Kebudayaan yang dikembangkan oleh setiap kelompok masyarakat senantiasa akan
mencari dan membentuk nilai-nilai dan norma-norma yang fungsional untuk dirinya
sehingga menghasilkan wujud yang sangat beraneka ragam antar kelompok masyarakat.
Kebudayaan dapat diidentifikasikan sebagai hadirnya seperangkat nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pedoman perilaku bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Karena
itu, kebudayaan memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi setiap kehidupan masyarakat,
termasuk di dalamnya kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Akibat keterkaitan itu,
seringkali kebudayaan yang tidak sesuai dapat menjadi faktor penyebab kemiskinan.
Pendahuluan
Kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia oleh karenanya kebudayaan
mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia itu.
Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia itu sendiri, karena
kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia. Menurut E. B. Taylor, kebudayaan
merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat, sehingga kebudayaan mancakup seluruh hal yang diperoleh atau dipelajari
manusia sebagai anggota masyarakat meliputi seluruh pola pikir, merasakan dan
bertindak. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi berpendapat bahwa kebudayaan
adalah semua hasil karya kemampuan menghasilkan teknologi dan kebudayaan materi),
rasa (kemampuan jiwa manusia dalam mewujudkan norma dan sistem nilai lainnya),
cipta (kemampuan mental dan pikiran untuk menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan)
masyarakat. Sistem nilai budaya merupakan wujud abstrak dari sebuah kebudayaan.
Sebuah sistem nilai budaya yang hidup di masyarakat dapat mempengaruhi tindakan
orang-orang yang terikat dengan budaya itu sendiri. Masyarakat adalah orang atau
manusia yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan, keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Kebudayaan memiliki pengaruh yang kuat bagi setiap tindak tanduk
masyarakat yang hidup didalamnya. Akibat pengaruh ini, seringkali terjadi
masalah didalamnya. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Kebudayaan yang
tidak sesuai bisa saja menjadi salah satu penyebab kemiskinan di masyarakat.
Pada bahasan kali ini, kita akan menganalisis pengaruh kebudayaan terhadap
kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan serta faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya. Tujuan perkuliahan ini adalah antara lain mengkaji bagaimana
pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan serta
menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kebudayaan memiliki pengaruh
terhadap kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan.
Kebudayaan
Ralph Linton: Kebudayaan secara umum diartikan sebagai way of life suatu
masyarakat (Linton 1936). Way of life dalam pengertian ini tidak sekedar berkaitan
dengan bagaimana cara orang untuk bisa hidup secara biologis, melainkan jauh lebih luas
dari itu. Dijabarkan secara lebih rinci, way of life mencakup way of thinking (cara
berfikir, bercipta), way of feeling (cara berasa, mengekspresikan rasa), dan way of
doing (cara berbuat, berkarya). Hampir bersamaan dengan pendapat ini, Selo Soemardjan
dan Soelaeman Soemardi mendefinisikan kebudayaaan sebagai semua hasil karya, rasa
dan cipta masyarakat (1964: 113).
Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan
Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia
dengan segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan
dibekali akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya secara hakikatnya menjadi khalifah
di muka bumi ini. Disamping itu manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi,
perasaan, emosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan semua kemampuan yang
dimiliki oleh manusia maka manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan
antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu
sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia
yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang
diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendukungnya. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-
anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam
masyarakat itu sendiri tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat
memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan-kebutuhan
masyarakat tersebut di atas untuk sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersumber
pada masyarakat itu sendiri.
“… masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama
lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang
menjadi pegangan masyarakat tersebut …” (Horton dan Hunt 1987).
Pengertian kebudayaan memang sangat luas. Hampir tidak ada segala sesuatu
yang berada di sekitar kita ini yang tak tercakup atau tak terjamah oleh konsep
kebudayaan. Kebudayaan mencakup aspek materiil maupun non-materiil. Kebudayaan
dapat bersifat kompleks sekali, namun juga dapat bersifat bersahaja, sesuai dengan
tingkat perkembangan masyarakatnya. Batasan yang dikemukakan oleh Horton dan Hunt
di atas lebih berkaitan dengan aspek kebudayaan non-materiil, lebih melihat kebudayaan
sebagai sistem nilai dan norma.
Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya
tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Kebudayaan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan
masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau
pikiran manusia , aktivitas manusia, atau karya yang dihasilkan manusia. Segala sesuatu
yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh adanya kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu.
Kadiah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau tindakan
yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. Peraturan bertujuan membawa suatu
keserasian dan memerhatikan hal-hal yang bersangkut-paut dengan keadaan lahiriah
maupun batiniah. Dengan demikian, maka kaidah sebagai bagian dari kebudayaan
mencakup tujuan kebudayaan maupun cara-cara yang dianggap baik untuk untuk
mencapai tujutan tersebut. Kaidah-kaidah kebudayaan mencakup bidang yang luas sekali.
Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia tergantung pada kekuatan kaidah
tersebut sebagai petunjuk tentang seseorang bagaimana harus berlaku. Artinya, sampai
berapa jauh kaidah-kaidah tersebut dapat diterima oleh anggota kelompok, sebagai
petunjuk prilaku yang pantas. Apabila manusia sudah dapat mempertahankan diri dan
menyesuaikan diri pada alam, juga telah dapat hidup dengan manusia-manusia lain dalam
suasana damai, timbullah keinginan manusia untuk menciptakan sesuatu untuk
menyatakan perasaan dan keinginannya kepada orang lain, yang juga merupakan fungsi
kebudayaan. Dengan demikian, fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia, yaitu
untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antarmanusia dan sebagai
wadah segenap perasaan manusia.
Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia. Walaupun
hal itu jarang disadari oleh manusia sendiri, namun tak mungkin seseorang mengetahui
dan meyakini seluruh unsur kebudayaannya. Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk
menguasai seluruh unsur-unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat sehingga
seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang menjadi
pendukungnya.
Pengaruh Kebudayaan terhadap Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang bersifat global. Semua negara di
dunia ini sepakat bahwa kemiskinan merupakan problema kemanusiaan yang
menghambat kesejahteraan dan peradaban.
Kemisikinan cultural merupakan kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan
kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep kemiskinan kultural
yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau mentalitas. Penelitian
Oscar Lewis di Amerika Latin menemukan bahwa orang miskin memiliki sub-kultur atau
kebiasaan tersendiri, yang berbeda dengan masyarakat kebanyakan (Suharto, 2008).
Dari analisis faktor kemiskinan oleh masyarakat, muncul bahwa biaya ritual yang
tinggi menjadi penyebab kemiskinan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan ritual itu,
mereka harus merelakan diri untuk meminjam uang atau berhutang kepada renternir
walaupun dengan jumlah bunga yang cukup besar. Banyak kasus di pedesaan yang
berhubungaan dengan kebudayaan dapat menyebabkan kemiskinan, seperti ritual-ritual
yang sering dilakukan tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan.
Contohnya budaya Nyumbang di Jawa. Nyumbang biasanya dilakukan dengan
membantu kerabat, tetangga, teman, saudara yang sedang punya hajat, entah itu hajat
melahirkan, mantu (mantenan), sunatan, maupun kematian. Bentuk sumbangan bisa
berwujud uang, barang, tenaga maupun pikiran.
Semula nyumbang sebagai sesuatu yang bernilai agung, wujud solidaritas sosial
masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang hajatan. Ketika ada tetangga,
rekan atau kerabat yang sedang punya hajat, masyarakat sekitar secara suka rela
membantunya, sehingga warga yang hajatan tidak terlalu terbebani. Masyarakat Jawa
warna budayanya sangat kental. Hampir setiap tahapan kehidupan bisa dipastikan ada
ritual-ritual yang mesti dijalankan, sejak lahir, sunatan, hamil, melahirkan, ritual
kematian hingga pascakematian. Jika perayaan ritual ini semua ditanggung sendirian,
akan memakan biaya yang tidak sedikit.
Seiring perjalanan waktu, tradisi nyumbang ikut mengalami pergeseran nilai.
Tradisi yang semula bernilai solidaritas sosial tinggi ini pada akhirnya mengalami proses
kapitalisasi. Nyumbang yang awalnya kental dengan nuansa solidaritas organis,
solidaritas berdasarkan ketulusan, telah berubah menuju solidaritas mekanis, solidaritas
berdasarkan untung rugi. Penyelenggaraan hajatan tidak lagi semata-mata wujud akan
ketaatan kepada tradisi, namun kepentingan-kepentingan ekonomi ikut bermain. Tradisi
nyumbang sudah bergeser dari orientasi sakral menuju kepentingan uang.
Ritual sebagai perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
konteks adat, budaya rasa syukur tidak cukup hanya dengan lisan, namun perlu
diwujudkan dalam bentuk upacara ritual dan kalimat syukur itu diucapkan berbarengan
dengan acara ritual. Tidak sebanding dengan nilai kepuasan bathin yang sulit diukur, nilai
negatif yang ditimbulkan oleh acara adalah sebagai sebuah pemborosan, yang
menyebabkan kemiskinan yang berdampak pada : timbulnya hutang, hidup dalam pas-
pasan tanpa memperhatikan gizi makanan karena sebagian penghasilan disimpan untuk
persiapan hajatan, menggadaikan hak miliknya untuk kepentingan ritual, dan budaya
gengsi.
Contoh di atas merupakan contoh negative dimana kebiasaan dalam masyarakat
desa yang berhubungan dengan kebudayaannya, berdampak pada kemiskinan
masyarakat des aitu sendiri. Padahal, kebudayaan merupakan suatu yang dinamis dimana
unsur-unsurnya dapat terus berubah dalam rangka mensejahterakan manusia secara
ekonomi. Unsur-unsur kebudayaan tersebut harus dapat merubah kebiasaan-kebiasaan
dalam masyarakat, apabila situasi dan kondisi sudah mulai berubah. Karena kebudayaan
tidak selalu identik dengan kebiasaan yang turun temurun, apabila masyarakat sudah
menemukan adanya ketidaksesuaian untuk mempertahankannya. Akan tetapi perlu
diingat, bahwa perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang mengarah pada
keadaan yang lebih baik yang mensejahterakan masyarakatnya.
Kemajuan ekonomi menjadi salah satu tujuan pembangunan yang
merepresentasikan kesejahteraan masyarakat. Perspektif ekonomi cenderung
mendominasi cara berpikir tentang definisi pembangunan dan kesejahteraan. Secara
konseptual, pembangunan dapat disebut sebagai pertumbuhan dan perluasan, perubahan,
perbaikan, serta transformasi dan modernisasi (Seers, 1969, 2; Stiglitz, 1998, 3; Frank &
Smith, 1999, 7; Stiglitz, 2002, 1963; Phillips & Pittman, 2009, 9; Bellu, 2011, 2).
Ternyata, pembangunan ekonomi juga merupakan suatu proses budaya karena
ekonomi itu sendiri, merupakan bagian dari realitas budaya yang dapat membentuk
economic sense sebagaimana disebutkan oleh Michael McPherson yang dikutip
Chavoshbashi, Ghadami, Broumand&Marzban (2012, 7800). Dengan demikian, tak
mengherankan bila pembangunan perkotaan di Indonesia dapat menyuburkan budaya
konsumerisme bagi masyarakatnya ketika pembangunan ekonomi perkotaan lebih
menitikberatkan pada realitas budaya tersebut. Budaya konsumerisme kemudian
mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai produk yang melebihi kebutuhan
dasar (Moxon, 2011, 2).
Budaya konsumerisme mungkin dinilai sebagai budaya “buruk” yang juga
memberikan pengaruh pada pembangunan ekonomi suatu wilayah. Namun, banyak sekali
budaya “baik” yang memberikan pengaruh pada pembangunan ekonomi secara
signifikan. Peranan budaya dalam perekonomian saat ini mendapat perhatian utama dari
ahli ekonomi dan dipercaya bahwa budaya ekonomi suatu wilayah merupakan alat yang
berguna bagi pembangunan (Guiso, Sapienza & Zingales, 2006, 45). Faktanya, banyak
aset budaya seperti keterampilan dan produk mendorong kesejahteraan masyarakat.
Untuk memahami dampak budaya terhadap perekonomian, penting untuk mengetahui
nilai-nilai dan norma-norma budaya yang ada diantara individu-individu dan aktifitas
ekonominya (Chavoshbashi et al., 2012, 7799).
Salah satu hasil penelitian yang memberikan gambaran dampak budaya terhadap
ekonomi adalah penelitian yang dilakukan sendiri oleh Farzaneh Chavoshbashi, Mohsen
Ghadami, Zahra Broumand, dan Fatemeh Marzban yang dimuat dalam African Journal of
Business Management Volume 6(26) yang terbit tahun 2012. Penelitian ini menggunakan
pendekatan sistem dinamik dan menarik untuk dikaji ulang, terutama mengkaji variabel-
variabel yang digunakan dan kinerja model yang telah dibangun. Untuk mengkaji hasil
penelitian ini, dilakukan studi kepustakaan dan analisis system thinking yang dibangun
oleh Chavoshbashi dan kawan-kawan. Kaji ulang ini dapat menjadi pembelajaran dalam
memahami interaksi nilai-nilai budaya dalam pembangunan dan konstruksi rekayasa
sosial yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan. Kajian ini juga mengulas
kaitan budaya dan komunikasi dengan pembangunan ekonomi.