Anda di halaman 1dari 20

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Sistem sosial budaya Ismail Rahmad Daulay, M.Pd

Sistem sosial budaya Indonesia

Iskandar Zulkarnaen Putra :12240310325

MAHASISWA JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


SEMESTER 2
LOKAL 2A KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang beragam,dari mulai perbedaan ras, warna kulit, bahasanya,
cara bersosialnya dan budayanya, namun meski banyak keanekaragaman, Indonesia tetap
tidak secara mentah mengkotak-kotakkan suatu golongan tertentu. Justru masyarakat
Indonesia selalu berpegang teguh kepada semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Adanya rasa
persatuan ini Indonesia dikenal dengan identitas yang unik, maka keberagaman menjadi
identitas dan ciri khas tersendiri.

Sebagai esensi dari keberagaman Negara Indonesia, Masyarakat memiliki berbagai


budaya yang substansinya natural, sebagaimana manusia senantiasa memiliki sebuah karya
yang dipercayainya dan dilakukan secara rutin, sehingga menjadi sebuah budaya yang
mengakar.Budaya yang mengakar inilah akan menjadi adat kebudayaan yang dimiliki setiap
masyarakat sebagai identitas bangsa.

Manusia adalah makhluk berbudaya yang mampu mengembangkan ide dan gagasan dalam
bentuk kegiatan-kegiatan yang menghasilkan benda-benda kebudayaan. Namun sebaliknya
manusia sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh kebudayaan yang melingkupinya. Sebagai
makhluk sosial, dalam hidupnya manusia selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
manusia lain.

Sebagaimana dijelaskan oleh Ihromi dalam bukunya “Pokok-pokok Antropologi Budaya”


bahwa setiap masyarakat di setiap Negara mempunyai kebudayaan, bagaimanapun
sederhananya kebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya. Kebudayaan
menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan.1Hal ini sama dengan apa yang penulis kutip
dari bukuPengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia disebutkan bahwa aspek-aspek
kebudayaan meliputi cara berprilaku, kepercayaan, sikap, dan hasil dari kegiatan manusia
yang khas untuk masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Dari aspek-aspek kebudayaan
mencerminkan pola pikir dan perilaku-perilaku konkreat individu-individu, kemudian pada
sebuah kelompok atau masyarakat sebagai ciri khas dan identitas dirinya sebagai makhluk
hidup.

Secara antropologis, perkembangan terpenting dalam evolusi manusiadan karateristiknya


adalah perkembangan kebudayaan yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Kemunculan kebudayaan berhubungan dengan evolusi otak dan perkembangan pemikiran
manusia.
Kebudayaan berkembang oleh perkembangan pola komunikasi manusia yang unik, yang
menstransformasikan informasi tertentu secara behavioral,akan tetapi, hanyamanusia
yangmelakukannya dengan menggunakan simbol-simbol. Makna sebuah simbol ditentukan
oleh penggunannya,dengan demikian, simbol tidak terbatas seperti tanda. Menurut
Sanderson, simbol bersifat terbuka dan produktif. Simbol-simbol memiliki makna yang baru
atau berbeda, bergantung pada penggunaan dalam konteks dialektikanya simbol itu.

Dengan pendapat di atas dapat di artikan bahwa simbol pula merupakan realitas dari hasil
logika yang bisa diterima oleh berbagai kalangan yang relevan dengan sebuah norma yang
dianutnya. simbol juga diartikan sebagai makna yang memilki hikmah di dalamnya, hal ini
tak lepas dari sebuah kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat tentang sesuatu yang
dianggapnya bermakna. Dari penjelasan tentang simbol di atas, masyarakat secara individual
dan sosial, tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan yang terdapat pada
setiap simbol. Sedangkansistem kepercayaan menjadi kajian antropologi budaya yang sangat
menarik, karena semenjak manusia diciptakan, manusia memiki kecenderungan untuk
mempercayai hal-hal yang gaib, hal-hal yang memiliki kekuatan supranatural.

Agama dan sistem kepercayaan terintegrasi dengan kebudayaan4 dengan demikian,


agama memberikan kontribusi terhadap sebuah tatanan kemasyarakatan, baik itu berupa
norma ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman hidup. Dengan hal ini pula Agama
memberikan pengaruh terhadap tatanan atau sistem kedudayaan.Adapun konsep kebudayaan
dalam buku Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia yang ditulis oleh Yusuf Zainal
Abidin dan Beni Ahmad Saebani diterangkan bahwa Konsep kebudayaan tidak dapat
diabaikan dalam pengkajian perilaku manusia dan masyarakat. Kebudayaan merupakan salah
satu karateristik masyarakat termasuk peralatan, pengetahuan,cara berpikir, dan bertindak
yang telah terpolakan, yang dipelajari dan disebarkan. Dengan konsep kebudayaan di atas,
dapat dipahami bahwa karakteristik masyarakat tidak lepas dari cara pikir masyarakat
setempat yang dipengaruhi pula dengan lingkungan, lingkungan menjadi tolak ukur
terjadinya sistem kebudayaan, seperti cara pikir para petani dengan para nelayan, apabila
dibandingkan dan diteliti akan menemukan perbedaan dalam melihat realitas yang ada,
misalnya tentang alat yang paling penting baginya dalam menafkahi keluarganya, bagi petani
cangkul, nanggala dan arit sebagai alat terpenting baginya, sedangkan bagi para nelayan
perahu dan jaringlah sebagai alat utama dalam mencari kebutuhan pokoknya. Dari contoh ini
cara berikir yang berbeda tidaklah lepas dari pengaruh lingkungan pula, dengan demikian
cara berfikir setiap individu yang tergolong menjadi suatu kelompok tidak lepas adanya
pengaruh dari lingkungan dan agama yang mengatur tatanan sebuah kebudyaan.
Dari sistem kebudayaan yang sudah dijelaskan di atas, lahirlah sebuah pola perilaku
individu ke bentuk perilaku yang konkreat, sebagaimana pula pola hidupmanusia itu berbeda-
beda, bahkan setiap Suku pun berbeda-beda, salah satunya pola hidup orang
Jawa,sebagaimana dikutip dari buku Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesiadisebutkan
bahwa orang jawa yang kebanyakanya telah terbentuk oleh pemahaman mistis, yaitu
Animisme dan Dinamisme, sering menjadikan simbol sebagai satu-satunya media yang
digunakan untuk memahami alam agar menyatu dengan Tuhan. Simbol dalam filsafat Jawa
tidak sekedar simbol, akan tetapi telah menjadi suatu ajaran atau doktrin yang harus diyakini.
Bagi masyarakat Jawa, simbol merupakan suatu media yang dapat menghantarkan manusia
pada tujuan spiritual dirinya. Oleh karena itu, meyakini bahwa keberadaan simbol itu sakral,
sangat dibutuhkan, bahkan diharuskan jika manusia menginginkan adanya hidup yang sejati
yang dapat bersatu antara dirinya, alam dan Tuhan.

Sesudah melihat dari sisi budaya setiap masyarakat, tidak bisa kita nafikan ada suatu hal
yang mengandung hikmah atau sebuah nilai keislaman. Hal ini tidak lepas Islam merupakan
Agama yang Rahmatan Lil’alamin. Islam sendiri didalamnya terdapat nilai-nilai yang biasa
disebut nilai Sufistik, yaitu sebuah nilai yang bersifat batiniyah dalam hubungannya antara
hamba dengan Tuhan,sebagaimana mengutip dari Alwi Shihab dalam bukunya “Islam
Sufistik”, pada hakikatnya tasawuf didasarkan pada dua hal. Pertama, pengalaman batin
dalam hubungan langsung antara hamba dengan Tuhan yaitu melalui cara tertentu di luar
logika akal, yakni bersatunya antara subjek dan objek yang menyebabkan yang bersangkutan
“dikuasai” gelombang kesadaran seakan dilimpahi cahaya yang menghanyutkan perasaan
sehingga tampak baginya suatu kekuatan gaib menguasai diri dan menjalar di segenap raga
jiwanya. Oleh karena itu dia menamakan cahaya itu “tiupan-tiupan” transendental yang
menyegarkan jiwa. Kedua, bahwa dalam tasawuf “kesatuan” Tuhan dengan hamba adalah
sesuatu yang memungkinkan sebab jika tidak, tasawuf akan berwujud sekedar moralitas
keagamaan. Pandangan ini didasarkan pada keyakinan terhadap wujud mutlak yang
merupakan satusatunya wujud yang riil. Komunikasi dan hubungan langsung dengan Tuhan
berlaku taraf-taraf yang berbeda hingga mencapai “kesatuan paripurna”, yaitu tidak ada yang
terasa kecuali Yang Maha Esa. Dari sini tasawuf dikatakan sebagai tangga transendental yang
tingkatan-tingkatannya berakhir pada dzat yang transenden. Ia adalah perjalanan pendakian
hingga mencapai puncak. Tasawuf pula sebagai wahana pengembangan jiwa dalam
pendekatnnya kepada Tuhan yang maha Rohman, tasawuf juga sebagai simbol etika seorang
hamba kepada Tuhannya, sesama manusia dan etika kepada Alam sebagai ciptaan dari
Tuhannya. Dengan demikian manusia sebagai makhluk Tuhan yang lebih sempurna daripada
makhluk lainnya dibekali kelebihan-kelebihan oleh Allah SWT, diantaranya Hati sebagai
wahana rasa dan akal sebagai alat berfikir, keduanya mengkafer perilaku manusia yang
mencitakan sebuah budaya.

Selanjutnya, sangat cukup relevan dengan pembahasan diatas, di mana terdapat


pulamasyarakat tradisional yang merupakan bagian dari Jawa, yaitu masyarakat Madura,
masyarakat Madura ini memiliki kepercayaan terhadap norma-norma dan kental kepada nilai-
nilai yang mengandung unsur keagamaan, nilai-nilai yang diyakininya selalu dipercayai
sebagai suatu yang profan. Kepercayaan dan keyakinan yang mereka bawa dijadikan
pedoman dalam kehidupannya. Ketika mendengar kata Madura, mungkin ada empat hal yang
langsung terbayang di benak kepala orang Indonesia, yaitu carok dengan clurit yang tajam
dan meneteskan darah, soto, sate, dan ramuan Madura.Keempat hal itu, diantaranya caroklah
yang sering menimbulkan pertanyaan dan belum terjawab secara tuntas,di sisi lain, penilaian
orang tentang carok sering terjebak dalam stereotip orang Madura yang keras perilakunya,
kaku, menakutkan, dan ekspresif. Stereotip ini sering mendapatkan pembenaran ketika terjadi
kasus-kasus kekerasan dengan aktor utama orang Madura. Padahal, peristiwa itu sebenarnya
bukan semata-mata masalah etnis, melainkan juga menyangkut masalah ekonomi, sosial, dan
politik yang ujung-ujungnya adalah kekuasaan.selain kempat di atas pula masih terdapat
berbagai kebudayaan yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan daerah-daerah lainnya.

Madura terkenal dengan kekhasan dan keunikan nilai-nilai budayanya. Budaya tersebut
merupakan suatu set dari sikap, prilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh
manusia dan biasanya dikomunikasikan dari suatu generasi-kegenerasi berikutnya. Manusia
tidak lahir dengan membawa budayanya, melainkan budaya tersebut diwariskan dari
generasikegenerasi. Misalnya, orang tua kepada anak, guru kepada murid, pemerintah kepada
rakyat, dan sebagainya.Terbukti dengan adanya budaya-budaya yang menjadi ciri khas
masyarakat Madura, diantaranya budaya suguhan makanan Ngakan Nase’ kepada Tamu
keluarga. Budaya ini menggambarkan keunikan Masyarakat Madura yang apabila ada Tamu
dari sanak-keluarga pasti pihak tuan rumah akan menyiapkan hidangan makanan nasi bukan
sekedar jajan-jajanan, dan apabila di rumahnya sedang tidak ada makanan, maka pasti akan
direpotkan masak, bahkan Tamu dicegah pulang selagi belum makan. Budaya ini sudah
mengakar di kalangan masyarakat Madura.
Penggunaan istilah khas menunjuk pada pengertian bahwa entitas etnik Madura memiliki
kekhususan-kultural yang tidak serupa dengan etnografi lain. Kekhususan kultural itu tampak
antara lain pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka secara hierarkis kepada empat
figur utama dalam berkehidupan, lebih-lebih dalam praksis keberagamaan. Keempat figur itu
adalah Buppa’, Babbu, Guru, ban Rato (ayah,ibu,guru,dan pemimpin pemerintahan).9Dengan
demikian, rasa takdzim yang dimiliki madura terhadap empat figur di atas merupakan simbol
kekhasan masyarakat Madura.

Masyarakat Madura Dengan ini, warisan dari nenek moyang masyarakat ini akan terus
dilestarikan sebagai bentuk ta’dzim terhadap figur yang telah mewariskan. Madura terdapat
beraneka ragam pula budaya yang masih dilestarikan. Tak kalah banyaknya dengan budaya
yangada di jawa, dengan kekhasan tersendiri Madura memiliki rasa persaudaraan yang kuat
dan kental. hal ini dikuatkan dengan fahamnya silsilah keturunan, seperti mulai garis silsilah
kekerabatan baik kerabat jauh dan dekat yang akan menyambung pada nenek moyang yang
sama, demikian pula dengan budaya penghormatan, kasih sayang dan cinta yang berbeda
dengan yang namanya kerabat dan keluarga. Ketakdziman yang ditujukkan masyarakat
Madura inilah mengandung nilai-nilai moral yang sudah menjadi akar dan landasan dalam
beretika (tengka), berperilaku dan bersikap.

Budaya yang seperti ini terlihat berbeda dengan budaya yang terdapat yang kental akan
rasa kasih sayang sesama manusia, kerabat pada umumnya dan keluarga khususnya terjadi
selain karena kekentalannya masyarakat Madura pada nilai-nilai keagamaan, juga merupakan
aktualisasi dari norma keagamaan yang mereka yakini. Demikian halnya yang terjadi di Desa
Pakandagan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep masyarakat ini secara turun-
temurun bisa dikatakan masih berpegang teguh pada budaya nenek moyang madura. Di desa
Sumber Nangka terdapat budaya yang terus dilestarikan dari generasi kegenerasi yakni
suguhan makanan (ngakan Nase’) kepada setiap Tamu kerabat yang berkunjung ke
rumahnya. Ada aroma nilai nilai Sufistik yang dijadikan pijakan dalam setiap tindakan dalam
budaya tersebut. Meskipun budaya Ngakan Nase’ bermuatan lokal, budayaini sudah lama
dipraktekkan dan dilestarikan di era moderenisasi ini.

Budaya yang masih selalu mengakar dalam diri generasi ke generasi berikutnya,
mencerminkan norma dan nilai kebersamaan dan kekerabatan yang kental.Budaya yang
jarang terdapat pada desa-desa lainnya, membuat penulis tertarik meneliti kajian ini. Terlebih
adanya pepatah Madura “Toan Roma Ngampoeng rajekeh ka tamui” yang artinya “tuan
rumah sebenarnya numpang rejeki lewat adanya tamu” dan banyak pula peribahasa yang
menjadi landasan berfikir danbertindak masyarakat dalam melestarikan budaya ini, seperti
“mon beles makah ekabelesin” yang artinya “kalau belas kasih maka akan dibelaskasih juga”.
B. Fokus Penelitian

Budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga sudah ada sejak
dahulu dan sekarang masihdilaksanakan secara turun menurun. Oleh karena itu, pembahasan
budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga yang terjadi di
tengah-tengah kehidupan masyarakat di Desa Pakandangan Barat dirasa penting untuk
ditelusuri dalam analisis keilmiahan. Hal ini sepenuhnya dimaksudkan dalam rangka
mengungkapkan secara baik tentang nilai-nilai Sufistik yang terdapat dalam budaya suguhan
makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga beserta maknanya dan juga untuk
mengungkap keyakinan masyarakat terhadap budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi
kunjungan tamu keluarga.Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah masyarakat di
Desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa timur.Fokus
penelitian ini diarahkan kepada nilai-nilai Sufistik yang terdapat pada budaya suguhan
makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga, serta bagaimana keyakinan
masyarakat Desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa
timur terhadap budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga
dalam keberagamaannya.

C. Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah dan beberapa hal yang telah dikemukakan di atas
maka beberapa rumusan masalah berikut akan memfokuskan kajian penelitian ini, 1. Apa
saja nilai-nilai Sufistik yang termuat dalam budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi
kunjungan tamu keluarga, masyarakat Desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto
Kabupaten Sumenep Madura Jawa timur? 2. Bagaimana keyakinan masyarakat Desa
Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa timurterhadap
budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluargadalam
keberagamaannya?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya tujuan
tersebut dapat dicapai suatu solusi atau jawaban atas masalah yang dihadapi. Adapun
tujuan penelitian diatas sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai sufistik yang terdapat dalam budaya suguhan makanan
(ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluargabagi masyarakat Desa Pakandangan Barat
Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa timur
2. Untuk mengetahui keyakinan masyarakat Desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto
Kabupaten Sumenep Madura Jawa timur terhadap budaya suguhan makanan (ngakan nase’)
bagi kunjungan tamu keluargadalam keberagamaannya

E. Manfaat Penelitian

Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari
penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis Untuk menambah wawasan kita tentang nilai-nilai sufistik yang terdapat
dalam budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluarga dan
keyakinan masyarakat terhadap tradisi suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan
tamu keluargadalam keberagamaannyaBaik dari khazanah kepustakaan maupun dari
masyarakat Desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa
timur.

2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada peneliti
sendiri maupun pembaca tentang nilai-nilai sufistik dan keyakinan masyarakat Desa
Pakandangan Barat Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep Madura Jawa timur terhadap
budaya suguhan makanan (ngakan nase’) bagi kunjungan tamu keluargadalam
keberagamaannya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem sosial budaya Indonesia


 adalah sebagai totalitas nilai, tata sosial, dan tata laku manusia Indonesia harus mampu
mewujudkan pandangan hidup dan falsafah negara Pancasila ke dalam segala segi kehidupan
berbangsa dan bernegara.[1] Asas yang melandasi pola pikir, pola tindak, fungsi, struktur, dan
proses sistem sosial budaya Indonesia yang diimplementasikan haruslah merupakan
perwujudan nilai- nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, transformasi serta
pembinaan sistem social budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.[1]

Asas Sistem Sosial Budaya Indonesia[sunting | sunting sumber]


Pada dasarnya, masyarakat Indonesia sebagai suatu kesatuan telah lahir jauh sebelum
lahirnya (secara formal) masyarakat Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda antara lain
merupakan bukti yang jelas. Peristiwa ini merupakan suatu konsensus nasional yang mampu
membuat masyarakat Indonesia terintegrasi di atas gagasan Bineka Tunggal Ika. Konsensus
adalah persetujuan atau kesepakatan yang bersifat umum tentang nilai-nilai, aturan, dan
norma dalam menentukan sejumlah tujuan dan upaya mencapai peranan yang harus
dilakukan serta imbalan tertentu dalam suatu sistem sosial.Model konsensus atau model
integrasi yang menekankan akan unsur norma dan legitimasi memiliki landasan tentang
masyarakat, yaitu sbb:

 Setiap masyarakat memiliki suatu struktur yang abadi dan mapan


 Setiap unsur masyarakat memiliki fungsinya masing-masing dalam kelangsungan
masyarakat tersebut sebagai suatu sistem keseluruhan
 Unsur dalam masyarakat itu terintegrasi dan seimbang
 Kelanjutan masyarakat itu berasaskan pada kerja sama dan mufakat akan nilai-nilai
Kehidupan sosial tergantung pada persatuan dan kesatuan[sunting | sunting sumber]
Apabila menelaah pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa Sumpah
Pemuda merupakan konsensus nasional yang mendapat perwujudannya di dalam sistem
budaya Indonesia yang didasarkan pada asas penting, yaitu sebagai berikut ini.[1]
1. Asas kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kesempurnaan hanya dapat dicapai oleh manusia dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara melalui semangat dan takwa, sebab pada akhirnya apa yang diperoleh
manusia, masyarakat, bangsa, dan Negara, bahkan kemerdekaan itu adalah rahmat
Tuhan Yang Maha Esa.[1]

2. Asas merdeka
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, karena itu kehidupan pribadi/ keluarga,
masyarakat, dan bangsa yang bebas itu mempunyai tanggung jawab
dan kewajiban bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi kemerdekaan itu.[1]
3. Asas persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia terdiri atas aneka ragam suku, budaya, bahasa, adat
istiadat daerah dan sebagainya telah membentuk Negara Republik Indonesia yang
meletakkan persatuan dan kesatuan sebagai asas sosial budayanya.[1]
4. Asas kedaulatan rakyat
Kehidupan pribadi atau keluarga dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
selalu mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam rangka mengutamakan
kepentingan umum di atas kepentingan golongan/pribadi.[1]
5. Asas adil dan makmur
Setiap pribadi atau keluarga dalam kehidupan harus mempunyai kehidupan yang
layak dan adil
sehingga pekerjaan, pendidikan, profesi, kesehatan, pangan, pakaian, perumahan,
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi hak yang
dipertanggungjawabkan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pola Pikir, Pola Tindak, dan Fungsi Sistem Sosial Budaya Indonesia
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, yang hidup tersebar diseluruh tanah air,
yang memiliki berbagai macam ragam budaya. Sehingga menimbulkan keanekaragaman
institusi dalam masyarakat. Institusi adalah suatu konsep sosiologi yang paling luas
digunakan, walau memiliki pengertian yang berlainan:

1. Digunakan untuk merujuk suatu badan, seperti universitas dan perkumpulan


2. Organisasi yang khusus atau disebut pula institusi total, seperti penjara atau rumah
sakit
3. Suatu pola tingkah laku yang telah menjadi biasa atau suatu pola relasi sosial yang
memiliki tujuan sosial tertentu
Bronislaw menganggap institusi sosial merupakan konsep utama untuk memahami
masyarakat, yang setiap institusi saling berkaitan dan masing-masing memiliki fungsinya.
[1]
 Koentjaraningrat mengemukakan bahwa institusi itu mengenai kelakuan berpola dari
manusia dalam kebudayaan yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:

 Wujud idiil
 Wujud kelakuan
 Wujud fisik dari kebudayaan
Koentjaraningrat mengatakan, bahwa seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola
tertentu bisa diperinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia dalam bermasyarakat. Maka pola pikir, pola tindak dan fungsi sistem sosial budaya
Indonesia merupakan institusi sosial, yaitu suatu sistem yang menunjukkan bahwa peranan
sosial dan norma-norma saling berkait, yang telah disusun guna memuaskan suatu kehendak
atau fungsi sosial. Komponen-komponen dari pranata social adalah: Sistem Norma, Manusia,
dan Peralatan fisik.

Pola Pikir Sistem Sosial Budaya Indonesia


1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Kehidupan Beragama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus dapat
mewujudkan kepribadian bangsa Indonesia yang percaya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Negara Persatuan
Negara Republik Indonesia adalah negara persatuan yang mendasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti bahwa penyelenggaraan kehidupan
negara harus berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni
dan konsekuen. Maka, pembangunan nasional adalah pengamalan Pancasila dan
hakikatnya pembangunan nasional itu adalah pembangunan seluruh manusia
Indonesia dalam kehidupan manusia yang serba cepat dan canggih.
3. Demokrasi Pancasila
Dalam negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan, kehidupan pribadi atau keluarga dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus mampu memilih perwakilannya dan
pemimpinnya yang dapat bermusyawarah untuk mufakat dalam mengutamakan
kepentingan umum diatas kepentingan golongan dan perseorangan demi
terselenggaranya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Karena itu, sistem
menejemen sosial perlu ditegakkan, baik melalui peraturan perundang- undangan
maupun moral.

4. Keadilan Sosial bagi Semua Rakyat


Letak geografis Indonesia, sumberdaya alam, dan penduduk Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus mempunyai politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan yang berkeadilan bagi semua rakyat.
5. Budi Pekerti

6. Setiap pribadi atau keluarga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan


bernegara harus memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Berarti bahwa kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama
dan kepercayaannya itu harus dijamin, dimana pendidikan dan pengajaran menjadi
hak warga negara yang membutuhkan suatu sistem pendidikan nasional. Kebudayaan
Nasional adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat
Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan didaerah-daerahseluruh Indonesia. Kebudayaan harus
menuju kearah kemajuan serta tidak menolak bahan- bahan baru dari kebudayaan
asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.

Pola Tindak Sistem Sosial Budaya Indonesia


1. Gotong Royong
Persatuan dan kesatuan hanya terwujud melalui gotong royong, suatu sikap
kebersamaan dan tenggang rasa, baik dalam duka maupun suka, kehidupan keluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Prasaja
Keadilan sosial bagi seluruh masyarakat tidak akan terwujud apabila kehidupan
yang sederhana, hemat, cermat, disiplin, professional, dan tertib tidak dilaksanakan.
3. Musyarawah untuk Mufakat
Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau perorangan
dapat menemui perbedaan yang tidak yang tidak diakhiri dengan perpecahan atau
perpisahan, maupun pertentangan.

4. Kesatria
Persatuan dan kesatuan, maupun keadilan sosial tidak dapat terwujud tanpa
keberanian, kejujuran, kesetiaan, pengabdian, dan perjuangan yang tidak mengenal
menyerah demi kehidupan bersama.
5. Dinamis
Kehidupan pribadi/keluarga, bangsa dan negara juga bersifat dinamis sesuai dengan
zaman, sehingga waktu sangat penting dalam rangka persatuan dan kesatuan, maupun
keadilan sosial bagi seluruh rakya.

Fungsi Sistem Sosial Budaya Indonesia


1. Dalam Keluarga
Keluarga adalah lahan pembibitan manusia seutuhnya. Keluarga adalah organisasi
alami yang penuh kasih sayang.
2. Dalam Masyarakat
Organisassi sosial kemasyrakatan ini adalah lahan pengkaderan, sebagai keluarga
buatan, gotong royong buatan, yang penuh perbedaan kepentingan.
3. Dalam Berbangsa dan Bernegara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, penyelenggaraan negara
dan pemerintah harus mengutamakan kepentingan umum.

Struktur Sistem Sosial Budaya Indonesia


Raymond firth mengemukakan bahwa konsep struktur sosial merupakan alat analisis yang
diwujudkan untuk membantu pemahaman tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan
sosial. Dasar yang penting dalam struktur sosial ialah relasi-relasi sosial yang jelas penting
dalam menentukan tingkah laku manusia, yang apabila relasi sosial itu tidak dilakukan, maka
masyarakat itu tak terwujud lagi. Struktur sosial juga dapat ditinjau dari segi status, peranan,
nilai-nilai, norma, dan institusi sosial dalam suatu relasi. Nilai adalah pembentukan
mentaliatas yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan
yang hakiki, baik, dan perlu dihargai. Dari pendapat Raymond Firth dan Max Weber, sistem
nilai yang harus diwujudkan atau diselenggarakan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ditemukan dalam proses pertumbuhan pancasila sebagai
dasar falsafah atau ideologi Negara.

Jadi, struktur system sosial budaya indonesia dapat merujuk pada nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila yang terdiri atas:

 Tata nilai
Tata nilai ini meliputi:
 Nilai agama; * Nilai kebenaran; * Nilai moral; * Nilai vital; * Nilai material.[4]
 Tata sosial
NKRI adalah Negara hukum, semua orang adalah sama di mata hukum. Tata hukum di
Indonesia adalah sistem pengayoman yang mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruhu rakyat Indonesia
Tata laku
Dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, maka tata laku harus berpedoman
pada norma-norma yang berlaku, yaitu: norma agama, norma kesusilaan/kesopanan, norma
adat istiadat, norma hukum setempat, norma hukum Negara.

Proses Sistem Sosial Budaya Indonesia


Masyarakat mempunyai bentuk – bentuk struktural yang dinamakan struktur sosial. [5] Struktur
sosial ini bersifat statis dan bentuk dinamika masyarakat disebut proses sosial dan perubahan
sosial. Masyarakat yang mempunyai bentuk – bentuk strukturalnya tentu mengalami pola –
pola perilaku yang berbeda – beda juga tergantung dengan situasi yang dihadapi masyarakat
tersebut.Perubahan dan perkembangan masyarakat yang mengarah pada suatu dinamika
sosial bermula dari masyarakat tersebut melakukan suatu komunikasi dengan masyarakat
lain, mereka membina hubungan baik itu berupa perorangan atau kelompok sosial. Tetapi
sebelum suatu hubungan dapat terjadi perlu adanya suatu proses berkaitan dengan nilai – nilai
sosial dan budaya dalam masyarakat.] Dengan suatu masyarakat yang mengetahui nilai sosial
dan budaya masyarakat lain maka hubungan dapat terbentuk. Maka dapat diartikan bahwa
proses sosial adalah sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama]
Proses sistem sosial budaya Indonesia sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari
proses pembangunan nasional
Pengamalan Pancasila, yang pada hakikatnya pembangunan seluruh rakyat Indonesia.
Maka pada dasarnya proses sistem sosial budaya Indonesia selalu berkaitan
dengan pembangunan nasional di mana ia berlangsung beriringan dengan pebangunan
nasional, bahkan kadang bisa mendahului pembangunan nasional agar masyarakat dapat
menerima pembaharuan sebagai hasil pembangunan nasional.Setelah menyiapkan masyarakat
agar mampu menerima pembangunan, maka kemudian menyiapakan agar manusia dan
masyarakat dapat berperan serta dalam proses pembangunan nasional tersebut dengan
memiliki kualitas sebagai berikut:

 Beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa


 Berbudi pekerti luhur
 Berkepribadian
 Bekerja keras
 Berdisiplin
 Tangguh
 Bertanggung jawab
 Mandiri
 Cerdas dan terampil
 Sehat jasmani dan rohani
 Cinta tanah air
 Memiliki sifat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial
 Percaya pada diri sendiri dan memiliki harga diri
 Inovatif dan kreatif
 Produktif dan berorientasi ke masa depan
Karena pembangunan nasional yang selalu beriringan dengan proses sistem sosial budaya
Indonesia maka jika manusia atau masyarakat ikut serta dalam pembangunan nasional
mereka juga ikut berperan serta dalam proses sistem sosial budaya Indonesia
sehingga komunikasi akan terjadi di antara mereka yang kemudian suatu hubungan dapat
terjalin.[1] Hal ini dapat menyebabkan dinamika sosial terjadi yang akan menuju pada
perubahan dan perkembangan pada masyarakat tersebut yang ke arah lebih baik.[1]

Transformasi Sistem Sosial Budaya Indonesia


Pembangunan nasional merupakan suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan
dalam masyarakat, yaitu transformasi budaya masyarakat agraris tradisional menuju budaya
masyarakat industri modern dan masyarakat informasi yang tetap berkepribadian Indonesia.
Namun sistem feodalisme yang masih bercokol dalam kehidupan masyarakat Indonesia
membawa dampak negatif yakni berupa kelemahan mentalitas. Kelemahan mentalitas ini
dapat menghambat pembangunan nasional.[1]
Menurut Koentjaraningrat terdapat 2 jenis mentalitas dalam masyarakat Indonesia
Mentalitas yang cocok dengan jiwa pembangunan

1. Tidak berspekulasi tentang hakikat kehidupan, karya, dan hasil karya manusia, tetapi


manusia itu bekerja keras untuk dapat makan.[1]
2. Menghargai waktu, artinya selalu memperhitungkan tahapan-tahapan aktivitas dalam
lingkaran waktu.[1]

3. Tidak merasa tunduk pada alam, sebaliknya juga tidak merasa mampu menguasainya.
Hidup harus selaras dengan alam sekelilingnya.[1]
4. Memiliki rasa kehidupan bersama.[1]
5. Pada hakikatnya manusia tidak berdiri sendiri melainkan selalu membutuhkan
bantuan dari sesamanya. Hanya saja sisi negatifnya adalah jangan dengan sengaja
berusaha menonjolkan diri di atas orang lain.[1]
Mentalitas yang tidak cocok dengan jiwa pembangunan

1. Tidak bersumber kepada suatu nilai yang berorientasi terhadap hasil karya manusia
itu sendiri, tetapi hanya terhadap amal dari karya ibarat orang sekolah, tidak
mengejar pengetahuan dan ketrampilan, melainkan mengejar ijazahnya saja.[1]
2. Masih terdapat rasa sentimen yang agak berlebihan terhadap benda-benda pusaka
nenek moyang, mitologi dan banyak hal mengenai masa lampau.[1] Hal ini bukannya
melemahkan mentalitas, hanya saja suatu orientasi yang terlampau banyak terarah ke
zaman dulu akan melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat masa depan.[1]
3. Berspekulasi tentang masalah hubungan antarmanusia dengan alam, serta terlalu
menggantungkan diri pada nasib. Dalam menghadapi kesulitan hidup cenderung
berlari ke alam kebatinan (klenik).[1]
4. Mentalitas yang orientasinya mengarah pada orang yang berpangkat tinggi, senior,
dan orang-orang tua, sehingga hasrat untuk berdiri sendiri dan berusaha sendiri masih
lemah.[1] Seperti rendahnya disiplin pribadi yang murni, orang cenderung taat jika ada
pengawasan dari atas. Juga mentalitas yang selalu menunggu restu dari atasan.[1]
5. Sifat -sifat kelemahan yang bersumber pada kehidupan keragu-raguan dan hidup
tanpa orientasi yang tegas antara lain:

 Sifat mentalitas yang meremehkan mutu


 Sifat mentalitas yang suka mengambil jalan pintas
 Sifat kurang percaya diri
 Sifat tidak berdisiplin murni
 Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh
Agar perubahan tata laku, tata sosial dan tata nilai dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara tetap mendukung keberhasilan pembangunan nasional, perlu
diciptakan pranata-pranata sosial yang dapat mendukung proses transformasi system
sosial budaya Indonesia

1. Mewajibkan sebagai syarat suatu nilai budaya yang berorientasi ke masa depan
2. Sifat hemat dan hasrat untuk bereksplorasi dan berinovasi
3. Pandangan hidup yang menilai tinggi hasil karya

4.Sikap lebih percaya kepada kemempuan sendiri


5.Berdisiplin murni dan berani bertanggung jawab sendiri
6.Menghilangkan rasa, kepekaan terhadap mutu dan mentalitas mencari jalan pintas
7.Mengatasi penyakit-penyakit sosial budaya yang parah, seperti krisis otoritas, krisis
ekonomi yang berkepanjangan, kemacetan administrasi, dan korupsi secara
menyeluruh yang sekarang masih mengganas dalam masyarakat
Cara mengubah mentalitas yang lemah

1. Memberi contoh yang baik.] Asumsinya ialah karena banyak orang Indonesia


mempunyai mentalitas beorientasi kearah pembesar-pembesar, maka asal saja orang-
orang pembesar itu memberi contoh yang benar dari atas, itu dapat dikembangkan,
misalnya sifat hemat dll.
2. Memberi perangsang yang cocok sebagai motivasi. Motivasi dapat untuk
menggerakkan orang untuk bersikap. Contoh, yaitu perangsang yang bisa mendorong
orang menjadi lebih berhasrat untuk menabung uangnya di bank adalah tentu tidak
hanya bunganya yang menarik misalnya, namun perlu ada perangsang lain, yaitu
pelayanan yang baik.
3. Melaksanakan persuasif dan penerangan merupakan jalan lain yang sebenarnya harus
di intensifkan oleh para ahali penerangan dan ahli media masa, karena meraka
mempunyai imajinasia yang besar.]
4. Menanamkan suatu mentalitas pembangunan yang baru.
5. Hal itu tentunya hanya mungkin pada generasi yang baru,yaitu anak-anak yang harus
diasuh dan dibina dengan kesadaran yang tinggi agar 15 tahun lagi mereka akan
menjadi manusia Indonesia baru yang bangga akan usaha dan kemampuannya
sendiri, mempunyai hasil karya yang tinggi, mempunyai rasa disiplin, berani
bertanggung jawab sendiri dan mempunyai perasaan yang peka terhadap mutu.

B. CONTOH SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA

1. Keberagaman suku bangsa Suku bangsa merupakan suatu kelompok masyarakat yang
memiliki asal-usul, tempat asal, dan kebudayaan yang sama. Dengan bentuk negara yang
sangat luas, yang terdiri atas berbagai macam pulau maka tak heran terdapat banyak sekali
suku bangsa di Indonesia.

2. Keberagaman bahasa Sama halnya seperti suku bangsa, tiap-tiap daerah memiliki
bahasanya sendiri yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Terdapat banyak sekali bahasa
daerah di Indonesia, yakni: bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Padang, dan lain
sebagainya.

3. Keberagaman rumah adat Contoh keragaman sosial budaya di Indonesia juga bisa
dilihat dari rumah adatnya. Biasanya rumah adat dibuat sesuai dengan letak geografis suatu
daerah dan juga nilai-nilai pada kelompok tersebut. Jenis rumah adat yang ada di Indonesia:
rumah Joglo, rumah Gadang, rumah Limas, rumah Badui, dan lain-lain.

4. Keberagaman pakaian adat Pakaian adat daerah merupakan salah satu unsur
kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merupakan ciri khas dan identitas diri dari
tiap daerah. Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki baju adatnya masing-masing.
5. Keberagaman tarian daerah Keberagaman tarian dalam setiap daerah juga dipengaruhi
oleh unsur budaya dan nilai kebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya. Contoh tarian
daerah adalah sebagai berikut: tari Seudati, tari Zapin, tari Piring, tari Jaipong, dan tari Yapong.

6 Keberagaman alat musik Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki keragaman alat musik
tradisional. Alat musik ini biasanya digunakan pada saat ada pementasan tari atau upacara adat.
Contoh dari alat musik tradisional: Angklung, Calung, Kecapi, Sasando, Kolintang, dan Gamelan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Keberagaman sosial budaya disebabkan oleh beragamnya suku bangsa serta


kekayaan budaya di Indonesia.

Dalam keberagaman ini, antar masyarakat sangat perlu dan wajib untuk hidup
harmoni supaya mencegah terjadinya konflik atau hal semacamnya.
Mengutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), hidup
harmoni berarti hidup dengan menjaga kerukunan, senantiasa bertoleransi, saling
menghormati antar masyarakat serta saling bekerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Zainal Muttaqin. 2010. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Banten: Universitas Serang Raya.
hal 15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30
Paul B. Horton. 1987. "Sosiologi". Jakarta:Erlangga. Hal 246,247,248,249,250

George Ritzer. 2012. Teori Sosiologi. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Hal


1031,1032,1033,1036,1037,1038

Koentjaraninggrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Renaka Cipta. Hal 288,289

George Ritzer. 2012. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal 505, 506, 507, 508, 509,
550,558,559, 560

Anda mungkin juga menyukai