ATAU KEPERCAYAAN”
Oleh:
NIM: 50700122005
Kelas: IKOM A
2023-2024
a) Realitas Budaya Indonesia
1
Eka Kurnia Firmansyah, ‘Sistem Religi Dan Kepercayaan Masyarakat Kampung Adat
Kuta Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis’, Metahumaniora, 7.3 (2017), 317
<https://doi.org/10.24198/mh.v7i3.18849>.
melaksanakan ritual, manusia memerlukan orang lain, maka terbentuklah
kelompok-kelompok yang menjadi penganut agama tersebut (Koentjaraningrat,
2000: 79).2
Interpretasi tentang agama dan budaya tidak hanya sekedar meilhat defenisi
agama dan budaya, bila hal tersebut terjadi adalah hal yang salah karena pemaknaan
agama dan budaya dilihat dari sudut pandang pemahaman keilmuan tentang agama
dan budaya itu sendiri dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai
hal yang terkadang parsialitik atau integralistik. Pemahaman bahwa Agama Islam
disebut Din dan Al-Din , sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat adalah hal yang benar tetapi harus
dihidupkan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara fenomenologis. Agama
Islam dapat dipandang & DUD pandang ini membuat agama berkonotasi kata
benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Peran agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai
yang membuat norma-norms tertentu. Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam
mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai memiliki uncur kesucian,
kepatuhan. Masalah agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
karena itu agama ternyata diperlukan dalam kehidupan manusia. Seorang yang tulus
2
Ahmad Sugeng Riady, ‘Agama Dan Kebudayaan Masyarakat Perspektif Clifford Geertz’,
Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI), 2.1 (2021), 13–22
<https://doi.org/10.22373/jsai.v2i1.1199>.
3
‘Agama Dan Budaya (Suatu Kajian Parsialistik-Integralistik) Sumarto’.
dalam beragama akan menghargai dan bahkan menghargai serta mengasihi
sesamanya, karena sesamanya adalah manusia yang dikasihi olah Allah.4
4
Sugiarto, ‘済無No Title No Title No Title’, 4.1 (2016), 1–23.
5
Abd. Ghoffar Mahfuz, ‘Hubungan Agama Dan Budaya: Tinjauan Sosiokultural’,
Tawshiyah, 14.1 (2019), 41–61.
6
Nur Laila Nasution and others, ‘Hubungan Agama Dan Budaya Lokal Dalam
Fenomenologi Agama’, 8 (2024), 6694–6700.
Max Weber dalam Etika Protestannya, menerangkan bahwa agama
merupakan spirit bagi kehidupan sosio kultural masyarakat. Ungkapan ini
mengandung makna bahwa tindakan atau aksi sosial sangat ditentukan oleh nilai
nilai essensial ajaran agama yang diyakini seseorang. Kondisi ini akan terstruktur
dalam pola budaya masyarakat. Adapun nilai nilai essensial yang dimaksud Weber
tersebut adalah semangat pengabdian, ketundukan, kepatuhan, dan ketaatan.
Sehingga agama disini bukan hanya simbol kepercayaan, tetapi juga menjadi
sumber etos kerja bagi manusia.7
7
Aulia Aziza, ‘Relasi Agama Dan Budaya’, Alhadharah, 15.30 (2017), 1
<https://doi.org/10.18592/alhadharah.v15i30.1204>.
8
Mirawati, Wahyuddin Bakri, and Abd Wahidin, ‘Budaya Massorong Dalam Perspektif
Sosiologi Agama’, SOSIOLOGIA : Jurnal Agama Dan Masyarakat, 1.1 (2022), 1–17
<https://doi.org/10.35905/sosiologia.v1i1.3348>.
Terkait dengan kebudayaan yang ada di di Indonesia, Makassar adalah salah
satu provinsi yang ada di Indonesia yang memiliki kebudayaan khas yaitu ma’baca
doang dan massuro ma’baca. Massuro ma’baca berasal dari Bahasa Bugis, yaitu
kata massuro berarti meminta atau memohon, sedangkan ma’baca berarti membaca.
Jadi ma’baca dapat diartikan sebagaii usaha seseorang untuk meminta orang lain
untuk membacakan do’a-do’a keselamatan dan kesyukuraan serta do’a untuk orang
yang meninggal dunia, hal ini didorong dengan kesadaran seseorang atas kurang
dalamnya ilmu agama yang dimiliki dan ketaatan yang juga masih kurang. Biasanya
orang yang diminta ma’baca ialah orang yang dianggap punya ilmu agama yang
dalam, rajin menjalankan syariat , serta punya hubungan social yang baik kepada
Masyarakat.
Asimilasi terhadap agama Islam dan budaya cukup erat, misalnya dalam
pelaksanaan upacara-upacara kelahiran, perkawinan, kematian dan lainnya, semua
ritual itu dimaksudakan bahwa untuk menunjukkan kehidupan manusia itu bersifat
mulia, ritual itu semua dimaksudkan bahwa untuk menunjukkan kehidupan
manusia itu beesifat mulia,10 dalam suatu kehidupan masyarakat dilihat dari aspek
agama dan budaya bagaimana mereka menempatkan posisi agama dan budaya itu
sehingga menajdi fenomenal dalam kehidupan masyarakat. Agama dan budaya
memiliki hubungan yang sangat erat dalam kehidupan manusia jelas tidak berdiiri
sendiri dalam kehidupan manusia sebagaiamana dialektinya; selaras menciptakan
dan kemudian saling menegasikan. 9
d) Kesimpulan
9
Mirawati, Wahyuddin Bakri, and Abd Wahidin.
disisi lain masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan karena wadah dari kebudayaan itu sendiri
Nasution, Nur Laila, Maraimbang Daulay, Agustianda Piliang, Dwi Fauziah, Wina
Safitri, and Br Pasaribu, ‘Hubungan Agama Dan Budaya Lokal Dalam
Fenomenologi Agama’, 8 (2024), 6694–6700