budaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Parsudi Suparlan, seorang ahli antropologi Indonesia menyatakan bahwa
budaya berfungsi sebagai pedoman hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidup manusia menurut peddington, Parsudi Suparlan mengklasifikasikan kebutuhan


hidup manusia kedalam tiga jenis:
a.

Kebutuhan Primer, merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar karena

bertalian erat dengan kebutuhan biologis atau kebutuhan fisik manusia. Manusia akan
mati atau punah apabila kebutuhan semacam ini tidak terpenuhi. Contoh kebutuhan
primer antara lain kebutuhan akan makanan, minuman atau kebutuhan fisik yang lain
seperti kebutuhan seksual yang bertalian dengan refroduksi. Kebutuhan akan sandang
dan papan termasuk juga ke dalam kebutuhan primer.
b.

Kebutuhan Sekunder atau Kebutuhan Sosial, yakni kenutuhan manusia untuk

bergaul dan hidup bersama.Contoh kebutuhan sekunder antara

lain: Berkeluarga,

Bertetangga, Bermasyarakat, bahkan berbangsa dan bernegara. Segala bentuk


pemenuhan kebutuhan hidup manusia akan lebih mudah diperoleh melalui usaha
bersama, dibandingkan dengan usaha perorangan.
c.

Kebutuhan Integraif, yakni kebutuhan hidup manusia yang mengintegrasikan

atau memadukan seluruh kebutuhan hidupnya. Kebutuhan integratif akan terpenuhi


bersamaan dengan pemenuhan kebutuhan Primer dan Sekundernya. Pemenuhan
kebutuhan integratif mewujudkan hidup manusia yang sejahtera, aman, dan tertib,
serta mampu menikmati liburan atau rekreasi dan hiburan.
4.

Budaya Diteruskan dan Diwariskan Melalui Proses Belajar

Semua budaya diteruskan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui proses belejar, bukan diwariskan secara biologis. Artinya, seorang anak tidak
akan secara otomatis pandai bicara, terampil bermain dengan sesama anak sebayanya,
atau patuh akan segala tradisi yang terdapat pada lingkungan sosial budayanya.
Melalui proses panjang, seorang individu semenjak dilahirkan akan belajar
berintegrasi dengan lingkungan sosialnya. Ia juga akan belajar menyatukan dirinya
dengan lingkungan budayanya. Proses belajar menyatukan dirinya dengan lingkungan
sosialnya disebut sosialisasi, sedangkan proses belajar seorang individu dengan
lingkungan budayanya disebut pembudayaan atau enkulturasi.
Kendati kebudayaan dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda, tetapi setiap
kebudayaan memiliki ciri dan sifat yang sma. Sifat tersebut bukan diartikan secara
spesifik, melainkan bersifat universal. Dimana sifat-sifat budaya itu memilki ciri-ciri

yang sama bagi setiap kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkungan
alam, atau pendidikan. Yaitu sifat hakiki yang berlaku bagi setiap budaya dimanapun
juga.
Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut, antara lain:
1.

Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.

2.

Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan

tidak akan mati dengan habisnya usua generasi yang bersangkutan.


3.
4.

Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dlam tingkah laku.


Budaya mencakup peraturan-peraturan yang berisi kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan, yang diterima atau ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan


tindakan-tindakan yang diijinkan.
Sifat hakiki tersebut menjadi ciri setiap budaya. Akan tetapi, apabila seseorang atau
sekelompok orang yang memahami sifat hakiki yang esensial, terlebih dahulu ia harus
memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada didalamnya.
Selain itu sifat-sifat dari kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Etnosentis.
Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing,
etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri.
2. Universal.
Kebudayaan universal adalah kebudayaan yang mencari jawab atas problematika
masyarakat, bukan apologi terhadap kesenian an-sich, tidak pula apriori terhadap
politisasi massa. Tetapi, lebih pada rasionalitas melihat dan menjangkau ke depan
demi perkembangan masyarakat majemuk Indonesia. Memang, kita tidak menafikan
karya-karya besar kesusasteraan yang memengaruhi masyarakat Eropa yang notabene
reading mainded. Tetapi untuk Indonesia, kebudayaan universal dituntut untuk
mengempaskan diri ke keranjang sampah masyarakatnya yang papa.

3. Alkuturasi.
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diol

ah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan


kelompok itu sendiri.
4. Adaptif.
Kebudayaan adalah suatu mekansime yang dapat menyesuaikan diri. Kebudayaan
adalah sebuah keberhasila mekanisme bagi spesis manusia. Kebudayaan memberikan
kita sebuah keuntungan selektif yang besar dalam kompetisi bertahan hidup terhadap
bentuk kehidupan yang lain.
5. Dinamis (flexibel).
Kebudayaan itu tidak bersifat statis, ia selalu berubah atau bersifat dinamis. Tanpa
adanya gangguan dari kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan
berlalunya waktu. Bila tidak dari luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan
itu sendiri yang akan memperkenalkan variasi -variasi baru dalam tingkah-laku yang
akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari
kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan
kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan membuat
kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi tersebut. Tiap masyarakat mempunyai suatu kebudayaan yang berbeda dari
kebudayaan masyarakat lain dan kebudayaan itu merupakan suatu kumpulan yang
berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama dan kebudayaan yang
bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu.
6. Integratif (Integrasi).
Integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan
bersikap komformitas terhadap kebudayaan msyoritas masyarakat, namun masih tetap
mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
3. Pola Kebudayaan
Buku Pattern of Culture atau Pola Kebudayaan merupakan buku yang populer
hingga saat ini. Diperkirakan sejak tahun 1934 hingga tahgun 1974, telah terjual 1,6
juta copy dan telah dialihbahasakan kedalam 12 bahasa asing. Ide-ide dari buku ini
dianggap telah meresap ke dalam masyarakat amerika modern dan diterima menjadi
sesuatu yang biasa. Ada beberapa poin yang dapat diambil dari buku ini. Pertama,
penegasan akan pentingnya budaya untuk melawan biology yang dikontraskan dengan

perbedaan pola hidup diantara Zuni, Dobu, dan Kwakiutl. Ia menunjuk penyebab
keutamaan budaya dalam memahami perbedaan antar manusia modern. Profil ketiga
masyarakat ini begitu berbeda dari masyarakat Amerika. Kedua, Bendedict
memberikan tekanan kepada pola dari kebudayaan. Konsep dari pola sesuai/cocok
dengan beberapa cara kompleks elemen budaya yang Kroeber dan lainnya diskusikan,
peritiwa yang dipolakan dari sifat/ciri yang ditandai oleh perbedaan kebudayaan
kelompok. Tetapi Ruth Benedict dan anthropolog lain berusaha mencari sesuatu yang
lebih inti dan dalam, mengarah kepada hubungan yang tidak hanya antara kumpulan
dari sesuatu dan tingkah laku saja, tetapi lebih kepada gagasan, nilai, dan sesuatu yang
mengkarakterkan masyarakat tertentu.
Gagasa Benedict tersebut diatas dipengaruhi oleh ide konfigurasi Gestalt yang
berpengaruh ketika itu. Gestalt merupakan gagasan yang diambil dari bahasa Jerman
yang artinya gambaran bentuk fisik Gestalt merupakan gagasan yang digunakan oleh
para psikolog ketika mengaplikasikan gagasan pada eksperimen dalam proses
pembelajaran tingkah laku yang menyarankan manusia untuk merespon pola yang ada
dibawahnya/mendasarinya yang keluar oleh kejadian khusus daripada oleh
rangsangan respon langsung. Gagasan Gestalt tentang konfigurasi merupakan
konfigurasi yang dibentuk dari pola yang dihubungkan antara fakta dan kejadian
dengan sikap dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Ruth Benedict membuat
gagasan dari gestalt/konfigurasi/pola menjadi pusat kajiannya. Ia melihat bahwa
kerangka subyektif, merupakan bentuk yang didukung oleh pengalaman masa lampau
dan merupakan hal yang penting dan tidak dapat diabaikan. Ketika Benedict
mengkontraskan obyektif dan subyektif, ia tidak menggunakan subyektif sebagai
sinonim untuk opini yang berlebihan atau proyeksi yang etnosentrik, ia lebih condong
untuk mengkarakterkan nilai-nilai subyektif yang menjelaskan mengapa anggota dari
masyarakat tertentu berlaku dalam cara-cara tertentu. Ia menggunakan konsep pola
yang mengacu kepada nilai-nilai yang ada dalam masayarakat. Ia menulis bahwa
Budaya ..lebih dari merupakan sejumlah sifat/ciri mereka. Kita mungkin tahu tentang
semua distribusi bentuk perkawinan, tarian ritual, dan inisiasi pubertas dan belum
memahami apapun dari kebudayaan sebagaimana kesatuan yang luas dimana
digunakan elemen pada tujuan tertentu . Dari kutipan tulisan ini, dapat kita pahami
pemikiran Benedict yang mencoba untuk melihat kebudayaan lebih dalam daripada
sekedar tindakan/tingkah laku yang terlihat saja.

Tiga Pola Kebudayaan


Benedict mengungkap perbedaan pola kebudayaan dengan mengkontraskan tiga
kebudayaan yang ditelitinya, yaitu masyarakat Indian Pueblo (Zuni & Hopi),
masyarakat Dobu yang tinggal di pantai selatan timur Papua New Guinea, dan
masyarakat Indian barat laut (Tsimshian, Kwaliutl, Coast salish) yang hidup antara
Puget Sound dan barat daya Alaska. Ketiga kelompok ini dipilih karena pernah diteliti
oleh antropolog yang dipercayainya: Reo Fortune di masyarakat Dobu, Boas di
masyarakat Indian pantai barat laut, dan Benedict sendiri di Zuni. Ia menyusun
konfigurasi kebudayaan masing-masing kebudayaan tersebut. Menyusun detail
etnografi ke 3 kelompok masyarakat tersebut.. Menyelidiki elemen fundamental dari
pola budaya. Sebagai contoh ia menulis masyarakat Dobu sebagai masyarakat yang
paranoid dan bernafsu. Ia menyebutkan antara lain sebagai masyarakat yang berwajah
keras, sopan, dan bernafsu, diliputi oleh rasa keirian, kecurigaan dan kemarahan.
Setiap kesempatan untuk mencapai kemakmuran dipahami sebagai dunia kedengkian
yang diraskan oleh lawannya. Orang yang baik/ideal bagi masyarakat Dobu adalah
orang yang mempunyai banyak konflik sebagai nilai kreditnya, sebagaimana
seseorang melihat fakta dimana ia dapat bertahan dengan sebuah ukuran dari
kemakmuran. Pemikiran ini, ia kontraskan dengan masyarakat Zuni sebagai
masyarakat yang penuh dengan martabat dan kesopanan. Masyarakat yang tidak
mempunyai keingingan untuk memimpin dan seseorang yang tidak pernah
mengleluarkjan komentar atas tetangganya. Ia mengkarakterkan masyarakat Pueblo
sebagai masyarakat yang tenang dan harmonis. Masyarakat Kwalitul sendiri, ia lihat
sebagai masyarakat yang memperkaya diri sendiri dan mengagungkan diri-sendiri.
Benedict tidak hanya menceritakan prasangkanya tentang masyarakat tersebut, ia juga
menawarkan generalisasi etnografi tentang perbedan nilai dari masyarakat yang
berbeda. Ia meminjam istilah yang dikemukakan oleh Nietzche, yaitu Apollonian dan
Dionysian. Kedua nama ini didasarkan atas nama yang dideskripsikan oleh Nietzche
berdasarkan atas tragedy Yunani. Kemudian ia mengkontraskan konfigurasi
kebudayaan masyarakat Zuni atau masyarakat Puebloan, dengan masyarakat Kwakiutl
dan masyarakat Amerika Utara dengan meminjam istilah Nietzche itu. Ia
membicarakan tentang 2 cara dalam melihat nilai-nilai yang ada. Dionysian

merupakan nilai-nilai yang menghapuskan batas-batas kebiasaan dan batas eksistensi


manusia untuk mencapai momen yang paling berharga dengan menembus di luar
batas panca indra, agar dapat mencapai eksistensi yang lain. Ia melihat Dionysian
dalam pengalaman personal dan ritual, adalah melalui pencapaian keadaan psikologi
tertentu agar mencapai perbuatan yang dluar batas/berlebihan (excess). Analogi
terdekat dengan apa yang ia lihat adalah emosi yang ia lihat dalam kedaan kemabukan
dan ia nilai sebagai iluminasi dari kegilaan. Ia percaya bagian dari perbuatan di luar
batas akan menuju kepada tempat yang bijak. Masyarakat Indian secara keseluruhan
termasuk di Mexico, menurutnya adalah tipe yang Dionysian. Mereka dinilai dari
semua pengalaman kekerasan, dimana semuanya berarti manusia mungkin
memecahkan sensor rutin kebiasaan, dan semua pengalaman yang mereka alami akan
diatribusikan sebagai nilai tertinggi.
Apollonian tidak percaya akan hal ini dan selalu mempunyai ide yang tidak begitu
berbeda dari alam seperti pengalaman yang mereka alami. Menurut Benedict,
masyarakat Zuni atau Indian Puebloan adalah masyarakat yang bertipe Apollonian.
Suatu masyarakat yang telah teratur dengan tatanan yang baik . Hal ini tercermin
dalam tradisi mereka. Pengaruh akan kekuatan yang melawan tradisi dinilai tidak
menyenangkan dan berusaha diminimalkan dan pranata mereka. Mereka juga
mempunyai ketidakpercayaan atas perbutan yang berlebihan dan suka pesta pora.
Bagi Benedict, masyarakat Indian daratan secara keseluruhan sebagian merupakan
Dionysian atau menilai perbuatan yang berlebihan sebagai pelarian kepada kondisi
eksistensi yang keluar dari panca indra. Walaupun dalam berbagai perbedaan dalam
bahasa dan kebudayaan, ia melihat condong untuk mengkarakterkan masyarakat
Indian pada perilaku Dionysian. Dengan beberapa bukti yang mencurigakan adalah
ketika mempertanyakan visi di dalam individu dalam melewati puasa, merokok, dan
mutilasi diri, dengan maksud mencoba untuk menembus kontak langsung dengan
supernatural. Seperti seperangkat nilai inti yang dibentuk oleh praktek kebudayaan
yang besar, kemudiuan menghasilkan pola kebudayaan.
Oleh Ruth Benedict individu baginya tidak semua dapat menyesuaikan diri dengan
pola kebudayaan yang ada dalam kehidupannya. Ia melihat konflik antara individu
dan kebudayaan. Bagian akhir dari buku Pattern of Culture mengalamatkan
permasalahan ini. Sifat manusia begitu lunak, teguran dari satu kebudayaan begitu

eksplisit dan sangsi akan ketidak patuhan begitu kerasnya, dimana masyarakat luas
tidak hanya menerimanya sebagai inti kebudayaan tetapi juga berasumsi bahwa
pranata mereka merefleksikan kondisi ideal yang pokok. Benedioct beragumentasi
bahwa deviasi/penyimpangan adalah konflik antara kepribadian individu dan nilai
kebudayaan yang diberikan dan tidak merupakan dimensi yang benar-benar tunggal
bagi semua orang.
Pattern of Culture mengajukan konflik yang menarik antara individu dan
kebudayaan di satu sisi, disisi yang lain kebudayaan adalah ekspresi dari inti nilai
dimana hampir setiap orang mempelajari dan menyerapnya, disisi yang lain juga
adalah kepribadian individu yang mencoba untuk mengartikan lain arti kebudayaan.
Didalam Pattern of Culture terdapat tidak hanya nilai-nilai kebudayaan yang relatif,
tetapi juga definisi dari penyimpangan. Buku Benedict ini merupakan buku text
antropology yang membahas hubungan antara kebudayaan dan kepribadian.

4.

Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para
pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu pendukungnya
selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yangtelah dituntut oleh
kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan kebudayaanbaru terasa kekuatannya ketika
dia ditentang atau dilawan. Pembatasan kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu
pembatasan kebudayaan yang langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak
langsung. Pembatasan langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suatu hal yang
menurut kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau
bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan ada sindiran
atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal yang dilakukannya masih
dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal
yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar tata tertib yang berlaku
dimasyarakatnya, maka dia mungkin akan dihukum dengan aturan-aturan yang
berlaku dalam masyarakatnya. Contoh dari pembatasan langsung misalnya ketika
seseorang melakukan kegiatan seperti berpakaian yang tidak pantas ke dalam gereja.
Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur tentang hal ini. Kalau si
individu tersebut hanya tidak mengenakan baju saja ketika ke gereja, mungkin dia
hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan. Akan tetapi bila si individu tadi adalah
seorang wanita dan dia hanya mengenakan pakaian dalam untuk ke gereja, dia

mungkin akan di tangkap oleh pihak-pihak tertentu karena dianggap mengganggu


ketertiban umum. Dalam pembatasan-pembatasan tidak langsung, aktifitas yang
dilakukan oleh orang yang melanggar tidak dihalangi atau dibatasi secara langsung
akan tetapi kegiatan tersebut tidak akan mendapat respons atau tanggapan dari
anggota kebudayaan yang lain karena tindakan tersebut tidak dipahami atau
dimengerti oleh mereka. Contohnya: tidak akan ada orang yang melarang seseorang di
pasar Hamadi, Jayapura untuk berbelanja dengan menggunakan bahasa Polandia,
akan tetapi dia tidak akan dilayani karena tidak ada yang memahaminya. Pembatasanpembatasan kebudayaan ini tidak berarti menghilangkan kepribadian seseorang dalam
kebudayaannya. Memang kadang-kadang pembatasan kebudayaaan tersebut menjadi
tekanan-tekanan sosial yang mengatur tata kehidupan yang berjalan dalam suatu
kebudayaan, tetapi bukan berarti tekanan-tekanan sosial tersebut menghalangi
individu-Individu yang mempunyai pendirian bebas. Mereka yang mempunyai
pendirian seperti ini akan tetap mempertahankan pendapat-pendapat mereka,
sekalipun mereka mendapat tentangan dari pendapat yang mayoritas.
5. Suatu kepercayaan yang di idealisir dan diidam-idamkan sebagai suatu kewajiban
yang harus dipenuhi dalam keadaan tertentu dan sering disebut norma norma yang
diharapkan mampu dipenuhi.
Contoh :
Di Amerika profesi Dokter merupakan orang orang yang tidak mementingkan diri
sendiri dan ramah tamah serta memilih ilmu kedokteran sebagai rasa terpanggil untuk
melayani masyarakat tanpa pandangan materi dan jabatan. Namun tentu saja tidak
banyak dokter yang sesuai gambaran ideal ini namun terus digambarkan dokter
sebagai contoh kebajikan untuk pencitraan seorang dokter yang baik.
6.

Beberapa Anggapan Dasar Mengenai Kebudayaan


A. Kebudayaan dapat disesuaikanKenyataan bahwa banyak kebudayaan dapat
bertahan

dan

berkembangmenunjukkan

bahwa

kebiasaan-kebiasaan

yang

dikembangkan oleh suatumasyarakat, disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan


tertentu darilingkungannya. Hal ini tidak begitu mengherankan, mengingat hal yang
jika sifat-sifat budaya tidak disesuaikan dengan keadaan tertentu, maka kekuatan
bertahanmasyarakat

kemungkinan

akan

berkurang.

Tiap-tiap

adat

yang

meningkatkanketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu merupakan adat


yangdapat disesuaikan.Pada umumnya, kebudayaan dikatakan bersifat adaptif karena
kebudayaan itumelengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada

kebutuhan-Budaya Lestari Berpotensi Mengangkat Martabat Bangsa. Kebutuhan


fisiologis dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun
pada lingkungan sosialnya.
B. Kebudayaan merupakan suatu integrasiKebudayaan merupakan suatu integrasi
maksudnya adalah bahwa unsure-unsur atau sifat-sifat yang terpadu menjadi suatu
kebudayaan bukanlahsekumpulan kebiasaan-kebiasaan yang terkumpul secara acakacakan saja.Satu, alasan mengapa para ahli antropologi mengatakan bahwa
kebudayaanmerupakan satu integrasi kelihatannya adalah bahwa sikap itu
dianggapbersumber pada sifat adaptif dari kebudayaan. Jika kebiasaan-kebiasaan
tertentulebih adaptif dalam susunan tertentu, maka dapat diduga bahwa gumpalan
unsure-unsur itu akan ditemui berhubungan jika ditempatkan dalam keadaaan
yangbersamaan.Kedua, karena kebudayaan yang unsure-unsurnya bertetangan satu
sama lainsukar mempertahankan hal yang bertentangan itu. Dalam masyarakat
kitamisalnya, sudah merupakan kebiasaan bahwa seorang pengendara sepeda
motorberhenti jika lampu merah dan jalan saat lampu berganti hijau. Disaat yang
sama,tidak mungkin lagi dalam kebudayaan kita untuk mempunyai peraturan
yangmenyatakan bahwa kendaraan yang lebih dulu sampai pada persimpangan jalan
dimana ada lampu lalu lintas berhak berjalan lebih dulu. Karena kedua
peraturantersebut saling bertentangan. Jadi kebudayaan cenderung terdiri dari unsureunsuryang dapat disesuaikan satu sama lain.
C. Kebudayaan selalu berubahWalaupun benar bahwa unsure-unsur dari suatu
kebudayaan tidak dapatdimasukkan ke dalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan
sejumlah perubahanpada kebudyaan itu, kita harus mengingat bahwa kebudayaan
tidaklah bersifatstatis. Ia selalu berubah. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan
oleh masuknyaunsure budaya asing sekalipun, ia akan berubah seiring berlalunya
waktu.Dalam setiap kebudayaan ada suatu kebebasan tertentu pada para individu
dankebebasan individu memperkenalkan variasi dalam cara-cara berlaku dan
variasiitu yang pada akhirnya dapat menjadi milik bersama dan dengan
demikiandikemudian hari dapat menjadi bagian dari kebudayaan. Budaya Lestari
7.

Berpotensi Mengangkat Martabat Bangsa.


Etnosentrime adalah Pandangan yang terbatas yang menilai kebudayaan orang lain
menurut ukuran kebudayaannya dan umunya bersifat egosentris.
Contoh :

Kebudayaan bagi suatu suku dimana Pria agar diakui kedewasaannya, ia akan diuji
keberanian dan ketahanannya dengan dilakukan Khitan sebagai penghormatan. Orang
Amerika yang etnosentris akan menganggap hal tersebut biadap dan dijadikan ejekan
karna tidak sanggupnya memahami kebudayaan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai