¹Hamiruddin
²Karnila
Abstract:
Islam is a proselytizing religion. Islam developed in the midst of the people
throughout the world through preaching. The success of Islamic propagation in
inviting people to the right path, partly because Islam does not discriminate against
race, nation, ethnicity and culture. Islamic preaching in the face of diverse human
cultures, not just in the form of an invitation, but has a principle which is a basic
guideline that refers to the obligation, the human response to God's call, there is no
element of coercion, it is rational and ethics enforcement in assessing good and bad
things according to religious teachings (Islam).
PENDAHULUAN
dielakkan, namun budaya perlu dicermati karena tidak sepenuhnya budaya yang
penting. Karena manusia tidak berdiri sendiri terutama pada kehidupan yang
kontemporer dan kompleks seperti dewasa ini. Hubungan kerja sama dengan
Dakwah dalam hal ini berarti memberi bimbingan tidak mencaci maki budaya orang
lain, adat-istiadat dan tradisi agama yang dianut masyarakat. Bila menyimpang dari
agama dapat diluruskan sesuai dengan tuntunan agama itu sendiri, dan
pelaksanaannya berpedoman pada prinsip-prinsip
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan diurai
dalam artikel ini yaitu:
1. Bagaimana pengertian dakwah multikultural?
2. Bagaimana prinsip-prinsip dakwah multikultural?
TUJUAN
1. Mengetahui makksud dakwah multicultural
2. Menganalisis prinsip-prinsip dakwah multikultural
PEMBAHASAN
Secara bahasa, dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang berarti
untuk berdakwah yaitu dengan mengajak orang lain pada kebaikan di jalan Allah
SWT. Sebagaimana kegiatan dakwah ini didasarkan pada Al-Qur’an Surah An-
Nahl ayat 125.
dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi mungkar, dengan berbagai macam media
dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengamalannya dalam peri
kehidupan masyarakat dan peri kehidupan bernegara.
dibahas sekilas terkait makna dari multikultural itu sendiri. Multi artinya banyak,
berbagai macam budaya, suku, bahasa, agama, ras, dan etnis. Keberagaman ini
manusia. Manusia itu sendiri melalui agama yang dianutnya pada umumnya
Dengan adanya perbedaan itulah sebagai anugerah ciptaan Allah yang senantiasa
harus kita syukuri, dipelihara dengan sebaik-baiknya, dan saling menghargai satu
sama lainnya
merupakan kegiatan dakwah yang orientasinya secara spesifik untuk mengajak atau
menyeru manusia dengan cara mengutamakan nilai-nilai budaya yang ada pada
suatu masyarakat yang majemuk dan atau masyarakat yang beraneka ragam dengan
berbagai kekhasannya.
rupa agar seluruh lapisan masyarakat dapat memberikan perhatian dengan penuh
kepada kebudayaan dari semua kelompok etnik atau suku bangsa. Hal ini beralasan,
karena bagaimanapun juga, semua kelompok etnik atau suku bangsa telah memberi
yang menjadi pegangan atau acuan prediktif kebenaran yang menjadi dasar
walaupun terkadang sikap yang kurang tepat terhadap keragaman yang ada sering
menjadi sumber konflik, jika bukan permusuhan dan peperangan. Berhenti pada
ragam konflik kemanusiaan. Oleh karenanya, manusia dituntut untuk mencari titik-
titik tertentu yang memungkinkan adanya titik temu atau paling tidak
merupakan daya tangkal paling ampuh terhadap provokasi konflik antar agama,
etnis dan budaya. Pengamalan agama dalam masyarakat unsur budaya dapat
1. Prinsip Universalitas.
manusia tanpa mengenal batasan budaya, etnis dan sebagainya. Islam memandang
tempat dan zaman. Dakwah menyeru semua manusia kepadaNya, karena manusia
adalah makhlukNya.
adanya pembatasan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa ajaran itu bersifat
permanen sampai akhir masa yang akan datang. Untuk itu ajaran yang dibawa Nabi
Muhammad saw. bersifat elastis, akomodatif, dan fleksibel sehingga dalam hal-hal
semua manusia, tanpa kecuali termasuk pengutusan Muhammad saw untuk semesta
alam.
Pembebasan disini memiliki dua arti yaitu, 1) bagi da’i yang melaksanakan
tugas dakwah harus bebas dari segala macam teror yang mengancam
yang merusak citra da’i dan harus benar-benar yakin bahwa kebenaran ini hasil
agama. Dengan demikian jelas bahwa dakwah tidak bersifat memaksa apalagi
tindakan intimidasi dan teror, kendatipun terjadi perbedaan antara da’i dan mad’u.
Prinsip ini merupakan prinsip kebebasan yang merupakan ciri manusia yang paling
spesifik.
3. Prinsip Rasionalitas
Pada abad modern ini adalah abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Segala
banyak diarahkan pada pendalaman dan pengembangan wawasan. Hal ini penting
Jadi posisi da’i dalam perannya menghadapi mad’u yang rasional ini adalah
pemahaman nilai agama maupun praktek keagamaan. Sikap proaktif seorang da’i
4. Prinsip Kearifan
Prinsip ini sebagai suatu cara pendekatan dakwah yang mengacu pada
kearifan pertimbangan budaya, sehingga orang lain tidak merasa tersinggung atau
merasa dipaksa untuk menerima suatu gagasan atau ide tertentu terutama
menyangkut perubahan diri dan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Kearifan atau bijaksana adalah sikap mendalam sebagai hasil renungan yang
teraktualisasikan pada cara-cara tertentu untuk mempengaruhi orang lain atas dasar
syarat mutlak suksesnya pencapaian tujuan dakwah. Da’i yang hendak sukses
dirinya dalam mengatasi segala keadaan yang dihadapi. Kearifan atau bijaksana
dimaksud bukan berarti tegas dan kaku dan juga bukan berarti lemah dan apatis
dalam melihat segala gejala budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai agama
Islam dan kemanusiaan.
Kearifan yang berjalan pada suatu cara yang realistis dalam melakukan
pada saat tertentu selalu memperhatikan realitas yang terjadi di luar, baik pada
tingkat intelektual, pemikiran, psikologis maupun kebudayaan.
Prinsip penegakan etika atas dasar kearifan budaya yang mengacu pada
pemikiran teologi Qur’ani, yaitu prinsip moral dan etik yang diturunkan dari isyarat
Al-Qur’an dan Sunnah tentang nilai baik dan buruk tentang keharusan perilaku
etika melaksanakan dakwah Islam termasuk di dalamnya dakwah antar budaya.
Dalam QS. Ali-Imran 159, artinya “maka disebabkan rahmat dari Allah-
lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka. Mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepadaNya”
2) Sikap layyinah (membuka kelembutan hati). Sikap ini mengharuskan bagi da’i
sikap perkataan dan perbuatan ketika berinteraksi dengan mad’u yang berbeda
budaya.
bersama dalam fokus tertentu), dalam posisi manusiawi. Dengan demikian akan
lahir suasana saling mengerti
urusan sosial, yaitu upaya mencari solusi berbagai persoalan kehidupan yang
dihadapi melalui tukar pikiran dalam rangka mencari kebenaran dengan tetap
mengacu pada tradisi lokal. 6) Tindakan pengambilan keputusan yang efektif dan
efisien (tepat situasi dan tepat guna). Dengan landasan musyawarah, da’i
7) Sikap tawakkal/ Penyerahan total diri (aslamtu). Prinsip ini mengharuskan da’i
antarbudaya untuk selalu ada dalam hukum kausalitas yang diciptakan Allah untuk
mengatur alam termasuk manusia dari sisi kedirian jasadnya dan ketentuan hukum
kausalitas sosial yang mengatur tata kehidupan manusia berupa dinul Islam.
Badudu, J.S, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia ,Jakarta :
Kompas, 2005
Dep. Diknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta : Balai Pustaka, 2001
Ghazali, Abd. Rohim, Agama dan Kearifan Dakwah Dalam Masyarakat Majemuk,
dimuat dalam Buku Atas Nama Agama ,Bandung : Pustaka Hidayah,
1998
Harahap, Syahrin, Teologi Kerukunan Jakarta : Prenada Media Group, 2011
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,Jakarta : Prenada Media, 2004
Mulyana, Deddy & Jalaluddin Rakhmat (ed), Komunikasi Antar Budaya, Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2005
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar ,Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002
Pulungan , J. Suyuthi, Universalisme Islam ,Jakarta : Moyo Segoro Agung (MSA),
2002
Sambas, Syukriadi & Acep Aripuddin, Dakwah Damai Pengantar Dakwah Antar
Budaya,Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007
Suparta, Munzier & Harjani Hefni (ed), Metode Dakwah ,Jakarta : Prenada Media,
2003
Tamara, M.Nasir & Elza Peldi Taher, Agama dan Dialog Antar Peradaban ,Jakarta,
Paramadina, 1996
Yaqub , Ali Mustofa, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi ,Jakarta : Pustaka Firdaus,
200