PENDAHULUAN
yang menjadikan hal itu sebagai identitas sosial budaya yang melekat pada setiap
masyarakatnya. Oleh karena itu kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya
manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi
secara umum harus mampu memaknai kebudayaan itu baik itu dari segi wujud
Tidak hanya itu, dalam undang-undang kebudayaan pasal 1 nomor 3 tahun 2017
budaya dan kontribusi ketahanan budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui
beberapa aspek budaya yang dikenal dengan istilah tujuh unsur kebudayaan
diantaranya bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
1
pegang teguh bahkaan hal itu menjadikan sebagai sebuah kekayaan kebudayaan serta
Mekongga, Bugis, Jawa dan etnik lainnya. Oleh karena itu dengan keberagaman etnik
wujudkan bukan hanya soal perbedaan dan identitas melainkan menyangkut semua hal
yang tertanam dan di topang oleh budaya Bhiku Parekh dalam (Molan, 2015:31).
kebudayaannya utamanya upacara adat yang dilakukan secara turun temurun. Sebab
upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih dianggap
pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah
yang mendorong manusia untuk melakukan berbagaai perbuatan atau tindakan yang
bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib penguasa alam melalui ritual-ritual,
2
baik ritual keagamaan (religious ceremonies) maupun ritual-ritual adat yang lainnya
yang dirasakan oleh masyarakat sebagai saat-saat genting, yang bias membawa bahaya
gaib, kesengsaraan, dan penyakit kepada manusia. Dalam istilah Emile Durkheim
agama dapat mengantarkan para individu anggota masyarakat menjadi mahluk sosial.
memberi nilai bagi manusia itu sendiri, masyarakat mengukuhkan kembali dirinya
kedalam perbuatan simbolik yang menampakan sikapnya. Sementara itu, ritus itu
sendiri merupakan sarana bagi kelompok sosial untuk secara periodik mengukuhkan
masyarakat pada etnik bajo secara khusus yang terdapat di desa Bontu-bontu
kecamatan Towea masi memegang teguh adat dan tradisinya seperti pelaksanaan
upacara adat patoba (pengislaman) yang dilakuakan ketika anak mereka menginjak
usia dewasa. Dalam tradisi tersebut terdapat banyak nilai-nilai simbolik yang dijadikan
sebagai sebuah pemahaman yang kokoh dan menjaga hubungan manusia dengan sang
penciptanya, lewat uapacara adat patoba yang dilakukan etnik bajo di desa bontu-
bontu kecamatan Towea Kabupaten Muna memiliki harapan bahwa akan adanya
kesempurnaan keagamaan yang dilakukan dan sebagai salah satu bentuk tradisi yang
dilakukan secara turun temurun yang di yakini bahwa tradisi tersebut adalah wajib
sebab hal tersebut termaksud dari bagian penyempurnaan agama pada etnik bajo yang
3
Tradisi patoba (pengislaman) pada etnik bajo dilakukan pada saat anak
menginjak usia dewasa, dengan niat bahwa anak tersebut akan di beri berbagai
wejangan dari salah satu tokoh agama, mengantarkan anak tersebut untuk
beragama. Akan tetapi dalam pelaksanaan tradisi upacara adat patoba (pengislaman)
pada etnik bajo terdapat berbagai macam simbol-simbol yang memiliki banyak makna
menjadi sebuah ancaman bagi tradisi patoba itu sendiri. Sebab masyarakat khususnya
etnik bajo yang memiliki kepercayaan uapacara adat patoba (pengislaman) menjadi
seuah ancaman sebab perkembangan teknologi di era modern bias membawa dampak
pada setiap tradisi serta mengalami pergeseran simbolik dalam sebuah tradisi yang
telah di pegang teguh oleh masyarakat secara turun temurun. Dengan demikian kondisi
terkini tradisi upacara adat patoba (pengislaman) pada etnik bajo di desa Bontu-bontu
4
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian ini guna untuk mengkaji secara mendalam makna simbolik tradisi upacara
patoba (pengislaman) pada etnik bajo serta keberadaan tradisi ini di masa sekarang.
Sehingga penulis mengangkat sebuah topic yang berjudul “Makna Simbolik Upacara
Adat Patoba (Pengislaman) Pada Etnik Bajo di Desa Bontu-bontu Kecamatan Towea
Kabupaten Muna”
2. Bagaimana keberadaan tradisi patoba pada etnik bajo dimasa sekarang ini?
bajo?
5
1.4.2 Manfaat Teoritis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
Kabupaten Muna.
penelitian berikutnya.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR
peneliti terdahulu diantaranya Penelitian Hendri (2017) Tentang Prosesi dan makna
ritual katoba pada masyarakat muna (studi di desa wakadia kecamatan watopute
kabupaten muna) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Prosesi Ritual Katoba
dan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam Prosesi Ritual Katoba Pada
kepada keluarga yang telah melaksanakan ritual katoba, tokoh agama, dan tokoh adat.
menunjukkan bahwa 1). Prosesi ritual katoba tahap pertama acara pembukaan dengan
proses takbiran, dan Imam defetapa atau minta izin. Tahap kedua adalah penyampaian
syarat toba, Tahap ketiga adalah penyampaian inti toba. Tahapan keempat merupakan
acara penutup, pembacaan doa haroa. 2). Makna yang terkandung dalam prosesi ritual
terhadap Allah SWT, Nabi dan terhadap manusia. b) Menyesali atau yang harus
disesali (nisosogho), yaitu menyesali dosadosa kepada Allah SWT, Nabi dan terhadap
perbuatan yang tidak baik. d) Hak sesame manusia (hakunasi), yaitu tidak boleh
7
mengambil hak orang lain. e) Empat yang harus ditakuti di dunia ini (popa nimotehi),
yaitu pertama orang tua laki-laki sebagai pengganti Allah SWT, kedua orang tua
pengganti Malaikat, keempat yaitu adik kandung sebagai pengganti kaum Mukmin.
f).Tidak kelihatan sifat itu tetapi dilihat (mina natewora ofeiilimaitu taaka doworae)
yaitu sifat kita tidak dapat dilihat oleh diri kita sendiri tapi dilihat oleh orang lain.
penelitian penulis dengan penelitian Hendri, yang menjadi perbedaan dalam penelitian
ini adalah dari segi lokasi dan tahun penelitian yakni penelitian ini dilakukan di desa
Wakadia pada tahun 2017 sedangkan peneliti akan melakukan penelitian di pulau
bontu-bontu di tahun 2018. Selain itu penelaitian ini mengalami perbedaan dari sisi
focus penelitiannya yakni penelitian ini berfokus pada makna ritual katoba sedangkan
penelitian ini melihat makna simbolik upacara adat patoba akan tetapi secara makna
memili symbol yang sama yakni sama-sama melihat tradisi pengislaman hanya yang
membedakannya adalah praktik tiap etniknya sebab penelitian ini melihat pada etnik
Muna sedangkan peneliti pada etnik bajo, dari segi metode penelitian ini sama-sama
menggunakan teknik wawancara akan tetapi teknik yang lainnya berbeda dimana
sedangkan peneliti dengan cara observasi akan tetapi sama-sama menggunakan cara
purposive sampling.
8
Selanjutnya Penelitian Hadirman (2016) tentang Tradisi Katoba sebagai media
katoba sebagai media komunikasi tradisional dalam praktik komunikasi ritual pada
masyarakat Muna. landasan konseptual yang digunakan adalah konsep ritual, katoba
dan komunikasi. Landasan teori yang digunakan adalah teori media komunikasi
tradisi katoba sebagai media komunikasi tradisional mereka. Tradisi ini telah
dari komunikasi ritual. Fungsi tradisi katoba pada masyarakat Muna, yakni fungsi
membawa informasi (pesan), fungsi pendidikan, dan fungsi warisan social budaya.
Dalam penelitian ini digunakan penulis sebagai tinjauan pustaka sebab dalam
penelitian ini sangat relevan untuk digunakan sebab di dalamnya memiliki perbedaan
dan persamaan. Adapun yang menjadi perbedaannya adalah dari segi waktu dan
tempatnya dimana penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dengan mengangkat topic
mengankat topik tentang makna simbolik upacara patoba (pengislaman) pada etnik
bajo yang akan di lakukan pada tahun 2018. Metode yang di gunakan penelitian ini
9
pengumpulan data yang digunakan memiliki kesamaan yakni sama-sama
(pengobatan) pada masyarakat bajo studi di desa mola selatan kecamatan wangi-
wangi selatan kabupaten wakatobi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1)
Bagaimana Pelaksaan tradisi Duata (pengobatan) pada masyarakat Bajo di Desa Mola
nilai yang terkandung pada tradisi Duata (pengobatan) pada masyarakat Bajo di Desa
Mola Selatan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi dan (3) Apakah
Selatan Kabupaten Wakatobi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui
pelaksaan tradisi Duata (pengobatan) pada masyarakat Bajo di Desa Mola Selatan
Kabupaten Wakatobi (2) Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung pada tradisi
Duata (pengobatan) pada masyarakat Bajo di Desa Mola Selatan Kecamatan Wangi-
Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi dan (3) Untuk mengetahui upaya yang dilakukan
penelitian ini menggunakan data primer yaitu data melalui kegiatan observasi dan
wawancara guna menjawab permasalahan penelitian dan data sekunder yaitu data yang
10
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang di
sampel digunakan tehnik Snowball sampling. Tehnik analisis data yang digunakan
yaitu analisis model interaktif yang menggunakan tiga tahapan yaitu reduksi
data,penyajian data, dan penarikan kesimpulan .Hasil dalam penelitian ini menunjukan
proses pelaksanaan tradisi duata (pengobatan) pada masyarakat Bajo memiliki muatan
dipertahankan oleh masyarakat Bajo seperti Nilai Religi, Nilai Estetika dan Nilai
Moral. Dan untuk mempertahankan tradisi duata (pengobatan) pada masyarakat bajo
agar tetap eksis maka dilakukan berbagai upaya untuk mempertahankannya seperti
penelitian Erliati dan penelitian penulis, yang menjadi perbedaan utamanya adalah dari
segi waktudan lokasi. Selanjutnya penelitian ini berfokus pada tradisi duata
pengobatan pada etnik bajo sedangkan peneliti melihat tradisi upacara patoba pada
wawancara dan observasi, akan tetapi dalam pengumpulan data yang digunakan
11
Selanjutnya Kurais (2016) penelitian tentang Islamisasi Suku Bajo di Bima
(Suatu Tinjauan Historis) Skripsi ini adalah studi tentang islamisasi Suku Bajo di
Bima. Adapun masalah pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana islamisasi Suku
Bajo di Bima? Sebagai sub masalah: Pertama, bagaimana kondisi Suku Bajo sebelum
Ketiga, bagaimana pengaruh Islam dalam kehidupan Suku Bajo? Oleh karena
penelitian ini adalah jenis penelitian historis, maka untuk memperoleh data, peneliti
tahapan penulisan sejarah yang meliputi tahap heuristic (pengumpulan data), kritik
menerima Islam. Kondisi social politik, Suku Bajo berperan sebagai pasukan laut
Kerajaan Sriwijaya abad ke-7 sampai abad ke-13. Kapal-kapal yang melintas di
perairan laut Kerajaan dipaksa singgah untuk membayar pajak. Singkatnya, kebesaran
maritim Kerajaan ini tidak lepas dari kontribusi Suku Bajo. Kondisi sosial ekonomi,
perkembangan perdagangan hasil laut seperti ikan Teripang dan lain-lain, yang dikenal
sebagai makanan lezat orang Cina. Kondisi sosial masyarakat, Suku Bajo sebelum
menerima Islam memiliki kehidupan yang sangat heterogen, yakni hidup berkelompok
dan dikepalai oleh seseorang yang kharismatik, atau biasa disebut Punggawa atau
Pemimpin. Kondisi sosial budaya dan Agama, dalam sejarah kehidupan Suku Bajo
12
masa lampau selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sehinga tidak heran jika
Suku Bajo ditemukan hampir di semua Negara yang memiliki pesisir pantai. Meskipun
demikian Suku Bajo tetap mempertahankan kebudayaan atau tradisi yang ada, salah
satunya adalah tradisi atau budaya Duata. Kedua, proses penerimaan dan
sangat penting dalam sejarah Suku Bajo. Antara islamisasi Suku Bajo dengan
Islam masuk di Nusantara, dan Suku Bajo merupakan bagian dari masyarakat
Nusantara, ataupun Suku pengembara Laut. Penerimaan Islam di Suku Bajo, suatu hal
yang merupakan ciri khas dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya di Suku
Bajo, masuk dan berkembangnya Islam berjalan dngan lancar tanpa menerima banyak
pribumi. Pengembangan Islam di Suku Bajo, dalam upaya pengembangan Islam yang
dapat kita lihat sampai sekarang antara lain, membangun tempat pendidikan,
membangun Masjid, dan lain-lain. Ketiga, pengaruh Islam dalam kehidupan Suku
penulis di lapangan bahwa pendidikan merupakan hal yang paling penting sehingga
13
Bajo terhadap Sultan tidak diragukan lagi. Ketika Malaka dikuasai oleh Portugis 1511,
negerinya kemudian ke Muar, selanjutnya ke Johor dan Riau. Pengaruh Islam pada
seni dan arsitektur masyarakat Suku Bajo, antara lain seni sastra dan seni tari maupun
Suku Bajo sedapat mungkin ditingkatkan pelaksanaannya. Oleh karena itu, secara
umum disarankan kepada seluruh pihak pemerintah yang ada di Indonesia khususnya
di Bima, kiranya penelitian sejarah masuknya Islam tersebut dijadikan perioritas dan
dimasukan dalam proyek penelitian sejarah. Hal ini penting, karena peristiwa-
melalui jalur dakwah Islam, supaya kedepannya Islam tetap berjaya yang pernah
Dalam penelitian ini memiliki banyak perbedaan yakni lokasi dan waktu
penelitian telah mengalami perbedaan antara penelitian ini dan peneliti, akan tetapi
memiliki kesamaan yakni sama-sama meneliti etnik bajo akan tetapi mengalami
perbedaan fokus kajian dimana penelitian ini meneliti islamisasi suku bajo di Bima
sedangkan peneliti mengkaji tentang makna simbolik upacara adat patoba pada etnik
bajo, yang menjadi perbedaan yang lainnya adalah metode pengumpulan data yang di
gunakan dimana penelitian ini menggunakan studi lapangan, studi pustaka, dan
14
interpretasi historiografi sedangkan peneliti menggunakan metode etnografi dengan
Teori yang digunakan untuk membaca data penelitian adalah teori Interpretasi
satu, suatu system keteraturan dari makna dan symbol-simbol. Dua, suatu pola makna
simbolis. Tiga, suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku. Empat, oleh karena
kebudayaan adalah suatu system symbol, maka proses kebudayaan harus dipahami,
adalah wahana dari konsepsi, kebudayaan yang memberikan unsure intelektual dan
proses social sehingga dengan teori ini digunakan untuk menjawab permasalahan
mengenai makna simbolik upacara adat patoba (pengislaman) pada etnik bajo di pulau
bunyi bicara atau bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Kassirer
tidak lagi hidup semata-mata dalam semesta fisik, manusia hidup dalam semesta
simbolik sehingga dalam pengkajian makna simbolik tradisi upacara patoba yang di
kaji bukan hanya sebatas mengamati makna secara fisik saja, akan tetapi akan
15
Nampak secara fisik. Teori simbolik mengenai kebudayaan adalah suatu modal dari
manusia sebagai spesies yang menggunakan symbol. Charles Pierce, peletak dasar
disiplin semiltik modern, mengidentifikasi tiga tipe tanda: satu, tanda ikonik yang
mencerminkan objeknya dalam hal tertentu. Dua, tanda indeks yang secara fisik terkait
dengan objeknya. Tiga symbol-simbol seperti bahasa yang berarti bagi objeknya
kelompok yang memusatkan perhatian pada sistem abstrak yang meliputi ahli liguistik,
pada symbol dan kelompok dinamika social. Masyarakat adalah hasil dari perilaku dan
tindakan orang-orang yang saling terjalin satu sama lain yang menempati batas-batas
dan konteks social yang berbeda-beda, dan kerap kali secara simultan.
kebudayaan sebagai system gagasan nilai-nilai dan makna. Kajian ideografig adalah
khusus dan didasarkan pada kasus yang sedemikian rupa dapat menangkap totalitas
sendiri, persepsi diri sendiri dan pemahaman diri sendiri bagi pengetahuan orang lain,
16
persepsi orang lain dan pemahaman orang lain. Pandangan Geertz tentang antropologi
sejalan dengan Heidegger dan Gadamer. Geertz menulis, “gagasan kita, nilai-nilai kita,
perilaku kita, bahkan emosi kita, seperti halnya system persarafan, adalah produk
yang kita miliki ketika kita dilahirkan, melainkan dibangun dan terus dibangun
mengenai istilah-istilah dasar yang dengannya kita memandang diri kita sendiri
sebgaia manusia dan sebagai anggota masyarakat dan mengenai bagaimana istilah-
istilah dasar ini digunakan oleh manusia untuk membangun suatu mode kehidupan
bagi diri mereka sendiri. Prinsip-prinsip epistemology dari antropologi simbolik secara
karena itu teori ini dgunakan untuk mendeskripsikan dan mengintepretasi symbol-
17
2.3 KERANGKA PIKIR
Etnik Bajo
tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah di
18
Berdasarkan kerangka pikir di atas, yang menjadi obyek penelitiannya adalah
masyarakat etnik bajo yang masi memegang teguh tradisi patoba di Desa Bontu-bontu
Kecamatan Towea, Kabupaten Muna. Hal-hal yang akan di kaji dalam penelitian ini
adalah makna simbolik upacara adat patoba dan keberadaan tradisi upacara adat
patoba dengan mengacu teori Interpretasi simbolik oleh Clifford Geertz dimana
melihat makna-makna yang terkandung secara simbolis dalam upacara patoba serta
19
BAB III
METODE PENELITIAN
Analisis Data.
Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Daerah ini dipilih sebagai lokasi
bontu merupakan salah satu pedesaan yang ada di kecamatan Towea Kabupaten Muna
yang merupakan kawasan pesisir dan terdapat banyak etnik bajo yang bermukim di
wilaya tersebut dan masi menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi leluhurnya(2) Daerah ini
memenuhi syarat karena masyarakatnya masi menjalankan tradisi patoba secara turun
temurun.
Towea Kabupaten Muna, yang ditentukan secara sengaja dan terbagi atas beberapa
informan yaitu informan kunci dan informan biasa. Adapun informan kunci yaitu salah
satu tokoh masarakat yang dituakan dan dianggap mampuh menjadi juru kunci.
masyarakat yang masih menjunjung tinggi tradisi patoba padaetnik bajo dalam
20
penelitian ini menggunakan metode etnografi, yaitu pemilihan informan berdasarkan
penelitian terkait makna simbolik tradisi patoba (pengislaman) pada etnik bajo.
Adapun yang akan dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini yakni masyarakat
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar yang ditetapkan. Selain itu menurut Sujarweni (2014: 74)
pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau
menjaring informasi
Seperti yang telah dijelaskan Kutha Ratna (2016: 217) Observasi merupakan
salahsatu teknik yang paling banyak dilakukan dalam penelitian, baik kuantitatif
maupun kualitatif, baik sosial maupun humaniora. Dalam etnografi teknik observasi
dikategorikan sebagai aliraan utama. Faktor terpenting dalam teknik observasi adalah
observer (pengamat) dan orang yang diamati yang kemudian juga berfungsi sebagai
pemberi informs, yaitu informan. Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan
21
yang dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
Penelitian ini diawali dengan pengamatan terhadap makna simbolik upacara adat
mengamati makna-makna yang terkandung dalam tradisi patoba yang di lakukan etnik
dimana peneliti turun langsung untuk mengamati langsung masyarakat yang masih
menggunakan teknik wawancara mendalam, teknik ini digunakan agar peneliti mampu
untuk menggali informasi secara mendalam mengenai makna simbolik upacara patoba
22
pada etnik bajo. Adapun hal-hal yang dipertanyakan adalah makna yang terkandung
dalam tradisi patoba serta bagaimana kondisi implementasi tradisi patoba saat ini.
langsung dengan informan dan melakukan tanya jawab. Dengan kegiatan wawancara
yang dilakukan secara mendalam, peneliti dapat menggali informasi sedetail mungkin
dari setiap informan. Proses wawancara ini dilakukan dengan menggunakan pedoman
makna simbolik tradisi patoba serta keberadaannya saat ini di kalangan masyarakat
Analisis data telah dilakukan secara etik yang menggacu pada pandangan
peneliti terkait dengan makna simbolik tradisi patoba serta kondisi tradisi patoba saat
(1) menyusun satuan-satuan seluruh data yang dikumpul dari hasil wawancara,
observasi, kemudian dilakukan reduksi guna mengeliminir data yang kurang relevan,
membuar abstraksi dan menyusun satuan-satuan data, (2) melakukan kategorisasi data,
(3) menyusun antar kategori data yang lainnya, sehingga dapat ditemukan makna
kesimpulannya.
23
Daftar Pustaka
Sumber Buku:
Narwoko. Dwi. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana
Media Group.
Ratna, Nyoman Kutha. 2016. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu
Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley. James. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfa Beta.
Sumber Lain:
24
Hendri.2017. Persepsi dan Makna Ritual Katoba Pada Masyarakat Muna.
Kendari : Skripsi Universitas Halu Oleo.
Kurais. 2016. Islamisasi Suku Bajo di Bima (Suatu Tinjauan Historis). Makassar:
Skripsi UIN Alaudin Makassar.
25