Anda di halaman 1dari 88

UPACARA ADAT NURUN ANAK KEAI’

Penulis:
Mailawati, A.Md.
Upacara Adat Nurun Anak Keai’

Penulis : Mailawati, A.Md.


Editor : Abdul Rani
Tata Letak : Abdul Rani
Sampul :

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang, dilarang


memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit.

Cetakan 1: November 2021

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Mailawati, A.Md.
Upacara Adat Nurun Anak Keai’/ Mailawati, A.Md., Editor,
Abdul Rani –Cet.1 Pontianak: Pustaka One, 2021
v+ 81 hlm; 14 x 21 cm
ISBN :
I. Judul II. Mailawati, A.Md. III. Abdul Rani

Pustaka One
CV. Pustaka One Indonesia
pustakaone1@gmail.com
Telepon/WA:0813-3636-8700

ii
A
KATA PENGANTAR
lhamdulillah, bersyukur kepada Allah Swt. atas
segala karunia dan nikmat luar biasa dari-Nya
sehingga buku ini dapat diselesaikan dengan
baik.

Berangkat dari Kegiatan Wisata Literasi Guru


(WLG), penulis termotivasi untuk membuat sebuah karya,
yaitu buku Upacara Adat Nurun Anak Keai’. WLG merupakan
kegiatan yang dirancang oleh Forum Indonesia Menulis
(FIM) sebagai bagian dari Program Organisasi Penggerak
(POP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi.

Semoga dengan terbitnya buku ini dapat menambah


khazanah literasi, dalam hal ini berupa bahan bacaan yang
berkaitan dengan upacara adat. Selain itu, semoga buku ini
dapat memberikan motivasi dan inspirasi bagi rekan-rekan
guru untuk turut serta menghasilkan karya, satu di antaranya
berupa buku.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh


pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan
kontribusi positif lainnya sehingga buku ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada keluarga,

iii
mentor kegiatan WLG, kepala sekolah, rekan sejawat,
Disdikbud Kabupaten Melawi, dan seluruh pihak yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.

Kekeliruan bisa terjadi dalam penulisan buku ini.


Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang
membangun demi penyempurnaan suatu karya yang penulis
buat.

Sekali lagi, terima kasih atas segala dukungan.


Mohon maaf atas segala kekhilafan. Semoga buku ini
menjadi jalan amal kebaikan penulis dan memberikan
kebermanfaatan bagi para pembaca.

Melawi, November 2021


Penulis,

Mailawati, A.Md.

iv
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.........................................................iii
DAFTAR PUSTAKA...........................................................v
BAB I PENDAHULUAN....................................................1
A. Latar Belakang..............................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................7
C. Tujuan...........................................................................8
BAB II PEMBAHASAN...................................................10
A. Sejarah Suku Melayu di Kalimantan Barat................10
B. Sejarah Melawi...........................................................12
C. Garis Besar Upacara adat “Nurun Anak Keaik”........13
D. Upacara Adat.............................................................20
BAB III PUISI DAN PESAN MORAL.............................70
A. Puisi............................................................................70
B. Pesan Moral................................................................75
BAB III PENUTUP............................................................77
A. Kesimpulan.................................................................77
B. Saran...........................................................................78
DAFTAR PUSTAKA.........................................................79
PROFIL PENULIS.............................................................81

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Adat istiadat merupakan salah satu unsur
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Adat
istiadat adalah kebiasaan tradisional masyarakat yang
dilakukan secara turun menurun sejak lama. Setiap daerah di
Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda-beda, salah
satunya upacara adat. Upacara adat erat kaitannya dengan
seni tradisional. Seni tradisional merupakan kesenian yang
menjadi bagian kebiasaan hidup masyarakat. Semakin
berkembangnya zaman dan teknologi, upacara adat beserta
kesenian tradisonalnya seolah kalah eksistensinya dengan
kesenian modern dewasa ini.

Upacara adat juga adalah salah satu tradisi


masyarakat tradisional yang masih dianggap memiliki nilai-
nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat
pendukungnya. Selain sebagai usaha manusia untuk dapat
berhubungan dengan arwah para leluhur, juga merupakan
perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri
secara aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti
luas.

1
Hubungan antara alam dan manusia adalah sebuah
keharusan yang tidak dapat ditolak, karena hubungan
tersebut memiliki nilai-nilai sakral yang sangat tinggi. Hal
ini diungkapkan dalam personifikasi mistik kekuatan alam,
yakni kepercayaan pada makhluk gaib, kepercayaan pada
dewa pencipta, atau dengan mengkonseptualisasikan
hubungan antara berbagai kelompok sosial sebagai
hubungan antara binatang-binatang, burung-burung, atau
kekuatan-kekuatan alam (Keesing, 1992: 131).

Upacara adat erat kaitannya dengan ritual-ritual


keagamaan atau disebut juga dengan ritus. Ritus adalah alat
manusia religius untuk melakukan perubahan. Ia juga
dikatakan sebagai simbolis agama, atau ritual itu merupakan
“agama dan tindakan” (Ghazali, 2011 : 50). Ritual
keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan
kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya, kepercayaan
seperti inilah yang mendorong manusia untuk melakukan
berbagai perbuatan atau tindakan yang bertujuan mencari
hubungan dengan dunia gaib penguasa alam melalui ritual-
ritual, baik ritual keagamaan (religious ceremonies) maupun
ritual-ritual adat lainnya yang dirasakan oleh masyarakat
sebagai saat-saat genting, yang bisa membawa bahaya gaib,

2
kesengsaraan dan penyakit kepada manusia maupun
tanaman (Koentjaraningrat, 1985: 243-246).

Pelaksanaan upacara adat maupun ritual keagamaan


yang didasari atas adanya kekuatan gaib masih tetap
dilakukan oleh sebagian kelompok masyarakat di Indonesia,
baik berupa ritual kematian, ritual syukuran atau slametan,
ritual tolak bala, ritual ruwatan, dan lain sebagainya
(Marzuki, 2015:1). Ritual-ritual ini telah menjadi tradisi dan
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian besar
masyarakat karena telah diwariskan secara turun-temurun
oleh nenek moyang mereka kepada generasi berikutnya.

Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilakukan


telah memperkokoh eksistensi dari agama yang dianut oleh
masyarakatnya karena berbagai tradisi yang berkaitan
dengan siklus kehidupan berkembang dan menjadi kuat
ketika ia telah mentradisi dan membudaya ditengah
kehidupan masyarakat, dimana esensi ajarannya sudah
include dalam tradisi masyarakat karena tidak sekedar
“pepesan kosong” yang tidak memiliki isi dalam sanubari
budaya masyarakat. Sementara itu, menurut Harton dan
Hunt (1987 : 327) pranata agama memiliki fungsi manifes
dan fungsi laten. Fungsi manifes (nyata) agama berkaitan

3
dengan segi-segi doktrin, ritual, dan aturan perilaku dalam
agama.

Tujuan dan fungsi agama adalah untuk membujuk


manusia agar melaksanakan ritus agama, bersama-sama
menerapkan ajaran agama, dan menjalankan kegiatan yang
diperkenankan agama. Sedangkan fungsi laten agama,
antara lain menawarkan kehangatan bergaul, meningkatkan
mobilitas sosial, mendorong terciptanya beberapa bentuk
stratifikasi sosial, dan mengembangkan seperangkat nilai
ekonomi.

Dalam istilah Emile Durkheim agama dapat


mengantarkan para individu anggota masyarakat menjadi
makhluk sosial. Agama melestarikan masyarakat,
memeliharanya di hadapan manusia dalam arti memberi
nilai bagi manusia, menanamkan sifat dasar manusia untuk-
Nya. Dalam ritus pemujaan, masyarakat mengukuhkan
kembali dirinya ke dalam perbuatan simbolik yang
menampakkan sikapnya, yang dengan itu memperkuat
masyarakat itu sendiri. Sementara itu, ritus itu sendiri
merupakan sarana bagi kelompok sosial untuk secara
periodik mengukuhkan kembali dirinya (Narwoko et. al,
2004 :254)

4
Salah satu masyarakat yang masih setia
mempertahankan tradisi dan ritual nenek moyang mereka
adalah masyarakat Pinoh, Kabupaten Melawi provinsi
Kalimantan Barat. Masyarakat adat yang terkenal dengan
sebutan suku melayu ini masih tetap melastarikan ritual-
ritual adat sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-
hari, meskipun pola hidup modern telah mulai merambah
kawasan ini dan mengancam tradisi-tradisi leluhur mereka.

Banyak ritual-ritual yang telah menjadi tradisi dan


masih dipertahankan oleh masyarakat suku Melayu
diantaranya adat istiadat dan tradisi “Nurun Anak Keai,
Begunten, Temawang, Lalau, Tepung Tawar, Beseprah,
Kempunan, Nyelamat, Khatam Qur’an, Besunat, adat dan
tradisi yang berhubungan dengan kematian (tata cara
pengumburan, Tahlil/Beruah, Sarah kubur), adat dan tradisi
masa kehamilan (Niga Bulan dan Nujuh Bulan), Mandi
Gerhana, Mandi Safar, Bubur Asyura” dan masih banyak
lagi.

Eksisnya sebuah tradisi tentu tidak lepas dari peran


masyarakat pendukungnya untuk menegaskan bahwa
masyarakat memiliki sistem nilai yang mengatur tata
kehidupannya dalam bermasyarakat. Sistem nilai budaya

5
merupakan suatu rangkaian konsep-konsep abstrak yang
hidup di dalam pikiran sebagian besar warga suatu
masyarakat. Sistem nilai budaya tersebut berfungsi sebagai
pedoman sekaligus pendorong sikap dan perilaku manusia
dalam hidupnya, sehingga berfungsi sebagai suatu sistem
kelakuan yang paling tinggi tingkatannya (Muhannis, 2004:
4).

Ritual keagamaan atau tradisi yang memiliki fungsi


dalam kehidupan masyarakat akan bertahan lama dan tidak
akan mudah hilang, seperti yang dikatakan dalam aksioma
teori fungsional bahwa segala sesuatu yang memiliki fungsi
tidak akan mudah lenyap dengan sendirinya, karena sejak
dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan
bahkan memerankan sejumlah fungsi (Soelaeman, 1995:
221).

Fungsi-fungsi sosial yang bertahan tidak lepas dari


kebutuhan manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat berjalan sendiri dan saling bergantung satu
sama lainnya. Kebutuhan sosial ini dapat disalurkan pada
tradisitradisi yang dilakukan oleh masyarakatnya, dan tidak
semua tradisi yang akan bertahan seiring berjalannya waktu,
tradisi yang akan bertahan dalam kehidupan masyarakat

6
adalah tradisi yang memiliki fungsi bagi masyarakatnya
seperti yang telah dijelaskan diatas.

Jadi, tradisi “Nurun Anak Keai” yang dilakukan


oleh masyarakat Suku Melayu masih bertahan karena
memiliki fungsi bagi masyarakatnya. Upacara ini
merupakan prosesi upacara adat memandikan bayi yang
dimana bayi tersebut berumur 3 sampai 7 bulan, peranan
kedua orang tua memberikan pesan dan simbolik-simbolik
yang memiliki makna.

B. Rumusan Masalah
Tradisi sebagai kebiasan yang berlaku dalam suatu
kelompok dalam masyarakat diwariskan secara turun-
temurun. Setiap daerah yang ada di Pinoh/Melawi memiliki
berbagai macam tradisi yang merupakan hasil karya norma
cipta dari manusia, terdiri dari nilai-nilai norma atau
kepercayaan yang dijadikan kebudayaan dan juga sebagai
identitas setiap daerah dalam pengembangan nilai-nilai
leluhur yang dilestarikan oleh setiap kelompok masyarakat.
Budaya yang diterapkan masyarakat dalam bentuk tradisi
lokal mampu menjadi aturan hukum yang menjadi acuan
masyarakat untuk memperlakukan lingkungan. Dalam
praktek kehidupan masyarakat tradisi yang sudah ada dari
dahulunya mempengaruhi pola kehidupan yang ada dalam

7
masyarakat tersebut. Tradisi “Nurun Anak Keai” pada
masyarakat suku Melayu Pinoh/Melawi merupakan salah
satu ritual penting dimana bayi tersebut dimandikan ke
sungai untuk pertama kalinya yang bertujuan untuk
membebaskan anak dari segala pantangan dan godaan.

Oleh karena itu, upacara ini menjadi sangat menarik


bagi penulis untuk mendeskripsikan bagaimana proses
pelaksanaan sebelum dan saat ritual dilakukan dan
bagaimana fungsi sosial yang terdapat di dalam ritual
“Nurun Anak Keaik” yang dilakukan dalam kehidupan
masyarakat suku Melayu Pinoh/Melawi, dari penjelasan di
atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk pelaksanaan tradisi “Nurun Bayi
Keaik” yang diadakan pada masyarakat Suku Melayu
Pinoh/Melawi? 2. Bagaimana fungsi sosial tradisi “Nurun
Anak Keaik” bagi masyarakat Suku Melayu Pinoh/Melawi?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam kajian yang akan
dilaksanakan ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bentuk pelaksanaan tradisi “Nurun Bayi


Keaik” dari awal sampai berakhirnya ritual dalam

8
upacara tersebut yang diadakan oleh masyarakat Suku
Melayu Pinoh/Melawi.

2. Menjelaskan fungsi dan tujuan sosial yang tekandung


dalam tradisi “Nurun Bayi Keaik “ pada upacara tersebut
pada masyarakat Suku Melayu Pinoh/Melawi.

9
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Suku Melayu di Kalimantan Barat
Melayu di Kalimantan Barat adalah Melayu yang
heterogen, dimana dalam Melayu Kalimantan Barat
terdiri dari banyak suku seperti Bugis, Banjar dan
lainnya. Mereka disebut Melayu asalkan dalam rumah
tangga keseharian menggunakan bahasa Melayu,
beragam Islam dan tinggal di Kalimantan Barat.
Istilah Melayu atau malayu berasal dari kerajaan
Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di
hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera. Bahasa
Melayu purba sendiri diduga berasal dari pulau
Kalimantan, jadi diduga pemakaian bahasa Melayu ini
bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau
Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki
hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera
misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan),
dan Dayak Iban yang semuanya berlogat “a” seperti
bahasa Melayu Baku.
Suku Melayu modern merupakan keturunan orang
Melayu kuno dari kerajaan Melayu. Suku Melayu
mendiami beberapa propinsi di Sumatera dan Kalimantan

10
Barat. Suku Melayu juga terdapat di Malaysia,
Singapura, Brunei, Thailand dan Afrika Selatan. Melayu
Cape Town di Afrika Selatan merupakan keturunan suku
Melayu dan sejumlah suku lainnya yang berasal dari
Nusantara seperti Makassar, Banten dan Ternate.
Kalimantan merupakan tanah asal bahasa Melayu
Purba, yang disebut orang Melayu dalam arti sempit
hanya mengacu kepada orang Melayu Pontianak (muncul
tahun 1771) yang bertutur mirip Melayu Riau. Tetapi
dalam arti luas, rumpun Melayu mencakup beberapa
suku beragam Islam seperti Senganan/Haloq (Dayak
masuk Islam), suku Sambas, suku Kutai dan suku Berau.
Suku Melayu di Kalimantan Barat memiliki
hubungan kekeluargaan yang sangat erat dengan suku
Melayu di Malaysia dan Brunei Darussalam. Tak
mengherankan jika pada musim hari Raya Idul Fitri
banyak warga Malaysia dan Brunei Darussalam yang
berkunjung ke Kalimantan Barat. Tujuan utama mereka
adalah untuk mempererat hubungan silaturahmi dan
mengunjungi makam nenek atau datok mereka.
Suku Melayu Kalimantan Barat umumnya adalah
campuran dari berbagai etnis diantaranya keturunan Suku
Bugis perantauan di masa lalu terkait sejarah kerajaan

11
Mempawah (Daeng Menambon, yang tersebar misalnya
sepanjang pantai utara wajok ke arah Singkawang),
keturunan Arab di Pontianak dan sekitarnya, terkait
sejarah Keraton Kadariah Pontianak, serta suku Melayu
perantauan dari Natuna ataupun dari Sumatera.
Sedangkan suku Melayu Sambas merupakan gabungan
tiga etnis besar yakni: Dayak, Melayu Arab dan
Tionghoa. (Sambas= Sam artinya tiga, Bas artinya
bangsa atau suku dalam bahasa Tionghoa). Suku Dayak
yang memeluk Islam dan telah meninggalkan
identitasnya juga di anggap sebagai orang Melayu.

B. Sejarah Melawi
Masyarakat asli di tanah Pinoh mayoritas adalah
suku Dayak,Tionghoa, Melayu. Sejarah Melawi belum
banyak diketahui orang. Melawi merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat.
Ibu kota Kabupaten Melawi di Nanga Pinoh.
Melawi dilewati tiga sungai yang membentang, yakni
Sungai Kayan, Sungai Melawi, dan Sungai Pinoh.
Awalnya, kabupaten ini dikenal dengan sebutan Batang-
Melawei (alias Laway, Melahoei, pinoe).
Pada tahun 1756 terdapat kontrak antara Sultan
Tamijidullah dari Banjarmasin dan VOC-Belanda untuk

12
mendafarkan Melawai dalam wilayah pengaruh
Kesultanan Banjarmasin. Lalu, pada tanggal 1 Januari
1817 pun Raja Banjar Sultan Sulaiman menyerahkan
Sintang dan Melawi kepada Hindia Belanda. Kemudian,
kabupaten ini diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004
sebagai daerah pemekaran dari kabupaten Sintang.
Saat ini, Kabupaten Melawi di diami oleh
berbagai suku, yakni suku Melayu, suku Dayak, dan suku
Tionghoa Hakka. Secara geografis, Melawi berbatasan
langsung dengan kecamatan Dedai (Kabupaten Sintang)
di sebelah utara, kecamatan Tumbang Selam, provinsi
Kalimantan Tengah, di sebelah selatan, dengan
Kecamatan Serawai (Kabupaten Sintang di sebelah
Timur, dan dengan Kecamatan Sandai (Kabupaten
Ketapang) di sebelah barat.

C. Garis Besar Upacara adat “Nurun Anak Keaik”


Suku Melayu yang berada di Kabupaten Melawi
lazim menyebut kelompoknya dengan sebutan Melayu
Pinoh atau Melayu Melawi yang pada dasarnya sangat
banyak terdapat kesamaan dan kemiripin dengan suku
Melayu yang lain yakni Melayu Sintang. Melayu Sintang
menggunakan bahasa Melayu Sintang yang hampir tidak

13
dapat dibedakan dengan bahasa melayu yang digunakan
oleh Melayu Pinoh atau Melayu Melawi.

Adat istiadat dan tradisi Melayu Pinoh/Melawi


banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh ajaran agama
Islam, agama yang dianut oleh seluruh Melayu
Pinoh/Melawi salah satunya adalah “Nurun Anak Keaik”.
Upacara tersebut dimaksudnya bahwa anak tersebut turun
mandi di sungai untuk pertama kalinya yang bertujuan
untuk membebaskan anak dari semua pantangan dan
godaan. Setelah terbebas maka anak ini akan dapat
dibawa pergi kemana-mana. Segala alam di luar rumah
telah mengenalnya , dan roh-roh halus yang jahat semua
sudah ditaklukkannya sehingga tidak akan mengganggu
lagi.

Dalam bahasa Melayu Pinoh/Melawi, Nurun


berarti turun, membawa pergi. Anak dalam hal ini yang
artinya bayi. Keaik sebernaya terdiri atas dua kata, yaitu
ke dan aik. Ke- disini sama dengan ke- dalam bahasa
indonesia. Kata aik arti sesungguhnya adalah air, disini
maksudnya sungai. Jadi, kata Keaik artinya ke sungai,
bukan sumur ataupun parit. Sehingga arti harafiah
“Nurun Anak Keaik” adalah menurunkan atau membawa

14
si bayi pergi ke sungai. Sejak dilahirkan, bayi belum
boleh dibawa keluar rumah sebelum diadakan upacara
“Nurun Anak Keaik”.

Maksud utama atau makna inti dari acara “Nurun


Anak Keaik”, yaitu memperkenalkan dunia luar dan
kehidupan dunia kepada bayi untuk pertama kalinya
secara adat, selain itu sebagai ungkapan syukur kepada
Tuhan atas karunia mendapatkan bayi atau keturunan
serta permohonan untuk keselamatan dan kesejahteraan.

Adat dan istiadat “Nurun Anak Keaik” juga


berwujud sebuah rangkaian kegiatan atau upacara adat,
dilakukan terutama pada bayi yang pertama. Untuk bayi
kedua dan seterusnya boleh dilakukan, boleh juga tidak.
Upacara “Nurun Anak Keaik” dilakukan pada saat bayi
berumur antara 3 sampai 7 bulan.

Upacara “Nurun Anak Keaik” diselenggarakan


pada pagi hari ketika matahari sedang naik. Waktu pagi
melambangkan kelapangan sehingga tidak perlu terburu-
buru. Pada waktu pagi, gangguan roh-roh halus secara
relatif juga kecil sehingga keselamatan lebih terjamin. Di
Iain pihak waktu pagi hari juga melambangkan rejeki

15
naik terus sehingga diharapkan rejeki anak itu nantinya
juga selalu bertambah seiring usianya.

Upacara “Nurun Anak Keaik” hanya dapat dilakukan di


sungai, tepian tempat mandi. Upacara dimulai dari rumah
sendiri berupa upacara turun mandi. Sepanjang jalan menuju
sungai anak itu dilindungi dan dijaga dengan berbagai alat
perlengkapan yang dipergunakan karena anak dan ibunya
masih dalam keadaan berpantang dan rawan dari berbagai
godaan dan ancaman. Pulangnya upacara tidak dikerjakan
lagi karena menurut kepercayaan bayi (anak) itu telah
terlepas dari berbagai pantangan dan gangguan. Sesudahnya
anak dapat dibawa bermain-main ke mana saja sesuai
dengan keperluan orang tuanya.

Dalam upacara “Nurun Anak Keaik”, dukun


beranak atau bidan kampung memegang peranan penting.
Ketua adat juga mempunyai peranan penting dalam
upacara ini yaitu untuk menepung tawari alat-alat
perlengkapan yang dipergunakan dan untuk membacakan
mantera-mantera. Bidan kampung dan Ketua Adat
mempunyai status sosial yang cukup tinggi selain telah

16
menguasai teknis penyelenggaraan upacara, bidan
kampung dan ketua adat dipandang sebagai orang yang
telah mengetahui tentang hal-hal yang gaib. Manteranya
manjur dan mengetahui pula tentang kelemahan-
kelemahan dari makhluk halus sehingga mudah dan cepat
terlaksananya upacara tersebut.

Adapun pihak lain yang turut ikut serta dalam


upacara tersebut antara lain para tetangga, laki-laki dan
perempuan. Tugasnya sebagian sekedar ikut meramaikan
dan sebagian lain ikut turun ke sungai membawa alat-alat
perlengkapan yang diperlukan. Tukang sumpit sangat
besar perannya yaitu untuk menyumpit hantu-hantu yang
mungkin menghadangnya. Bapak dari anak pun
mempunyai tugas tersendiri yaitu berada di barisan
terdepan untuk membabat apa saja yang mengahalang
rombongan perjalanan itu. Tugas lain ialah membabat air
tempat anak yang akan di mandikan agar roh-roh halus
menyingkir atau mati olehnya.

Upacara “Nurun Anak Keaik” membutuhkan


persiapan-persiapan antara lain mempersiapkan beras,
dan lauk pauk untuk hidangan para tamu. Persiapan
selanjutnya ialah mengundang para tetangga dan sanak

17
saudara, terutama yang akan terlibat dalam upacara itu.
Upacara ini merupakan upacara turun temurun warisan
nenek moyang yang sudah dilakukan dari generasi ke
gerasi, upacara ini merupakan sebuah bentuk perayaan
atas kelahiran seorang anak sekaligus bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT prosesi ini sejalan dengan sunah Nabi
Muhammad SAW. Meskipun dinamakan Nurun Anak
Keaik prosesi ini ada syaratnya dan ketentuan yang harus
dipenuhi pihak keluarga agar adat itu dapat dijalankan
dengan sempurna.

Pertama, keluarga harus menentukan tanggal


pelaksanaan upacara. Upacara untuk bayi laki-laki
dilakukan di tanggal ganjil, sementara bayi perempuan di
tanggal genap. Adapun orang yang membawa bayi Kai
adalah orang yang membantu proses persalinan si ibu.
Setelah bayi di arak dari rumah dan di mandikan Keai
bibit kelapa akan dihanyutkan dari hulu, lalu sang ibu
akan mengambil bibit tersebut saat sudah mendekati si
bayi. Bibit ini nantinya akan ditanam disekitar rumah si
jabang bayi.

18
Bibit kelapa menjadi perlambangan dari hidup si
bayi dan di harapkan anak tersebut memperoleh jalan
hidup yang bahagia dan membawa manfaat.

Terakhir, keluarga akan mengajak orang-orang


yang mengikuti Upacara Nurun anak Keai untuk makan
dan bercengkrama di rumah. Jamuan tersebut merupakan
penutup dari rangkaian prosesi adat ini.

Adapun alat-alat upacara dilengkapi seperlunya.

Perlengkapan upacara “Nurun Anak Keaik” adalah:

a. Selendang
b. Takui yaitu tutup kepala hasil kerajinan tangan.
Benda ini dibuat dari bambu atau rotan yang di
anyam.
c. Sumpit
d. Tombak
e. Mandau yaitu jenis parang yang tajam, parang
pusaka.
f. Tempayan antik
g. Beras kuning
h. Rotan saga
i. Pohon sabang

19
Alat-alat perlengkapan itu sebagian dipinjam dari
tetangga yang memilikinya. Sebagian lain telah siap 6
atau 7 bulan yang lalu. Sumpitan, tombak dan mandau
telah disiapkan sebelumnya.

D. Upacara Adat
Upacara adat, adalah varian kearifan lokal yang
juga berkembang di kalangan orang Melayu Kalimantan
Barat, dan dapat menjadi basis dalam pendidikan
berkarakter. Upacara adat yang berkembang pada orang
Melayu Kalimantan Barat khususnya Pinoh/Melawi,
dalam berbagai variannya, mengandung pesan-pesan
moral atau nilai-nilai pendidikan yang ingin disampaikan,
sekaligus tidak mudah untuk dipahami oleh pelakunya.
Menurut Moh. Haitami Salim, penanaman nilai-nilai
pendidikan dapat melalui proses komunikasi sosial dan
adat budaya yang diantaranya berupa adat-istiadat.
Upacara adat yang dilakukan orang Melayu
Pinoh/Melawi, berdasarkan pengamatan yang merupakan
cara seorang atau sekelompok orang Melayu dalam
merespons atau berhubungan dengan alam/mahkluk
sekitarnya dan Tuhan, sekaligus sebagai ungkapan

20
pengharapan mereka untuk hidup tenang, selamat,
bahagia dan terhindar dari segala bencana dan
malapetaka. Karenanya setiap upacara adat Melayu
Pinoh/Melawi mestinya memiliki pesan-pesan moral dan
pesan-pesan spiritual yang sesungguhnya tidak lain
adalah adalah nilai-nilai karakter.
Contohnya upacara adat masyarakat Melayu
Pinoh/Melawi yang masih sering dilakukan sampai
sekarang seperti nurun anak keaik, gunting rambut,
meminang, khitanan, pernikahan dan melaksanakan
kewajiban fardlu kifayah atas mayat, dan memasukkan
unsur-unsur Islam dalam amalan upacara adat tersebut.
Nilai-nilai dalam amalan upacara adat juga ditujukkan
dalam adab atau sikap ketika berdo’a yang penuh khusu’
dan thawadlu’. Karena do’a hampir ada pada seluruh
amalan upacara adat masyarakat lokal Melayu tersebut.
Nilai-nilai karakter lain yang tersirat adalah
menjaga hubungan dengan keluarga, para tetangga dan
sahabat dengan mengundang mereka setiap kali
melaksanakan amalan upacara adat, berbagai kisah atau
rezeki dalam bentuk makanan dan minuman dalam
jamuan pada tiap-tiap amalan upacara adat.

21
Menyayangi yang lebih muda dan menghormati
yang orang tua atau yang dituakan, adalah nilai-nilai
akhlaq yang diteladankan dalam upacara adat.
Menyayngi yang lebih muda (terutama anak-anak) dan
memberikan kegembiraan kepada mereka dapat dilihat
pada upacara adat seperti nurun anak keaik, naik ayun,
gunting rambut, atau khitanan.
Begitu pula penghormatan pada yang lebih tua dan
orang yang dituakan selalu ditunjukkan dengan
menempatkan mereka dalam majelis upacara adat di
tempat yang semestinya dan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk melakukan sebagian dari pada
upacara adat yang dilaksanakan seperti nurun anak keai
dalam amalan upacara adat nurun anak keaik,
menggunting rambut dalam amalan upacara adat gunting
rambut, melakukan tepung tawar pada amalan upacara
adat tepung tawar, dan sebagainya.
Kearifan lokal orang Melayu kalimantan barat
khusunya Pinoh/Melawi lahir, brtumbuh dan berkembang
dalam keseharian orang Melayu. Karena ia tumbuh dan
berkembang dalam konteks masyarakat lokal
Pinoh/Melawi, maka kearifan lokal ini dapat dijadikan
sebagai basis pendidikan karakter khususnya untuk

22
kalangan mereka, yaitu komunitas orang Melayu di
Pinoh/Melawi yang umumnya memeluk ajaran agama
Islam.
Signifikasinya, terutama untuk: pertama,
pengembangan kebiasaan dan perilaku seseorang yang
terpujin sejalan dengan nilai-nilai universal budaya dan
karakter bangsa serta ajaran Islam; kedua, penanaman
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab seseorang
sejalan dengan nilai-nilai universal budaya dan karakter
bangsa serta ajaran Islam; ketiga, pengembangan
kemampuan seseorang sebagai seorang yang mandiri,
kreatif, dan berwawasan kebangsaan sejalan dengan
nilai-nilai universal budaya dan karakter bangsa serta
ajaran Islam; dan keempat, pengembangan lingkungan
masyarakat sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,
penuh kreatifitas dan persaudaraan sejalan dengan nilai-
nilai universal budaya dan karakter bangsa serta ajaran
Islam.
Kearifan lokal orang Melayu dapat menjadi basis
pendidikan karakter karena mencakup sistem
pengetahuan masyarakat lokal/pribumi. Sifatnya dapat
dikatakan bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat
empirik karena merupakan “hasil olahan” masyarakat

23
secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi
disekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis
kerena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah
pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk
pemecahan masalah sehari-hari.
Untuk menggali kearifan lokal orang Melayu
Kalimantan Barat khususnya Melayu Pinoh/Melawi yang
berbasis pendidikan karakter, hal-hal yang perlu
dilakukan dalam hal ini antara lain: pertama,
menggalakkan kajian-kajian mengenai nilai-nilai karakter
berbasis kearifan lokal orang Melayu Kalimantan Barat
khususnya Pinoh/Melawi; kedua, mensosialisasikan
pesan-pesan moral dan nilai-nilai spiritual dalam karifan
lokal orang Melayu Pinoh/Melawi; ketiga,
menspesifikasi pesan-pesan moral atau nilai-nilai
spiritual dalam ragam kearifan lokal orang Melayu
Pinoh/Melawi sehingga menjadi nilai-nilai karakter;
keempat, merumuskan cara atau pola
menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada masyarakat
melalui pengamatan kearifan lokal orang Melayu
Pinoh/Melawi; kelima, menginternalisasikan nilai-nilai
karakter pada masyarakat melalui ragam kearifan lokal
orang Melayu Pinoh/Melawi; dan keenam,

24
menghidupkan kembali adat istiadat dan kearifan lokal
orang Melayu Pinoh/Melawi, yang memiliki nilai-nilai
karakter.
Dalam upacara adat ini masih sering dilakukan oleh
masyarakat suku Melayu Pinoh/Melawi dan suku melayu
lainnya yang ada di Kalimantan Barat. Dimana upacara
yang akan dilakukan pun ada kemiripan satu sama
lainnya. Berikut ini adalah upacara “Nurun Anak Keai”
dan beberapa upacara adat yang masih dalam satu
kelompok yaitu:
Beberapa adat istiadat, tradisi dan kearifan lokal
suku Melayu Melawi/Pinoh seperti.
1. Adat pernikahan

Masyrakat nusantara mengenal berbagai tradisi


seputara pernikahan, mengingat pernikahan merupakan
suatu hal yang penting dan di anggap sakral dalam siklus
hidup manusia,tidak terkecuali pada masyarakt suku melayu
Pinoh/Melawi.

Adapu adat-adat yang biasa dilakukan masyarakat


Melayu Pinoh/ Melawi yaitu seperti dibawah ini

a. Adat Betanya

25
Adat betanya yaitu adat dalam acara meminang
atau melamar, pihak laki-laki yang akan melamar
perempuan terlebih dahulu melakukan adat bepinta yaitu
mencari informasi terhadap status perempuan apakah sudah
betunangan dengan laki-laki lain dan kemungkinan lamaran
diterima atau di tolak.
b. Adat Bepinta’
Adat ini setelah didapat kepastian dari pihak
perempuan akan menerima lamaran, barulah dilakukan
upacara lamaran atau melamar yang disebut adat Bepinta.
Acara bepintan disebut juga Ngantar Tanda, pada tahap ini
orang tua pihak pria ikut datang untuk melamar. Barang
yang di bawa untuk diserahkan kepada pihak perempuan
berupa sebuah cincin tunang, perangkat pakaian perempuan
dan perangkat pakaian kedua orang tua prempuan.
Biasanya pihak perempuan belum langsung
menyatakan menerima lamaran walaupun sesungguhnya
sudah menerima. Beberapa hari kemudian pihak prempuan
mendatangi rumah pihak pria untuk menyampaikan
jawaban. Pihak perempuan biasanya membawa kue sebagai
oleh-oleh kedatangan atau balasan. Pria dan Perempuan
resmi bertunangan,sesudah jawaban dari pihak perempuan
resmi menyatakan menerima lamaran dari pihak pria.

26
Untuk melamar menggunakan adat bepinta
biasanya pihak laki-laki mengantarkan sejumlah uang yang
terdidiri dari :
1. Sejumlah uang untuk pembuka suara
2. Sejumlah uang untuk uang perjanjian
3. Sejumlah uang untuk uang kehormatan
4. Sejumlah uang untuk batang adat atau uang
pinangan

c. Mensurung
Lamanya masa bertunangan sangat tergantung dari
pembicaraan kedua belah pihak, jika dirasa sudah pas dan
tidak ada halangan dan masalah acara ditingkatkan ketahap
besurung atau disebut juga Antar-Antar Mensurung atau
antar-antar dilakukan jika pernikahan sudah mendekat
Pada acara besurung pihak pria mengantarkan
seperangakat barang dan uang untuk keperluan membiayai
pesta pernikahan disebut uang Asap.Barang-barang yang
diantar dalam Mensurung berupa perangkat pakaian dan
perhiasan perempuan, perangkat tempat tidur dan perangkat
perabotan rumah tangga untuk kehidupan kedua pasangan
kelak setelah menikah.

27
Dalam mensurung ada perangkat yang di sbut
Pesalin yaitu satu stel pakaian untuk masing-masing kedua
orang tua perempuan. Apabila si perempuan mempunyai
kakak yang belum menikah pihak pria menyertakan juga
perangkat pakaian yang disebut Pelangkah. Jika kakak yang
belum menikah ada dua orang maka pakaian pelangkahnya
ada dua stel.
Pelengkap mensurung berupa sirih pinang yang
sudah diilem, pinang di potong kecil-kecil,kapur sirih dan
gambir yang dibalut dengan daun sirih,tembakau yang
disusun diatas tepak lengkap lengkap dengan kacop (alat
mengupas dan memotong buah pinang ). Tidak lupa
disertakan pula bunga rampai ( daun pandan diiris tipis-tipis
ditambahkan bunga-bungaan ) baik dalam bentuk wadah
agak besar atau pun sudah dikemas dalam tempat
(anyaman, kertas/amplop) kecil. Meskipun disebut
pelengkap barang-barang tersebut wajib disertakan dalam
Mensurung.
d. Ari Bejaet ( berjahit)
Ari artinya hari sedangkan Bejaet artinya kegiatan
atau aktivitas menjahit. Ari bejaet biasanya satu hari penuh
pada H-3, tiga hari menjelang hari pernikahan atau pesta
pernikahan.

28
Pada ari bejaet kau ibu menjahit tirai untuk dekorasi
dindingpelaminan dan kamar penganten. Biasanya
bersamaan dengan ari bejaet, baik calon penganten pria
maupun perempuan Ditanggas/betanggas ( mandi uap
secara secara tradisinal) dan Bekasai (bedak atau lulur
khusus untuk calon penganten perempuan.
Adapun alat untuk betanggas yaitu daun serai wangi
dan alat untuk belulur yaitu bedak cap nyoya.
e. Ari Begantong
Setelah segala jenis tirai yang di perlukan selesai
dijahit, keesokan harinya merupakan ari begantong.
Begantong artinya melakukan kegiatan menggantungkan
atau memasang sesuatu didinding dan sebagainya.
Pada hari tersebut kegiatan pokok yaitu memasang
tirai (kain didndin) tabir,dan segala sesuatu yang berkenan
dengan mendekorasi atau menghias rumah termasuk tarub
dan kamar penganten.
f. Adat Buang-buang
Buang-buang bertujuan untuk memberitahukan
saudara-saudaranya yang hidup didalam air dan di darat
biasanya dilakukan sore hari berupa mengantar sesaji

29
Adapun alat buang-buang yaitu: Sebatang rokok
ilem, daun sirih,buah pinang,sekepal nasi, lauk-pauk
disajikan dalam satu piring.
g. Adat mandi berias
Adat mandi berias pada intinya upacara adat
memandikan pengaten baru ketika pasangan pengaten mau
duduk di pelamianan, adapun cara-cara mandi berias sebagai
berikut:
1) Pengaten di gotong ke tempat pemandian
2) Pengaten dimandikan dengan air
dicampurkan bunga dan ramuan khusus dari
tumbuhan sekitar sehingga berwarna
3) Selesai mandi ada acara tepung tawar yang
diawali dengan menginjak telurmentah dan
lampu sumbu (pelita), pada saat itu pengaten
ditepung tawari dan ditaburi beras kuning
4) Selanjutnya penganten disampuk tujuh kali
putaran dengan perapian sampuk
5) Pengaten masuk ke rumah untuk pesta
pernikahan
6) Adat ini masih sering dilakukan di daerah
kami apabila ada acara pegawai (pernikahan).

30
h. Persiapan Calon Penganten
1) Betangas
Betangas adalah mandi uap tradisional,
pelaksanaannya malam hari di rumah masing-
masing calon penganten sebelumhari akad
nikah/pesta
2) Bebedak atau Belanger
Kedua penganten juga harus diharuskan
Bebedak dan belanger atau mandi dengan
ramuan yang disebut langir (pohon kecil yang
buah dan daunya untuk pencuci rambut)

3) Bepacar atau Beinai


Pacar atau Inai adalah tumbuhan semak yang
daunnya utuk pemerah kuku. Bepacar atau
Beinai berati memerahkan kuku jari dan kaki
dengan pacar atau inai.
i. Ari nyemeleh(nyemelih)

Kegiatan pada hari sebelumnya acara puncak


pernikahan yaitu kesibukan mennyemeleh hewan

31
(sapi,ayam,) dan dilanjutkan dengan memasak daging
hewan tersebut.

j. Batal Aik Sembahyang

Seluruh rangkaian acara atau upacara pernikahan


diselenggarakan di rumah pihak perempuan, termasuk acara
puncak yang disebut Ari Besar atau besar-besran. Batal Aik
sembahyang arti harfiahnya adalah membatalkan Wudhu.
Acara ini adalah acara akad nikah ,sesudah akad nikah,
penganten pria secara simbolik menyentuh bagian tubuh
(kening) penganten perempuan disebut dengan nama
membatalkan Aik Sembahyang.

k. Ngarak penganten laki


Ari besar adalah hari pesta pernikahan sehari
sesudah akad nikah, pada ari besar penganten laki-laki
diarak kerumah penganten perempuan tempat pelaksanaan
ari besar
Rombongan penganten laki-laki pergi ke tempat
acara ari besar membawa barang berupa pokok telur (pohon
buatan yang dihiasi bunga dan dedaunan serta telur rebus)
serta diiringi tabuhan Tar/rebana.

32
l. Robongan penganten laki-laki dihadang/tetak (Potong)
umpong
Ketika hampir sampai ditempat pelaksanaan ari
besar rombongan penganten laki-laki dihadang dan biasanya
kedua belah pihak baik itu pihak perempuan maupun pihak
laki-laki mempunyai utusan masing-masing. Sebelum
menetak umpong kedua utusan tersebut memperagakan silat
mereka setelah itu dari utusan pihak perempuan
menyerahkan sebuah iasau (pisau) untuk
menetak/memotong umpong tadi. Bahan umpongnya
terbuat dari batang pisang yan sudah di hiasai dengan
bunga warna-wani dan di hiasi dengan daun kelapa muda
yang sudah dirangkai.

m. Ari besar/Besar-besar
Ari Besar atau Besar-Besar adalah sebutan untuk
perayaan atau pesta pernikahan. Biasanya Batal Aik
Sembahyang (Akad Nikah) menjadi satu pada ari besar.
Sesudah Batal Aik sembahayang dilanjutkan dengan pesta.
Calon Pengantin pria Diarak ke rumah calon
penganten perempuan. Rombongan calon penganten pria
diiringi dengan tetabuhan tar disertai usungan pokok Teluk

33
(gunung atau tumpeng nasi pulut kuning yang kan dengan
tangkai berisi telur rebus yang diberi hiasan warna-warni.
Kedua mempelai duduk bersanding sesudah
melaksanakan Akad Nikah/Batal Aik Sembahyang dan
penyerahan Mahar/Mas Kawin. Kedua mempelai lalu
mendapatkan tepung tawar dari tamu. (orang
terpandang/pemuka masyarakat) orang tua dan krabat dekat
dari kedua belah pihak serta Cucur Aik Mawar
(mengoleskan/memercikan wewagian/parfum kepada
mempelai)di tambah tabur beras kuning.biasanya juga
seluruh tamu mendapat giliran tepung tawar ketika akan
pamit.
n. Mandi- Mandi
Keesokan harinya setelah pesta atau ari bersar
diadakan upacara Mandi-mandi. Dalam kesempatan itu
penganten baru dimandikan dalam arti yang sesunggunya,
Air yang digunakan adalah air dicampur aneka bunga dan
telah dibacakan do’a. Air ini hanya sebanyak satu baskom
sebagai penungkas sekaligus pembukaan yang disiramkan
kepada penganten.setelah air ini habis, penganten
dimandikan dengan air biasa seperti biasanya sebelum mulai
disiram, terlebih dahulu dilakukan acara tepung tawar dan
tabur beras kuning serta pembacaan do’a selamat.

34
o. Nyembah-Nyembah
Adat atau tradisi Nyembah-nyembah dilakukan
setelah upacara atau acara mandi-mandi dan kegiatannya
berupa kunjungan ke tempat keluarga dekat kedua belah
pihak, jadi bukan menyembah meskipun itulah nyembah-
nyembah.
1) Memperkenalkan diri sekaligus
memberitahukan secara adat bahwa mereka
berdua sudah menjadi sepasang suami istri.
2) Berkenalan dan bersilaturahim dengan
keluarga atau kerabat dekat.
3) Meminta Do’a restu dan sekaligus menghargai
atau menghormati keberadaan mereka sebagai
kerabat.
4) Sebagai pernyataan kesediaan dan kesiapan
menjadi bagian dari keluarga besar kedua
belah pihak.
5) Sebagai ungkapan terima kasih atas
bantuan,dukungan,do’a restu yang telah
didapat kedua pasangan dalam acara
pernikahan.

p. Acara sesudah ari besar

35
Untuk mempererat tali silaturahim biasanya pada
sore hari diadakan sebuah perlombaan, perlombaan tersebut
antara lai lomba memecah telur, memutus benang dan
lomba meniup lilin.
2. Adat Masa Kehamilan
a. Nyelamat Kandung
Kandung bermakna kehamilan, Nyelamat kandung
artinya menegur,menyapa. Adat atau tradisi Nyelamat
kandung yaitu selamatan ketika masa kehamilan atau usia
kandungan sekitar tiga bulan.
Dalam adat Melayu Melawi/Pinoh kandungan atau
kehamilan seseorang baru boleh ditanyakan ,diperbincangan
apabila telah dilakukan acara nyelamat kandung.
Nyelamat sama artinya dengan selamatan.
Kegiatan pokok Nyelamat yaitu pembacaan Do’a baik
dengan mengundang tamu ataupun tidak,memberikan
sedekah,membagikan makanan kepada tetangga,dan dan
tepung tawar serta tabu beras kuning kepada perempuan
yang hamil.
Do’a yang biasanya dipakai yakni doa tolak bala dan
diawali dengan bacaan alfatihah setelah itu baru Doanya
Bacaan do’a tolak bala:
Bissmillahi rahmannirahim

36
Allahumma bihaqqil Fatihahah,Wasirril fatihah,Yaa
faarijal hamma,wa yaa kasyifal ghomma’Yaaman li
ibbadihi yaghfiru wa yarham, Yaa dafi’al bala-i ya rohman,
wa yaa dafi’al bala-i Yaa Rohim. Wa sholallahu
wasallama’alla khoiri kholqihi sayyidina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Subhaana robbika robbil
izzati amma yashifun.Wasalamun’alal mursalin
walhamdulillah robbil ‘alamin
b. Nyekelan kandung/Nujuh Bulan
Ketika masa kehamilan memasuki usia tujuh
bulansekali lagi diadakan acara nyelamat kandung ynag
disebut Nujuh Bulan. Kegiatannya sama dengan Nyelamat
kandung.
3. Adat kelahiran Bayi
a. Menyambut Kelahiran Bayi
Bayi yang baru dilahirkan dibersikan terlebih
dahulu setelah bayinya bersih baru diazankan jika bayinya
laki-laki,jika bayinya perempuan diiqamatkn oleh bapaknya.
b. Nyengkelan Pusat/Nyelamat Tanggal Pusat

Nyengkelan pusat adalah selamatan tanggal pusat,


yakni ketika tali pusat bayi yang dipotong,terlepas atau
tanggal.

37
Pada nyengkelan pusat bayi digendong oleh bidan
kampung yang membantu kelahiran dan dibawa keluar
rumah. Bidan yang menggendong bayi membawa parang
dan memakai tanggoi atau caping.

Ketika berada dihalaman rumah,bidan memotong


sehelai rumpun kemudian kembali kedalam rumah untuk
menyerahkan bayi ke ibunya dan acara berikutnya
pembacaan Do’a selamat dilanjutkan dengan jamuan makan.

c. Membakar Perabun atau besampuk

Sumber : Dokumen Pribadi


Mengawali teknis upacara besampuk adalah
membakar perabun yang akan digunakan untuk besampuk
atau merabun bahan yang digunakan untuk besampuk yakni
kayu lukai dan kulit bawang merah yang dibakar, barang-
barang tersebut biasanya dibakar diatas bara api didalam
wadah
Bayi yang akan disampuk bisa dibaringkan ataupun
digendong ibunya. Apabila bayi tidur diayaun,di bawah

38
ayunnya diletakan wadah yang berisi kayu lukai dan kulit
bawang merah tadi yang sudah dibakar dan asapnya
mengeluarkan bau yang khas dan harum,jadi tidak
menyesakan napas. Jika tidak ditidurkan di ayun kayu lukai
dan kuli bawang merah diletakan disamaping atau didekat
bayi yang sedang tidur. Apabila kayu lukai dan kulit bawang
merah dikelilingkan disekitar badan bayi agar bayi tersebut
terhindar dari segala penyakit, baik yang datang dari dalam
dirinya maupun pengaruh mahluk halus. Asap rabu atau
sampuk dipercaya dapat mengusir penyakit.
d. Tabur Beras kuning
Tabur beras kuning bermakna kesejahteraanhidup,
keselamatan serta penguatan mental yang dilambangkan
meletakan, menyentuhkan benda logam yang tajam seperti
gunting atau pisau di kening bayi setelah bayi ditaburi beras
kuning.
e. Memberi Minyak Rambut dan Menyisir Rambut
Selanjutnya rambut bayi diolesi minyak rambut dan
disisir maksunya agar nantinya bayi dapat merawat dirinya
atau dapat berhias atau bersolek lahir batin.
f. Memberi Gula dan Asam Ganis (Gandis)
Upacara memberi gula,asam ganis dan mengulirkan
telurvayam, mengisyaratkan agar bayi segera mengenal

39
pahit, getir dan manisnya kehidupan didunia. Gula dan asam
disentuh kebibir bayi kemudian menggulirkan telur ayam ke
tubuh bayi.
g. Padam Pelita
Pada masa lalu acara padam pelita memang
menggunakan pelita. Sekarang diupayakan tetap memakai
pelita. Kalau tidak memungkinkan bisa digantikan dengan
lilin dan sejenisnya, yang pasti benda tersebut ada unsur
apinya dan bisa ditiup.
Acara padam pelita disertai dengan membunyikan
beberapa alat musik maupun benda logam atau benda yang
dapat mengeluarkan bunyi yang keras, tjuannya agar sibayi
tidak terkejut dan kaget bila kilat atau petir serta
mendengarkan suara guruh atau guntur dan suara yang
lainnya. Adat istiadat dan tradisi Melayu Pinoh
Melawi banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh ajaran
agama Islam, agama yang dianut oleh seluruh Melayu
Pinoh/Melawi sebagai berikut.
4. Nurun Anak Keaik

Adat dan tradisi nurun Bayi Keaik berwujud sebuah


rangkaian kegiatan atau acara/upacara adat, dilakukan
terutama pada bayi pertama. Untuk bayi kedua dan
seterusnya boleh dilakukan, boleh tidak. Upacara /acara

40
Nurun anak Keaik dilakukan pada saat bayi berumur antara
tiga sampai tujuh bulan.

Dalam bahasa Melayu nurun berarti turun, membawa


pergi anak dalam hal ini artinya bayi. Keaik sebenarnya
terdiri atas dua kata yaitu Ke dan Aik.Ke disini sama dengan
“ke” dalam bahasa indonesia, sedangkan kata Aik arti
sesungguhnya Air, disini maksudnya sungai, jadi Keaik
artinya sungai bukan sumur atau parit sehingga arti harfiah
Nurun Anak Kaik adalah menurunkan/membawa si bayi
pergi ke sungai,sejak dilahirkan bayi belum boleh dibawa
keluar rumah sebelum diadakan upacara/acara Nurun Anak
Keaik.

Maksud utama atau makna inti dari acara Nurun Anak


Keaik yakni memperkenalkan dunia luar dan kehidupan
dunia kepada bayi untuk pertama kali secara adat,selain
sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas karunia
mendapatkan bayi/keturunan serta permohonan untuk
keselamatan dan kesejahteraan.

a. Upacara di rumah atau di dalam rumah bagian pertama,


yang meliputi:

1) Upacara Sengkelan

41
Sengkelan adalah urutan pertama atau langkah
yang pertama dilakukan sebagai pembuka acara
“Nurun Anak Keaik”. Sengkelan sesungguhnya
pembauran adat kepercayaan asli dengan ajaran Islam.
Wujud Sengkelan atau Tengkelan berupa
mengoleskan darah ayam ke anggota badan bayi, yang
diawali dengan mengolesi darah ayam pada pipi,
selanjutnya dahi, tangan, dan terakhir di kaki.
Alat untuk mengoles adalah sebentuk besi atau
paku yang biasa diserapah dengan kata-kata seperti
kerin besi kerin semengat, kerin dalam bahasa
indonesianya yaitu keras sedang semengat yaitu
nyawa. Yang mana besi melambangkan kekerasan
hidup didunia yang akan dihadapi dan dijalani oleh
bayi kelak dikemudian hari.

Sumber : Dokumen Pribadi

42
Alat – alat ini biasa dipakai untuk
bersengkelan ada tanah, kaca, gunting, sisir, kacop dan
paku,
daun sabang mali-mali untuk membuang sial mabal.

Sumber : Dokumen pribadi


2) Selesai Sengkelan, bayi ditepung tawari atau acara
Tepung Tawar.
Acara tepung tawar adalah salah satu bagian
prosesi yang sakral dalam upacara adat budaya
Melayu biasa dilakukan dalam upacara nurun anak
keaik di Kabupaten Melawi. Nama tepung tawar
sendiri di ambil dari salah satu bahan yang salah
satunya yaitu tepung beras yang diberi air.

Acara Tepung Tawar disini hanya berupa


memercikkan air Tepung Tawar di tangan dan kaki.
Hal ini dipercayakan sebagai lambang melawan
(menolak, menghambat) perjalanan hidup yang
banyak kesialan atau lambang menghilangkan kesialan

43
dalam hidup, yang dalam bahasa Melayu
Pinoh/Melawi disebut Sial Mabal.

3) Mengail (ngail), merupakan langkah selanjutnya


setelah Tepung Tawar.
Kail yang digunkan berwujud lidi yang
diujungnya di ikat bunga Kembang Sepatu. Ujung kail
yang ada bunga Kembang Sepatu dimasukkan ke
dalam buah kelapa yang sudah dilubangi. Kail
digerakan atau ditarik ke arah kanan dan kiri sebanyak
3 kali. Upacara mengail/ngail mempunyai maksud dan
makna agar bayi dapat mencari penghasilan sendiri
setelah dewasa.
4) Minum “Aik” doa selamat
yaitu air yang sudah didoakan oleh ulama
setempat atau orang yang dituakan. Maksudnya agar
bayi selalu selamat dan dalam lindungan Tuhan Yang
Maha Esa.

Sumber:https://www.google.com/search?
q=gambar+minum+air+tolak+bala&tbm=isch&s

44
5) Muntahkan “Aik Tolak Bala”
“Aik Tolak Bala” yaitu air yang sudah di
doakan yang isi doanya adalah permohonan kepada
Tuhan Ynag Maha Esa agar dijauhkan dari
marabahaya, bencana, dan malapetaka. “Aik Tolak
Bala” ini tidak diminum, melainkan dimuntahkan atau
dikeluarkan dari dalam mulut.
6) Niup Lilin
Yaitu meniup lilin yang menyala sebagai
lambang agar bayi kelak dapat memadamkan
(meredam) segala nafsu jahat/negatif/buruk yang bisa
mencelakakan dirinya
7) Secara keseluruhan, kegiatan 1 sampai dengan 6
bagian dari upacara Sengkelan ditiup dengan
tabur beras kuning oleh orang tua si bayi dan
para tetua yang hadir. Tabur beras kuning
pertanda rasa syukur bahwa acara (bagian
Sengkelan, khususnya) telah berlangsung
dengan baik atau bermakna kesejahteraan hidup,
keselamatan serta penguatan mental yang
dilambangkan meletakan, menyentuhkan benda
logam yang tajam seperti gunting atau pisau di
kening bayi setelah bayi ditaburi beras kuning.

45
8) Ngayun
Kegiatan berikutnya, yaitu Ngayun atau
Ayunan. Bayi yang diupacarakan dimasukkan
dalam ayunan atau ayun, kemudian diayunkan
oleh tiga orang laki-laki yang sudah tua. Cara
mengayunnya yaitu diayunkan ke kanan 3 kali
dan ke kiri 3 kali. Pada ayunan terakhir,tali
pengikatnya biasanya memakai daun krepuk
untuk mengikat ayun lalu tali pengikat ayunan
diputuskan. Hal ini melambangkan agar selalu
waspada, tidak lengah, tidak terlena dalam
kehidupan yang nyaman dan agar selalu dapat
giat belajar.

Sumber : https://www.google.com/search?
q=adat+naik+ayun+suku+melayu&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=2ahUKEwik69XKt9_zAhV9IbcAHbDsDHcQ_AUoAX
oECAEQAw&biw=1366&bih=657#imgrc=vBy9Mfk_Pp7HjM
&imgdii=JeS1WvtRIMpKJM

9) Pusin Penin atau memutar bayi.

46
Dalam bahasa melayu Pinoh/Melawi, pusin
artinya pusing, penin artinya sakit
kepala( pusing ). Pusin penin arti harafiahnya
adalah sangat pusing karena sakit kepala atau
pusing karena banyak persoalan atau ada
persoalan yang belum terpecahkan.
Upacara Pusing Penin atau memutar bayi
maksudnya agar tidak gampang terkejut dan
terhindar dari penyakit sawan ( penyakit yang
datang tiba-tiba ), “pusing kepala” meskipun
tidak pusing sungguhan. Dalam acara ini bayi
dibaringkan di atas tikar dan beralaskan tujuh
macam kain yang berbeda warna, yaitu:
a. Kain berwarna hitam, lambang kesuburan
b. Kain berwarna hijau, lambang religius
c. Kain berwarna kuning, lambang keagungan
d. Kain berwarna biru, lambang kecintaan atau
kasih sayang
e. Kain berwarna merah, lambang keberanian
f. Kain berwarna putih, lambang kesucian
g. Kain berwarna jingga, lambang keindahan

47
Setelah bayi dibaringkan di atas tikar beralaskan
kain tujuh warna, tujuh orang ibu-ibu memutar
tikar ke kiri 7 kali dan ke kanan 7 kali.
Acara Pusin Penin memberi makna agar tidak
terkejut, tidak pusing atau stres dalam menjalani
kehidupan di dunia nyata yang memiliki
beragam persoalan.

a. Upacara di luar rumah


1. Turun ke tanah dan Nyengok awan
Bayi belum boleh dibawa keluar rumah biasanya
sesudah tanggal pusat barulah boleh di bawa
keluar dengan terlebih dahulu melakukan acara
upacara Turun ke tanah dan Nyenggok awan.
Nyengok artinya menjenguk, memandang,
melihat. Jadi, nyengok awan artinya
memandang, melihat awan. Dalam arti yang
sesungguhnya itulah pertama kali bayi melihat
dunia di luar rumah yang di simbolkan dengan
Turun ke tanah dan memandang awan. Pada
upacara Turun ke tanah dan Nyengok Awan,
bayi di gendong keluar rumah oleh bapak atau
ayahnya atau orang yang dituakan. Di depan

48
pintu rumah penggendongnya mengucapkan
kata, “Satu”, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam,
Tujuh, sida’ mali nyengok awan”, yang diulang
tiga kali. Kemudian dipanggil semengat atau
ngamik semengat dengan kata – kata” Kuuus
Semengat” maksudnya agar si bayi tidak terkejut
melihat dunia luar untuk pertama kali dan agar
memiliki semengat, jiwa, mental yang kuat,
tidak kehilangan semangat, tidak lemah
menghadapi apapun yang ada di luar rumah ( di
kehidupan nyata di luar rumah ).

Sumber: https://www.google.com/search?q=https%3A%2F
%2Fwww.google.com%2

1) Setelah mengucapkan kata-kata tersebut di atas,


bayi dibawa atau di gendong menuju sungai.
Pada masa lalu, dan masih ada sampai sekarang
walaupun tidak lagi semuanya, sungai menjadi
tempat untuk mandi, cuci dan kakus (MCK).

49
Setiap keluarga atau rumah memiliki tempat
untuk MCK di sungai yang disebut Lanting atau
Jamban. Ke situlah bayi dibawa.
Perjalanan menuju lanting sungai di sungai
disertai tamu undangan dan kaum kerabat yang
di iringi dengan tabuhan tar (rebana) dan
Salawat Nabi. Rombongan ini mebawa sejumlah
perlengkapan: kelapa, jala, seekor kucing, sesaji
dan sampan kecil.
Tombak lamban alat untuk berburu, bibit kelapa
lambang kegiatan bertani, sampan kecil lambang
alat atau/sarana kehidupan, jala lambang
perikanan (sebagai masyarakat yang tinggal di
daerah perairan sungai, jala penting untuk
menangkap ikan).

Sumber : Dokumen pribadi

2) Sesampainya di lanting, kaki bayi dicelupkan ke


dalam air sungai. Sejak itu bayi tersebut sudah
boleh dimandikan ataupun dibawa ke sungai.

50
Sesaji dibuang ke dalam sungai dengan maksud
untuk memberi tahu mahkluk halus “penunggu”
sungai bahwa si bayi akan sering mandi di
sungai, di tempat tersebut.
Kegiatan berikutnya, menebarkan atau nyangkau
jala sebagai lambang si bayi nantinya bisa dan
mampu mencari penghidupan atau mempunyai
mata pencaharian. Kemudian, kucing di lepas di
air dan akan dengan secepatnya “berenang” ke
tepian. Hal ini agar dimiliki oleh bayi dalam
bentuk bisa berenang dalam arti yang
sesungguhnya dan cekatan, terampil, cepat
dalam bertindak.
3) Rumah Tebu
Rumah Tebu berwujud pondok sederhana yang
dibuat dan di letakkan di halaman rumah.
Pondok ini diisi dengan berbagai macam
makanan dan buah-buahan.
Selesai dengan kegiatan di “aik” (sungai), bayi
digendong kembali ke rumah. Sebelum masuk
kerumah, singgah di Rumah Tebu. Bayi hanya
melakukan kegiatan berupa memegang jenis-
jenis makanan dan buah-buahan yang ada. Ini

51
bentuk pengenalan terhadap sumber bahan
makanan dalam kehidupan manusia.

Sumber : Dokumen pribadi

b. Upacara di rumah atau di dalam rumah bagian kedua


Upacara di rumah bagian kedua ini merupakan
bagian akhir dari upacara “Nurun Anak Keai”
dengan kegiatannya sebagai berikut:
1. Menyumpit
Ketika dibawa menaiki tangga, rumah suku
Melayu umumnya bertiang tinggi atau rumah
panggung, sesudah acara di Rumah Tebu, di
tangga sudah menunggu barisan Sumpit (senjata
berbentuk tombak yang mempunyai lubang di
dalam batangnya). Biasanya sumpit yang di
gunakan berukuran mini atau kecil. Damak (anak

52
sumpit) pun bukan Damak biasa, melainkan
sesuatu yang tidak berbahaya seperti biji-bijian
berukuran kecil.
Barisan sumpit atau penyumpit ada 7 orang.
6 orang menyumpit topi yang di pakai si bayi
dan 1 orang menyumpit ke udara atau ke atas.
Acara menyumpit dimaksudkan agar setelah
dewasa, si bayi dapat menangkal, menangkis,
menghadang segala bentuk rintangan dan
halangan berupa apapun dengan segala kekuatan
yang ada padanya. Sedangkan menyumpit ke
udara melambangkan bahwa pada akhirnya
kebenaran akan mengalahkan kebatilan atau
kejahatan.

Sumber: https://api.whatsapp.com/send?text=https%3A%2F
%fimage.app.goo.gl%2FA748dpuagn6KX16

2. Nijak Tepung
Bagian penting upacara “Nurun Anak Keaik”
yaitu acara Nijak Tepung atau menginjak tepung

53
yang terdiri atas tujuh warna, sama dengan warna
pada kain alas Pusin Penin. Di dalam upacara
Nurun anak ke aik” pasti ada acara tepung tawar.
Perbedaan tepung tawar kepada orang berbeda
dengan tepung tawar kepada benda. Tepung
tawar kepada orang ada acara mengigit besi dan
menyentuhkan benda yang ada unsur besi pada
kening. Tepung tawar secara hakiki adalah untuk
keselamatan memberkati disebut “ Merik
Berkat” atau Ngamik Berkat ( Beri berkat ).
Tawar pada tepung tawar mengandung makna
melunturkan, menolak, yang ditolak adalah
marabahaya, penyakit kesialan / kemalangan,
jadi dengan tepung tawar kesialan dan bala
menjadi tawar.
Sebaliknya tepung pada tepung tawar bermakna
kesejahteraan, keberuntungan, mendinginkan
suasana dalam arti luas. Apalagi tepung tawar
dirangkai dengan tabur beras kuning sebagai
pertanda dan harapan akan kelimpahan berkah.

54
Sumber :https://images.app.go.gl/jMsKR13KLsgp63Ho7

a. Bahan – bahan dan perlengkapan ( Perangkat tepung


tawar ) terdiri atas :
1. Beras segenggam
2. Air bersih satu mangkok
3. Kunyit
4. Wadah untuk menaruh air seperti baskom kecil
atau sejenisnya
5. Beberapa helai daun ketabar, daun juaran dan
daun sabang mali- mali
6. Pisau kecil, kacop
7. Beras kuning segenggam atau dua genggam
8. Talam atau baki
b. Pembuatan perangkat tepung tawar :
1. Segenggam beras ditumbuk halus hingga
menjadi tepung
2. Tepung beras dimasukan ke dalam wadah yang
berisi air

55
3. Tambahkan sedikit kunyit, putih pun ndak apa –
apa
4. Tiga jenis daun ketabar, juaran, dan mali – mali
di ikat jadi satu
5. Untuk membuat beras kuning beras diadon
dengan kunyit
Inilah serangkaian bahan – bahan dan
pembuatan tepun tawar yang merupakan adat
turun temurun dari nenek moyang dulu.
Upacara ini bermaksud melepaskan bayi dan
sekeluarga dari pantang dan larangan. Selama belum
diselnggarakan upacara “Nurun Anak Keai” bayi dan
keluarga itu berlaku pantangan dan larangan
terutama pantang keluar rumah, pantang bepergian,
karena alam di luar rumah belum kenal padanya dan
roh-roh jahat selalu mengancam keselamatannya.

3. Begunten ( begunting )
Adat kebiasaan Melayu Pinoh (Melawi) tidak
pernah melupakan acara atau upacara Gunting
rambut dengan begunten atau gunten rambut setelah
nurun anak keaik. Tata cara dan urutan acaranya

56
sama. Perbedaannya pada usia bayi ketika menjalani
acara Begunten.
Acara Begunten adalah acara mengunting
rambut bayi berusia sekitar empat puluh hari. Sejak
dilahirkan rambut bayi belum boleh digunting
(dipotong) sebelum acara gunting rambut. Dalam
acara ini rambut bayi hanya digunting sedikit saja,
beberapa helai saja.
Upacara Begunten diawali dengan pembacaan
kitab Al Barzanji. Kitab ini berisi riwayat hidup Nabi
Muhammad SAW. Pembacaan Al Barzanji disebut
juga Asrakal atau Serakal. Sistem pembacaannya ada
dua bagian yang dibaca sambil duduk dan bagian
Asrakal yang dibaca sambil berdiri.
Pada waktu pembacaan Asrakal, semua hadirin
berdiri, bayi digendong keluar oleh bapak atau
ibunya ke tempat tamu yang sedang berdiri itu untuk
digunting rambutnya.Menyusul kemudian dua orang
laki-laki lainnya membawa talam berisi gunting,
beras kuning, air tepung tawar, kelapa muda, daun
selimpat, dan lilin. Satu talam lagi berisi telur rebus
yang bersama-sama kue yang bersama-sama kue

57
yang terbungkus sebagai imbalan bagi
pengguntingnya.
Pengguntingan rambut dimulai oleh tamu atau
sesepuh yang dipandang paling terhormat, diikuti
oleh tamu lain yang didekati oleh penggendong bayi
secara bergantian.Setiap pengguntingan akan
mendapatkan bungkusan telur dan jika persediaan
telur rebus itu habis berakhirlah pengguntingan
rambut tersebut.
Tata cara pengguntingan rambut dimulai
dengan menaburkan beras kuning ke kepala
bayi.Kemudian, rambut yang akan digunting itu
ditepas (cecahi) dengan air tepung tawar. Setelah itu
rambut digunting, guntingan rambut di masukan
dalam kelapa muda yang tersedia dalam talam.
Asrakal diakhiri dengan pembacaan salawat
atas nabi Muhammad SWT, tamu duduk kembali.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan doa dan
menyantap hidangan.

58
Sumber :https://images.app.goo.gl/NxuaG49pjD15SQ9Y7

4. Besunat

Sunat atau besunat (Khitanerhitan) merupakan


kewajiaban bagi setiap anak laki-laki oran melayu
yang beragama Islam. Pada usia sekitar 9-12 tahun
mereka akan bersunat. Selesai besunat biasanya
setelah sembuh dibacakan do’a selamat dan hidangan
makanan

5. Nyelamat

Nyelamat artinya selamatan atau kenduri atau


syukuran. Nyelamat adalah adat/tradisi untuk
mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, minta perlindungan, keselamatan, dan
minta dijauhkan dari segala marabahaya, malapetaka
dan bencana.
Nyelamat dilakukan dalam bentuk jamuan
makan dengan mengundang tetangga, kerabat,
teman, kenalan. Inti dari kegiatan acara nyelamat
adalah pembacaan do’a yang isi do’anya seperti sdah
disebut di atas.

59
a. Nyelamat ( untuk tanda sukacita atau
kegembiraan ) diantaranya :
1. Nyelamat pindah rumah/menempati
rumah baru
2. Nyelamat bulih anak/ kelahiran anak
3. Nyelamat gunten rambut dan aqiqah
4. Nyelamat besunat
5. Nyelamat khatam Al Qur’an
6. Nyelamat angkat aji/naik aji/pergi haji
dan pulanggnya
7. Nyelamat kandung ( tiga bulan, tujuh
bulan ).
b. Nyelamat ( tolak bala/ mohon perlindungan
Tuhan ) atau disebut juga Maca Do,a
Selamat/ Membaca Do’a diantaranya :
1. Nyelamat / maca do’a akan mendirikan
rumah / bangunan
2. Nyelamat / maca tolak bala pada kejadian
/ hari tetentu
3. Nyelamat / maca do’a selamat ketika
akan berpergian jauh dan lama atau
ketika akan melakukan pekerjaan penting
dan besar

60
Bacaan Do’a selamat Tolak Bala
Bismillahirahmannirahim
Alloumma Bihaqqil fatihah, Wasirril
fatihah , Yaa Farijalhamma, Wa Yaa
kasyifal ghomma, Yaa Man li ibaadihi
yaghfiru wa yarham, Yaa dafi’al bala;i
Yaa allah, wa Yaa dafi’al bala-i Ya
rohman, wa Yaa dafi’al bala-i Yaa
Rohim.Wa sholallohu wa sallama’ ala
khoiri kholqihi sayyidina Muhammadin
wa’ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Subhaana robbika izzati amma yashifun.
Wassalamun’ alal mursalin
walhamdulillahi robbil’alamin.

6. Tepung Tawar
Adat atau tradisi Tepung tawar pada Melayu
Pinoh(Melawi), Melayu Sintang, Melayu Kapuas
Hulu sama persisnya, yaitu Tepung Tawar bagian
penting dari upacara , sekaligus pelengkap upacara
adat. Di dalam upacara pernikahan pasti ada acara
Tepung Tawar, begitu pula pada acara Nyelamat
Kandung, Begunten, Besunat, acara menyambut

61
tamu yang dihormati, menempati rumah baru dan
sejenisnya.
Perbedaan tepung tawar kepada orang
berbeda sedikit saja dengan tepung tawar kepada
benda, bukan orang. Tepung Tawar kepada orang
ada acara menggigit besi atau menyentuh benda
yang unsur besi pada kening.
Tepung tawar secara hakiki adalah
keselamatan memberkati disebut “Meri Berkat” atau
“Ngami Berkat”.
Tawar pada Tepung Tawar mengandung
makna melunturkan, menolak, menjadikan tidak
berpengaruh. Pada tepung tawar yang ditolak adalah
marabahaya, penyakit kesialan/kemalangan. Dengan
tepung tawar kesialan dan marabahaya menjadi
tawar, jadi tidak berarti alias ditolak.
Sebaliknya, tepung pada tepung tawar
bermakna kesejahteraan, keberuntungan,
mendinginkan suasanan dalam arti luas. Apalagi
tepung tawar dirangkai dengan tabur beras kuning
sebagai petanda dan harapan akan kelimpahan
berkah.

62
a. Bahan-bahan dan perlengkapan (perangkat
tepung tawar) terdiri atas:
1. Beras segenggam
2. Air bersih satu mangkok
3. Kunyit
4. Mangkok untuk menaruh air seperti baskom
kecil atau sejenisnya
5. Beberapa helai daun ketabar, daun juaran,
dan daun mali-mali
6. Pisau kecil, kancip
7. Beras kuning segenggam atau dua genggam
8. Talam atau baki atau sejenisnya

Sumber : https://www.google.com/search?q=bahan
bahan+tepung+tawar+adat+turun+anak+ke+sungai&oq=&a
qs=chrome.2.69i59i450l8.1560749573j0j7&sourceid=chrom
e&ie=UTF-8

b. Pembuatan atau alat tepung tawar:

63
1. Segenggam beras ditumbuk halus hingga
menjadi tepung
2. Tepung beras dumasukkan ke dalam wadah
yang berisi air
3. Tambahkan sedikit kunyit, tidak pun tidak
apa-apa
4. Tiga jenis daun (ketabar, juaran, mali-mali)
diikat jadi satu
5. Untuk membuat beras kuning, beras diadon
dengan kunyit
c. Urutan memberikan tepung tawar atau
menepungtawari sesorang sebagai berikut:
1. Celupkan ikatan daun yang tersedia ke dalam
cairan beras lalu kibaskan ke arah badan
mulai dari muka/wajah sampai ke dada/perut.
2. Tidak ada kata-kata khusus yang harus
diucapkan, tidak ada pula mantera atau
jampi. Paling biasa diucapkan adalah ucapan
selamat disertai doa yang umum seperti
“semiga selamat” dan seterusnya.
3. Daun yang sudah digunakan/dikibaskan,
diletakkan kembali dan dilanjutkan dengan

64
menebar sedikit beras kuning kepada yang di
tepungtawari.
4. Terakhir adalah ambil pisau, kancip, dan
sejenisnya, disodorkan ke mulut orang yang
ditepungtawari untuk digigit, kemudian
sentuhkan ke dahi.
5. Jika yang ditepungtawari seorang bayi, pisau,
kancip dan sejenisnya cukup disentuhkan di
kening.
6. Jika yang ditepingtawari bukan orang, tidak
perlu menggunakan pisau, kancip dan
sejenisnya.
7. Pisau atau jenis besi yang digunakan dengan
maksud untuk “mengeraskan semangat”,
menguatkan mental, sekaligus “memanggil
semangat”. Dengan itu orang yang
ditepungtawari diharapkan punya jiwa dan
mental yang kuat, tangguh seperti besi.
8. Proses menepung tawari selesai oleh satu
orang dan dilanjutkan oleh orang lain lagi
sesuai permintaan tuan rumah.

7. Beseprah

65
Setelah semuanya selesai sebagai rasa
terimakasih untuk mereka yang sudah datang
keacara tadi mereka dijamu dengan makanan.
Dalam bahasa Melayu pinoh / Melawi di sebut
Beseprah. Beseprah artinya tata cara menjamu
makan secara beseprah atau saprahan (beridang).
Beseprah pada masyarakat Melayu Pinoh/Melawi
tidak serumit saprahan pada suku Melayu lainya di
kalimantan Barat.
Tradidsi ini sering dilakukan ketika ada
acara-acara pesta salah satunya nurun anak keaik,
begunten dan lain sebagainya. Ada saf atau baris
yang memajang, duduk berhadap – hadapan. Laki-
laki dan Prempuan biasanya terpisah safnya
meskipun dalam satu atau ruang berbeda serta duduk
bersila untuk laki-laki, duduk bersimpuh untuk
perempuan..
Ada seprah (tikar yang dibentangkan di
antaranya dua saf), namun tidak ada pengaturan
warna, walaupun biasanya putih. Para penghidang /
pramusaji ,busana adat Melayu atau setempat dengan
warna atau motip bebas.

66
Di bagian atas seprah sebagai tempat untuk
tamu yang dihormati, ada Kepala Seprah meskipun
begitu kepala seprah tidak memimpin acara santap,
lebih sebatas sebagai tempat yang berbeda dari tamu
undangan lainya.
Jenis hidangan yang disaji nasi beserta piring
sejumlah tamu yang ada saf atau saprah lengkap
dengan air cuci tangan yang ditempatkan dalam
sebuah kendi kaca beralaskan baki untuk menhidang.
Lauk pauk yang disebut masak merah, masak putih
biasanya daging ayam ,dan air minum ( air putih ) di
sajikan bersamaan.

Sumber:https://www.google.com/search?
q=adat+beseprah+adat+melayu&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved
=2ahUKEwi3g7XDvN_zAhUSOisKHVWgClsQ_AUoAXoECAEQA
w&biw=1366&bih=657&dpr=1#imgrc=JeYys0Iaj1bbGM

8. Kempunan

67
Kempunan berkaitan dengan makanan yang
artinya adalah kesialan yang didapat sesorang
berkaitan dengan makan minum, menurut
kepercayaan akibat dari kempunan adalah mendapat
musibah bisa berupa kecelakaan,bahaya,bencana
atau kejadian yang menyusahkan orang yang
kempunan.
Menurut kepercayaan, kesialan akibat
kempunan hanya berlaku untuk satu hari atau jangka
waktu tertentu, tidak sampai berbulan-bulan atau
bertahun-tahun artinya kesialan di dapat dalam
tempo singkat. Misalnya seseorang pada pagi hari
sudah disiapkan makan orang tersebut lupa makan
lantas pergi, didalam perjalannya terluka, terjatuh,
terpukul, tergelincir, tersengol kendaraan dan
sebagainya itu dinamakan kempunan namun
kempunan jarang berakibat fatal. Seseorang yang
kena kempunan apabila :
a. Tidak mendapat bagian makanan ( nasi, kue,
dan sebagainya ) atau minum sedangkan
orang lain yang ada di situ mendapat bagian
b. Menolak ditawari makanan dan minuman
c. Hidangan sudah tersedia tetapi tidak dicicipi

68
d. Sangat menginginkan sesuatu makanan atau
minuman dapat menyebabkan kempunan.
Untuk menghilangkan kempunan yang
bersangkutan harus :
a. Mencicipi sedikit saja makanan dan minuman
b. Menempelkan jari tangan pada makanan atau
minuman
c. Mengucapkan kata-kata pengahapus
kempunan, kata- kata yang biasa di ucap
dalam bahasa Melayu Pinoh atau Melawi
yaitu posek malek tuboh kulet lepas- lepas
dalam arti kata tersebu supaya si yang tidak
makan makanan tersebut tidak mendapat
kecelakaan.

Sebaiknya yang punya makan atau minuman


harus mengingatkan orang untuk mencicipi atau
cukup dengan menyentuh saja jadi pemilik
makanan atau minuman tidak boleh diam saja
tetapi wajib mengingatkan.

Itu semua merupakan susunan acara “Nurun


Anak Keaik” menurut adat Melayu atau Pinoh.

69
Setelah semuanya berjalan dengan baik dan
proses “Nurun Anak Keaik” pun selesai, upacara ini
diakhiri dengan penanaman pohon sabang mali- mali
di halaman rumah. Selesai itu, dilanjutkan dengan
acara makan bersama dengan semua tamu yang
hadir.

70
BAB III
PUISI DAN PESAN MORAL
A. Puisi
Di samping upacara adat dipenulisan buku ini saya
letakan beberapa puisi yang berhubungan dengan cinta dan
kasih sayang, ada rasa syukur antara orang tua kepada anak
atau anak kepada orang tua.

Puisi 1

IBU

Ibu.......
Engkau adalah panutan hatiku
Yang telah melahirkanku
Merawatku hingga dewasa
Kasih sayangMu tiada tara

Ibu......
Aku terlahir dari manusia hebat sepertiMu

71
Merupakan anugrah terbesarb Tuhan untuku
Menjadikanku pelipur lara jiwanya

Ibu......
Engkau selalu ada dalam hatiku
Engkau perempuan hebat dijiwa lemahku
Menyayangiku tanpa batas
Mendapingi semua kisahku

Terima kasih ibu.....


Untuk semua waktu dan lelahMu
Yang selalu bagai malaikat penolongku

Ibu......
Aku mencintaiMu...
Tak akan pernah lupa jasaMu
Hingga akhir hayatku Engkau selalu di hatiku

72
Puisi 2

MALAIKAT KECILKU

Kau buah hatiku dalam segalanya


Kau adalah penyemangatku
Yang mampu membuatku tersenyum
Saat letih, saat gundah

HadirMu bagai penerangan dalamhidupku


Bagai mentari dalam gulita
Yang menembus ruang sepi
Menebarkan warna-warna dalam hariku

Hanya do’a yang dapat ku panjatkan


Di setiap hembus nafasku
Terimakasih buah hatiku
Yang telah mengijinkan untuk menikmati perjalanan hidup
Yang penuh arti

73
Puisi 3
DOA UNTUK ANAKKU

Bismillahirahmannirahim
Yaa Allah.....
Dalam sepiku bersujud
Memohon kemurahan hati-Mu
Untuk selalu melindungi sang buah hati

Didalam masa sulit


Masa ketenangan
Yang beku dan tegang
Membawaku kembali bersujud kepada-Mu

Yaa Allah....
Satu-satunya tuhan kami
Sumber dari segala sumber
Dan kuasa-Mu tanpa tertanding

74
Tempat tumpuan dan harapan
Aku mohon
Lindungilah anakku
Dan segala yang ada dalam dirinya
Semoga selalu dalam lindungan-Mu
Puisi 4
MERINDUKAN IBU

Ibu aku merindukanmu


Tatap teduhmu
Nasehatmu
Diwaktu kecil dulu

Ibu aku rindu di saat engakau


Menina bobokku
Aku rindu suaramu,belaimu
Yang selalu memberiku kebahagiaan

Ibu semoga damai di alam sana


Disaat bayanganmu hadir dalam mimpiku
Ku selalu bisikan do,a dalam tidurku
Saat mataku terlelap

75
B. Pesan Moral
Keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin
oleh kasih sayang dari pasangan dua jenis manusia yang
dikukuhkan dengan pernikahan dengan maksud untuk saling
menyempurnakannya. Bila seorang anak dari keluarga lahir
ke bumi, maka dalam mengarungi lautan kehidupannya, ia
melalui beberapa tingkatan yang menurut adat istiadat harus
dilewati dengan upacara-upacara seperti pemberian
nama/tasmiah, nuran anak ke sungai, naik ayun, tijak tanah,
besunat untuk anak laki-laki, beketan untuk anak
perempuan, naik penganten dan lain-lain hingga meninggal
dunia inipun tidak lepas dari upacara-upacara menurut adat.
Misalkan upacara naik ayun merupakan adat yang sudah
turun temurun walaupun di jaman moderen ini jarang-jarang
masyarakatnya melaksanakan adat tersebut, namun di
dalamnya upacara adat tersebut ada pesan bijak dan pesan
moralnya. Nilai yang terkandung dalam upacara cara naik
ayun sangat penting dalam keluarga. Orangtua terutama

76
ayah sebagai kepala keluarga dengan bantuan anggota
keluarga, harus mampu mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan sebuah keluarga khususnya pada anak-anak,
seperti bimbingan ,ajakan dan pemberian contoh.
Dalam pendidikan agama seharusnya di tanamkan
dalam lingkungan keluarga yang meliputi nilai keimanan
(akidah islamiyah, ahlak akhlakul karimah), ibadah dan
sosial. Jadi penanaman nilai akidah bisa di lihat dalam
kehidupan sehari-hari dimana orangtua membiasakan
melakukan sesuai syariat islam, pesan moral yang dapat kita
ambil disini yakni agar kita selalu tetap melestarikan adat
budaya kita.

77
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan dalam masyarakat banyak membawakan
atau mewarisi berbagai aturan maupun kebiasaan yang harus
di ikuti oleh generasi-generasi penerus dari nenek moyang.
Kebiasaan tersebut mulai membawakan keunikan masing-
masing di dalam kelompok masyarakat yang ada di
Indonesia. Adat istiadat atau biasa disebut dengan kebiasaan
ini merupakan kehidupan berulang-ulang yang muncul dan
berkembang terus menerus sehingga dijadikan sebagai
tradisi atau peristiwa penting yang wajib dipertahankan dan
di ikuti oleh kelompok masyarakatnya.
Oleh karena itu, tradisi dan konsep “Nurun Anak
Keaik” oleh suku Melayu Pinoh/Melawi telah
menggambarkan bahwa betapa pentingnya adat istiadat dan
merupakan tanggung jawab pribadi dan sosial yang tidak
mudah dalam masyarakatnya. Meskipun demikian, suku

78
Melayu Pinoh/Melawi tetap menaati konsep leluhurnya
dengan menerapkan di dalam kehidupan nyata.

B. Saran
Sebagai generasi muda, kita diharapkan untuk
mengetahui dan mengenal tradisi atau adat istiadat di
Indonesia, terutama suku Melayu Pinoh/Melawi terhadap
adat dari daerah kita sendiri agar kebudayaan maupun adat
yang telah lama berkembang tidak punah oleh kehidupan
modern seperti sekarang ini.

79
DAFTAR PUSTAKA
Andilala. 2014.Tradisi makan seprahan dan semangat
gotong royong melayu
sambas.https://kalbar.antaranews.com
/amp/berita/325975/ tradisi-makan-saprahan-dan-
semangat-gotong-royong-melayu-sambas.

Askan Sanjaya. 2012. Air Wafaq tola bala.


https://www.Detiktravel.com

Al-bayan.2020.Adat tepung
tawar.https://www.google.com/
search?
q=bahanbahan+tepung+tawar+adat+turun+anak+ke
+sungai&oq=&aqs=chrome.2.69i59i450l8.1560749
573j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Muhammad.2018. Hukum mencukur rambut bayi setelah


hari ke-7 dari kelahiran. https://images.app.goo.gl/
NxuaG49pjD15SQ9Y7

2017.Tanah merah kepulaan merah tadisi tepung tawar


adat naik ayun suku
melayu.https://images.app.goo.gl/
JMsKR13KLsgp63Ho7

80
2015. Upacara adat turun tanah masyarakat melayu Aceh
tamiang

Zainudin, 2014. Adat naik ayun suku melayu budaya


Banjar.

2006. Tukang saji harus jeli dan bersikap sopan santun


Mengenai Tradisi saprahan’makan dalam
kebersamaan dalam Harian Pontianak Post.

2013. Kenalkan dan lestarikan khasanah budaya kutai

Septiawati, Juriana Elida, 2019. Nilai-nilai pendidikan islam


dalam upacara naik ayun suku kutai di Tenggarong.

81
PROFIL PENULIS
Mailawati, A.md lahir di Nanga pinoh 8
Mei 1975. Anak kedua dari empat
bersaudara dari orang tua (Alm.) Bpk
Djiban dan Ibu Kamsiah. Pendidikan SD
ditamatkan pada tahun 1989. SMP tamat di tahun 1992, dan
SMA tamat di tahun 1995, semuanya diselesaikan di
Pontianak Kalimantan Barat. Tahun 2000 menyelesaikan
Pendidikan di Akademi Bahasa Asing (ABA) Pontianak.

Setelah menyelesaikan Pendidikan di ABA, penulis


pulang kampung, lalu bekerja di koperas Ranah Betung
selama 4 tahun di Kabupaten Melawi. Kemudian, Menjadi
guru honorer di SMA PGRI Nanga Ella hilir. Tahun 2005
penulis di angkat menjadi guru bantu sampai tahun 2011.
Tahun 2012 penulis di angkat menjadi ASN sampai
sekarang.

82
83

Anda mungkin juga menyukai