PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum studi Islam bertujuan untuk menggali kembali dasar-
dasar dan pokok-pokok ajaran Islam sebagaimana yang ada dalam sumber
dasarnya yang bersifat hakiki, universal dan dinamis serta abadi (eternal),
umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Dengan tujuan
tersebut, maka studi Islam akan menggunakan cara pendekatan yang sekiranya
relevan.1
filosofis, dan kebudayaan. Hal itu dilakukan agar melalui pendekatan tersebut
1
Muhaimin, dkk,Kawasan dan Wawasan Studi Islam(Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm.
12.
2
Akhmad Taufik, Metodologi Studi Islam, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm.
13.
1
salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik
sosial. Melalui pendekatan ini agama dapat dipahami dengan mudah karena
melalui ilmu filsafat dengan tujuan agama dapat dimengerti dan dipahami
dengan seksama.
B. Rumusan Masalah
masalah-masalah :
indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Budaya sendiri
yang berarti daya dari bukti yang berupa cipta, rasa dan karsa. Sedangkan
kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa tersebut.3 Menurut
dan lahan.4
budi, atau kebiasaan (sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar untuk
hubungan, ruang, konsep alam semesta, obyek-obyek materi dan milik yang
3
DjokoWidagdho, dkk, IlmuBudayaDasar, (Jakarta: PT. BumiAksara, 1994), hlm. 18.
4
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT
Rosdakarya, 2004), hlm. 27.
5
DepartemenPendidikandanKebudayaan RI, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta:
BalaiPustaka, 2005), hlm. 169.
3
Yusuf Qardhawi mendefinisikan kebudayaan sebagai kumpulan
seperangkat nilai, keyakinan dan perasaan yang disebut akhlak, ibadah, adat
kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat
manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan
kemanusiaan.
6
Yusuf Qardhawi, Islam Inklusifdan Islam Eksklusif, Terj. Imam Khoiri, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2001), hlm. 22.
4
3. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam, seperti budaya ngaben yang
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal,
budi, rasa dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang
aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber
pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama
dapat tumbuh dan berkembang dengan kekhasannya dan pada waktu yang
animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti Hindu dan Budha.
Dengan demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah Islam
yang khas Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang
5
menyatu dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-
dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan
memanglah tidak bersifat tunggal, tidak monolit, dan tidak simple, walaupun
diatas itulah yang dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendata
yang kudus dan sakral yang dapat dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan
Muhammad SAW dalam menyempurnakan akhlak yang mulia, serta ide moral
6
Islam rahmatan lil alamin, maka orang yang berakhlak mulia adalah orang
mendukung inilah posisi agama menjadi sangat penting dalam upaya menuju
kebudayaan maka yang dilihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup
yang ada dalam masyarakat manusia, dan bukan agama yang ada dalam teks
suci, yaitu dalam kitab suci al-Qur’an dan Hadits Nabi. Sebagai sebuah
keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi bercorak lokal
hakiki dari agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-
ada, sehingga agama tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari berbagai unsur dan nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan
demikian maka agama akan dapat menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan
tersebut.
7
TobronidanSyamsulArifin, Islam, PluralismeBudayadanPolitik, (Yogyakarta: Sippres,
1994), hlm. 20.
7
Bila agama telah menjadi bagian dari kebudayaan maka agama juga
Dengan demikian, nilai-nilai etika dan moral agama akan terserap dan
Sebaliknya, bila yang menjadi inti dan yang hakiki dari kebudayaan tersebut
adalah nilai-nilai budaya yang lain, maka nilai-nilai etika dan moral dari
agama yang dipeluk oleh masyarakat tersebut hanya akan menjadi pemanis
memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para
yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang
agama yang sama dengan keyakinan yang dimiliki itu dapat berbeda dalam
8
bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat tersebut
maka Islam tidak lepas dari budaya Arab. Permulaan berkembangnya Islam di
Indonesia diolah sedemikian rupa oleh para juru dakwah dengan melalui
berbagai macam cara, baik melalui bahasa maupun budaya seperti halnya
yang pada akhirnya dapat mengemas dan berubah menjadi adat istiadat di
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari dan secara langsung merupakan bagian
Qur’an), yang sudah secara langsung masuk ke dalam bahasa daerah dan
9
Ajaran-ajaran Islam yang bersifat komprehensif dan menyeluruh juga
dapat disaksikan dalam hal melaksanakan hari raya Idul Fitri 1 Syawal yang
pada awalnya sebenarnya dirayakan secara bersama dan serentak oleh seluruh
Indonesia bahwa segenap lapisan masyarakat tanpa pandang bulu dengan tidak
syawalan (halal bil halal) selama satu bulan penuh dalam bulan syawal. Hal
inilah yang pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai ajaran Islam, yaitu
cara saling bersilaturahmi satu sama lain, sehingga dapat terjalin suasana
terutama ciri dan corak bangunan masjid di Indonesia yang juga mengalami
tumbuh kembang, baik terdiri dari masjid-masjid tua maupun yang baru
Muslim Pancasila, pada umumnya hampir mirip dengan bentuk joglo yang
seudati dan tari saman di aceh, wayang beserta gending gamelanya di jawa
8
Atang Abd. HakimdanJaihMubarok, op. cit.,hlm. 43.
10
tengah dan lainnya. Merupakan contoh akulturasi nilai-nilai islam dan budaya
lokal. Dari situ dapat disimpulkan bahwa islam itu menerima segala bentuk
tradisi, seni dan budaya lokal dengan cacatan budaya tersebut tidak
sebagai salah satu bentuk kesenian dan kebudayaan islam yang bersifat lokal.9
9
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Ombak, 2016), hlm. 17.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi budaya Islami merupakan perpaduan antara rasa dan cipta. Rasa yang
bersumber dari agama dan cipta yang bersumber dari akal, yang keduanya
bermusyawarah untuk membuat suatu upacara adat baru (sebut saja namanya
yang bertentangan dengan agama Islam (seperti tidak boleh memakai hijab
bagi perempuan atau bahkan melakukan maksiat pun tidak lagi menjadi
sebuah larangan di acara itu). Peraturan tersebut bisa saja terwujud kalau yang
12
yaitu berpakaian ala Barat yang sudah tidak sesuai lagi dengan budaya yang
Islami, dan begitulah pengaruh negatif kultur Barat itu, sehingga banyak
“keblinger tafsir” : bahwa apa yang datang dan berasal dari barat adalah
“modern”.10
Dari situ dapat disimpulkan bahwa islam itu menerima segala bentuk
kebudayaan, tradisi, seni dan budaya lokal dengan cacatan budaya tersebut
kebudayaan islam” untuk menyempurnakan tulisan ini maka saran dan kritik
yang membangun kami harapkan. Semoga materi yang kami sampaikan ini
10
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, (Bandung: Titian Ilahi Press, 1996), 23.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT
Rosdakarya, 2004).
Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam, (Bandung: Titian Ilahi Press, 1996).
Qardhawi, Yusuf, Islam Inklusifdan Islam Eksklusif, Terj. Imam Khoiri, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001).
14