Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRINSIP DAKWAH MULTIKULTURAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dakwah Multikultural

DOSEN PENGAMPU:
Joko Purnomo,S.Pd.I,.M.Pd

NAMA KELOMPOK 2:
1.Eka Prayoga
2.Muhammad Daffa Aji Pradana

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ISLAMIYAH KARYA PEMBANGUNAN


PARON NGAWI TAHUN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karena telah melimpahkan
Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Prinsip-prinsip dakwah multikultural”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dakwah Multikultural
dengan dosen pengampu Joko PurnomoS.Pd.I,.M.Pd tidak lupa kami sampaikan terima kasih
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini dan orang tua
yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.

Akhirnya, penulis sampaikan terima kasih atas perhatianya terhadap makalah ini, dan kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya, dengan segala kerendahan
hati, saran, kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna meningkatkan
pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Ngawi, 28 Maret 2024

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. Pengertian Dakwah Multicultural ............................................................. 3
B. Prinsip-prinsip Dakwah Multikultural ...................................................... 4
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dakwah multicultural merupakan aktivitas menyeru kepada jalan Allah


melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat sebagai
kunci utama untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan
dakwah.
Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang social keagamaan
dan budaya yang kompleks terkadang sulit untuk menerima pesan-pesan
dakwah. Salah satu penyebabnya karena para dai sering menganggap objek
dakwah sebagai masyarakat yang vakum. Padahal sekarang ini mereka
berhadapan dengan masyarakat yang memiliki ragam corak keadaan
dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang ragam nilai sertamajemuk
dalam tata kehidupan, masyarakat yang sering mengalami perubahan secara
cepat, yang mengarah pada masyarakat fungsional,
masyarakat global, dan masyarakat terbuka.
Termasuk menghormati budaya agama lain adalah tidak memaksa non
muslim untuk mengikuti kebudayaan islam. Dalam bingkai kebangsaan dan
kenegaraan di Indonesia ini, terdapat beberapa agama yang diakui oleh
Negara. Semua pemeluk agama tersebut berhak untuk menjalankan
ritualitas budaya agamanya secara bebas dan terhormat. Demikian juga,
seluruh pemeluk agama diharuskan menghormati budaya agama yang lain,
sehingga bisa terwujud kehidupan yang harmonis, indah dan pengertian.
Prinsip dakwah multicultural adalah acuan prediktif yang menjadi dasar
berpikir dan bertindak merealisasikan bidang dakwah yang
mempertimbangkan aspek budaya dan keragamannya ketika berinteraksi
dengan mad’u dalam rentengan ruang dan waktu sesuai perkembangan
masyarakat.

1
A. Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan dakwah multicultural?


2.Apa saja prinsip-prinsip dakwah multicultural?

B. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian dakwah multicultural


2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dakwah multicultural

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah Multicultural


Dakwah adalah sebuah aktivitas mengajak manusia untuk melakukan
perintah Tuhan, menuju jalan kebaikan dan menjauhi apa yang sudah dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya.
Multicultural berasal dari dua kata, yaitu: multi yang berarti banyak /
beragam dan kultural yang berarti budaya / kebudayaan, yang secara
etimologi berarti keberagaman budaya.
Dakwah multicultural adalah aktifitas menyeru kepada jalan Allah
melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat sebagai
kunci utama untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan dakwah.1
Dalam Dakwah Multikultural, dakwah tidak hanya dipahami sebagai
transformasi nilai-nilai Islam yang baik kepada masyarakat di bumi. Namun,
hendaknya mengupayakan kesadaran nurani agar mengusung setiap budaya
positif secara kritis tanpa terbelenggu oleh latar belakang budaya formal
suatu masyarakat.2
Keragaman dalam kehidupan masyarakat sering disebut dengan istilah
yang berbeda. Setidaknya ada tiga istilah untuk mengungkap masyarakat yang
terdiri dari kultur, ras, budaya, dan agama yang berbeda, yaitu pluralitas
(plurality), keragaman (diversity) dan multikultural (multicultural). Semuanya
sama-sama merujuk pada suatu keadaan yang lebih dari satu. Kondisi
masyarakat yang beragam melahirkan sebuah doktrin normatif yang dikenal
dengan istilah multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan kearifan untuk
melihat keragaman budaya sebagai realitas fundamental dalam kehidupan
bermasyarakat. Kearifan itu muncul ketika seseorang membuka diri untuk
menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang bersifat

3
given (kodrati), baik dalam kehidupan diri sendiri yang multidimensional
maupun dalam kehidupan masyarakat yang sangat kompleks. Dari kearifan itu
muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam realitas kehidupan
merupakan sebuah keniscayaan yang harus diterima dan tidak bisa ditolak atau
diingkari. Islam sebagai agama global yang diturunkan untuk seluruh umat
manusia meniscayakan adanya model dakwah multikultural, sebab ajaran
agama ini harus diperkenalkan kepada seluruh lapisan masyarakat yang
beragam. Dengan kata lain, dakwah multikultural berkaitan dengan bagaimana
pesan Islam disampaikan dalam kondisi masyarakat yang heterogen. Dakwah
multikultural adalah dakwah yang concern pada penyampaian pesa-pesan Islam
dalam konteks keragaman masyarakat dengan cara mencari titik temu tentang
berbagai hal yang mungkin disepakati dan memaklumi bagian-bagian lain yang
tidak mudah untuk disepakati. Sebagai agama yang diturunkan untuk
mewujudkan kebaikan di tengah masyarakat, Islam dikumandangkan dan
diperkenalkan untuk mengubah tradisi buruk menjadi baik dan mengoreksi
penyimpangan menuju jalan yang benar sesuai dengan ajaran wahyu.
Perubahan masyarakat tersebut diperoleh melalui interrelasi dalam kehidupan
masyarakat.3

B. Prinsip-prinsip Dakwah Multikultural


Prinsip dakwah multikultural adalah acuan prediktif yang menjadidasar
berpikir dalam bertindak merealisasikan bidak dakwah yang
mempertimbangkan aspek budaya dan keragamannya ketika berinteraksi
dengan mad’u dalam rentangan ruang dan waktu sesuai perkembangan
masyarakat. Acuan kebenaran doktriner ini mungkin menjadi konfirmasi atas
keragaman budaya masyarakat seperti diperoleh melalui para ahli melalui
penelitian ilmu-ilmu sosial.

4
Dalam Al-Qur’an tersebar ayat-ayat yang mengisyaratkan adanya
makna fungsional ganda selain sebagai metode juga memuat prinsip-prinsip
dakwah baik secara implisit maupun eksplisit. Misalnya, apabila mengacu pada
ayat Qur’an surat An-Nahl ayat 125 dan Al Jumuah ayat 2 yang apabila
diperinci satu per satu berdasarkan isyarat ayat-ayat tersebut, maka prinsip-
prinsip dakwah termasuk dakwah antarbudaya atau dakwah multikultural
meliputi :
1. Prinsip Tauhid
Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek kepadajalan
Allah SWT. Meskipun dakwah telah memiliki konotasi sebagai upaya- upaya
pemahaman (understanding), gerakan (action) dan pengorganisasian
(organizing) dalam menyampaikan pesan-pesan islami, dalam praktiknya tak
semudah dengan apa yang dipikirkan. Oleh karena itu, perlu penegasan lebih
lanjut mengingat pertimbangan-pertimbangan psikologis maupun sosiologis
da’I dan mad’u.
Secara psikologis, nurani tindakan berdakwah merupakan panggilan
bagi setiap orang yang beriman dan berilmu (da’I) sesuai kecakapannya masing-
masing. Sementara bagi mad’u harus mengikuti seruan-seruan gtersebut. Hal ini
mesti tertanam dalam benak batin orang-orang yang beriman. Kekuatan
keyakinan akan dakwah islam sebagai implementasi iman dan aktivitas saleh
sksn teraktualisasikan melalui aktifitas-aktifitas kesehariannya. Aktivitas-
aktivitas saleh tersebut dalam dinamika dan ragamnya terpantul secara konkrit
tak hanya berbentuk aktifitas fisik, tapi juga dengan munculnya ide-ide atau
gagasan. Kemudian dari ide-ide tersebut berkembang dan melembaga hingga
terjadi pelembagaan pranata masyarakat atau proses institusionalisasi dakwah
yang pada akhirnya membentuk suatu arah terbentuknya masyarakat damai,
bermoral, teratur, dan beradab. Meskipun begitu, tetap harus mengikuti prinsip-
prinsip dakwah.

5
2.Prinsip bi Al Hikmah

Hikmah dalam pengertian praktik dakwah sering kali diterjemahkan


dengan arti bijaksana yang dapat ditafsirkan sebagai suatu cara pendekatan yang
mengacu pada kearifan budaya sehingga orang lain tidak merasa tersinggung
atau merasa dipaksa untuk menerima suatu gagasan atau ide tertentu terutama
menyangkut perubahan diri dan masyarakat kearah yang lebih baik dan
sejahtera material (lahir) maupun spiritual (batin).
Modernis muslim klasik dari Mesir Muhamad Abduh memberikan
pengertian dalam sebuah ungkapan bahwa hikmah adalah ilmu yang shahih
(benar dan sehat) yang menggerakan kemauan untuk melakukan suatu
perbuatan yang bermanfaat/berguna.
Menyangkut berkomunikasi verbal atau berbicara misalnya, selain
mengukur kekuatan da’I juga mengukur kadar intelektual maupun kebudayaan
mad’u. kebijaksanaan atau hikmah termaksud bukan berarti tegas dan kaku
dan juga bukan berarti lemah dan apatis dalam melihat setiap gejala budaya yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan islam. Dalam menegaskan
sikap bijaksana lebih berkaitan pada cara-cara yang fleksibel(luwes) dalam
tugas mengayomi masyarakat.
Bijaksana dalam dakwah juga mencakup media dakwah. Pengajianuntuk
kalangan eksekutif misalnya, lebih tepat dilakukan dalam suatu ruangan tertentu
atau gedung tertentu dengan peralatan yang lebih tepat guna seperti dihotel atau
ruang rapat.Prinsip bi al mau’idzah al-hasanah (tutur kata yang baik), ajaran
secara baik atau nasihat yang baik bagi mad’u yang awam.
Al mau’idzah al hasanah merupakan perkataan yang masuk kedalam
kalbu dengan penuh kasih sayang sehingga perasaan menjadi lembut. Tidak
berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang dan tidak menjelek-
jelekan atau membongkar kesalahan. Mau’idzah hasanah atau tutur kata yang
baik minimal tidak menyinggung ego dan melukai perasaan hati.

6
.
3.Prinsip wajadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang paling
indah/tepat dan akurat
Prinsip wajadilhum billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang paling
indah/tepat dan akurat), yakni prinsip pencarian kebenaran yang
mengedepankan kekuatan argumentasi logis bukan kemenangan emosi yang
membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan seseorang,
idola dalam hidup dan tokoh panutan.
Prinsip dakwah dengan mujadalah lebih tepat apabila berhadapan
dengan umat yang kontradiksi imannya atau kelompok cendekia yang menolak
kebenaran.
4..Prinsip universalitas
Islam adalah ajaran Tauhid. Kalimat tauhid tiada Tuhan selain Allah
adalah landasan universalime Islam. tidak ada sesuatu kecenderungan kecuali
hanya kecenderungan benar kepada-Nya. Semua selain-Nya adalah palsu,
mahluk dan lainnya sama dihadapan Allah yang sebenarnya. Penjelasan lebih
lanjut adalah bahwa Islam merupakan rahmat bagi sekalian alam (rahmatan
lil’alamin). Tak hanya umat Islam, tetapi untuk manusia, bahkan tumbuhan,
binatang, tanah dan seluruh isinya.
Semua sujud dan pasrah kepada Allah termasuk benda-benda, jasad
renik dan pepohonan kecuali manusia. Manusia memiliki daya memilih, akal,
pikiran dan moral. Kekuatan dan ketundukan pada daya moral dan akal pikiran
inilah yang akan menundukkan manusia, seperti mahluk-mahluk yang telah
tunduk sebelumnya.
Oleh karenanya dakwah juga ditunjukkan untuk semua manusia, tanpa
kecuali termasuk Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk semesta
alam.
Prinsip-prinsip nilai universalitas dapat dilihat juga dalam khotbah
terakhir Nabi Muhammad SAW : “semua kalian adalah keturunan Adam dan

7
adam berasal dari tanah. Orang Arab tidak lebih mulia dibanding non-Arab,
begitu pula orang kulit putih atas orang kulit hitam, kecuali ketakwaan
imannya..” Penggalan isi pidato Nabi ini baru menjadi isu aktual para pemimpin
dunia sekarang ini, jauh puluhan abad Nabi Muhammad telah
mengumandangkannya. Dan semua manusia berkewajiban menanggapi seruan
Allah dengan penuh kesadaran dan ketaatan.

5.Prinsip liberation (pembebasan)


Pembebasan disini memiliki dua arti, Pertama bagi da’i yang
melaksanakan tugas dakwah harus bebas dari segala ancaman teror yang
mengancam keselamatannya, terbebas dari segala kekurangan materi untuk
menghindari fitnah yang merusak citra da’i dan harus benar-benar yakin bahwa
kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri; Kedua, kebebasan terhadap mad’u
“tidak ada paksaan dalam agama”.
Jelaslah bahwa dakwah tidak bersifat memaksa apalagi tindakan
intimidasi dan teror. Yang diharapkan dari mad’u adalah persetujuan
bukanpaksaan, tujuannya adalah meyakinkan bahwa Islam adalah benar.
Dakwah adalah membenarkan Islam kepada orang lain dengan cara yang
bijaksana, paksaan jelas tidak sesuai juga tidak bijak dan karenanya tidak Islami
dan tidak ada satupun cara kekerasan yang dibenarkan oleh Islam dalam
menyebarkanajarannya.

6.Prinsip rasionalitas
Abad modern adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala
aktivitas manusia berpangkal pada sejauh mana penggunaan rasionalitas
seseorang. Apakah seorang da’i telah menggunakan pendekatan-pendekatan
rasional dalam menyampaikan dakwahnya sesuai kebutuhan mad’u atau terus
menerus masih menggunakan pendekatan-pendekatan dogmatik dan menjejali
mad’u dengan materi-materi yang sudah out of date.

8
Posisi da’i dalam perannya menghadapi mad’u yang rasional ini adalah
mengimbanginya dengan pendekatan-pendekatan yang rasional baik dalam
pemahaman nilai agama maupun praktik keagamaan. Sikap proaktif seorang
da’i dalam proses bimbingannya serta ikut partisipasi dalam setiap
perkembangan yang terjadi di masyarakat adalah bentuk empirik sikap rasional.

7..Prinsip yatlu ‘alaihim ayatihi (membacakan)


Yaitu suatu prinsip penahapan dalam berdakwah. Pengungkapan melalui
ketajaman sensualitas indra lisan masih sangat diperlukan, bahkan masih
menjadi prinsip utama hingga dewasa ini.
8.Prinsip wa yuskihim wa yu’allimuhum al kitab wa al hikmah(pencucian
jiwa dengan pengajaran al kitab dan hikmah)
Yaitu prinsip pencucian dari anasir-anasir jahiliyah dan kebodohan. Hal
ini merupakan prioritas dalam aktivitas dakwah dan mengisinya dengan ilmu
yang berlandaskan keimanan adalah solusi yang paling tepat dan strategis.

9.Prinsip menegakan etika atas dasar kearifan budaya


Prinsip Menegakkan etika atas dasar kearifan budaya yang mengacu
pada pemikiran teologi Qurani, yaitu prinsip moral dan etik yang diturunkan
dari isyarat Al-Qur’an dan as-Sunnah tentang nilai baik buruk dan keharusan
perilaku ketika melaksanakan dakwah Islam termasuk di dalamnya bidang
dakwah multikultural.
Dengan mengacu pada surat Ali Imran ayat 159, kode etik
keharusan perilaku bagi da’I antar budaya dalam proses implementasi dalam
dakwah adalahsebagai berikut :
a. Menumbuhkan kasih sayang.
b.Sikap membuka kelembutan hati.
c..Saling memaafkan.
d.Istighfar (memohon ampunan).
e.Selalu mengupayakan musyawarah.
f.Tindakan pengambilan keputusan yang tepat situasi dan tepat guna

9
g.Sikap penyerahan total diri.
h. Prinsip mengasah kecerdasan spiritual dengan selalu mencintai Allah.

10
BAB III

KESIMPULAN

Dari materi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-
prinsip dakwah antarbudaya atau multikultural adalah pedoman dasar dalam
menyampaikan dakwah pada masyarakat yang terdiri dari berbagai macam budaya,
sehingga dakwah yang disampaikan kepada mereka dapat diterima. Pluralitas budaya
adalah merupakan keniscayaan yang tidak bisa dielakkan.
Perbedaan yang ada dalam kehidupan manusia seperti perbedaan budaya
bukan menjadi penghalang dalam pelaksanaan dakwah, bahkan bisa menjadi bahan
materi dakwah dengan mengupayakan agar budaya yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip dakwah yang telah diuraikan.
Multikulturalisme merupakan paradigma yang menganggap adanya
kesetaraan antar ekspresi budaya yang plural. Multikulturalisme mengusung kesadaran
sosial kehidupan masyarakat terdapat keragaman budaya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aripudin Acep, 2012. “Dakwah Antarbudaya”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.


Huda Zainol, 2012 “Dakwah Islam Multikultural” dalam Jurnal Religia Vol. 19 No. 1, April.

12

Anda mungkin juga menyukai