Anda di halaman 1dari 12

PRINSIP DAKWAH MULTIKULTURAL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Dakwah Multikultural

Dosen pengampu : Dr. Nawawi, S.Ag., M.Hum.

Disusun oleh:
1. Tukhfa Nutfiatul Azmia (1717101131)
2. Ayu Dwi Lestari (1717103009)
3. Fikri Firmansyah (1717103015)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dakwah multicultural merupakan aktivitas menyeru kepada jalan
Allah melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat
sebagai kunci utama untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan
dakwah.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang social keagamaan
dan budaya yang kompleks terkadang sulit untuk menerima pesan-pesan
dakwah. Salah satu penyebabnya karena para dai sering menganggap
objek dakwah sebagai masyarakat yang vakum. Padahal sekarang ini
mereka berhadapan dengan masyarakat yang memiliki ragam corak
keadaan dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang ragam nilai serta
majemuk dalam tata kehidupan, masyarakat yang sering mengalami
perubahan secara cepat, yang mengarah pada masyarakat fungsional,
masyarakat global, dan masyarakat terbuka.
Termasuk menghormati budaya agama lain adalah tidak memaksa non
muslim untuk mengikuti kebudayaan islam. Dalam bingkai kebangsaan
dan kenegaraan di Indonesia ini, terdapat beberapa agama yang diakui
oleh Negara. Semua pemeluk agama tersebut berhak untuk menjalankan
ritualitas budaya agamanya secara bebas dan terhormat. Demikian juga,
seluruh pemeluk agama diharuskan menghormati budaya agama yang lain,
sehingga bisa terwujud kehidupan yang harmonis, indah dan pengertian.
Prinsip dakwah multicultural adalah acuan prediktif yang menjadi
dasar berpikir dan bertindak merealisasikan bidang dakwah yang
mempertimbangkan aspek budaya dan keragamannya ketika berinteraksi
dengan mad’u dalam rentengan ruang dan waktu sesuai perkembangan
masyarakat.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka dapat diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan dakwah multicultural?
2. Apa saja prinsip-prinsip dakwah multicultural?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka di peroleh tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dakwah multicultural
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dakwah multicultural
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah Multicultural


Dakwah adalah sebuah aktivitas mengajak manusia untuk melakukan
perintah Tuhan, menuju jalan kebaikan dan menjauhi apa yang sudah dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Multicultural berasal dari dua kata, yaitu: multi yang berarti banyak /
beragam dan kultural yang berarti budaya / kebudayaan, yang secara
etimologi berarti keberagaman budaya.
Dakwah multicultural adalah aktifitas menyeru kepada jalan Allah
melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat sebagai
kunci utama untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan dakwah.1
Dalam Dakwah Multikultural, dakwah tidak hanya dipahami sebagai
transformasi nilai-nilai Islam yang baik kepada masyarakat di bumi. Namun,
hendaknya mengupayakan kesadaran nurani agar mengusung setiap budaya
positif secara kritis tanpa terbelenggu oleh latar belakang budaya formal suatu
masyarakat.2
Keragaman dalam kehidupan masyarakat sering disebut dengan istilah
yang berbeda. Setidaknya ada tiga istilah untuk mengungkap masyarakat yang
terdiri dari kultur, ras, budaya, dan agama yang berbeda, yaitu pluralitas
(plurality), keragaman (diversity) dan multikultural (multicultural). Semuanya
sama-sama merujuk pada suatu keadaan yang lebih dari satu. Kondisi
masyarakat yang beragam melahirkan sebuah doktrin normatif yang dikenal
dengan istilah multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan kearifan untuk
melihat keragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan
bermasyarakat. Kearifan itu muncul ketika seseorang membuka diri untuk
menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang bersifat
1
Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 19.
2
Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya,…,hlm. 25.
given (kodrati), baik dalam kehidupan diri sendiri yang multidimensional
maupun dalam kehidupan masyarakat yang sangat kompleks. Dari kearifan itu
muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas kehidupan
merupakan sebuah keniscayaan yang harus diterima dan tidak bisa ditolak
atau diingkari. Islam sebagai agama global yang diturunkan untuk seluruh
umat manusia meniscayakan adanya model dakwah multikultural, sebab
ajaran agama ini harus diperkenalkan kepada seluruh lapisan masyarakat yang
beragam. Dengan kata lain, dakwah multikultural berkaitan dengan
bagaimana pesan Islam disampaikan dalam kondisi masyarakat yang
heterogen. Dakwah multikultural adalah dakwah yang concern pada
penyampaian pesa-pesan Islam dalam konteks keragaman masyarakat dengan
cara mencari titik temu tentang berbagai hal yang mungkin disepakati dan
memaklumi bagian-bagian lain yang tidak mudah untuk disepakati. Sebagai
agama yang diturunkan untuk mewujudkan kebaikan di tengah masyarakat,
Islam dikumandangkan dan diperkenalkan untuk mengubah tradisi buruk
menjadi baik dan mengoreksi penyimpangan menuju jalan yang benar sesuai
dengan ajaran wahyu. Perubahan masyarakat tersebut diperoleh melalui
interrelasi dalam kehidupan masyarakat.3

B. Prinsip-prinsip Dakwah Multikultural


Prinsip dakwah multikultural adalah acuan prediktif yang menjadi
dasar berpikir dalam bertindak merealisasikan bidak dakwah yang
mempertimbangkan aspek budaya dan keragamannya ketika berinteraksi
dengan mad’u dalam rentangan ruang dan waktu sesuai perkembangan
masyarakat. Acuan kebenaran doktriner ini mungkin menjadi konfirmasi atas
keragaman budaya masyarakat seperti diperoleh melalui para ahli melalui
penelitian ilmu-ilmu sosial.

3
Zainol Huda, “Dakwah Islam Multikultural” dalam Jurnal Religia Vol. 19 No. 1, April 2016,
hlm. 95-96.
Dalam Al-Qur’an tersebar ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya
makna fungsional ganda selain sebagai metode juga memuat prinsip-prinsip
dakwah baik secara implisit maupun eksplisit. Misalnya, apabila mengacu
pada ayat Qur’an surat An-Nahl ayat 125 dan Al Jumuah ayat 2 yang apabila
diperinci satu per satu berdasarkan isyarat ayat-ayat tersebut, maka prinsip-
prinsip dakwah termasuk dakwah antarbudaya atau dakwah multikultural
meliputi :
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek kepada
jalan Allah SWT. Meskipun dakwah telah memiliki konotasi sebagai upaya-
upaya pemahaman (understanding), gerakan (action) dan pengorganisasian
(organizing) dalam menyampaikan pesan-pesan islami, dalam praktiknya tak
semudah dengan apa yang dipikirkan. Oleh karena itu, perlu penegasan lebih
lanjut mengingat pertimbangan-pertimbangan psikologis maupun sosiologis
da’I dan mad’u.
Secara psikologis, nurani tindakan berdakwah merupakan panggilan
bagi setiap orang yang beriman dan berilmu (da’I) sesuai kecakapannya
masing-masing. Sementara bagi mad’u harus mengikuti seruan-seruan
gtersebut. Hal ini mesti tertanam dalam benak batin orang-orang yang
beriman. Kekuatan keyakinan akan dakwah islam sebagai implementasi iman
dan aktivitas saleh sksn teraktualisasikan melalui aktifitas-aktifitas
kesehariannya. Aktivitas-aktivitas saleh tersebut dalam dinamika dan
ragamnya terpantul secara konkrit tak hanya berbentuk aktifitas fisik, tapi juga
dengan munculnya ide-ide atau gagasan. Kemudian dari ide-ide tersebut
berkembang dan melembaga hingga terjadi pelembagaan pranata masyarakat
atau proses institusionalisasi dakwah yang pada akhirnya membentuk suatu
arah terbentuknya masyarakat damai, bermoral, teratur, dan beradab.
Meskipun begitu, tetap harus mengikuti prinsip-prinsip dakwah berikutnya.

2. Prinsip bi Al Hikmah (kearifan)


Term hikmah dalam pengertian praktik dakwah sering kali
diterjemahkan dengan arti bijaksana yang dapat ditafsirkan sebagai suatu cara
pendekatan yang mengacu pada kearifan budaya sehingga orang lain tidak
merasa tersinggung atau merasa dipaksa untuk menerima suatu gagasan atau
ide tertentu terutama menyangkut perubahan diri dan masyarakat kearah yang
lebih baik dan sejahtera material (lahir) maupun spiritual (batin).
Modernis muslim klasik dari Mesir Muhamad Abduh memberikan
pengertian dalam sebuah ungkapan bahwa hikmah adalah ilmu yang shahih
(benar dan sehat) yang menggerakan kemauan untuk melakukan suatu
perbuatan yang bermanfaat/berguna.
Menyangkut berkomunikasi verbal atau berbicara misalnya, selain
mengukur kekuatan da’I juga mengukur kadar intelektual maupun kebudayaan
mad’u. kebijaksanaan atau hikmah termaksud bukan berarti tegas dan kaku
dan juga bukan berarti lemah dan apatis dalam melihat setiap gejala budaya
yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan islam. Dalam
menegaskan sikap bijaksana lebih berkaitan pada cara-cara yang fleksibel
(luwes) dalam tugas mengayomi masyarakat.
Bijaksana dalam dakwah juga mencakup media dakwah. Pengajian
untuk kalangan eksekutif misalnya, lebih tepat dilakukan dalam suatu ruangan
tertentu atau gedung tertentu dengan peralatan yang lebih tepat guna seperti
dihotel atau ruang rapat.

3. Prinsip bi al mau’idzah al-hasanah (tutur kata yang baik), ajaran


secara baik atau nasihat yang baik bagi mad’u yang awam
Al mau’idzah al hasanah merupakan perkataan yang masuk kedalam
kalbu dengan penuh kasih sayang sehingga perasaan menjadi lembut. Tidak
berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang dan tidak
menjelek-jelekan atau membongkar kesalahan. Mau’idzah hasanah atau tutur
kata yang baik minimal tidak menyinggung ego dan melukai perasaan hati
orang lain, maksimal memberi kepuasan hati orang lain, baik dengan sengaja
maupun tidak.

4. Prinsip wajadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang


paling indah/tepat dan akurat)
Prinsip wajadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang
paling indah/tepat dan akurat), yakni prinsip pencarian kebenaran yang
mengedepankan kekuatan argumentasi logis bukan kemenangan emosi yang
membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan seseorang,
idola dalam hidup dan tokoh panutan.
Prinsip dakwah dengan mujadalah lebih tepat apabila berhadapan
dengan umat yang kontradiksi imannya atau kelompok cendekia yang menolak
kebenaran.

5. Prinsip universalitas
Islam adalah ajaran Tauhid. Kalimat tauhid tiada Tuhan selain Allah
adalah landasan universalime Islam. tidak ada sesuatu kecenderungan kecuali
hanya kecenderungan benar kepada-Nya. Semua selain-Nya adalah palsu,
mahluk dan lainnya sama dihadapan Allah yang sebenarnya. Penjelasan lebih
lanjut adalah bahwa Islam merupakan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan
lil’alamin). Tak hanya umat Islam, tetapi untuk manusia, bahkan tumbuhan,
binatang, tanah dan seluruh isinya.
Semua sujud dan pasrah kepada Allah termasuk benda-benda, jasad
renik dan pepohonan kecuali manusia. Manusia memiliki daya memilih, akal,
pikiran dan moral. Kekuatan dan ketundukan pada daya moral dan akal pikiran
inilah yang akan menundukkan manusia, seperti mahluk-mahluk yang telah
tunduk sebelumnya.
Oleh karenanya dakwah juga ditunjukkan untuk semua manusia, tanpa
kecuali termasuk Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk semesta
alam.
Prinsip-prinsip nilai universalitas dapat dilihat juga dalam khotbah
terakhir Nabi Muhammad SAW : “semua kalian adalah keturunan Adam dan
adam berasal dari tanah. Orang Arab tidak lebih mulia dibanding non-Arab,
begitu pula orang kulit putih atas orang kulit hitam, kecuali ketakwaan
imannya..” Penggalan isi pidato Nabi ini baru menjadi isu aktual para
pemimpin dunia sekarang ini, jauh puluhan abad Nabi Muhammad telah
mengumandangkannya. Dan semua manusia berkewajiban menanggapi seruan
Allah dengan penuh kesadaran dan ketaatan.

6. Prinsip liberation (pembebasan)


Pembebasan disini memiliki dua arti, Pertama bagi da’i yang
melaksanakan tugas dakwah harus bebas dari segala ancaman teror yang
mengancam keselamatannya, terbebas dari segala kekurangan materi untuk
menghindari fitnah yang merusak citra da’i dan harus benar-benar yakin bahwa
kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri; Kedua, kebebasan terhadap mad’u “tidak
ada paksaan dalam agama”.
Jelaslah bahwa dakwah tidak bersifat memaksa apalagi tindakan
intimidasi dan teror. Yang diharapkan dari mad’u adalah persetujuan
bukanpaksaan, tujuannya adalah meyakinkan bahwa Islam adalah benar. Dakwah
adalah membenarkan Islam kepada orang lain dengan cara yang bijaksana,
paksaan jelas tidak sesuai juga tidak bijak dan karenanya tidak Islami dan tidak
ada satupun cara kekerasan yang dibenarkan oleh Islam dalam menyebarkan
ajarannya.

7. Prinsip rasionalitas
Abad modern adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala
aktivitas manusia berpangkal pada sejauh mana penggunaan rasionalitas
seseorang. Apakah seorang da’i telah menggunakan pendekatan-pendekatan
rasional dalam menyampaikan dakwahnya sesuai kebutuhan mad’u atau terus
menerus masih menggunakan pendekatan-pendekatan dogmatik dan menjejali
mad’u dengan materi-materi yang sudah out of date. Prinsip rasionalitas
merupakan respon asasi terhadap masyarakat yang menggunakan prinsip amal
hidupnya dengan prinsip-prinsip rasional. Seperti, yang sedang terjadi pada
masyarakat sekarang. Hubungan antara individu dengan masyarakat lainnya
terikat kontrak dalam situasi fungsional terutama ukuran-ukuran yang bersifat
kebutuhan materi.
Posisi da’i dalam perannya menghadapi mad’u yang rasional ini adalah
mengimbanginya dengan pendekatan-pendekatan yang rasional baik dalam
pemahaman nilai agama maupun praktik keagamaan. Sikap proaktif seorang da’i
dalam proses bimbingannya serta ikut partisipasi dalam setiap perkembangan
yang terjadi di masyarakat adalah bentuk empirik sikap rasional.

8. Prinsip yatlu ‘alaihim ayatihi (membacakan)


Yaitu suatu prinsip penahapan dalam berdakwah. Pengungkapan
melalui ketajaman sensualitas indra lisan masih sangat diperlukan, bahkan
masih menjadi prinsip utama hingga dewasa ini.

9. Prinsip wa yuskihim wa yu’allimuhum al kitab wa al hikmah


(pencucian jiwa dengan pengajaran al kitab dan hikmah)
Yaitu prinsip pencucian dari anasir-anasir jahiliyah dan kebodohan. Hal
ini merupakan prioritas dalam aktivitas dakwah dan mengisinya dengan ilmu
yang berlandaskan keimanan adalah solusi yang paling tepat dan strategis.

10. Prinsip menegakan etika atas dasar kearifan budaya


Prinsip Menegakkan etika atas dasar kearifan budaya yang mengacu pada
pemikiran teologi Qurani, yaitu prinsip moral dan etik yang diturunkan dari
isyarat Al-Qur’an dan as-Sunnah tentang nilai baik buruk dan keharusan perilaku
ketika melaksanakan dakwah Islam termasuk di dalamnya bidang dakwah
multikultural.
Dengan mengacu pada surat Ali Imran ayat 159, kode etik keharusan
perilaku bagi da’I antarbudaya dalam proses implementasi dalam dakwah adalah
sebagai berikut :
a. Menumbuhkan kasih sayang.
b. Sikap membuka kelembutan hati.
c. Saling memaafkan.
d. Istighfar (memohon ampunan).
e. Selalu mengupayakan musyawarah.
f. Tindakan pengambilan keputusan yang tepat situasi dan tepat guna.
g. Sikap penyerahan total diri.
h. Prinsip mengasah kecerdasan spiritual dengan selalu mencintai Allah dan
Rasul-Nya.4

BAB III
KESIMPULAN

Dari materi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-
prinsip dakwah antarbudaya atau multikultural adalah pedoman dasar dalam menyampaikan
dakwah pada masyarakat yang terdiri dari berbagai macam budaya, sehingga dakwah yang
disampaikan kepada mereka dapat diterima. Pluralitas budaya adalah merupakan keniscayaan
yang tidak bisa dielakkan. Perbedaan yang ada dalam kehidupan manusia seperti perbedaan
budaya bukan menjadi penghalang dalam pelaksanaan dakwah, bahkan bisa menjadi bahan
materi dakwah dengan mengupayakan agar budaya yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip dakwah yang telah diuraikan.
Multikulturalisme merupakan paradigma yang menganggap adanya kesetaraan
antar ekspresi budaya yang plural. Multikulturalisme mengusung kesadaran sosial kehidupan
masyarakat terdapat keragaman budaya.

Daftar Pustaka
4
Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm 44-55.
Aripudin Acep, 2012. “Dakwah Antarbudaya”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Huda Zainol, 2012 “Dakwah Islam Multikultural” dalam Jurnal Religia Vol. 19 No. 1, April.

Anda mungkin juga menyukai