Anda di halaman 1dari 18

ISU-ISU AL-QUR’AN KONTEMPORER

AJARAN ISLAM DAN BUDAYA

Disusun Oleh Kelompok 06:

Tia Warohma (1910304006)

Fikri Aidi Maulana (2020304026)

Annisa Putri (2020304023)

Lisa Adati Karima (1920304030)

DOSEN PENGAMPU :

Deddy Ilyas, M. Us

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USLUHUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2022
Kata Pengantar

Segala Puji Bagi Allah Swt Yang Masih Memberikan Kesehatan dan kesempatannya Kepada
Saya Sebagai Penulis Makalah Ini. Sehingga Saya dapat Membuat dan Menyelesaikan Makalah
Ini Yang Berjudul Ajaran Islam Dan Budaya Dengan lancar.

Berikut Ini Saya Sebagai Penulis Mempersembahkan Maklah ini sebagai karya tulis dalam
memenuhi tugas Isu-isu Al-Qur’an Kontemporer. Adapun Saya sebagai penulis mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan masyarakat umum.Khsususnya bagi diri
saya sendiri sebagai penulis makalah ini. Dengan saya juga menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini karena saya sendiri masih tahap belajar. Dengan
demikian saya sebagai penulis terbuka menerima semua kritikan dan saran dari pembaca
makalah ini. Demikianlah makalah ini saya buat dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat umu ataupun pembacanya dan terkhusus bagi diri saya sendiri.

Palembang, 02 Oktober 2022.

Penulis.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persentuhan agama Islam dengan kebudayaan asli Indonesia, tentu merupakan pembahasan
yang menarik, di mana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi semesta alam, dan
dalam kehadirannya di muka bumi ini, Islam berbaur dengan beragam kebudayaan lokal (local
culture), sehingga antara Islam dan kebudayaan lokalpada suatu masyarakat tidak bisa
dipisahkan, keduanya merupakan bagian yang saling mendukung dan menguatkan.

Islam tetap menghargai keberagaman kebenaran yang ada dalam masyarakat,


termasuk keberagaman budaya yang dimiliki suatu masyarakat. Islam Indonesia merupaka
perumusan Islam dalam konteks sosio-budaya bangsa yang berbeda dengan pusat-pusatIslam di
Timur Tengah. Kenyataan ini bukanlah peristiwa baru, melainkan berlangsung semenjak awal
masuknya agama yang diserukan Muhammad ini ke bumi Nusantara. Senada dengan pernyataan
Quraish Shihab, Richard Bulliet pernah menyatakan hipotesisnya bahwa,”Sekarang waktunya
untuk melihat Islam dari jendela Jakarta, Kuala Lumpur,atau Teheran, bukan lagi dari jendela
Baghdad, Damaskus, atau Kairo.” Tulisan ini akan mencoba menguraikan tentang persentuhan
agama Islam dengan kebudayaan asli Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Ajaran Islam dan budaya?

2. Bagaimana hubungan pertlin antr Islam dan budaya?

3. Bagaimana saja bentuk budaya keislaman masyarakat Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Ajaran Islam dan budaya.

2. Mengetahui hubungan pertlin antr Islam dan budaya.

3. Mengetahui saja bentuk budaya keislaman masyarakat Indonesia


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ajaran Islam dan Budaya

1. Pengertian Ajaran Islam

Islam merupakam kata yang berasal dari bahasa Arab, yaitu salama berarti selamat,
damai dan sentosa1. Asal kata itu dibentuk dari kata aslama, Islaman, yuslimu yang artinya
memelihara dalam keadaan sentosa, yang artinya juga menyerahkan diri, patuh, tunduk dan taat.
Untuk itu, secara antropologis kata Islam telah tergambarkan kodrat manusia sebagai makhluk
yang patuh dan tunduk pada Tuhan. Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi
MuhammadSAW. Kita percaya bahwa wayu tersebut terdiri atas dua macam yaitu wahyu yang
berbentuk Al-Qur’an dan wahyu yang berbentuk Hadits atau sunnah Nabi MuhammadSAW 2.

Secara istilah, Islam adalah nama bagi agama dimana yang ajaran-ajarannya merupakan
wahyu Tuhan melalui Rasul kepada manusia. Lebih tegasnya lagi Islam merupakan ajaran-ajaran
yang diwahyukan oleh Tuhan kepada seorang manusia melalui Nabi Muhammad Saw, seorang
Rasul. pada hakikatnya Islam mengajak kepada ajaran-ajaran yang tidak hanya dari satu segi,
akan tetapi tentang segala segi dari kehidupan manusia.

Pada hakikatnya, Ajaran Islam merupakan kumpulan dari berbagai prinsip-prinsip


kehidupan, ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia dapat menjalankan kehidupannya di
dunia yang fana ini, satu prinsip dengan yang lainnya saling terkait sehingga membentuk satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Bukan bahwa ada satu nilai yang dapat berdiri
sendiri.

2. Pengertian Budaya

1
Eman Supriatna, Islam dan Kebudayaan (Tinjauan Penetrasi Budaya Antara Ajaran Islam dan Budaya
Lokal/Daerah), Jurnal Soshum Insentif.Volume 2, No. 2, Tahun 2019. hal. 282.

2
H.LebbaKadorrePongsibanne, ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Kajian Antropologi Agama, ,(Jakarta: Kaukaba
Dipantara).2017. hal. 20@@
Budaya atau kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan budi ,manusia dalam
menggapai, merespons, dan mengatasi tantangan alam dan lingkungan dalam upaya mencapai
kebutuhan hidupnya. Dengan akal inilah manusia membentuk sebuah kebudayaan. Konsep awal
tentang kebudayaan berasal dari E.B. Tylor yang mengemukakan bahwa culture atau civilization
itu adalah complex whole includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other
capabilities and habits acquired by man as a member of society. Batasan tentang kebudayaan ini
mengemukakan aspek kebendaan dan bukan kebendaan itu sendiri atau materi dan nonmateri,
sebagaimana Tylor kemukakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan kemampuan-kemampuan lainnya serta
kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat3.

Kebudayaan merupakan semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam hidup
bermasyarakat. Dalam arti luas, kebudayaan merupakan segala sesuatu di muuka bumi ini yang
keberadaannya diciptakan oleh manusia. Demikian juga dengan istilah lain yang mempunyai
makna sama yakni kultur yang bersal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengerjakan atau
mengolah, sehingga kultur atau budaya di sini dapat diartikan sebagai segala tindakan manusia
untuk mengolah atau mengerjakan sesuatu4.

Istilah “kebudayaan” atau “budaya” sendiri adalah kata yang sering dikaitkan dengan
Antropolog. Akan tetapi, tentu saja Antropologi tidak mempunyai hal eksklusif untuk
menggunakan istilah ini5. Sosiologi juga menggunakan dan mengkaji masalah kebudayaan
karena kebudayaan tak lepas dari hubungan antara sesama manusia dalam masyarakat. Namun
harus diakui bahwa konsep kebudayaan memang sangat sering digunakan oleh antropologi dan
telah tersebar ke masyarakat luas bahwa antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering
disebut dengan kebudayaan6. Salah satu definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang
ahli bernama Ralph Linton yang memberikan definisi kebudayaan yaitu; kebudayaan adalah
seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak mengenai sebagian dari cara

3
Herminanto dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 72

4
Aan Komariyah.Visionary Leadership menuju sekolah efektif (Jakarta:Bumi Aksara, 2005), h. 96.

5
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2000), h. 181.

6
Aris Widodo, Islam dan budaya Jawa, (Jawa Tengah: Kaukaba), 2016
hidup itu, yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan.
Dengan demikian kebudayaan bisa berarti anggapan masyarakat tentang sebuah kebiasaan yang
memiliki nilai.

Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan budaya yaitu;
pandangan yakni; pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat 7, dan jika menggunakan pendekatan
antropologi yaitu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa budaya adalah suatu
sitem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam sehari-hari bersifat abstrak. Sedangkan perwujudannya ialah berupa perilaku,
dan benda- benda yang bersifat nyata yakni, pola perilaku, bahasa, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain. Yang kesemuannya ditunjuk untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

Pemahaman akan masyarakat dan kebudayaan seperti dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan8. Berbicara budaya dan kebudayaan tidak akan bisa lepas dari masyarakat, karena
budaya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat. Dalam proses pergaulannya
masyarakat akan menghasilkan budaya yang selanjutnya akan dipakai sebagai sarana
penyelenggara kehidupan bersama. Dengan demikian, tidak mungkin ada masyarakat yang tidak
memiliki budaya karena hakikatnya peradabanmanusia berasal dari kebudayaan yang
dimilikinya.

Dari uraian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa budaya adalah sebuah
pandangan hidup yang berupa nilai-nilai atau normamaupun kebiasaan yang tercipta dari hasil
cipta, karya dan karsa dari suatu masyarakat atau sekelompok orang yang di dalamnya bisa berisi

7
15 KBBI Online

8
Badrudin, ANTARA ISLAM DAN KEBUDAYAAN, BAGIAN 2: FILSAFAT ISLAM, KEARIFAN LOKAL &
INTERAKSI ANTARBUDAYA. Hal. 224
pengalaman atau tradisi yang dapat mempengaruhi sikap serta perilaku setiap orang atau
masyarakat. Dan praktis sebuah kebudayaan identik yang melekat pada komunitas masyarakat9.

B. Hubungan antara Islam dan Kebudayaan

Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya
mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan
manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan
adalah salah satu dari sisi penting dari kehidupanmanusia, dan Islampun telah mengatur dan
memberikan batasanbatasannya.

Islam adalah agama yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan alam. Islam adalah ajaran yang mengajarkan kebenaran
dan kebaikan sehingga mereka bisa hidup dengan rukun tanpa ada gangguan. Islam sebagai
sistem keyakinan dapat menjadi sebagian nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat
bersangkutan, menjadi pendorong dan pengendali agar masyarakat tersebut tetap sesuai dengan
kaidah-kaidah kehidupan manusia. Sehingga Islam dan budaya dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan normatif dan kemaslahatannya.

Agama Islam sejak kehadiranya di muka bumi ini, telah memainkan peranannya sebagai
salah satu agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Ini, tentunya membawa Islam sebagai
bentuk ajaran agama yang mampu mengayomi keberagaman umat manusia dimuka bumi ini.
Islam sebagai agama universal sangat menghargai kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat,
sehingga kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat tidak bertentangan, melainkan Islam
dekat dengan kehidupan masyarakat, di sinilah sebenarnya, bagaimana Islam mampu
membuktikan dirinya sebagai ajaran yang lentur di dalammemahami kondisi kehidupan suatu
masyarakat.

Hal ini pun terjadi di Indonesia, di mana Islam yang ada di Indonesia merupakanhasil
dari proses dakwah yang dilaksanakan secara kultural, sehingga Islam di Indonesia,mampu
berkembang dan menyebar serta banyak dianut oleh mayoritas masyarakatIndonesia dalam
9
Basori, ANTARA BUDAYA DAN AGAMA; Menegaskan Identitas Islam Nusantara, Jurnal Madania: Volume 7 : 1,
2017. hal.
waktu yang cukup singkat. Karena kehadiran Islam di Indonesia yangpada saat itu budaya lokal
sudah dianut masyarakat Indonesia mampu masuk secarahalus tanpa kekerasan, hal ini berkat
dari ajaran Islam yang sangat menghargai akan pluralitas suatu masyarakat.

Banyak kajian sejarah dan kajian kebudayaan yang mengungkap betapa besar peran
Islam dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat di pahami, karena Islam
merupakan agama bagi mayoritas penduduk Indonesia. Bahkan dalam per- kembangan budaya
daerah terlihat betapa nilai-nilai budaya Islam telah menyatu dengan nilai-nilai budaya di
sebagian daerah di tanah air, baik dalam wujud seni budaya, tradisi,maupun peninggalan fisik.
Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peranIslam dalam terbentuknya wawasan
persatuan dan kesatuan bangsa telah dibuktikandalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung
bagi berbagai kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim10.

Agama Islam pada prinsipnya sangat menghargai beraneka ragamnya budaya lokal yang
ada, sehingga menjadikan agama Islam sebagai agama yang beragam dalam tataran ritualnya.
Dalam kenyataan sosial, ajaran agama Islam mampu mewarnai keberadaan budaya suatu
masyarakat, sehingga budaya lokal yang dianut oleh suatu masyarakat cenderung untuk
beraktualisasi dengan ajaran agama Islam di dalam tata pelaksanaan ritualnya.

Ketika Islam masuk ke Nusantara ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, pada waktu
itu hampir secara keseluruhan dunia Islam dalam keadaan mundur. Kedua, sebelum datangnya
Islam ke Nusantara agama Hindu-Budha dan kepercayaan asli yang berdasarkan animisme dan
dinamisme telah berakar di kalangan masyarakat Nusantara, khususnya di Jawa. Upacara-
upacara seperti nelung dino, mitung dino, matang puluh, nyatus, mendhak, sewu yang
merupakan tradisi pra Islam dalam rangka menghormati kematian sesorang tidak begitu saja
dihilangkan oleh para mubalig, tetapi dibiarkan berlanjut dengan diwarnai dan diisi dengan
unsur-unsur dari agama Islam. Sikap toleran dan akomodatif terhadap kepercayaan budaya
setempat membawa dampak negatif yaitu singkritisme.

10
Deni Miharja, Persentuhan Agama Islam dengan Kebudayaan Asli Indonesia, MIQOT Vol. XXXVIII No. 1 Januari-
Juni 2014. Hal. 205
Selain itu, budaya yang berkembang di Indonesia juga merupakan proses dari akulturasi
berbagai macam budaya. Dalam beberapa aspek proses akulturasi budaya terjadi secara damai
(penetarion pacifique) satu sisi ada kalanya budaya Islam yang dominan, tapi di sisi lain budaya
asli mendominasi percampuran budaya itu. Proses percampuran berbagai macam budaya itu
dapat ditemukan sebagai berikut:

 Didominasi oleh budaya Islam. Hal ini dapat dilihat dalam ritual Islam, seperti peralatan
yang digunakan saat sholat (sajadah, tasbih dan sebagainya), kelembagaan zakat, waqaf,
dan perurusan pelaksanaan haji;

 Percampuran antara kedua budaya seperti bangunan masjid, bentuk joglo, pakaian, lagu
qasidah, tahlil dan sebagainya; dan

 Membentuk corak kebudayaan sendiri, seperti sistem pemerintahan (Pancasila), sistem


permusyawaratan dan sebagainya11.

Tradisi menyelaraskan antara Islam dan budaya telah berlangsung sejak awal
perkembangan Islam di Nusantara. Dalam kehidupan keberagaman, kecenderungan untuk
mengakomodasikan Islam dengan budaya setempat telah melahirkan kepercayaan-kepercayaan
serta upacara-upacara ritual.

Dapat dipahami konsepsi Islam dalam merasuki masing-masing budaya di Indonesia


yakni budaya yang Islam juga Islam yang berbudaya. Islam hadir di penjuru nusantara tidak
semerta-merta mengeliminasi budaya yang ada, akan tetapi memfilter kesesuaian budaya dengan
ajaran syari‟at Islam. Islam bisa jadi penguat budaya bahkan bisa jadi pelurus kebudayaan yang
menyimpang dengan ajaran Islam. Dan pada tahap akhir pembahasan ini, penulis meyakini
kuatnya pertalian antara agama dan budaya terutama Islam di nusantara Indonesia.

C. Pengaruh Islam terhadap Budaya Indonesia


Budaya Islam; nilai-nilai islam, teologi (sistem kepercayaan), pemikiran, dan praktek
ibadah yang bersifat qath’i, juga dianggap sebagai ajaran islam yang bersifat lokal-Arab.
Sementara budaya Indonesia adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan sistem nilai yang
memiliki karakteristik tertentu, seperti keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda, terbuka,

11
Abdul Karim, Islam Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publishers, 2007), h.114
egaliter, tidak merasa paling tinggi satu sama lain, sopan-santun, tata krama, toleransi, weruh
saduruning winarah dansuwuk, hamengku, hangemot, dan hangemong. Jadi, ini adalah unsur-
unsur budaya islam dan nusantara.
Berdasarkan data, ditemukan 26 “ungkapan penghubung” yang menunjukkan bahwa
Islam mempengaruhi budaya Indonesia. Sedangkan ungkapan yang menunjukkan adanya
keseimbangan antar keduanya ada 13. Sementara hanya ada hanya ada 3 ungkapan yang
menunjukkan budaya lokal memengaruhi Islam. Dengan demikian, hubungan keduanya bisa
dipetakan menjadi tiga yaitu:
 Pertama, Islam adalah agama yang datang ke nusantara dengan tujuan mengislamkan
masyarakatnya. Islam hadir untuk memengaruhinya. Ini dapat dilihat dari ungkapan yang
menjelaskan IN sebagai konsep bahwa Islam dengan nilai-nilainya itu yang
mempengaruhi. Mirip dengan kaidah dalam kitab fikih, fath al-Mu’in; yang mendatangi
itu lebih diunggulkan daripada yang didatangi. Dalam hubungan ini, budaya yang dibawa
Islam untuk memengaruhi Nusantara adalah sistem nilai subtantif atau universal, teologi,
dan ritual Ibadah yang sifatnya pasti. Sementara budaya Islam yang bersifat fisik dalam
pengertian sosiologis seperti cara berpakaian, berjilbab, dan nada membaca Alquran
(langgam) dianggap sebagai budaya Arab yang tidak perlu dibawa ke Nusantara. Konsep
inilah yang ditonjolkan IN sebagaimana dijelaskan Moqsith (sebagai metodologi) dengan
ungkapan “melabuhkan”.“Islam Nusantara datang bukan untuk mengubah doktrin Islam.
Ia hanya ingin mencari cara bagaimana melabuhkan Islam dalam konteks budaya
masyarakat yang beragam. Islam nusantara bukan sebuah upaya sinkretisme yang
memadukan Islam dengan “agama Jawa”, melainkan kesadaran budaya dalam berdakwah
sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendahulu kita walisongo Hal senada juga
dijelasakan oleh Oman Fathurrahman (Islam empirik yang terindegenisasi):
kontekstualisasi, indigenisasi, vernakularisasi, Afifuddin Muhajir (fikih Nusantara): Islam
membumi di Nusantara, Irham (Islam faktual): menyebarkan Islam, Islam
diimplementasikan dan dikembangkan di Nusantara dan Ishom Yusqi (IN sebagai
istilah/pendekatan): menyempurnakan budaya Bila dicermati, istilah-istilah di atas
menghasilkan tiga (3) pola, sebagaimana diungkapkan Quraish Shihab (Islam subtantif)
dengan menyebut tiga akulturasi budaya, yaitu menolak budaya setempat, merevisi
budaya setempat, dan menyetujui budaya setempat. Tiga hal ini dilakukan IN dengan
sangat hati-hati dan secara  bertahap sehingga membutuhkan puluhan tahun atau
beberapa generasi. Pengaruh ini tidak untuk merusak atau menantang budaya Indonesia,
tapi untuk memperkaya dan mengislamkan budaya tersebut.
 Kedua, pada tataran ini Islam dan budaya Indonesia dalam posisi seimbang. Islam
merasa sejajar dengan budaya lokal bisa dimaknai tiga pengertian. (1) Islam memiliki
budaya fisik-sosiologis yang memilki karakteristik ke-Arab-an bisa digabung dengan
budaya lokal, sehingga memunculkan budaya baru. Misalnya, lembaga pendidikan
pesantren dan tulisan pegon (gabungan dari budaya tulisan Arab dengan bahasa
Nusantara). Mahrus mengungkapan “adaptasi” berikut: “Di Jawa terdapat aksara carakan,
dan pegon dengan bahasa Jawa, Sunda, atau Madura, yang diadaptasi dari aksara dan
bahasa Arab. Di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, terdapat aksara Jawi dengan bahasa
Melayu, dan aksara/bahasa lokal sesuai sukunya, Bugis, Batak, Jelas sekali, ada kekhasan
dalam Islam Nusantara pada soal adaptasi dan akulturasi aksara/bahasa” Selanjutnya, (2)
Islam dan budaya lokal seimbang dalam wilayah nilai-nilai universal. Sebagimana
dijelasakan Ishom Syauqi, bahwa Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya dan
peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universal keislaman dan
kenusantaraan. Di sini, nilai Islam dan kenusantaraan sejajar, sehingga keduanya
menghasilkan peradaban baru. (3) Islam merasa sejajar dalam wilayah teologis (sistem
kepercayaan) dan peribadatan dengan budaya lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada
saling sapa melainkan saling menghormati atau toleransi. Ini dibuktikan dengan adanya
UUD dan Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara Indonesia.
 Ketiga, budaya lokal memengaruhi Islam. Budaya Indonesia sebagai “tuan rumah” aktif
dalam menjaga, memberi tempat, dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini
menunjukkan bahwa ketika masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan dalam posisi
tertentu sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam
hanya diperbolehkan masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain12.
D. Bentuk Kebudayaan Lokal yang Bersifat Keislaman

Adapun bentuk kebudayaan lokal yang bersifat keislaman antara lain sebagai berikut:
1. Tahlilan
12
Luthfi, K. M. (2016). Islam Nusantara: Relasi islam dan budaya lokal. SHAHIH: Journal of Islamicate
Multidisciplinary, 1(1), hlm. 7-9.
Kata tahlilan berdasarkan sudut pandang estimologis berasal dari kata bahasa Arab - ‫هل‬
‫ تهليال‬- ‫ل‬BBB‫ يه‬yang memiliki arti senang, gembira. Dan kata tahlil sendiri memiliki arti
mengucapkan kata Laa Ilaaha Illallah (Anis, dkk, 2003)13. Menurut KBBI bahwa kata tahlil
merupakan pengucapan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah) secara
berulang-ulang. Dan apabila ditambah dengan imbuhan ―an atau tahlilan maka bergeser makna
menjadi serangkaian acara yang didalamnya terdapat bacaan-bacaan seperti tahlil, tasbih, tahmid,
takbir dan bacaan Al-Qur‘an juga sholawat dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dan memohon rahmat dan ampunan bagi sang jenazah atau mayat.
Pada dasarnya tahlil merupakan zikir yang sering dilakukan oleh umat Islam,
sebagaimana zikir yang lainnya seperti Takbir (Allahu Akbar), Tahmid (Alhamdulillah), Tasbih
(Subhanallah).

Berdasarkan istilah maka kata tahlilan memiliki arti membaca kalimat thayyibah secara
bersama-sama yang didalamnya terdapat bacaan tahlil, tahmid, tasbih. Takbir dan juga bacaan
Al-Qur‘an serta shalawat dan mendoakan sang mayit atau jenazah. Dan tahlilan ini biasanya
dilaksanakan di kediaman keluarga yang ditinggalkan atau di masjid dearah sang mayit dahulu
tinggal (Warisno, 2017).

Tahlilan biasanya dilaksanakan pada hari ke-1 hingga hari ke-7 setelah meninggalnya
Jenazah. Lalu dilanjutkan pada hari ke-40 dan hari ke-100 setelah meninggalnya Jenazah. Lalu
untuk waktu berikutnya diperingati setiap tahun pada hari meninggalnya Jenazah atau biasa
disebut dengan haul.

Meskipun secara bahasa bahwa kata tahlil adalah hanya membaca lafadz laa Illaha
Illallah tapi pada kenyataan di masyarakat tidak hanya lafadz tersebut saja yang dibaca, tetapi
banyak bacaan-bacaan lain yang dibaca pada saat melakasanakan prosesi tahlilan tersebut.

Seperti membaca sholawat terhadap Nabi SAW, membaca puji-pujian atau tahmid,
membaca tasbih, takbir, membaca Al-Qur‘an (biasanya membaca Surat Yasin), istighfar dan
do‘a. Bahkan beberapa ada yang menghatamkan Al-Qur‘an pada prosesi tahlilan tersebut dengan

13
Andi Warisno, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi , Jurnal RI‟AYAH, Vol. 02, No. 02 Juli-
Desember 2017. Hal. 71
cara membagi Juz yang ada dalam Al-Qur‘an kepada masyarakat yang hadir. Jika jumlahnya
banyak bisa hatam Al-Qur‘an lebih dari 1 kali dan diniatkan semoga pahala hatam Al-Qur‘an
tersebut sampai kepada sang Jenazah14.

2. Halal Bi Halal

Halal bihalal ialah kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata halal, yang di
tengahnya terdapat satu huruf (kata penghubung) yaitu ba’ (baca/bi). Sedangkan istilah halal
bihalal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki makna hal maaf memaafkan setelah
menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, yang biasa diadakan dalam sebuah tempat oleh
sekelompok orang. Sedangkan makna berhalal bihalal artinya bermaaf-maafan pada waktu
lebaran. Dengan demikian dalam halal bihalal berarti terdapat unsur silaturahim. Namun makna
halal bihalal bisa menjadi luas jika dianalisis dengan berbagai macam aspek dan sudut pandang15.

Tradisi-tradisi dalam merayakan hari raya idul fitri ini tidak biasa dilakukan di negara-
negara Arab meskipun Rosulullah saw memberi contoh tradisi mengunjungi kerabat pada hari
raya. Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Rasulullah saw melewati jalan yang berbeda untuk
berangkat dan pulang dari sholat Ied. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa di antara sebabnya adalah
karena beliau saw mengunjungi kerabat-kerabat beliau baik yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal setiap hari raya. Namun apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini tidak
menjadi tradisi yang dijaga oleh bangsa Arab sampai hari ini.

Tidak salah jika Umar Kayam menyebut tradisi lebaran merupakan tradisi khas kaum
Muslimin Indonesia. Hal ini tak lepas dari tradisi dan kebudayaan masyarakat Jawa yang
kemudian oleh para ulama dipadukan dengan nilai-nilai keIslaman. Menurut Umar Kayam,
tradisi lebaran ini awalnya dilakukan oleh kaum Muslimin di Jawa, baru kemudian menyebar dan
saat ini dipraktikkan oleh kaum Muslimin di seluruh Indonesia.
14
Achmad Royhan Choidab dkk,a Interaksi Agama dan Budaya di Masyarakat, (Bandung: Prodi S2 Studi Agama-
Agama) 2020. Hal. 21-23

15
Eko Zulfikar, Tradisi Halal Bihalal Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 14, No.
2, Tahun. 2018. hal. 30
Saat ini, kaum Muslimin yang bukan berasal dari suku Jawa juga melakukan sungkem
kepada orang tua di hari raya. Sungkem merupakan tradisi khas Jawa. Sejarah tentang sungkem
ini setidaknya bisa dilacak sejak zaman Adipati Arya Mangkunegara I, yang juga bergelar
pangeran Sambernyawa, ketika ia memimpin Surakarta. Pada hari raya Idul Fitri ia biasa
mengumpulkan para punggawa dan prajurit di pendopo istana untuk sungkem kepada raja dan
permaisuri. Sejak saat itu, tradisi mencium tangan para sesepuh sambil duduk di hadapan mereka
atau sungkem menjadi tradisi yang dilakukan pula oleh masyarakat luas.

Selain hal-hal di atas, belakangan muncul istilah halal bihalal yang dalam kamus besar
bahasa Indonesia berarti “Maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan,
biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang”.

Halal bihalal memang memiliki arti yang lebih khusus dari lebaran atau riyaya, karena ia
merupakan sebuah acara yang diadakan secara khusus, di sebuah tempat khusus. Adapun
mengunjugi kerabat atau teman di hari raya biasanya disebut sejarah atau ziarah lebaran, dan
riyayan (berlebaran), bukan halal bihalal.

Menurut Geertz lebaran atau riyaya merupakan penampakan paling menonjol dari budaya
Jawa yang dikatakannya sangat toleran terhadap keragaman ideologi dan agama. Sifat toleran ini
disebutnya sebagai karakteristik fundamental budaya Jawa. Dan Riyaya pulalah yang
menyatukan semua orang baik dari kalangan santri, abangan, maupun priyayi. Lebaran
disebutnya memiliki makna yang sangat personal bagi orang Jawa di mana orang-orang yang
kedudukannya lebih rendah sungkem kepada orang yang kedudukannya lebih tinggi, seperti16
anak kepada orang tua, santri kepada kiyai, dan sebagainya. Sungkem dan mengunjungi rumah
sesepuh serta kerabat untuk maaf-maafan ini dikatakan oleh Geertz sebagai inti dari perayaan
Riyaya.

Apa yang diungkapkan oleh Geertz ini ada benarnya jika acara halal bihalal digunakan
sebagai pengganti tradisi riyayan, sungkeman, dan saling mengunjungi rumah kerabat dan
tetangga, sehingga tradisi-tradisi unik dalam berlebaran tak bisa dirasakan lagi. Beberapa

16
Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ensiklopedi Islam Nusantara. (Jakarta:
Kemenag RI) 2018. Hal. 115-117
keluarga kaya memang lebih suka mengadakan acara halal bihalal yang dikemas dalam bentuk
reuni keluarga besar, yang bersifat ekslusif.

Tapi tidak semua halal bihalal menghilangkan tradisi riyaya, karena sekolah-sekolah,
madrasah, kantor, bahkan majelis ta’lim yang biasa mengadakan halal bihalal tidak
menjadikannya sebagai pengganti tradisi lebaran. Tradiri riyayan tetap dilaksanakan, baru setelah
selesai kupatan, halal bihalal diadakan.

3. Selamatan

Selamatan atau selametan sejatinya adalah sebuah budaya yang sudah berlangusng lama
di Indonesia. Acaranya biasanya memanjatkan doa keselamatan dan diakhiri makam bersama.
Selamatan menandakan keunikan Islam di Indonesia. Meski sudah ada dan dijalankan sebelum
Islam berkembang di Indonesia, selamatan tetaplah bukanlah bentuk baru dalam ritual Islam.
Selametan sebagai kembang dari peradaban Islam di Indonesia sesungguhnya punya nilai yang
agung dan sangat dibutuhkan oleh manusia17.

Kata selametan, sebagaimana banyak bahasa Indonesia lain berasal dari bahasa serapan,
Arab; salamah yang berarti selamat, tidak dalam bahaya. Selamatan sendiri, meski sering
dikaitkan dengan tradisi sebelum Islam datang dalam berbagai bentuknya; ruwahan, suronan dan
sebagainya tetaplah tidak melanggar syariat Islam itu sendiri. Bahwa ada bentuk bentuk yang
sinkretisme atau akulturasi budaya yang belum bisa memisahkan atau meninggalkan sama sekali
–unsur-unsur animism seperti kepercayaan – kepercayaan pada ruh, mungkin masih ada,
mengingat itu semuanya tidak melulu berasal dari dinamisme dan animism. Misalnya setelah dua
kepercayaan itu dan sebelum Islam datang, ada agama yang dipeluk oleh orang Indonesia yaitu
Hindu atau Budha.

Namun selametan sendiri adalah sesuatu yang tidak dilarang dalam Islam dan
mempunyai titik temu dalam perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan dalam Islam. Terkait
dengan itu, jika melihat perayaan, atau adat istiadat atau selametan di Indonesia, maka ada
beberapa kategori yaitu; Selametan biasanya dilakukan dalam berbagai bentuk dan penanda;

17
A. Kholil, Agama dan Ritual Slametan. Jurnal el-Harakah, Vol. 11, No.1, Tahun 2009. Hal.93
1) Selametan karena kelahiran, kematian dan perkawinan.

2) Selametan karena adanya suatu peristiwa yang berkaitan dnegan hari besar Islam

3) Selamatan karena mempunyai barang-barang baru atau peristiwa-peristiwa besar


dalam hidupnya

Dalam konteks ini kita bisa melihat bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang
guyub, suka berkumpul, terbukti dengan banyaknya kegiatan atau acara selametan sejak
seseoarng itu masih dalam kandungan sampai beberapa tahun dari kematiannnya. Satu hal yang
harus diingat adalah bahwa selametan dalam kontek ini bersifat sunnah, boleh dan bukan
merupakan suatu kewajiban. Sebab, selametan itu terkait bebrapa hal; makanan yang harus
disediakan oleh orang yang mempunyai hajat selametan; waktu, tempat, makanan dll18.

BAB III

KESIMPULAN

Ajaran Islam merupakan kumpulan dari berbagai prinsip-prinsip kehidupan, ajaran


mengenai bagaimana seharusnya manusia dapat menjalankan kehidupannya di dunia yang fana
ini, satu prinsip dengan yang lainnya saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh
dan tidak dapat dipisahkan. Budaya adalah sebuah pandangan hidup yang berupa nilai-nilai atau
normamaupun kebiasaan yang tercipta dari hasil cipta, karya dan karsa dari suatu masyarakat
atau sekelompok orang yang di dalamnya bisa berisi pengalaman atau tradisi yang dapat
mempengaruhi sikap serta perilaku setiap orang atau masyarakat.

Tradisi menyelaraskan antara Islam dan budaya telah berlangsung sejak awal
perkembangan Islam di Nusantara. Dalam kehidupan keberagaman, kecenderungan untuk
mengakomodasikan Islam dengan budaya setempat telah melahirkan kepercayaan-kepercayaan
serta upacara-upacara ritual.
18
Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ensiklopedi Islam Nusantara. (Jakarta:
Kemenag RI) 2018. Hal. 465-467
Dapat dipahami konsepsi Islam dalam merasuki masing-masing budaya di Indonesia
yakni budaya yang Islam juga Islam yang berbudaya. Islam hadir di penjuru nusantara tidak
semerta-merta mengeliminasi budaya yang ada, akan tetapi memfilter kesesuaian budaya dengan
ajaran syari‟at Islam. Islam bisa jadi penguat budaya bahkan bisa jadi pelurus kebudayaan yang
menyimpang dengan ajaran Islam. Dan pada tahap akhir pembahasan ini, penulis meyakini
kuatnya pertalian antara agama dan budaya terutama Islam di nusantara Indonesia.

Bentuk budaya keislaman yang ada di Indonesia antara lain ialah tahlilan, Selametan,
halali bi halal, maulid nabi, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Choidab, Achmad Royhan dkk,a Interaksi Agama dan Budaya di Masyarakat, (Bandung: Prodi
S2 Studi Agama-Agama) 2020.

15 KBBI Online

Kholil, A. , Agama dan Ritual Slametan. Jurnal el-Harakah, Vol. 11, No.1, Tahun 2009.

Karim, Abdul , Islam Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Book Publishers, 2007).

Warisno, Andi, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi , Jurnal RI‟AYAH, Vol. 02,
No. 02 Juli-Desember 2017.

Widodo, Aris, Islam dan budaya Jawa, (Jawa Tengah: Kaukaba), 2016

Badrudin, ANTARA ISLAM DAN KEBUDAYAAN, BAGIAN 2: FILSAFAT ISLAM,


KEARIFAN LOKAL & INTERAKSI ANTARBUDAYA.Vol. XXXVIII No. 1 Januari-
Juni 2014.
Zulfikar, Eko, Tradisi Halal Bihalal Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Hadis, Jurnal Studi Al-
Qur’an, Vol. 14, No. 2, Tahun. 2018.

Supriatna, Eman, Islam dan Kebudayaan (Tinjauan Penetrasi Budaya Antara Ajaran Islam dan
Budaya Lokal/Daerah), Jurnal Soshum Insentif.Volume 2, No. 2, Tahun 2019.

H.Lebbav Kadorre Pongsibanne, ISLAM DAN BUDAYA LOKAL Kajian Antropologi Agama, ,
(Jakarta: Kaukaba Dipantara).2017.

Herminanto dan Winarno. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2000).

Luthfi, K. M. (2016). Islam Nusantara: Relasi islam dan budaya lokal. SHAHIH: Journal of
Islamicate Multidisciplinary, 1(1).

Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Ensiklopedi Islam Nusantara.
(Jakarta: Kemenag RI) 2018.

Anda mungkin juga menyukai