Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI DAKWAH KULTURAL DALAM KONTEKS

AGAMA DI INDONESIA

ROLISA (2230504119)

Program Studi Manajemen Dakwah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi


Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang strategi dakwah budaya dalam konteks
Indonesia. Propaganda budaya adalah kegiatan propaganda yang
memperhitungkan segala bentuk budaya positif yang muncul dalam masyarakat.
Dalam konteks Indonesia yang memiliki pluralitas yang sangat multikultural,
masing-masing ulama islam berdakwah melalui stategi budaya. Strategi budaya
perlu menguasai konsep dakwah budaya secara berurutan menyesuaikan diri
dengan masyarakat agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik
dan dapat diterima oleh khalayak.
Kata kunci: strategi, propaganda, budaya Indonesia

ABSTRACT
This paper discusses the cultural propaganda strategy in the context of
indonesian. Cultural propaganda is propaganda activities that take into account
all forms of culture that is positive emerging in a society. In the context of
indonesian, which has a very multicultural plurality, each Islamic scholar
proselytizing through cultural strategies needs to master the concepts of cultural
propaganda in order to adjust with societies so that the message conveyed by him
could be well received by the audiences.
Keywords: strategy, cultural propaganda, Indonesia
PENDAHULUAN
Umat Islam di seluruh dunia memiliki petunjuk yang sama, yaitu. Al
Quran dan Hadist. Anda tahu betul pesan untuk nabi Saw, yang menegaskan
bahwa umat Islam tidak akan tersesat selama tetap berpegang pada itu Tentang Al-
Qur'an dan Hadits. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur'an “belum siap pakai” dalam pengertian ayat-ayat Al-Qur'an.Tidak
langsung dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah, tetapi lebih
disukai Siapa pun yang mempercayainya harus terlebih dahulu menafsirkannya.
Faktor:Oleh karena itu, keagungan Al-Qur'an tidak dapat diungkapkan dengan
sendirinya perubahan sosial tanpa karakter yang benar-benar siap menghadapinya
mensosialisasikan dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an.
Oleh karena itu, seluruh umat berlaku pada tataran teks Al-Qur'an dan
Hadits pula Islam memiliki petunjuk yang sama. Tetapi ketika Anda memasuki
tingkat interpretasi Berkaitan dengan Al-Qur'an dan Hadits ternyata merupakan
produk pemikiran yang kaya dalam bidang hukum, fikih, teologi, tafsir, filsafat
dan tasawuf. Iya itu mereka dalam konteks persepsi Islam yang berbeda dari satu
negara ke negara lain. Perbedaan itu disebabkan oleh sesuatu selain perbedaan
latar belakang latar belakang sejarah, tradisi atau budaya.
Sosialisasi pesan-pesan agama menjadi penting di sini Adat istiadat, tata
krama dan budaya yang berlaku di daerah tersebut. Dengan Ini menyampaikan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip agama Islam Aktivitas seorang peneliti,
cendekiawan atau dai Islam harus berprilaku beradaptasi dengan kebiasaan dan
budaya setempat yang positif, bukan Negatif. Muncul dakwah kultural yang
mengeksploitasi pendekatan ini budaya Artikel ini membahas strategi dakwah
budaya dalam konteks Indonesia.
PEMBAHASAN
Pengertian Dakwah
Secara etimologi, dakwah berasal dari kata “da’a, yad’u, da’watan” yang
berarti “memanggil”, “mengajak” dan “menyeru”. Dan secara terminologi untuk
mengajak manusia ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah demi
keselamatan dan kebahagiaannya di dunia yang akan datang.

Dakwah Islam pada hakekatnya adalah realisasi (teologis) keyakinan


dalam lingkup sosial, keyakinan terhadap suatu sistem tindakan manusia yang
terjadi secara teratur melalui tindakan manusia berdasarkan realitas individu dan
sosial budaya. berusaha menerapkan ajaran Islam dalam segala bidang kehidupan
dengan menggunakan adat-istiadat tertentu.
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kegiatan dakwah adalah kegiatan
yang dilakukan dalam upaya sadar untuk mengembangkan agama Allah agar
subjek dakwah (mad'u) melaksanakan ajaran agama dengan baik. Lebih tepatnya,
agar manusia bisa bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Berdakwah adalah kewajiban para rasul dan nabi, yang merupakan hamba-
hamba pilihan Allah dan utusan makhluk-makhluknya. Dan juga kewajiban para
ahli waris Nabi yang tergolong para ulama yang amilina, para rabbaniyin yang
para sadiqin. Berkhotbah adalah hal terbaik yang dapat dilakukan seseorang
setelah percaya kepada Tuhan. Karena buah khotbah menuntun umat untuk
menerima petunjuk dan cinta kebaikan, menjaga mereka dari kebohongan dan
menjauhkan mereka dari kegelapan cahaya.

Pengertian Dakwah Kultural.

Budaya dakwah adalah tentang dakwah sesuai dengan budaya masyarakat


setempat dengan tujuan agar masyarakat setempat dapat menerima dakwah.
Dakwah budaya juga dapat berarti kegiatan dakwah yang memperhatikan potensi
dan kecenderungan masyarakat sebagai makhluk budaya pada umumnya,
membangun budaya baru dengan nuansa Islami atau kegiatan dakwah yang
berdasarkan adat istiadat setempat, berdasarkan tradisi, kesenian. dan budaya.
dalam proses kehidupan Islam.
Oleh karena itu, dakwah budaya merupakan upaya menanamkan nilai-nilai
Islam dalam segala aspek kehidupan, dengan tetap mempertimbangkan potensi
dan kecenderungan manusia sebagai makhluk berbudaya, guna mewujudkan
masyarakat Islam yang otentik. Dakwah budaya berupaya memahami potensi dan
kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya, yang berarti memahami
pemikiran, kebiasaan, adat istiadat, nilai, norma, sistem operasi, simbol, dan hal-
hal fisik yang memiliki arti khusus dan berkembang dalam kehidupan manusia.
Pemahaman ini terungkap melalui pandangan dan sistem nilai ajaran Islam yang
membawa pesan Rahtan Li al-Alamin.

Konsep Dakwah kultural


Kesalahpahaman atau kesalahpahaman sering terjadi dalam penelitian.
Menghindari hal ini membutuhkan pemahaman tentang format judul di atas.
Pemahaman ini merupakan langkah awal menuju pembahasan yang lebih dalam.

Dakwah Budaya memiliki hubungan yang sangat erat dengan Islam Budaya
karena Dakwah Budaya menekankan pendekatan budaya-Islam. Istilah budaya
berasal dari bahasa Inggris yang berarti kesopanan, budaya dan pemeliharaan.
Teori lain mengatakan bahwa kata budaya berasal dari bahasa Latin cultura, yang
berarti "melestarikan" atau "mengerjakan", "mengendalikan". Sementara itu,
Koentjaraningrat membagi kebudayaan menjadi tiga wujud: (1) wujud ideal,
yakni wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, konsep, nilai, norma,
peraturan, dan lain-lain, (2) wujud perilaku, yakni wujud budaya. Sebagai model
perilaku manusia yang kompleks dalam masyarakat, dan (3) sebagai bentuk objek,
yaitu sebagai bentuk budaya sebagai objek karya.

Beberapa teori pendefinisian budaya ini menunjukkan bahwa budaya


mencakup semua bentuk kreativitas manusia, memanfaatkan semua bentuk
kreativitas manusia, dan memanfaatkan kekuatan dan kemampuan apa pun yang
mereka miliki untuk menciptakan kehidupan yang sukses. Jadi budaya dapat
mengambil bentuk halus seperti sains, seni, dan filsafat, bisa juga berbentuk kasar
seperti bangunan, istana, benteng, kendaraan, dll. Berbagai produk budaya
tersebut kemudian menjadi budaya nstitusi, yaitu aturan atau konsep tentang
berbagai aspek kehidupan manusia, yang dipilih dan digunakan sebagai alat
interaksi sosial

Berbagai bentuk budaya digunakan untuk memahami agama Islam,


sehingga pemahaman Islam dipengaruhi oleh pemahaman atau konsep budaya
tersebut. Pemahaman Islam yang didasarkan atau dipengaruhi oleh pandangan
budaya tersebut kemudian dapat disebut Islam budaya.

Agama dan Budaya tidak bisa dipisahkan. Namun, banyak sarjana telah
mengakui bahwa meskipun agama dan budaya tidak dapat dipisahkan, tidak ada
alasan untuk mencampuradukkan keduanya. Agama sendiri merupakan nilai
mutlak yang tidak berubah dengan perubahan waktu dan tempat. Akan tetapi,
meskipun kebudayaan itu berdasarkan agama, ia dapat berubah dari waktu ke
waktu dan dari satu tempat ke tempat lain. Menurut keyakinan yang didasarkan
pada kebenaran dan wahyu Tuhan kepada para nabi dan rasul, agama adalah yang
utama dan budaya adalah yang sekunder. Kebudayaan dapat menjadi ekspresi
kehidupan beragama karena ia tunduk pada agama dan tidak pernah sebaliknya.
Jadi sementara agama itu mutlak dan dapat diterapkan pada setiap ruang dan
waktu, kebudayaan bersifat relatif dan dibatasi oleh ruang dan waktu.

Pembahasan di atas membawa kita pada persoalan agama dan budaya yang
sangat penting. Dengan kata lain, keduanya mungkin tidak berbeda dalam banyak
hal, tetapi ada perbedaan. Dan berpikir benar tentang masalah tradisi dan inovasi
membutuhkan kemampuan untuk membedakan keduanya. Namun masalahnya,
sangat sulit atau cukup sulit bagi kebanyakan orang untuk membedakan mana
agama yang mutlak dan mana budaya yang ekspresi dan relatif. Ketidakjelasan ini
dapat menimbulkan kebingungan ketika memahami urutan atau hirarki nilai, yaitu
nilai mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah. Dan kekacauan ini
dapat, dan sangat sering terjadi, menyebabkan kemajuan terhambat oleh
penolakan orang terhadap perubahan.

Sebagai contoh, inilah kasus sederhana dari negara kita yang kini telah
menjadi kisah klasik:pada drum (membungkuk). Sebelum bangsa Indonesia
sempat membangun menara tinggi agar suara adzan terdengar cukup jauh, azan
dengan menabuh bedug kemungkinan besar dipinjam dari budaya Hindu-Buddha,
dan harus kita catat juga bahwa Der Radius dari sebuah panggilan Berdoa di
lingkungan tropis sangat banyak dan ditumbuhi pepohonan, seperti di sini di
pedalaman, jauh lebih sempit daripada di lingkungan gurun yang tidak ada
tumbuh-tumbuhan. Tetapi ketika orang mampu membangun menara tinggi,
terutama setelah pengeras suara (meskipun itu "buatan Jepang"), drum yang
sebenarnya menjadi tidak relevan dan harus "dikutuk" dan "dihilangkan"
(dihilangkan dari nilai sakralnya). . menekankan bahwa semua ini bukan masalah
agama, hanya masalah budaya).

Masalah dengan contoh-contoh ini adalah bahwa umat Islam cenderung


memutlakkan suap dan melihat nilai sebenarnya sebagai relatif, meskipun sesuatu
memiliki makna budaya dan sejarah yang penting. Jika tema kubah, drum, dan
laptop tidak terdengar terlalu nyaring di gendang telinga kita (karena fenomena
tersebut hanya tersimpan di memori), maka ganti semuanya dengan hal-hal
abstrak dan lebih "berprinsip" yang sangat memengaruhi umur headphone.
Masyarakat Islam menyukai konsep, konsep tertentu, ajaran dan paham, bahkan
“kepercayaan” tertentu. Banyak dari hal-hal tersebut sebenarnya tidak lebih dari
hasil interaksi dan dialog antara Islam universal dengan situasi riil ruang dan
waktu tertentu.

Strategi Dakwah Kultural

Strategi Dakwah Kultural adalah kegiatan dakwah yang memperhatikan


potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk berbudaya guna
menghasilkan budaya yang islami.
Secara global, ada dua jenis strategi dakwah yang dikaitkan dengan
bangsa Indonesia. Pertama, strategi struktural. Dakwah yang melibatkan strategi
struktural disebut juga sebagai strategi politik karena sebagian besar strategi
struktural menggunakan sarana politik. Meski secara resmi sudah tidak ada lagi
partai muslim dan aspirasi muslim dianggap bagian dari partai yang ada.

Kedua, strategi dakwah budaya. Di media, perbedaan sering dibuat antara


Islam politik dan Islam kultural. Dalam setiap protes, seperti dalam kasus Pantau
atau Permad, para demonstran selalu terlibat dalam "Islam politik". Mungkin ada
keberdayaan dan perilaku kolektif, tetapi kriteria lain, yaitu legislatif dan
eksekutif, tidak terpenuhi, sehingga patut dipertanyakan apakah protes hanya
disulut oleh "Islam politik".

Perbedaan penting antara strategi struktural dan budaya adalah bahwa


strategi struktural bertujuan untuk mempengaruhi struktur politik (legislasi,
penegakan hukum) dan strategi budaya bertujuan untuk mempengaruhi perilaku
sosial (bagaimana orang berpikir). Metode utama strategi budaya adalah metode
peningkatan kesadaran (simposium, seminar, publikasi, khotbah, lobi, media
massa) dan yang bersifat individu (influencer). Jangan menganggap satu strategi
saling eksklusif dengan strategi lain, tetapi mereka saling melengkapi. Terkadang
sebuah organisasi menggunakan strategi ganda. Misalnya, MUI dan DII
menggunakan strategi struktur dan strategi budaya sekaligus.

Tujuan dari strategi budaya adalah untuk merubah cara berpikir individu
bukan kolektif. Pendekatan individual ini lebih berkelanjutan daripada kolektif,
karena kesadaran kolektif dapat dengan mudah dipengaruhi dari luar, melalui
politik, ekonomi, pengetahuan atau budaya. Ketika kondisi eksternal berubah,
kesadaran kolektif harus berubah.
Strategi dakwah budaya juga berhadapan dengan strategi jangka panjang,
karena keberhasilannya hanya dirasakan dalam jangka panjang. Hasil usaha
pendidikan NU, Muhammadiyah, Pert, dll sangat bisa kita rasakan ketika terjadi
ledakan kelas menengah muslim pada tahun 1990. Dengan kata lain, strategi
budaya berfokus pada orang dalam jangka panjang. Metode yang digunakan
adalah kesadaran. Pelatihan tersebut digunakan oleh beberapa ormas, namun
pelatihan tersebut dilakukan dalam rangka dakwah dan sesuai dengan kemajuan
zaman.

Strategi dakwah kultural juga berpendapat bahwa sejarah dakwah Islam


selalu diwarnai oleh proses saling akulturasi sejak awal kemunculannya. Ketika
dakwah Islam hadir dalam model budaya tertentu, terkadang Islam menjadi model
dominan dalam budaya tersebut, dan terkadang budaya tersebut membentuk
pemahaman Islam tertentu. Sejak saat itu terjadi akulturasi budaya dan Islam
ketika terjadi “perkawinan” antara keduanya. Kultivasi juga muncul ketika Islam
mengilhami terbentuknya model budaya baru dari budaya lokal yang ada.

Kehadiran dakwah tidak dipandang sebagai ancaman terhadap budaya


lokal karena dakwah Islam tidak hadir sebagai kehadiran “imperialis” yang
menghancurkan seluruh budaya lokal. Di sisi lain, dakwah Islam dan pendekatan
kulturalnya justru memperkuat kearifan lokal yang terdapat dalam pola budaya
tertentu, memisahkannya dari unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan universal, serta menawarkan inspirasi inovatif. lainnya.. Dengan
pendekatan kultural ini, kehadiran dakwah Islam tidak hanya mengembangkan
budaya lokal, tetapi juga menyadarkan pada diri setiap orang akan kebutuhan akan
wahyu dan petunjuk dari Tuhan.

KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah budaya adalah
upaya untuk menembus nilai-nilai Islam dalam segala aspek kehidupan dengan
memahami sepenuhnya kemungkinan dan kecenderungan manusia sebagai
makhluk budaya untuk mewujudkan agama yang benar dalam masyarakat Islam. .
mempertimbangkan Dakwah budaya berupaya memahami potensi dan
kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya, yang berarti memahami
pemikiran, kebiasaan, adat istiadat, nilai, norma, sistem operasi, simbol, dan hal-
hal fisik yang memiliki arti khusus dan berkembang dalam kehidupan manusia.
Pemahaman ini terungkap melalui pandangan dan sistem nilai ajaran Islam yang
membawa pesan Rahtan Li al-Alamin.
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Peta Keberagaman Pemikiran islam di Indonesia. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001.

Muhammad Alwi Sayyid, Kiat sukses Berdakwah, Jakarta: Amzah,

2006.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Bandung: Syamil

Cipta Media

Muhammad Arifin, “Dakwah Kultural” dalam


http://alumnifiad.yuneed.us/dakwah-kultural-f14/dakwah-kultural-t43.htm,
22 januari 2010.

Alisyabana, Takdir A, Antropologi baru, (Jakarta: Dian Rakyat, 1986), 205

Nasution, Khoiruddin. Pengantar studi islam. Yogyakarta:


ACAdeMIA+Tazzafa,

2009.

Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta: Paramadina, 2003.

Kuntowijoyo. Muslim Tanpa Masjid. Bandung: Mirzan, 2001.

Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka IIMaN, 2014

Anda mungkin juga menyukai