Anda di halaman 1dari 53

Mukadimah

Kompetisi hidup tak hanya bersifat lokal, tetapi sudah mencakup dunia internasional yang membawa manusia pada hubungan antarmanusia yang kompleks. Kompleksitas terjadi dikarenakan saling bersinggungnya antar budaya. Persentuhan antar budaya tak hanya bersifat fisik semata, tetapi layaknya aliran listrik yang dapat menimbulkan arus positif dan arus negatif, yang artinya dalam proses ini tak akan luput dari nilai budaya, sistem budaya bahkan misi budaya yang mengikuti proses distribusi dan difusi suatu budaya secara dinamis. Dinamika pergeseran budaya terjadi terus menerus secara cepat yang semakin menambah rumitnya menganalisis arah suatu budaya yang berkembang di masyarakat. Dalam proses lalu lintas manusia antarbudaya, dakwah merupakan nilai. Nilai dakwah termaksud adalah Islam. Islam, baik dimaknai sebagai sikap maupun sistem nilai dan pesan yang menyertai transfer suatu dakwah, seperti dalam tablig, menjadi sangat penting ketika bersentuhan dengan nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat. Karena tidak sepenuhnya budaya-budaya yang berkembang dalam masyarakat itu baik dan mashalat bagi manusia meskipun budaya-budaya tersebut sudah ada dan berkembang. Budaya masyarakat jahiliyah pra-Islam misalnya, seperti kebiasaan pesta dengan minuman keras, sistem jual beli riba dan sikap tidak patut terhadap wanita. Ketika Islam turun dan disampaikan, tidak serta-merta tradisi-tradisi masyarakat yang sudah ada tersebut dihapus dan digantikan dengan Islam yang baru. Terjadi proses penyempitan, pengurangan, bahkan revisi terhadap budaya lama. Terjadinya tarik-menarik atau transisi atau lebih tepatnya terjadi transaksi budaya, sehingga tidak sepenuhnya nilai Islam tersebut langsung mendominasi nilai budaya sebelumnya. Islam (dalam hal ini wahyu Tuhan) turun secara berangsur-angsur mengikuti proses konteks perkembangan sosial masyarakat saat itu. Begitu juga dengan pembawa risalahnya Muhammad SAW, menyampaikan dengan cara yang sangat arif dan persusasif memperhatikan kesiapan masyarakat guna menerima nilai kebenaran yang lebih humanis. Masyarakat Arab yang dihadapi saat itu adalah masyarakat yang sudah sangat berbudaya, akan tetapi budaya mereka dianggap terlalu jauh meninggalkan nilai-nilai ketuhanan yang fitri.

Budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat memang terkadang berwujud dan berbentuk fisik, gagasan-gagasan atau ide. Bahkan terkadang sangat abstrak seperti terdapat pada nilai budaya itu sendiri. Hubungan antara aktivitas dakwah Islam dengan nilai budaya masyarakat dalam praktiknya pasti terjadi tarik-menarik dalam persepsi madu (sasaran dakwah). Pada satu sisi, Islam merupakan budaya baru sementara pada sisi lain Islam harus disampaikan terhadap masyarakat yang telah memiliki budaya turun-temurun dilestarikan dan sudah berurat-berakar. Tak hanya dai dan madu yang berbeda budaya bahkan perbedaan budaya terjadi antara dai dengan dai terlebih-lebih antara suatu budaya madu dengan budaya madu lainnya. Ada sekurang-kurangnya dua pendekatan dalam memecahkan persoalan ini, keduaduanya merupakan keputusan dalam merumuskan adanya nilai dakwah dalam hubungannya dengan madu antarbudaya. Pertama, anggapan bahwa adanya nilai positif dalam setiap budaya suatu masyarakat. Nilai positif termaksud sifatnya universal, yakni nilai budaya tinggi yang, kurang lebih, sama dengan apa yang terdapat pada nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Budaya tinggi tersebut pada era globalisasi sekarang mungkin setara dengan upaya-upaya untuk membebaskan manusia dari ketertindasan, baik karena budaya itu sendiri atau karena sistem sosial politik. Nilai-nilai tinggi suatu budaya dalam budaya yang berbeda-beda ketika menyatu akan terjadi situasi komplementer antara satu dengan yang lainnya, atau terjadi konflik baik bersifat internal-psikologis maupun konflik eksternal sosioantropologis. Situasi ini pada akhirnya akan mewujudkan suatu bentuk budaya baru atau menguatnya suatu hegemoni budaya tertentu yang teruji oleh kondisi dimana hegemoni suatu budaya itu berkembang. Pendekatan kedua, bahwa apabila isi dakwah dipahami sebagai sistem nilai islam, maka nilai tersebut menjadi landasan dan prinsip tanpa terlalu terpaku pada bentuk-bentuk luar suatu budaya. Halal adalah nilai Islam, seperti dalam makanan, makanan apapun sah dimakan apabila makanan tersebut, misalnya terbebas dari zat yang dapat merusak pemakannya, diperoleh melalui cara yang benar menurut aturan, dan memakannya merupakan bentuk ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian dakwah antarbudaya merupakan suatu tawaran strategis dakwah yang tak hanya membimbing umat agar tidak terjebak pada bentuk luar suatu budaya manusia, tetapi lebih dari pada itu, perubahan isi lebih penting guna mewujudkan suatu bentuk budaya masyarakat yang lebih baik.

A. Sejarah Dakwah Suatu hal menarik berkaitan dengan dakwah Nabi Muhammad SAW adalah ketajamannya dalam melihat setting sosial masyarakat saat itu. Masyarakat Arab, ketika wahyu turun, digambarkan para sejarawan sebagai komunitas masyarakat jahiliyah. Mereka terdiri dari berbagai kelompok suku, agama, dan adat-istiadat. Mereka menganut berbagai agama dan kepercayaan. Yahudi, Kristen, Syabiin, Manisme, dan Zoroaster adalah diantara beberapa agama dan kepercayaan yang populer saat itu di luar kaum musyrik dan atheis. Mereka memiliki kebiasaan menyembah tuhan banyak dengan Kabah sebagai pusat peribadatan1. Ketika keadaan masyarakat seperti itu tanpa pegangan hidup, Muhammad lahir dan membawa ajaran yang kemudian dikenal dengan Islam, kemudian dijadikan nama agama yang dibawanya. Oleh para ahli ilmu dakwah sekarang, periode ini dinamai sebagai periode pembentukan dakwah (takmin).2 Pada periode ini, dakwah Nabi lebih banyak menekankan pada aspek pemantapan benih-benih tauhid. Ajaran ini mengharuskan manusia hanya percaya dan menyerahkan sepenuh hatinya kepada Allah Tuhan Esa, tunduk dan patuh hanya semata-mata kepada Allah SWT. Prinsip tauhid yang dibawa Muhammad SAW dan disampaikan kepada masyarakat mayoritas penyembah berhala telah menimbulkan reaksi keras, terutama dari tokoh-tokoh masyarakat Quraisy yang nota bene para pemimpin suku dan pemimpin kabilah. Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, termasuk salah satu agama dakwah yang harus disampaikan. Muhammad adalah dai pertama kepada masyarakat Mekah saat itu. Metode dakwah yang dilakukannya yaitu, dakwah fardiyah (dakwah antarpribadi) yang bersifat sembunyi-sembunyi atau

komunikasi personal. Tak lama setelah Muhammad menerima wahyu, beliau menyampaikan kabar itu kepada insan terdekatnya, seperti Khadijah (istrinya), Ali Ibn Abi Thalib, Abu Bakar, Utsman Ibn Affan, Umar Ibn Khattab, kemudian terus berlangsung berita dari Nabi disampaikan dalam situasi dan keadaan yang tak menentu.

1 2

Ibid Amrulah Ahmad, 1996. Dakwah Islam sebagai ilmu, Pendekatan Epistemologi, Makalah, IAIN Sumatera Utara

Dengan segala kecerdasan Muhammad, bukan saja menyebarkan Islam dalam arti tablig, tetapi lebih dari itu Nabi bersama masyarakat dapat membangun sebuah model sistem sosial modern bahkan terlalu modern pada masanya, periode ini disebut para ahli sebagai periode pemetaan dakwah (tandzim).3

B. Lahirnya Ilmu Dakwah Apabila dakwah sebagai usaha penyebaran Islam telah lama berlangsung. maka dakwah sebagai ilmu boleh dibilang masih sangat baru mengikuti perkembangan dunia ilmiah. Ilmiah dimaksud adalah studi dakwah kemudian membuktikan dakwah sebagai ilmu melalui pendekatan-pendekatan ilmiah yang dapat dikajis ecara empiris. Tekanan utamanya adalah pada riset untuk melahirkan kategorisiasi dan teori-teori ilmu dakwah.

C. Aspek Pluralitas dalam Dakwan Antaragama Pluralitas dalam agama di Indonesia, misalnya, merupakan keniscayaan disadari masyarakat sebagai sesuatu yang tak bisa dibantah. Orang yang mengajak agar melestarikan lingkungan, mencintai dan menyayangi sesama, saling menghargai dan menghormati, kompetisi sehat dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya ternyata bukan hanya monopoli khotbah sang Pastor di gereja-gereja, nasihat-nasihat mubalig di podium, politisi busuk dalam kampanye pemilu atau mubalig-mubalig di setiap langgar dan masjid atau setiap biksu dan pendeta bijak pada keyakinan dan ajaranajaran agama yang berbeda. Sikap saling membela dalam mempertahankan budaya dan tradisi suatu masyarakat tidak hanya monopoli kaum primitif yang hidup di hutan nan jauh dari keramaian kota seperti suku-suku di Irian Jaya dan Kalimantan, tetapi hampir setiap masyarakat menyatu dengan budayanya berhak untuk melestarikannya. Pengakuan terhadap keragaman beragama tidak bisa dilaksanakan apabila dalam diri seseorang masih ada perasaan curiga dan prasangka buta yang saling menyalahkan bahkan mencaci agama dan kepercayaan lainnya. Meskipun setiap agama mempunyai
3

Marshal G.S Hodgson, 1974. The Venture of Islam, jil 1, Chicago University Press.

landasan doktriner untuk disebarkan, penyebaran tersebut tetap harus dilakukan dalam suasana saling menghormati kepercayaan agama orang lain. Begitu juga dengan dakwah, tidak akan jauh mengalami nasib yang sama apabila pelaksanaannya tidak memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai budaya termasuk tradisi beragama yang dianut masyarakat. Dakwah merupakan suatu proses maka layaknya suatu proses dilakukan dengan cara-cara dan strategi yang lebih terencana, konseptual, dan terus-menerus.

D. Pengakuan Quran tentang Keragaman Klaim Quran bahwa Islam dapat menjadi rahmat bagi sekian alam (rahmatan lilalamin) adalah respon positif bagi perkembangan masyarakat multikultural. Kualitas manusia cenderung tidak hanya dipandang dari sisi-sisi simbolik-aksesorislabeling belaka, meskipun dari pandangan sosiologis sah dalam ukuran manusia. Pengakuan universalnya adalah nilai kemanusiaan yang setiap orang harus menghormatinya tanpa terlalu terpaku pada label luar dan aksesoris yang melekat pada bajunya sebab simbol-simbol dan label-label ituakan terus-menerus berubah sesuai perkembangan peradaban manusia. Isyarat lain misalnya termaktub dalam ayat yang terjemahannya berbunyi: ...Kalau saja Allah menginginkan, niscaya Dia akan menciptakan manusia sebagai satu bangsa yang monolitik atau ummatan wahidah. Tetapi mereka senantiasa menunjukkan perbedaan....4 Dalam dakwah antarbudaya, keragaman merupakan tantangan dai agar lebih mampu meramu pesan-pesan kondisi dakwah budaya yang madu lebih bijaksana di dengan dalamnya mempertimbangkan positif termasuk

mengondisikan cara-cara dan media yang dianggap dekat dengan ukuran budaya suatu masyarakat. Media yang digunakan para dai dalam berdakwah adalah bahasa lisan. Dalam konteks dakwah antarbudaya, bahasa dakwah (dawah bi al-Lisan) pada masyarakat Sunda misalnya, akan lebih tepat mengena tentunya dengan menggunakan bahasa
4

QS, 11 : 18

Sunda. Tujuannya tidak lain kecuali agar lebih mendekati memperoleh kesamaan dalam memaknai suatu gagasan, begitu juga dalam materi dakwah, mengangkat isu politik yang terjadi di Timur Tengah misalnya, kurang tepat dibahas dalam pengajian ibu-ibu di pedesaan sebab tidak memiliki kesinambungan dengan kondisi tingkat kebudayaannya (la bi qadri uquilihim).

E. Dakwah Antarbudaya Berdasar pada asumsi-asumsi diatas, upaya-upaya membangun strategi dakwah yang lebih ramah dan damai, merupakan itihad yang sangat signifikan dengan tuntutan zaman. Namun hendaknya mengupayakan kesadaran nurani agar mengusung setiap budaya positif secara kritis tanpa terbelenggu oleh latar belakang budaya formal suatu masyarakat. Dalam tradisi saling menghormati dan menghargai pada masyarakat Sunda atau Jawa misalnya, ucapan salam, permisi, punten, dan merendahkan badan terkadang dipraktikan silih berganti dan saling mengisi satu sama lain. Karenanya, usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat merupakan kunci utama dalam memahami dan mengembangkan dakwah antarbudaya. Mampu membedakan antara Islam dan budaya bukan bertujuan untuk membedakannya kemudian memisahkan antara satu dengan lainnya, tetapi lebih pada upaya analisis guna memadukan hal-hal yang positif apa yang ada dalam budaya dan Islam pada sisi lain dengan cara pandang dakwah. Inilah ontologi dakwah antarbudaya yang signifikan pada era multikultural sekarang.

F. Wujud Interaksi Simbolik antara Dai dan Madu Yang dimaksud wujud interaksi simbolik di sini adalah rumusan konseptual hasil pengamatan terhadap proses pelaksanaan dakwah, baik diterima maupun ditolak oleh madu. Rumusan konseptual ini sebagian besar berlandaskan pada konsepkonsep hasil penelitian para ahli kerika meneliti islam dan dakwah Islam khususnya di Indonesia. Untuk teori reseptie misalnya kami meminjam dari analisis sarjana

Belanda Cristian Snouck Hurgronje.5 Sementara untuk teori akulturasi dan teori simbol agama kami pinjam dari antropolog, seperti Kontjaraningrat6 dan Clifford Greetz.7 Sementara untuk teori komplementer kami peroleh dari Gus Dur.8

1. Perspektif Dakwah Antarbudaya


A. Budaya Dan Dakwah Antarbudaya Kecenderungan dasar masyarakat terhadap kehidupan yang melingkupinya sangat rentan terhadap konflik dan konfrontatif. Konflik individu dengan dirinya, individu dengan individu ataupun konflik antarmasyarakat. Kondisi demikian dalam dakwah merupakan bagian dari situasi dan kondisi madu, yaitu masyarakat yang mudah terkena pertengkaran dengan penyebab konflik internal dan konflik eksternal. Meskipun demikian, kenyataan sering menunjukkan sebaliknya, jika bukan selalu, penuh dengan konflik. Secara sepintas, tampaknya kecil kemungkinan pertikaian antarumat Islam di berbagai tempat dan belahan dunia akan cepat reda. Namun, umat Islam tidak boleh pesimis, bahwa pertikaian antarumat Islam tidak akan terselesaikan. Karena secara teoritik, solusi problematika dakwah pada masyarakat yang rentan konflik itu dapat ditempuh melalui pendekatan dakwah intra dan antarbudaya, yaitu proses dakwah yang mempertimbangkan keragaman budaya antardai dan madu, dan keragaman penyebab terjadinya gangguan interaksi pada tingkat intra dan antarbudaya agar peran dakwah dapat tersampaikan dengan tetap terpeliharanya situasi damai.9 Islam (dari kata Arab; aslama) secara bahasa memang bermakna damai, sikap pasrah, tunduk dan patuh. Karenanya suatu keharusan bagi umat Islam, para dai
5

Di antara pendapat tentang hubungan antara Islam dengan budaya adalah pendapat yang mengatakan bahwa apabila Islam akan dijadikan hukum masyarakat mesti terlebih dahulu harus menjadi adat. Hazairin, 1992. Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Jakarta. 6 Koentjaraningrat, 1986. Sejarah Teori Antropologi, jilid 1 UI Press, Jakarta. 7 Clifford Greetz, 1974. The Interpretation of Cultures, Selected Essay, The University of Chicago Press. 8 Istilah lain yang sering digunakan adalah Pribumisasi Islam dan Islam Kultural. Untuk lebih lengkap lihat buku terbarunya, Abdurrahman Wahid, 2006. IslamKu, Islam dan Islam Kita, The Wahid Institute, Jakarta. 9 Sukriyadi Sambas, Dasar-Dasar Dakwah Antarbudaya, Makalah, FD IAIN Sunan Gunung Djati, tt.

khususnya, disamping bersukap tunduk kepada Allah SWT, Islam disampaikan mesti dengan menunjukkan sikap kasih sayang dan praktik menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, dan penghargaagan kepada orang lain. Budaya (dari kata budhi artinya akal dan daya artinya kekuatan atau dorongan) berarti kekuatan akal karena kebudayaan manusia merupakan ukuran pencurahan kekuatan manusia berpangkal pada akal, baik akal pikiran, akal hati maupun akal tindakan. Budaya berarti juga akal-budi, pikiran dan cara berperilakunya, berarti pula kebudayaan. Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang diperoleh melalui pembiasaan gagasan dan karya manusia yang diperoleh melalui pembiasaan dan belajar, beserta hasil budi dan karyanya itu.10 Bagi setiap etnis masyarakat dimanapun berada akan sekaku memiliki unsur budaya dan kebudayaan universal tersebut, yang dalam realitasnya akan beragam wujud antara satu etnis budaya masyarakat tertentu dengan budaya etnis lainnya. Hal ini sebagai bagian dari wujud Sunnatullah (natural of law) bagi manusia. Dalam terminologi teknis agama, peninggalan budaya ini sering disebut sebagai urf (pengetahuan tentang norma dan nilai yang disepakati dan diketahui). Urf ini

merupakan faktor perekat keragaman budaya sekaligus menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik. Memelihara urf termasuk salah satu nilai yang memiliki landasan kuat sebagai keharusan agar selalu memelihara sesuatu yang maruf (budaya yang telah dikenal) dan meninggalkan serta mencegah sesuatu yang sebaliknya, yakni budaya mungkar. Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.11

10 11

Koenjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 1986. Aksara Baru, Jakarta. QS, 3 : 110

B. Masyarakat Dalam Quran Al-Quran merupakan kitab dakwah. Langkah awal yang dilakukan adalah menelusuri isyarat-isyarat bagaimana Al-Quran berbucara tentang hakikat dan karakteristik masyarakat yang rentan konflik, dan bagaimana proses dakwah dalam memberi solusi problematika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tersebut. Pertama, upaya mencandrakan hakikat masyarakat dalam perspektif Quran yang diasosiasikan pada bentuk sifat maupun tempat. Hal ini memerlukan kecermatan dan ketajaman dalam memahami teks-teks Quran. Bentuk masyarakat majemuk dalam Quran misalnya, digambarkan dengan istilah orang mukmin (mukminun), orang kafir (kafirun), kaum musyrik (musyrikun), kaum munafik (munafikun), orangorang bertakwa (muttaqun), ahli surga (ahl al-Jannah), ahli neraka (ahl al-Nar), orang salih (shalihin), orang-orang baik (muhsinin), kafir Quraisy, Kaum Luth, Kaum Ad, Kaum Tsamud dan berbagai term-term lain yang diasosiasikan kepada komunitas atau kelompok umat manusia. Kedua, pernyataan bahwa manusia berasal dari suatu keturunan, terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan yang mengisi belahan planet bumi sebagai bagian dari tanda kekuasaan Allah SWT. Pengaruh keturunan, terutama lingkungan keluarga khususnya orang tua, sangat kuat terhadap perkebangan kepribadian anak. Selain faktor lingkungan tempat masyarakat berada, faktor iklim dan cuaca menambah pelik dan beragamnya sifat-sifat yang memengaruhi watak manusia. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri dan darinya Allah menciptakan pasangan; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.12 Ketiga, isyarat tentang manusia memiliki keragaman bahasa dan warna kulit yang menjadi objek pengetahuan, khususnya bagi pengkaji ilmu tentang manusia, sifat, karakteristik serta asal-usulnya (antropologi) yang merupakan bagian dari tanda kekuasaan Allah SWT.
12

QS, 4 : 1

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.13 Keempat, manusia diciptakan berjenis laki-laki dan perempuan (berpasangan), membentuk komunitas menjadi beraneka ragam suku dan bangsa. Keragaman ini mencerminkan posisi manusia sebagai makhluk yang paling dinamis, kreatif dan inovatif bahkan makhluk yang paling cepat dalam reproduksi. Kelima, manusia dianugerahi pedoman dan sistem hidup (syariat) berupa alKitab oleh Allah SWT yang Maha Pencipta. Kitab ini sebagaimana diakuinya sendiri, merupakan petunjuk bagi manusia sekalian alam, membenarkan posisi kitab-kitab yang telahada sebelumnya sesuai konteks sosio-historis suatu masyarakat. Keenam, manusia dengan potensi nafsunya (dorongan psikis negatif) yang mendominasi akal sehat dan kecenderungan halus moral kepada Allah, membuat pedoman dan sistem hidup yang menyimpang dari syariat samawi. Potensi ini menjadikan manusia sebagai makhluk yang memiliki sikap dasar memilih.

13

QS, 30 : 19-22

C. Prinisip-Prinsip Dakwah Antarbudaya 1. Prinsip Tauhid Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek, kepada jalan Tuhan Allah SWT (ila sabili rabbi). Meskipun dakwah telah memiliki konotasi sebagai upaya-upaya pemahaman, gerakan, dan pengorganisasian dalam menyampaikan pesan-pesan Islam. 2. Prinsip bi al-Hikmah (kearifan) Hikmah adalah sikap mendalam sebagai hasil dari renungan yang teraktualisasikan dalam cara-cara tertentu untuk memengaruhi orang lain atas dasar pertimbangan psiko-sosio-kultural madu secara rasional. Keanekaragaman budaya dan berbagai kelompok etnik merupakan kebijaksanaan Tuhan, bijaksana dalam dakwah juga mencakup media dakwah. 3. Prinsip bi al-mauidzah al-hasanah, ajaran secara baik atau nasihat yang baik bagi madu yang awam Al-Mauidzah al-Hasanah adalah menasihati seseorang dengan tujuan tercapainya suatu manfaat atau mashalat baginya, dengan kata lain perkataan yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang sehingga perasaan menjadi lembut, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang dan tidak menjelek-jelekan atau membongkar kesalahan. 4. Prinsip wajaadilhum billati hiya ahsan Wajaadilhum billati hiya ahsan (beredebat dengan cara yang paling indah/tepat dan akurat), yakni prinsip pencarian kebenaran yang mengedepankan kekuatan argumentasi logis bukan kemenangan emosi yang membawa bias, terutama yang menyangkut materi dan keyakinan seseorang, idola dalam hidup dan tokoh panutan. 5. Prinsip universalitas Islam adalah ajaran Tauhid, kalimat tauhid lailaaha illallah adalah landasan universalisme Islam. Prinsip nilai-nilai universalitas dapat dilihat dalam khotbah Nabi Muhammad SAW: ...semua kalian adalah keturunan Adam, dan

Adam berasal dari tanah. Orang arab tidak lebih mulia dibanding non-arab, begitu pula orang kulit putih atas orang kulit hitam, kecuali ketakwaan imannya....

D. Metodologi dan Nilai Guna Dakwah antarbudaya sebagai salah satu bidang kajian ilmu dakwah dalam menjelaskan dirinya dapat menempuh prosedur penalaran sebagai berikut: Pertama, metode istinbati, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah antarbudaya dengan cara menurunkan isyarat-isyarat dari Al-Quran dan as-Sunnah. Kedua, metode iqtibasi, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah antarbudaya dengan cara meminjam pemikiranpemikiran produk para pakar yang bersumber dari Al-Quran dan asSunnah. Ketiga, metode istiqrai, yaitu penalaran dalam menjelaskan objek kajian dakwah antarbudaya dengan menggunakan prosedur kerja metode ilmiah. Menempatkan Dakwah Antarbudaya sebagai bagian kajian disiplin Ilmu Dakwah paling tidak akan berguna dalam hal-hal berikut ini: Memberikan wawasan dan mempertegas objek material dan objek formal Ilmu Dakwah yang unik, menantak dan problematik. Memberikan bukti-bukti kebenaran ayat-ayat yang teramati dalam kenyataan empirik keragaman budaya dengan ayat-ayat yang tertulis dalam firman Allah. Memberikan pertimbangan dan acuan dalam menyeleksi budaya yang makruf dari budaya yang munkar. Mendorong para ilmuwan dan praktisi dakwah dan umat Islam untuk memiliki sikap mental dan perilaku yang berkearifan menghadapi dinamika dan keragaman budaya.

2. Konsep Kesukubangsaan
A. Suku Bangsa Dalam antopologi, suatu cabang ilmu sosial yang mengajikan manusia dan beraneka ragam kelompok bedasarkan kebudayaannya menyebut suatu golongan atau kumpulan manusia itu sebagai suku bangsa, juga sering ada yang menyebut etnic group (kelompok etnik), yakni kelompok yang diikan oleh kesatuan nilai kebudayaan dan keturunan. Misalnya, suku batak (batak karo, mandailing, tapanuli) yang memiliki ciri khas budaya tertentu, seperti dalam berbicara tidak lugas, atau budaya gotong royong yang ciri khas umumnya masyarakat indonesia yag banyak

mempertimbangkan keseimbangan dan solidaritas sosial, serta disiplin dan tepat waktu yang merupakan sikap sebagai warga jerman. Begitu juga umat beragama. Ibadah haji, salat, zakat dan, puasa ramadan merupakan ciri-cri khusus orang islam vatikan,gereja, dan sistem pendetan merupakan ciri khas agama katolik. Konsep suku bangsa atau kelompok etnikmengandung arti paru-paru bangsa yang masing-masing memiliki corak kebudayaan khas. Sementara antroopologi terkenal sebagai koentjaraningrat mendefinisikan suku bangsa dan suku golongan yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bangsa juga.suatu suku bangsa atau kelompok etnik menurut brat umumnya dikenal sebagai suatu populasi yang memiliki ciri-cri sebagai berikut : Pertama, secara biologis mampu berkembang baik dan betahan. Lebih dari itu memiliki tujuan agar suatu kelompok manusia lestari dengan tujuan-tujuan dapat menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya. Kedua, memiliki nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya kesamaan termasuk bukan berati sama secara kaku, tetapi kesamaan atas dasar perasan sepenanggungan yang diperoleh melalui belajar secara turun-temurun. Ketiga, membentuk jaringan komunikasi dan interasi sendiri, membungkukan badan bagi masyarakat jepang misalnya, merupakan bentuk komunikasi dalam menghormati oranglain,begitu juga menjium tangan bagi orang belanda menunjukkan

sikap dalam memuliakan orang lain, mamakai pakaian hitam sebagai tanda berkabung. Kempat, menentukan ciri kelomponya sendiri yag diterima kelompok lain. Sopan santun ,ramah, logat bahasa/lentong, dan bahasa yang bertingkat (undak-usuk) pada orang sunda misalnya, merupakan ciri yang membedakannya dengan kelompok masyarakat etnis lain. Dalam sebuah suku bangsa, identitasmerupakan ciri yang sangat pokoh, identitas kesukubangsaan dicirika dicirikan oleh oleh adanya unsur-unsur ethnic traits (suku bangsa bawaan) , yang meliputi natalitas (kelahiran) atau hubungan darah, kesamaan bangsa,kesamaa adat istiadat, kesamaan kepercayaan(religi), kesamaan mitologi dan ikatan totemisme.antropolog lain, matulada misalnya, lebih terperinci mengajukan lima ciri pengelompokan dalam suatu suku bangsa sebagi berikit. Pertama, adanya komunikasi antara sesama mereka. Alat komunikasai yang paling mudah dan efektif adalah bahasa,baik lisan mauoun tulisan. Kedua, pola-pola sosisal kebudayaan yang membutikan perilaku yang dinilai sebagai bagaian dalam kehidupan adat istiadat (termasuk cita-cita dan ideologi) yang diihormayi bersama. Ketiga, adanya perasaan keterikatan antara satu dengan yang lainya sebagai suatu kelompok dan menimbulkan rasake bersamaan diantara mereka. Menurut penelitian koentjaraningrat, di indonesia saja terdapat 565 etnik lebih. Sementara dilihat dari bahasa etnik, tercatat lebih dari 500-an.hal ini seperti terungkap dalam motto bhineka tunggal ika (berbeda-beda tetapi satu,yaitu bangsa indonesia).secara historis pernyataan tentang pengakuan atas keragaman dalam bingkai kesatuan bagi bangsa indonesia adalah tepatnya pada tanggal 28 oktober 1928 yang terkenal sebagai sumpah pemuda satu nusa satu bangsa satu bangsa) indonesia.

B. Wawasan Kesukubangsaan Dalam Al-Quran Berkali-kali quran menyatakan bahwa individulah bkan kelompokyang Berkali-kali quran menyatqkan bahwa

bertanggung jawab atas perbuatanya.

individulah bukan kelompok yang bertanggung jawab atas perbuatanya. Al-quran menekankan kesatuan umat (komunikasi) islam ayat demi ayatnya, dan benandaskan keutamaan ikatan yang diciptakan atas dasar islam daripada ikatan yanng didasarkan atas identitas kekerabata, keturunan, wilayah dan,bahasa. Islam menyatakan bahwa komitmen pada keimanan,moral dan prestasi (achivement) menggantikan ikatan etinitas, cara individu, dan kelompok mencirikan dirinya bedasarkan bahasa, budaya, luluhur, tempat, asal, dan sejarah yang sama.dalam sejarahnya , klaim etnisitas memang menguntungkan secara ekonomi maupun politik bagi individuan atau kelompok dominaan yang sangat terbatas. Dalam islam, istilah padanan untuk kelompok etnis memang beragam, agak sukit rasanya menemukan padanan yang paling tepat untuk istilah kesukubangsaan dalam quran. Paham kebangsaan (nasionalisme) pada dasarnya belum dikenal sewaktu diturunnya quran.paham ini berkembang di eropa pada hkhir abat ke-18. Yang memperkenalkan paham ini kepada umat islam adalah napoleon bonaparte dalam rayuan gombalnya (propaganda) terhadap rakyat mesir dengan menyebut dengan umat al-mishriyah (bangsa mesir) padananya umat islamiyh 9bangsa muslim). Kebangsaan tersebut dari kata bangsa, yang didefinisikan sebagai kesatuan orangorang yang bersama asal keturunan adat, bahasa, dan sejarahnya ,serta berpemerintah sendiri. Akan dicoba diselidiki satu persatu term kebangsaan yang diduga memiliki makna yangdekat dengan makna yang dimaksud. Pertama, kata kaum (kaum) sering dipahami dengan arti bangsa atau kebangsaan, seperti ungkapan napoleon di atas, terhadap kalimat kaum dalam qaum dalam quran sesuai konteksnya masing-masing, misalnya, ajakan nabi nuha agar kaumnya beribadah hanya kepada allah (yaa qaumi budu rabbakum alladzi khalaqakum) dan rarangan menyajek pada suatu kaum. Kedua, kata umat. Umat di artikan sebagai para penganut atau pengikut suatu agama atau makhluk manusia.selain itu, umat diartikan bangsa atau negara. Padahal oada umat dalam isalm di quran belumm tentu benar diartikan bangsa tampa ada ikatan-ikatan tertentu yang unik dan universal.

Memang kata umat cukup luas pengertianya dan sangat fleksibel, term umat bisa diartikan bangsa bisa juga dipahami dengan makna-makna lain yang lebih partikuler, bebeda ,dan lebih spesifik. Term umat memiliki makna yang luas, tidak hanya dituju pada umat islam, merupakan fenomena elatif baru. Ketiga, kata qabilah (bangsa/ nation), yakni masyarakat yang

memilikikesatuan arah, kerja sama. Pada masyarakat lama,seorang pemimpin kabilah sangat menentukan arah kemajuan dan hidup masyarakat. Namun, pada msyarakat modern arah kemajuan suatu kelompol masyarakat dilakukan bersama-sama antara pemimpin dan masyarakatnya. Keempat, kata sayuub (suku/etnik), hai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmenyenal.sesungguhnya orang yang paling mulia di atara kamu di sisi allah ialah orang yang paling takwa di atara kamu, sesungguhnya allah maha mengetahui lagi maha mengenal. Kelima, kata wathaniyah (tanah air). Sebuah ungkapan klasik berbunyi bahwa cinta tanah air sebagai bagian dari iman. Kecintaan pada tanah air adalah bentuk perekat nilai-nilai kebangsaan. Ketika daerah tanah air diganggu, maka serta-merta seruru penduduknya tanpa melihat latar belakang kepribadian akan membelanya matimatian karena sentimen dan solidaritas kebangsaan. Pengertian teknis tentang konsep kesukubangsaan seperti dijelaskan secara singkat diatas, pada kenyataan merupakan upaya sistematisasi budaya manusia dengan segala kecenderungannya guna mengenalkan diri dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain bedasarkan kecerdasan akalnya, termasuk untuk membedakan dengan antara sesama manusia. Penyambangan kebudayaan manusia dengan seluruh kapasitas dan kelebihannya merupakan kerakteristik khusus antara individu maupun kelompok dan mengikatkannya. Watak kebangsaan suatu masyarakat sangat mengena untuk menjadikan medium dalam dakwah terutama dakwah pada masyarakat yang semakin kosmopolit. Konsep pendekatan dakwa antarbudaya semakin mendapat tempat sebagai kemajuan dalam perkembangan ilmu dakwa. Oleh karena itu sikap dai terhadap budaya

masyarakat tak bisa lagi memakai sikap-sikap yang konfrontatif, simplistis, dan keras. Sikap-sikap serupa, apalagi dalam berdakwah, bukannya memper mudah

mendapatkan jalan yang terang, bahkan sebaliknya akan mendapatkan ponolakan dan semakin memperkeruh permasalahan. Padahal yang diharapkan adalah terciptanya pendekatan dakwah solutif bukan konfrontatif,yaitu dakwa yang mencari jalan keluar setiap persoalan umat.

C. Nation State Potensi Masyarakat Muslim Indonesia Akhir-akhir ini muncul jargon nation state (negara bangsa) sebagai negara yang dicita-citakan oleh setiap warga. Kurang lebih, konsep negara bangsa mencitacitakan masyarakat hidup dalam keadilan-kesejahteraan-makmur dan aman, menjujung tinggi pruralisme, prestasi, dan kemajemukan dalam wadah kesatuan nasional. Bangsa indonesia telah memilih dengan sepakat bahwa pancasila merupakan common flatfrom (kesepakatan bersama) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ide negara-bangsa (nation state) memiliki pengertian bahwa negara ini dibangun harus melibatkan seluruh komponen bangsa dan untuk seluruh komponen bangsa. Ide-ide terpentingnya adalah pemerintah harus dilakukan oleh segenap masyarakat bukan hanya pemerintah, perataan hasil-hasil pembangunan dan sumber daya alam, kesejatraan dan keadilan. Konsep-konsep tentang sebuah negara seperti tercermin diatas, pada dasarnya telah tumbuh lama. Kecerdasan dan kesuksesan nagara madinah pada masa nabi muhammad saw telah menjadi kunci dalam membentuk masyarakat yang makmur dan bermoral. Bahwa pada masyarakat telah meninggalkan sebuah dokumen sejarah masyarakat yang hidup dalam keragaman dan mengakui madinah. Tentang konstitusi madinah ini, menarik komentar marshal G.S. hodgkson dalam the vanture of islam, bahwa dokumen ini menunjukkan bahwa nabi dan masyarakatnya telah bentuk sebuah bentuk masyarakat modern, bahkan telah modern pada masanya. Filosof ulung plato menulis sebuah cita-cita tentang masyarakat utama dalam magnum opus-nya republicia. Selain masyarakat harus bermoral, plato mengajukan gagasan bahwa masyarakat yang utama mesti dipimpin oleh pemimpin yang cerdas dan bermoral.

Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa memiliki apa yang telah digambarkan di atas, sebagai sebuah negara kepulauan dengan aneka ragam suku, agama, dan budaya memberi peluang besar untuk mewujudkan sebuah negara yang makmur. Membentuk sebuah masyarakat yang taat pada aturan/hukum yang telah disepakati bersama secara kritis dan konstuktif menuju sebuah masyarakat yang partisipatif, yakni masyarakat madani, masyarakat yang mengacu pada prinsip-prinsip pembentukan masyarakat seperti tersirat di atas. Civil society dan masyarakat madani tentang beberapa wawasan kebangsaan yang herus dipertimbagkan dalam membentuk masyarakat madani (civil sciety) , antara lain : Pertama, pluralisme, yakni pengakuan dan penghargaan penuh terhadap keragaman masyarakat. Keragaman mesti menjadikan suasana kompetitif sehat dan pertukaran budaya secara aktif dan positi. Kedua, toreransi. Toreransi meupakan hal yang sangat penting dalam membentuk sebuah masyarakat utama. Apabila keragaman dan pluralisme mesti menjadi landasan, maka tidak mungkin menjadi apabila tidak ada toreransi dalam semangat perbedan itu. Ketiga, demokratisasi. Inheren dalam proses demokrasi adalah sikap-sikap; a. Sadar akan kemajemukan atau pluralisme. b. Terciptanya musyawarah dan tutus menerima setiap keputusan bersama. c. Memiliki pemimpin dan kepemimpinan yang demokratis. d. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban hendaknya mengikuti aturan main (law of the game) yang telah disepakati bersama, dan e. Mengendepankan pemufakatan sejarah jujur dan sehat. Bagi para aktivis dakwah dalam kondisi masyarakat yang majemuk seperti Indonesia (dai) tak perlu memasakan islam secara berlebihan. Meminjam teori komplementer, pelaksanaan dakwah akan lebih efekif apabila dai menangkap nilainilai universal yang ada dalam islam juga yang ada pada agama-agama nonmuslim dan kebudayaan-kebudayaan lainnya. Misalnya, nilai kerja sama, nilai kasih sayang dan kekeluargaan, dan persamaan yang hampir ada setiap agama.

Pendekatan dakwah, baik tablig (penyiaran), tadzbir (pengorganisasian), tathwir (pengembangan) maupun irsyad (bimbingan), melalui pendekatan dakwah dialogis dan dakwah antara budaya adalah solusi metodologis yang tepat membangun membangun dakwah yang lebih ramah dan mengena. Pemahaman terhadap materimateri dakwah yang lebih aktual dan kontekstual dapat lebih mendekatkan pesan dakwah kepada madu secara persuasif, tanpa beban dan tekanan apalagi paksaan. Bagi mubalig yang berdakwah ditatar periangan bahkan umumnya masyarakat indonesia misalnya, dalam materi dakwah bidang fiqih tak akan jauh dari fiqih mazhab empat (hanafi, maliki, syafii dan hambali), terutama fiqi syafii. Fiqih syafii dianggap paling moderat, tidak terlalu tekstual yang terkadang sering bertabrakan dengan budaya-budaya indonesia.juga tidak terlalu liberal yang melintas batas-batas teks tertentu. Begitu juga dalam tauhid/kalam, bahkan untuk orang islam di Indonesia dalam paham kalam hampir tak ada perbedaan. Orang islam Indonesia umumnya mengikuti paham tauhid ahlussunnah wa al-jamaah. Organisasi massa Islam (ormas) terbesar seperti, NU, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam relatif sama dalam paham tauhid. Paham tauhid ini pun dianggap paling moderat dibandingkan kalam maturidi samarkand, syiah lebih-lebih muktazilah. Akhirnya, dalam konteks dakwah antarbudaya kaitannya dengan masyarakat yang majemuk, dakwah merupakan langkah tepat dalam membangun masyarakat secara berlahan-lahan. Kearifan mubalig sebagai agen of social change benar-benar menjadi taruhan bagi keberhasilan dalm membawa umat. Keberhasilan termaksud akan bisa diperoleh dengan cara-cara menyinggung perasaan, dengan kata-kata atau sikap yang dapat menimbulkan sentimen pribadi terlebih-lebih dengan cara paksaan. Karena cara-cara tersebut meskipun tujuannya dianggap baik, tidak dengan cara-cara bijak akan menimbulkan persepsi dan preseden buruk bukan hanya bagi dai, tetapi juga kegiatan dakwah dan islam sendiri.

3. Islam dan Keragaman Budaya

Manusia adalah makhluk yang memiliki tingkat reproduksi paling cepat dan lama dibandingkan makhluk-makhluk lainnya semisal, binatang maupun tumbuhan. Manusia berasal dari keturunan adam dan hawa yang hidup beberapa ribu tahun lalu. Kemudian darinya munculah keturunan-keturunan dan jenis laki-laki dan perempuan yang sangat beragam adat dan budaya. Mereka berkomunikasi dengan bahasa simbolik yang beraham, berpilaku, seperti berpakaian dan bermake-up dengan bentuk dan cara yang berbeda. Manusia beragam dengan kepercayaanya yang luar biasa banyak, berbagai kelompok dan suku dan berbangsa-bangsa, singkatnya, manusia jenis mahluk dengan beragam budaya sesuai dinamika dan berkembangannya, apabila tidak beragam, maka bukanlah manusia namanya. Dalam bahasa quran, manusia itu diciptakan dalam suatu keturunan dan menimbulkan banyak keturunan, seperti terekam dalam petikan firman tuhan berikut ini. Hai sekalian manusia, bertakwa lah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang (mempergunakan) nama-nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (perihalalah) hubungan sulaturrahmi. Allah selalu menjaga dan mengawasimu.Meneruskan keturunan merupakan warisan yang paling kuat untuk meneruskan dan melanggengkan tradisi nenek moyangnya. Dalam bahasa Quran, manusia itu diciptakan dari satu keturunan dan menimbukkan banyak keturunan, meneruskan keturunan merupakan warisan yang paling kuat untuk meneruskan dan melanggengkan tradisi nenek moyangnya, peranan anak sebagai warisan begitu kuat rerutama laki-laki, karena ada anggapan bahwa lakilaki lebih kuat dan dapat menanggung dan meringankan beban dibandingkan perempuan karena pada hakikatnya laki-laki maupun wanita memiliki peran sama dalam wilayah berbeda dan satu sama lain saling bergantung dan saling melengkapi. Keragaman warna kulit, berbeda bentuk tubuh dan orientasi hidup bukanlah halangan bagi manusia untuk melakukan dan meningkatkan prestasi aktivitas hdup. Bahkan keragaman tersebut semakin mengukuhkan manusia sebagai mahluk sosial

yang saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain. Proses interaksi dan saling mengenal merupakan sarana guna memperoleh kehidupan yang saling bermakna. Adanya pedoman dan sistem hidup atau syariat meskipun syariat ini tidak terjadi seara given hingga persoalan-persoalan kecil dan partikular. Persoalanpersoalan kecil tersebut dapat diselesaikan dan dibuat oleh manusia dengan segenap kapasitas dan keunggulannya. Misalnya, pembagian harta peninggalan, meskipun ajaran islam telah bemberi cara-cara dan ukuran pembagianya, contoh pada keluarga haji syafei yang memiliki anak empat orang dan perempuan empat orang, meskipun diantara anaknya ada yang menjadi sarjana hukum islam, prakyi pembagian waris tetap memakai sistem bagi rata karena dianggap menurut kesepakatan keluarga lebih mendekati rasa keadilan. Hawa nafsu ini dapat membawa manusia terlepas dari jati dirinya sebagai makhluk yang sempurna apabila tiidak mampu mengendalikannya. Banyak kasus yang terjadi pada manusia akibat tidak mampu mengendalikan hawa nafsu dengan berbagai atribut yang bisa disandarkan kepada makhluk yaitu manusia, misalnya orang serakah (berlebihan dari cukup), koruptor (penjabat serakah dalam memperoleh harta), pemerkosa (tak mampu mengendalikan nafsu sek), dan penjudi (tak mampu dalam proses mencari penghasilan). Potensi nafsu dalam manusia, juga menjadi kekuatan pendorong bagi tubuhnya budaya-budaya positif guna mewujudkan eksistensi dirinya. Manusia adalah makhluk berbudaya, dan kebudayaan itu beragam sesuai banyak dan ragamnya manusia. Ambil saja misalnya, sistem religi dan keagamaan. Sistem ini pun masih terlalu rumit dan banyak. Kemudian ambilah sistem religi agama Tokugawa di Jepang, yang menurut penelitian ahli sosiologi kenamaan Amerika Robert N. Bella. Ternyata dalam religi Tokugawa ini terdapat subsistemsubsistem yang luas. Mulai subsistem nilai, politik, ekonomi, motifasi hingga sistem intergrasi. Di indonesia saja terdapat beberapa agama islam : islam, katolik, protestan, hindu, budha, konghucu dan ditambah dengan beberapa aliran kepercayaan yang eksis di indonesia. Alhasil, banyaknya dan beragamnya budaya, bagaimanapun juga menyulitkan pembahasan, apalagi untuk sampai mengetahui seluk-beluk suatu budaya

secara mendasar yang memerlukan penelitian mendalam. hal ini mengingatkan terkadang suatu budaya disebut produk budaya A atau budaya B, padahal itu bukan produk budayanya atau bukan budaya bangsa tersebut. Secara teoretis batasan pembahasan pada wujud budaya yang juga meminjam analisi para antropolog akan dapat menolong mempermudah pemahaman. Koentjaraningrat misalnya, perpendapat bahwa kebudayaan itu sedikitnya memiliki tiga wujud. Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayan. Sifatnya masih abstrak, tak dapat diraba dan dipoto. Wujud kedua yang sifatnya lebih konkret yang meliputi sistem sosial dan pola perilaku manusia. Aktifitas-aktifitas sosial, sistem komunikasi dan interaksi dari waktu ke waktu terus berubah dan dapat diobservasi dan didokumentasikan. Wujud ketiga ini juga merupakan totalitas hasil aktifitas yang paling konkret. Hasil-hasil kreatifitas yang berwujud konkret ini sangat banyak dan beragam.mulai dari benda-benda dan bangunan kuno, seperti Piramida di Mesir atau Kabah di Mekkah Saudi Arabia, makam kuno Tajmahal di India hingga budaya-budaya konkret yang merupakan produk beradapan yang lebih sophisticated (canggih), seperti komputer dan pesawat terbang. Islam memiliki ajaran etis yang sangat universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia dan rentangan ruang dan waktu. Juga karena Nabi Muhammad adalah utusal Tuhan untuk seluruh umat manusia, maka agama Islam pun berlaku bagi bangsa arab dan bangsa-bagsa bukan arab dalam tingkat yang sama. Keragaman suku bangsa dan budaya adalah kenyataan objektif dan positif yang merupaan salah satu tanda kebesaran Allah (QS, 30 : 13). yakini pandangan terhadap suatu sistem nilai secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri dengan menerimanya sebagai kenyatan dan berbuat sebaik mungkian bedasarkan kenyataan itu.

A. Islam Pada Masyarakat Jawa Studi-studi penting melalui penelitian tentang Islam pada masyarakat jawa telah banyak tertulis para ahli dan terpublikasikan, khususnya para antropolog, baik barat maupun Indonesia. Di antara dokumen-dokumen tersebut, antara lain adalah

buku The Religion of Java University Chicago Press. Buku ini memang sudah agak tua, tetapi tidak salah jika isinya dijadikan sampel bagaimana hubungan dalam proses dakwah dengan budaya lokal. Isi paling sentral dari buku ini adalah keberhasilanya mengklasifikasi kelompok muslim pada tiga variabel; santri, priyayi, dan abangan. Priyayi adalah golongan muslim terhormat dari kalangan dari para birokrat dan aparat pemerintah yang tidak begitu ketat menjalankan ajaran islam.Sementara muslim santri adalah menjalankan ajaran-ajaran agama islam terutama melaksanakan shlat, puasa ,zakat, dan haji atau salah satunya. Sedangkan sedangkan golongan abangan adalah rakyat kecil yang tak begitu ketat melaksanakkan teradisi-teradisi kepercayaan lama yang diwariskan secara turun menurun dari nenek moyang mereka. Tulisan lain yang patut dibaca berkaitan denga dakwah antara budaya sebagai proses akulturasi antara Islam dengan budaya lokal adalah buku Hindu Javanese, tengger tradition and lokal adalah oleh Robert W. Heffner. Buku ini juga menjelaskan tentang hubungan-hubungan yang komplementer (saling mengisi) antara budaya jawa khususnya Hindu dengan Islam dalam masyarakat di kaki Gunung Merapi. Bukubuku hasil penelitian diatas menjadi salah satu acuan wujud proses asimilasi, akulturasi dan akomodasi diantara diantara budaya-budaya yang saling bersentuhan terutama budaya lokal dengan Islam.

B. Wetu Telu Vs Waktu Lima Tulisan ini kami sarikan dalam hasil penelitian Eni Budiwati14 dalam bukunya yang berjudul Islam sasak hasil terjamahan dari disertai doktornya di monas universsity australia. Buku ini sangat representatif sebagai contoh proses dakwah antara budaya dan kepercayaan. Untuk lebih jelasnya prosesi dakwah antara budaya daerah lombok barat ini saya uraikan sesingkat mungkin. Dalam komunitas dan beberapa kampung di sekitar Lombok Barat, atau lebih tepatnya di sasak kenal luas istilah wetu telu yang sering diperlawankan dengan waktu lima. Wetu Telu adalah orang sasak yang meskipun mengaku sebagai muslim, masih sangat percaya terhadap ancestral animistic deistis (ketuhanan animistik leluhur) maupun benda-benda
14

Eni Budiwati, 2000. Islam Sasak, LkiS, Yogyakarta.

anthropomorphised inanimate object anthropomorphis atau panteistik (paham bahwa tuhan ada dimana saja dan dalam segalah hal). Sebaliknya istilah waktu lima adalah orang muslim sasak yang mengikuti ajaran syariah secara lebih keras sebagaimana diajaran Al-Quran dan hadis. Islam sebagai salah satu agama dakwah (misi), bagaimana pun harus disampaikan dan ditebarkan di setiap manusia. Berbagai ayat Al-Quran maupun anjuran hadis bertebaran dalam berbagai tempat agar ada sekelompok umat islam yang mau menyeruh kepada kebaikan dan mencegah segalah bentuk kemungkaran (dakwah). Mungkin, doktrin inilah yang memotivasi kelompok waktu lima tak hentihenti untuk berdakwah untuk meluruskan umat dari segala penyelewengan khususnya penyelewenga keyakinan terhadap Tuhan Esa. Sasaran utama proses dakwah waktu lima adalah orang sasak asli (indigeneous) yang umumnya tinggal dikampungkampung dan pegunungan-pegunungan. Kelompok waktu lima terus-menerus menekan mereka sebagai sasaran dakwah yang utama.

C. Agama Agama, dari a yang berakti tidak dan game berarti kacau, agama sama dengan tidak kacau. Orang yang beragama mengharapkan hidupnya tidak kacau. Agama sebagai seperangkat simbol, yang membangkitkan perasaan takzim dan khidmah, secara terkait dengan berbagai ritual maupun upacara yang dilaksanakan oleh komunitas pemeluknya. Agama mempererat persatuan dan memperkokoh stabilitas sosial dengan mendukung kontrol solial, memajukan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang telah mapan dan menyediakan sebagai sarana untuk menaggulangi rasa bersalah dan keterasingan. Hal-hal yang membedakan antara budaya adalah agama samawi lebih rasional dibandikan agama bumi (agama ardhi) atau agama tradisional. menurut Clifford Greetz dan Robert N. Bella, dua antropolog dan sosiolog agama ini mengatakan bahwa agama teradisional memilki stereotype yang kaku dan penuh kesimpangsiuran antara mitos dan magis.

D. Islam Islam dari kata aslama artinya pasrah, tunduk, dan patuh kepada Allah. Inti ajaran Islam adalah kepasrahan penuh kepada Allah SWT. Adapun dasar ajarannya adalah apa yang tersebut secara ringkas dan tepat dengan sebutan rukun islam dan rukunan iman (tiang-tiang keyakinan dan tiang-tiang kepasrahan). Rukun iman ada enam yang mengacu dalam hadis nabi (iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para utusan-Nya (rasul), hari kiamat, dan iman pada qadha dan qadar). Sementara rukun islam ada lima (sahadatain atau dua shadat, mendirikan salat, zakat, puasa, dan ibadah haji).

E. Sistem Adat Adat umumnya sering dipahami sebagai hukum kebiasaan belaka. Padahal makna yang terkandung dalam adat merentang dari citra makanan, pakaian, arsitektur, kebiasaan makanan, cara bertutur hingga pernik seremonial. Adat memasuki segala aspek kehidupan komunitas yang mengakibatkan seluruh perilaku individu sangat dibatasi dan dikondisifikasikan. Karena adat secara ideal dipandang sebagai karya para leluhur, keturunan yang masih hidup merasa bahwa setiap kali mereka mempraktikkan adat, tindakan-tindakan mereka terus menerus diawasi arwah para leluhur tersebut. Leluhur dianggap sebagai mahluk supranatural dan memiliki kekuatan yang biasa memengaruhi kehidupan anak turunannya. Adat terkadang mempersempit peluang individu untuka keluar dari peraturanperaturan adat karena sifatnya yang permanen. Adat kadangkala berubah seiring situasi politik dan pengaruh ortodoksi Islam, atau sebalinya keanekaragaman adat terkadang-kadang bertentangan dengan ajaran Islam ortodoks. Agama adalah pemberian Tuhan. Apabila muncul pertentangan maka adat harus mengakomodasinya kedalam nilai-nilai islam. Adat merangkum seluruh kerangka ide-ide dan mempengaruhi moral, etika, tatanan hak dan keadilan.

F. Kepercayaan Dan Praktik Keagamaan Wetu Telu Wetu teluk dari kata wetu artinya waktu dan telu artinya tiga, wetu telu adalah waku tiga agama wetu telu mengurangi dan meringkas hampir semua peribadatan Islam menjadi hanya tiga kali saja. Penganut wetu telu cuma tiga kali melaksanakan salat. Subuh, Maghrib, dan Isya, sedangkan Dzuhur dan Ashar tidak mereka lakukan. Dalam menjalankan puasa sebulan kaum wetu telu cuma melaksanakan tiga hari. Pada permulaan, pertengahan, dan penghujung bulan ramadan. Secara simbolis hal ini mengungkapkan bahwa semua mahluk hidup muncul (mettu) melalui tiga tahap sistem reproduksi; melahirkan (menganak), bertelur (menteluk) dan berkembang biak dari benih dan buah (mentiuk). Dalam menjelaskan wilayah kosmologi, kelompok wetu telu membaginya menjadi jagat kecil dan jagat besar yang disebut mayapada atau alam raya yang mencangkup alam dunia, matahari, bulan, bintang dan planet lain. Jagat kecil, seperti tanah, udara, air , dan api sangat bergantung pada alam mayapada. Terdapat tiga unsur penting pada ajaran wetu telu yang dipaparka pemangku,antara lain: Rahasia atau asma yang mewujud dalam pancaindra tubuh manusia. Simpanan wujud Allah yang termanifestasikan dalam Adam dan Hawa yakni representasi dari garis Allah atau laki-laki dan ibu atau representasi kaum perempuan. Kodrat Allah adalah kombinasi lima indra (berasal dari Allah), dan delapan organ diwarisi dari adam dan hawa.

Dalam pandangan wetu telu iman kepada Allah, Adam dan Hawa adalah pusarnya dan pusat keyakinan. Ide ini berawal dari karuhun lontar layang ambiya yang menyatakan bahwa adam diciptakan dari tanah liat dan hawa dari tubuh adam tanpa menjelaskan dari tubuhan dari mana. Agama wetu telu mengakui roh leluhur dan juga mahluk harus menepati benda-benda mati yang disebut penunggu. Namun, semuanya tunduk pada kekuatan supranatural tuhan. Penyambahan terhadap makammakam leruhur juga menjadi salah satu bentuk adat yang dianut wetu telu.

G. Dakwah Islam Aktivitas dakwah bertujuan menyebarkan ajaran Al-Quran dan hadis yang dibawa Rasulullah SAW, orang yang menyampaikan Islam disebut dai dalam Islam bukan hanya tanggung jawab para ahli agama (ulama saja), melainkan setiap orang Islam sesuai kapasitas dan kemampuannya. sampaikan lah dariku meskipun satu ayat begitu petikan sabda Rasulullah mewajibkan menyampaikan dakwah bagi setiap umat islam. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam lebih dari 85 % penduduknya memeluk Islam. Memang kebebasan beragama dijamin oleh negara dan pemerintah, dalam undang-undang dasar 1945 kebebasan beragama diakui. Pasal ini diikuti oleh pasal 4 yang menekankan pentingnya untuk tidak mengubah seseorang sudah memeluk suatu agama tertentu. Bunyi pasal itu, antara lain: misi agama tidak boleh ditunjukan bagi individu atau kelompok masyarakat agama lain: a. Ajakan yang dilakikan dengan menawarkan materi, uang, pakaian, makanan, dan minuman, perawatan kesehatan untuk menarik mereka. b. Menyebarluaskan pamflet, majalah, buletin, buku dan penerbitan. c. Mendatangani keluarga-keluarga yang beragama berbeda dari pintu ke pintu.

4. Paradigma Penyiaran Agama-Agama

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang terdiri atas lebih dari 17.800 pulau besar dan kecil, dengan beragam suku, bahasa, kebudayaan, dan penganut agama. Agama-agama besaar di dunia hidup di indonesia dengan penganut islam yang merupakan mayoritas 87%, disusul Protestan 6,04%, Katholik 3,08%, Hindu 1,83&, Budha 1,02%, dan lainya, termasuk aliran kepercayaan 0,32%.15 Kehidupan agama-agama tersebut saling bertoleransi, sebagaimana disebutkan pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. ,penjabarannya terdapat pada UUD 1945 yang berbunyi : 1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu.

A. Pengertian Menurut Alif Muhammad16, sekurang-kurangnya terdapat dua pengertian penting masing-masing yang harus dijelaskan terlebih dahulu. Pertama, agama sebagai suatu doktrin atau ajaranyang termaktub dalam teks-teks kitab suci. Kedua, agama sebagai aktualisasi dari doktrin tersebut yang terdapat dalam sejarah. Agama merupakan faktor pemersatu (integratif factor) yang dapat mebuat batas-batas geografis dan kebangsaan. Penerimaan agama terhadap suatu agama sebagai satu-satunya kebenaran dan jalan menuju keselamatan serta berpendirian sementara orang-orang di luar agamanya dianggap akan menghadapi bencana dan harus diselamatkan, kemudian lahir istilah dakwah dalam islam dan misi dalam kristen (dalam arti bahwa ajaran agama suci itu harus disebarkan dan mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran agama).

15 16

Tarmizi taher, penyiaran Agama di Indonesia, IPHI, Departemen Agama, Jakarta. Alif Muhammad, Teologi Kerukunan Umat Beragama pada abad 21, Makalah orasi ilmiah, IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung ,1997 h. i

Penyiaran agama (tabligh) sekaligus bagian dari bentuk dakwah pada dasarnya adalah suatu usaha yang didasari tujuan luhur, yakni bagian dari mengajak orang lain untuk menuju keselamatan Islam. Maka tak heran Islam sangat menganjurkan kegiatan ini. Sedangkan dalam kristen manusia harus diselamatkan ( excelia nulla salus), tindakan penyelamatan ini merupakan titah yesus yang harus dilaksnakan kapan saja dan dimana saja berada, yang kemudian melahirkan konsep misionaris (orang-orang yang diutus untuk menyebarkan injil). Sedangkan di Islam dakwah adalah salah satu kegiatan berupa amar makruf nahi munkar merupakan perintah allah SWT yang harus disampaikan, sekecil apapun. sampaikanlah dari-ku meskipun satu ayat saja,begitu sabda baginda rasulullah SAW.dalam catatan sejarah dalam tiap agama selalu ada berbagai aliran serta melahirkan konsep dan paradigma penyiaran yang berbeda-beda. Maka dari latar belakang tersebut dapat disimpilkan adalah suatu kemestian bagi masyarakat yang hidup di pluralitas agama , untuk mengetahui dan menyikapi paradigma penyiaran agama-agama.hal ini berguna untuk menambah pengetahuan kita tentang agama serta menumbuhkan sikap saling toleransi kita.

B. Konsep Dasar Misi Prespektip Katolik Awal masuknya agama ini adalah ditemukannya rute perjalanan menuju asia lewat afrika selatan oleh orang-orang portugis. Setelah dikuasainya pusat ekonomi di asia tenggara yaitu di kepulauan nusantara dan maluku pada tahun 1551. Agama katolik masuk di daerah ini mengikuti jalur penaklukan portugis. Gereja katolik pertama didirikan di Maluku pada tahun 1552. Para misionaris periode ini kebanyakan berasal dari masyarakat yesus (the society of yesus). Diantaranya tercatat nama Prancis Xavier (1550-1552) yang merupakan rasul pertama untuk orang-orang indonesia. Bahkan Xavier, seperti dikutip Alwi Shihab,17menulis dan mengatakan bahwa, jika setiap tahunya selusin pendeta datang saja kesini, maka gerakan Islam tidak akan bertahan lama, dan semua penduduk pulau ini akan menjadi pengikut agama kristen.

17

Alwi Shihab, 1996. Islam Inklusif, Mizan, Bandung. H. 13

Misionaris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia18 adalah perutusan yang dikirim suatu negara ke negara lain, untuk suatu tugas khusus di bidangnya. Sedangkan dalam agama kristen seorang misionaris adalah orang-orang yang diutus untuk menyebarkan injil. Pengertian tersebut menyempit dengan konotasi sebagai suatu makna kegiatan menyabarkan kabar gembira (penginjilan), dan mendirikan jemaat setempat, yang dilakukan atas dasar pengutusan sebagai kelanjutan misi kristus (crist mission). Petama, yesus mengutus murid-muridnya kepada jamaat. Dalam semua empat injil (Mathius, Markus, Lucas, dan Yohanes) untuk sebagian memakai tradisi-tradisi yang tidak tergantung satu sama lain. Kedua, khotbah-khotbah Paus Yohanes Paus II. Dalam setiap kesempatan, ajakan-ajakan paus selalu menciptakan simpatik di kalangan umatnya. Di antaranya ajakan menciptakan perdamaian serta membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan. Paus adalah rasul yang masih hidup hingga sekarang. Apabila dianalisis, terdapat beberapa catatan dari pernyataan diatas. Pertama, berangkat dari doktrin kitab suci bahwa penginjilan merupakan perintah tuhan. Bagi penganut yang baik, para pendeta khususnya, sebagai bentuk keharusan maupun kesalehan. Kedua yang bersumber dari pernyataan-pernyataan Paus dalam upaya mengayomi jemaatnya. Bisa dilakukan dengan cara baik secara persuasif maupun secara prsuasif. Selain itu paus di Patikan Roma bisa memberikan instruksi melalui para kardinal, para uskup maupun para pendeta untuk menyampaikan pesan-pesan petuahnya. L.Legran mengajukan beberapa pengertian misi, berikut: Usaha mendekati orang kafir dan membawa mereka kepada iman sejati dan tuhan yang benar (gerak sentripugal);(2)usaha menjadikan bangsa israel sebagai poros sehingga bangsabangsa lain datang berkunjung ke jerusalem (gerak sentripental);ziarah dari bangsa yang telah ditebus menuju ke tanah terjanji (aspek eskatologi)19. Fragmentasi dan pebedaan makna misi terjadi dalam katolik, seperti hal nya terjadi pada agama lain. Misalnya Mahzab Tologumenon yaitu mencoba memperkenalkan pendekatan misi lewat pertapaan seperti dipraktikan Thomas de

18 19

KBBI, Jakarta. 2002 L.Legran, The God Comes, Mission In The Bible, Quezon City,1991, hlm. 3.

Jesus. Kelompok rohaniwan/rohaniwati, karenanya merupakan bagian umat yang paling meiliki legimitisasi dalam menyampaikan misi.20 Dalam mahzab Tubingen, misi merupakan ciri imanen kekristenan sdan merupakan bukti semangat hidup dalam kristen.dalam mahzab ini ada 2 tugas yaitu; pertama, komponen kristus, gereja, dan jemaat, menghendaki pertobatan orang-orang yang tak beriman; kedua, menunjukan metode dan sasaran bagaimana gereja membangun dirinya dan mempertobatkan manusia. Tokoh aliran ini adalah W. Kasper dan A. Graf. Mahzab lainya adalah Munster dengan toohnya J. Scmdin. Misiologi bagi Mahzab ini merupakan pengetahuan dean penjabaran mengenai penyebaran iman kristen yang dirangkum dalam sistem tertentu dan dibangun di atas dasar-dasar biblis dan teologis. Tujuan utamanya adalah menyampaikan ajaran kristus dan keselamatan dalam kristus kepada semua manusia, mewartakan injil di mana-mana, dan memperluas kerajaan Allah.21 Masih ada aliran lainnya, seperti Leuven dan aliran Spanyol.yang terpenting dalam aliran ini adalah penanaman gereja(plantaito ecclesiae), yaitu gereja yang kelihatan atau intuisi hierarki pribumi. Tokohnya adalah P Charles. Sedangkan aliran spanyol lebih subtantif dibanding leuven. Tokohnya adalah Yves Congar, Henry, Dan H. Godin.

C. Misi Prespektip Protestan Dalam misi prospektif protestan sebagai agama misi seperti dikatan Einer M Sitompul22 menekankan pada aspek pemberitaan dalam arti meberiikan kabar baik dan pusat penyiaran adalah injil (gospel)nyang pada intinya adalah menyampaikan kabar baik kepada semua orang semua orang. Misi protestan muncul karena merebaknya kezaliman dan penyelewengan kemanusian. Seperti (pengangguran massa dan pelacuran), masalah ekonomi, politik sampaipenyelewengan penyembahan berhala. Jika diamati secara subtansial, maka pangkal tolak dalam penyiaran agama itu sendiri, tetapi motivasi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Yesus

20 21

Edmun Woga, Dsar-dasar Misiologi, Yogyakarta, Kanisius,2002, hlm. 118. Edmun Woga, Dsar-dasar Misiologi, Yogyakarta, Kanisius,2002, hlm. 137. 22 Einer M Sitompul, 1996 Penyiaran Agama Protestan, Makalah IAIN Syahid, Jakarta. H. 32

Kristus bagi kekristenan menjadi pusat pemberitaan karena dia adalah puncak manifestasi dari kehendak Allah. Alan Bailyis , pemuka agama risten di Inggris mengemukakan perselisihan dua kelompok dalam Kristen. Yaitu aliran Evangelis dan Ecumenis sangat memprihatinkan. Yang pertama bersifat Eklusifitik dan yang kedua lebih bersifat inklusif. Perselisihan tersebut timbul akibat terjadi perbedaan orientasi misi dan interprestasi. Bagi Evangelis misi kristen terutama ditujukan kepada individu dan hubungannya kepada tuhan. Tujuan utama gereja adalah mengajal mereka yang yang percaya untuk meningkatkan imannya dan mengajak mereka yang di luar untuk ikut serta bergabung. Sebaliknya bagi Ecumenis, seperti dikatakan Alwi Shihab23 , mengatakan bahwa tujuan misi atau perhatian tuhan bukan bertumpu pada gereja semata, melainkan lebih kepada manisia seluruhnya. Maish bertujuan untuk memanusiakan manusia dan bukan bertujuan untuk mengkristenkan individu sehingga sehingga ajakan menurut Ecumenis penting. Ajaran yesus tidak terbatas pada gereja-gereja, tetapi juga dijumpai di agama-agama lain, universal reality of yesus kata Raimundo Pankkar. Hal senada juga dikatakan oleh Einar M Sitompul yang mengatakan bahwa tekanan misionaris adalah penyiaran, sedangkan bertambahnya jumlah penganut sebenarnya bukanlah tujuan melainkan hasil dari penyiaran (jika diterima dan diakui). Dan kuantitas umat bukanlah tujuan ideal karena tujuan utama adalah iman dengan sepenuh hati. Misi bagi umat kristen adalah tugas suci (holy burden) dan great comission (perintah agung) memenuhi perintah tuhan, pergilah dan ciptakanlah pengikut dari segala bangsa, lakukanlah penahbisan kepada mereka atas nama bapak dan anak serta roh kudus24. Ini adalah ayat yang menjadi acuan proses kristenisasi dan conversi dalam paradigma kristen. Setiap agama, menekan pada umatnya agar menjadi penganut yang setia dan taat pada ajaran nya. Terciptabya suasana damai dan tentram adalah idaman semua manusia. Semangat menyala misioner adalah iman kristiani, ungkapanbumi itu merupakan panggung yang mempertontonkan kemuliaan Allahadalah spirit dan tenaga dalam semangat mengabdi.
23 24

Alwi shihab, Islam... Op cit h. 55 Matinus, 28 : 18-20

Jadi sumber panggilan dan kebenaran allah bukanlah kita manusia, tetapi Allah sendiri.25 Oleh sebab itu orang kristen, baik sebagai gereja maupun pribadi tidak boleh mengklaim diri sebagai yang mempunyai panggilan dan kebenaran. Dari paparan di atas penulis melihat setidaknya beberapa metode dan strategi misi kristen yang sangat menonjol, khususnya pada akhir abad ke 19 yang oleh Karel Antony Steenbrink26 disebut sebagai abad misi, cara-cara termaksud diantaranya : Pertama,fokus operasional misi adalah wilayah yang masih gadis dan pagan yang belum di masuki dakwah agama lain. Kedua, adanya dukungan langsung maupun tak langsung dari koloni belanda. Ketiga, adanya dukungan politik maupun finansial dari pemerintah perancis melaui misi khusus berkedok meletakan semua agama dalam posisi sama padahal kenyataannya tidak. Keempat, menggunakan strategi simpatik akomodatif terhadap budaya dan adat istiadat masyarakat setempat. Terakhir adalah bahwa dalam melaksanakan penggilan yesus tersebut, mereka para misionaris menunjukan keikhlasan yang mengagumkan. Begitulah setrusnya sampai misi mereka terkonsolidasi dan teroganisasi secara intensif.

D. Konsep Penyiaran Agama Prespektif Budha Agama budha bukanlah agama baru di indonesia, tetapi sudah lama ada dalam sejarah indonesia. Bahkan merupakan agama asli paling tua di indonesia. Agama Budha telah mengantarkan indonesia ke masa keemasan dalam zaman kerajaan sriwijaya dan keprabuan majapahit. Karya utama bangunan peradaban budha adalah Can Borobudur yang merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia (the seven miracle of the world). Melihat perkembangan sejarah agama Budha, maka dapat dilihat betapa upaya mewujudkan dan menjaga kelestrian bahkan kerukunsn umst beragama, berlangsung sebagaimana yang telah diamanatkan sang Budha kepada Upali. Upaya itu kemudian dilaksanakan Empu Tantular pada mas majapahit sehingga raja Asoka dan Hayam Wuruk berhasil membangun kerajaan besar, makmur, dan sejahtera.
25 26

Yohanes, 15 : 16. Karel A. Steenbrink, Kawan dan Lawan Dalam Pertikaian, Bandung, Mizan, h.143

E. Gerakan Dakhwah Etnis Tionghoa Hampir 6 abad yang lalu seperti di tulis Hembing Wijayakusuma
27

tercatat

seorang muslim yunan bernama Tjeng He, ia pernah singgah dalam pelayaran di jawa (Tuban, Gresik dan Cirebon) berdakwah menyebarkan agama islam , tidak hanya di Indonesia Tetapi juga di Asia Tenggara. Ada beberapa gerakan dakwah terhadap orang Tionghoa, tentunya selain dakwah yang dilakukan oleh sendiri-sendiri melalui tabligh (penyampaian dakwah) dan khuruj (keluar dari rumah untuk mengajak orang masuk Islam). Diantara lain adalah : Pertama, dengan mendirikan pusat kegiatan islam, semacam islamic center. Kedua, mendirikan pusat-pusat ibadah seperti masjid, di Jakarta ada sebuah Masjid yang dikenal sebagai masjid Lautje. Disitu diadakan salat jumat, salat idul fitri, salat idul adha, dan pengajian-pengajian rutin sehingga banyak orang tionghoa yang tertarik. Ketiga, mendirikan pusat-pusat kajian Islam (Islamic Studic) terutama di sudut-sudut kota yang rawan terhadap konversi (convertiaon area). Keempat, upaya-upaya islamisasi melauli proses interaksi perkawinan. Asimilasi juga mempercepat terjadinya islamisasi komunitas Tionghoa dengan masyarakat Pribumi.

27

Hembing Wijayakusuma, Cheng ho Sang Penyebar Islam Nusantara, 2004, h. 1

5. Kesatuan dan Keragaman

A. Islam Kesatuan dan Keragaman Islam adalah kata bahasa Arab yang semakna dengan kata salima, artinya selamat. Islam (orangnya disebut muslim) aslama yang berati penyerahan diri kepada allah, kata lainyang memiliki kesamaan makna dengan Islam diantaranya Hanif, artinya cenderung atau kata din yang seakar kata dengan dain yang artunya utang seperati kalimat din-alIslamkarena ketendukan kepada Tuhan merupakan hutang setelah manusia berjanji dan bersaksi mengakui ketuhanan ketika di alam ruh. Keragaman umat islam dalam pemahaman dalam pemahaman maupun dalam praktik adalah doktriner, kenyataan ini karena memang dikehendaki Al-Quran sebagai kitab persatuannya terutama dalam bentuk kehidupan sosial maupun budaya umat Islam adalah suatu kemestian. Apabila meminjam paradigma pemikiran Ibn Khaldun28 juga karena faktorfaktor klimatologi yang sangat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sehari-hari. Disamping faktor sosial politik yang berpengaruh terhadap tatanan dan sistem sosial masyarakat.

B. Isyarat-isayarat Kesatuan dan Keragaman Dalam Al-Quran, Allah SWT memberi cetak biru tentang kesatuan dan keuniversalan Islam. Tentang kesatuan dan keuniversalan Islam bisa dilihat dalam ayat-ayat berikut ini : 1. Kesatuan ketauhidan dalam rangka Isalam ( QS, 21:108), (QS, 112:1-4) 2. Kesempurnaan agama (QS, 5:3) 3. Rahmat bagi seluruh alam (QS, 21:107) 4. Persaudaraan melaui ikatan agam (QS, 9:11) 5. Keterikatan pada fitrah (QS, 30:30) 6. Kesatuan umat (QS, 21:92) 7. Kesatuan arah [kepada Allah] (QS, 2:148) 8. Kesatuan iman dan amal (QS, 26:227)

28

Akbar S. Ahmed,2005. Islam Sebagai Terduduh, Mizan , Bandung.

Begitu juga isyarat-isyarat lain, yang dipahami memiliki makna ke arah keragaman yang dibenarkan oleh Al-Quran. Diantara isyarat-isyarat keragaman dalam Al-Quran antara lain : 1. Bantahan terhadap umat (QS, 16:93) 2. Agama dan kepercayaan (QS, 109:6) 3. Bagian dari umat yang beragam (QS, 6:38) 4. Umat moderat pertengahan disamping umat-umat lainya (QS,2:143) 5. Kergaman suku bangsa (QS, 49:13) 6. Keragaman kaum (QS, 49:11) 7. Keragaman kelompok (QS, 3:105) 8. Keragaman bahasa (QS, 30:22) 9. Yahudi Nasrani (QS, 5:51) 10. Banyak jalan masuk surga (QS, 10:67) 11. Keragaman menghadap allah (QS, 3:191-192) 12. Keragaman keyakinan (QS, 18:29),(QS, 17:107) dan (QS, 10:99) 13. Keragaman rasul (QS, 2:253) 14. Jalan yang ditempuh berbeda (QS, 6:153) Dan beberapa keterangan hadist nabi yang memberi isyarat tentang keragaman umat manusia. Salah satunya yang berbunyi bahwa umatku akan terpecah kepada 73 golongan dan hanya satu yang selamat (hadist attirmidzi).

C. Simbol-simbol Kesatuan Islam Yang dimaksud disini adalah tanda sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk memaknai sesuatu yang lain atau meminjam bahasa Ferdinand de Saussure,29adalah sejenis tanda dimana hubungan antara penanda dan petanda seakanakan bersifat arbiter. 1. Penegasan satu arah kiblat Semua orang Islam, Khususnya saat maenunaikan ibadah salat diharuskan menghadap Kiblat Baitullah (rumah Allah) yang berada di Mekkah. 2. Keyakinan yang sama terhadap tuhan yang maha Esa

29

Arthur Asa Berger, 2000.Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontenporer.Tiara Wacana, Yogyakarta. H. 33

Keyakinan bahwa hanya Allah lah tuhan yang diakui umat Islam. Hal ini juga yang merupakan bentuk persaksian yang paling sakral yakni,tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusanya. 3. Keyakinan terhadap autensitas sumber ajaran yang sama, terutama Al-Quran disamping As-Sunnah. Al-Quran adalah sumber ajaran Islam yang paling autentik, dan yang menjadi sarana pemersatu dalam kehidupan bergama. Perbadaan terjani karena interprestasi atas sumber tersebut karena latar belakang pendidikan, sosial budaya dan lingkunagan tempat ia hidup. 4. Keragaman pemahan dan pengalaman Islam Hal ini tidak bisa disangkal dalam sejarah Islam. Keragaman pemahaman berakar kuat dalam tradisi Islam, karena posisi akal sangat vital dan sentral dalam Islam. Isyarat-isyarat tentang akal tersebar luas dalam Al-Quran. Dalam islam terdapat aliran kalam, baik yang tercatat maupun yang tak tecatat dalam sejarah Islam. Misalnya aliran kalam Mutazilah yang dijuluki sang rasionalisme, aliran kalam qadriyah, jabbariyah, mujriyah, syiah, alhusunnah dan aliran kalm kharwarij. Aliran-aliran besar tersebut masih memiliki sub-sub yang cukup banyak dan beragam. Dalam lapangan pemahaman hukum/fiqih juga berkembang lebih beragam lagi. Kina kenal pemikiran fiqih 4 mahzab atu 5 mahzab yaitu, Hanafi, Maliki, Hambali dan dzahiri. Dalam lapangan filsafat dan tasaawuf, bahkan sangat luas lagi dengan corak dan bentuk yang sangat beragam sesuai lingkungan dan budaya setempat. Misalnya paripetik, banyak berkembang pada lingkungan masyarakat yang kosmopolit. Dalam tasawuf bahkan lebih beragam lagi. Berdirinya tarekat-tarekatsebagai lembaga tasawuf hampir ada di setiap negri muslim. Keragaman tersebut bukan saja mengindikasikan bahwa Islam sebagai rahmat bagi setiap manusia (rahmatan lil alamin) yang sangat menghargai kemanusiaan. Lebih dari itu perbedaan pendapat diantara umatku, kata nabi adalah rahmat(ikhtilafi ummati rahmatun). Indonesia adalah negara muslim terbesar dan terbanyak penduduk terbanyak di dunia. Keragaman pemahaman tentang Islam sangat luar biasa banyaknya. Indonesia memiliki organisasi-organisasi keagamaan besar, bahkan terbesar di Dunia seperti Nhadatul Ulama (NU), Muhammadiyah, persatuan Islam, Al-

irsyad, Al-Jamiah Al-Washliyah, Persatuan Umat Islam dan banyak lagi organisasi kecil lainnya. Terdapat 3 varian pengalaman Islam di Jawa yaitu Islam santri, Priyayi, dan Abangan. Dalam pemahaman dapat dikategorikan dalam pemahaman Islam tradisional, Islam tekstual (lebih mementingkan keabsahan teks), Moderat, dan Liberal, Islam aktual ( Islam diramu dengan budaya-budaya kontenporer), Islam konstektual dan subtansial ( yang lebih berorientasi pada isis dan jiwa ajaran itu sendiri). Ada juga yang membaginya dengan kategori Islam revalis (orientasi pada pemurnian Islam dari pengaruh-pengaruh sesat), Islam modernis (Islam memakai ide-ide modern sebagai media penyampaian) bahkan Islam fundamentalis (fundamen artinya dasar). Semuanya mungkin banyak yang tidak sepakat dengan kategori-kategori diatas tapi setidaknya bisa dipakai sebagai alat bantu meliaht Islam bersentuhan dengan umatnya di Indonesia.

6. Strategi Dakwah Antarbudaya

Istilah strategi umumnya dikenal dikalangan militer karena berkaitan dengan strategi operasi dalam berperang. Strategi dalam pengertian ini, berarti Ilmu tentang perencanaan dan pengerahan operasi militer secara besar-besaran atau berarti pula, kemampuan yang terampil dalam menangani dan merencanakan sesuatu. Mengapa perlu strategi karena untuk memperoleh kemenangan atau tujuan yang diharapkan harus diusahakan, tidak diberi begitu saja. Strategi dakwah Islam adalah perencanaan dan penyerahan kegiatan dan operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan. Lebih lanjut Muhammad Muhdi Syamsuddin menyebutkan bahwa tujuan pokok yang hendak dicapai, oleh Islam adalah restorasi dan rekontruksi kemanusiaan secara individu dasn kolektif untuk membawanya ke tingkat kualitas yang tertinggi. Strategi dakwah antarbudaya berarti suatu perencanaan matang

dan bijak tentang dakwah Islam secara rasional untuk mencapai tujuan Islam dengan mempertimbangkan budaya masyarakat baik segi materi dakwah, metodologi maupun lingkungan tempat dakwah berlangsung Rasulullah Saw. Sebelum diangkat menjadi rasul, berahun-tahun terlibat dalam pemikiran dan kontemplasi mendalam dalam membaca masyarakat komersial dan glamor kota Mekah. Hasil pengamatan dan kontemplasi itu, setidak-tidaknya muncul tiga fenomena sosio religius dari data sosial yang dibacanya: Pertama, politeisme yang merajalela dimana-mana. Kedua, kesenjangan ekonomi yang parah antara si kaya dan si miskin. Ketiga, tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap nasib manusia secara keseluruhan. Bangsa Indonesia yang memiliki beragam warna budaya dan etnik, tentunya akan memiliki keragaman pula dalam menyikapi fenomena-fenomena madu tidak mungkin terungkap dalam tulisan pendek ini. Apalagi untuk menyingkap fenomena-fenomena setiap suku maupun lingkungan budaya yang ratusan, bahkan ribuan bentuknya. Akan tetapi, secara umum fenomena-fenomena sosial yang diungkapkan diatas,masih cukup melekat pada masyarakat di masa ini. Kemiskinan, pengangguran dan keterbelakangan pendidikan, umumnya merupakan persoalan-persoalan yang muncul, khususnya pada masyarakat di pedesaan, bahkan persoalan pengangguran dan moral melanda sebagian masyarakat, tidak hanya di pedesaan, bahkan terutama di perkotaan. Bagi masyarakat perkotaan, umumnya Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, terutama transportasi, pendidikan, dan hiburan. Akan tetapi dibalik kemudahan-kemudahan tersebut, kehampaan pun dengan cepat menghampiri mereka. Dengan demikian, moral yang dituntut Al-Quran bagi umat ini merupakan seseuatu yang harus diperjuangkan. Perjuangan tersebut memerlukan keterlibatan spiritual yang merupakan amanat Allah yang tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung, sementara manusia tetap bodoh dan tiranik menawarkan diri untuk memikulnya. Benang merah dari dua sumbu kekuatan, seperti tersebut di atas adalah menipisnya keseimbangan hidupnya pada manusia, keseimbangan tersebut adalah simetrisnya hubungan akal dan iman. Allah akan mengangkat orang yang beriman dan memiliki ilmu beberapa derajat.

A. Proses Terbentuknya Budaya Islam Strategi dakwah antarbudaya, bagaimanapun tujuannya adalah transformasi nilai-nilai Islam terhadap madu yang beraneka ragam budaya agar sesuai dengan budaya Islam. Sumber budaya Islam adalah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci adalah kitab yang lebih mementingkan amal (amal saleh). Amal inilah yang merupakan wujud kebudayaan Islam. Kebudayaan (arab; al-Hadharah atau atsTsaqafah) adalah ajaran pokoknya dalam Al-Quran. Tiga tahapan strategi kebudayaan ; Pertama, tahap mitis, yakni sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan ghaib sekitarnya, seperti pada bangsa primitif. Kedua, tahap ontologi, yakni sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepunyaan kekuasaan mitis, melainkan yang secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal. Ketiga, adalah tahap fungsional, yakni sikap dan alam pikiran yang makin tampak dalam manusia modern. Manusia tidak lagi terpesona oleh mitis dan mengambil jarak terhadap objek penelitiannya.

B. Strategi Kebudayaan Dakwah Islam Fokus kajian strategis kebudayaan dakwah Islam, pada hakikatnya memandang dakwah antarbudaya sebagai sebuah proses berpikir dan bertindak secara dialektis dengan segala unsur-unsur dakwah dan budaya yang melingkupimya, demi tujuan dakwah, yakni menciptakan sebuah masyarakat Islam. Dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia,tepatnya di Samudra Pasai Aceh Utara, Islam masuk dengan jelas melalui adaptasi budaya lokal melalui para pedagang, baik disengaja maupun tidak melakukan penetrasi budaya Islam terhadap masyarakat setempat. Melalui proses yang panjang, Islam akhirnya pertama diterima di rakyat Aceh, bahkan menjadi sebuah kerajaan Islam di Nusantara. Apabila dakwah ingin berhasil adalah mesti dilakukan proses transformasi nilai-nilai budaya, baik dari dalam ke luar maupun sebaliknya akan menerima suatu keterputusan dan keberlangsungan bergantungnya nilai-nilai budaya baru. Proses

transformasi Dakwah Antarbudaya bukan saja sebuiah alternatif dalam dakwah, tetapi lebih dari itu merupakan jalan tengah terhadap berlangsungnya kontinuitas budaya. Islam bisa menjadi tawanan dalam proses pembangunan dengan tidak mengabaikan ataupun menerima khazanah budaya lokal. Prinsipnya sebagaimana tercakup dalam kaidah-kaidah yurisprusendi Islam, yakni memelihara yang lamalama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.

C. Prospek Dakwah Antarbudaya Konsep ummatan wahidah (ketunggala umat) dalam isyarat Al-Quran mesti dipahami sebagai ketunggalan dalam iman dan peradaban. Proses ke arah terbentuknya masyarakat beradab sedang terjadi dan akan terus berlangsung, yaitu melalui bertemunya dan terjadinya pertukaran budaya manusia dimuka bumi ini melalui kemajuan sains dan teknologi komunikasi, dalam rangka kesejagatan. Kenyataan tersebut akan berdampak positif dan negatif, maka itulah Dakwah Antarbudaya akan berperan menjadi seleksi dan solusi terhadap dampak negatif dan memenangkan kekuatan negatif tersebut. Oleh karenanya Dakwah Antarabudaya menjadi kajian menarik dan menantang dalam bangunan dakwah Islam dan gerakan dakwah Islam.

7. Dakwah di Perkotaan
Islam termasuk salah satu agama dakwah seperti juga agama-agama lain, yakni agama samawi (dari langit/Tuhan) yang harus disebarkan dan dibumikan. Keharusan menyebarkan agama kepada segenap manusia, terlebih pada masa sekarang, universal dan asasi. Untuk mengatasi persoalan-persoalan termaksud dalam teori dan praktik Islam hanya bisa dilakukan melalui dakwah, yakni upaya mengajak manusia kembali pada asas ketuhanannya sebagai nilai kemanusiaan dan mengembangkan potensi-potensi kemanusiaannya dalam dimensi lain.

Dakwah Islam, juga disebut komunikasi islami, apabila ditelusuri sejarahnya telah lahir seumur kelahiran manusia. Karena usia dakwah termasuk aktivitas tua, kalau tidak dikatakan, sebagai fitrah manusia. Hal ini setidak-tidaknya diperkuat dua asusmsi. Asusmi pertama, karena manusia memiliki sifat dasar dualisme. Asusmi kedua, karena manusia pertama adalah Adam a.s. yang tidak lain adalah manusia.

A. Karakteristik Budaya Masyarakat Perkotaan Kehidupan masyarakat kota umumnya heterogen. Heterogenitas masyarakat kota pada satu sisi memberi peluang terciptanya kompetisi dan kreasi-kreasi baru. Pluralisme keyakinan dalam beragama juga sangat nyata sebagai ciri kehidupan masyarakat kota. Keberagaman tersebut kemudian akan memengaruhi pola pikir dan interprestasi serta tindakan beragama yang beragam pula. Masyarakat kota umumnya relatif sangat menghormati waktu karena tuntutan demi kelangsungan hidup,dan banyak yang menikmati pelayanan pendidikan yang memadai, karena pendidikan yang bagus umumnya ada di kota, walaupun terkadang memberatkan orang tua karena biaya tinggi. Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Dari gambaran diatas, maka karakteristik budaya masyarakat perkotaan dapat diringkas sebagai berikut : Pertama, dalam usaha pencarian hidup, masyarakat kota banyak menggunakan fasilitas-fasilitas lebih modern. Kedua, pada masyarakat kota, sistem kemasyarakatan (social order) tertata demikian jelas dan setiap anggota masyarakat memiliki status sesuai profesinya. Ketiga, dalam berkomunikasi, umumnya masyarakat kota memakai bahasa yang lebih menasional, bahasa Indonesia bagi masyarakat kota di Indonesia. Keempat, sistem pengetahuan pada masyarakat kota lebih lebih cenderung pragmatis, setelah selesai sekolah, apa pun sekolahnya, yang paling kerja.

B. Semarak Dakwah di Perkotaan Sejalan dengan demokratisasi dan gaung liberalilasasi telah memicu dan memacu aktivitas keberagamaan umat Islam. Aktivitas-aktivitas keagamaan masyarakat kota, kaum muda khususnya sangat kuat.Semarak kegiatan keagamaan pada masyarakat-masyarakat tertentu di perkotaan adalah respons terhadap modernisasi pembangunan sekaligus upaya untuk mempertahankan eksistensinya sebagai orang Indonesia, umat islam khususnya.

C. Pendekatan Dakwah Antarbudaya Dakwah Antarbudaya pada mulanya merupakan gagasan alternatif bagi solusi konflik pada diri manusia, antarindividu maupun individu dengan kelompoknya. Solusi dakwah kepada diri pribadi menghasilkan metode nafsiyah dengan perincian sub-submetodenya. Terhadap konflik antarindividu menggunakan metode fardiyah begitu pula dengan tablig sebagai metode dakwah bagi umat dalam ruang lingkup yang banyak. Persentuhan budaya Islam dalam mengakomodasi produk budaya manusia sejak dahulu hingga sekarang telah melahirkan budaya-budaya baru yang terus berkembang secara dinamis, dialektis, dan akomodatif. Dinamika ini sekaligus menjadi taruhan yang tak terbantahkan bahwa Islam akan selalu hidup sesuai zaman dan perkembangan budaya manusia. D. Tantangan Dakwah di Era Demokrasi Salah satu konsekuensi demokratisasi adalah modernisasi dan liberalisasi, yakni suatu tahapan dalam penggunaan hasil-hasil pemikiran ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan dan penerimaan hasil kreasi akal manusia berupa ilmu dan teknologi itu merupakan syukur kepada Sang Pencipta. Hasil-hasil dari kemajuan teknologi informasi, televisi misalnya, sangat tepat dijadikan media dalam proses difusi dakwah kepada madu jarak jauh. Demokratisasi dalam hal apa pun adalah semisal bejana, dan bejana itu mau diisi apa dan dipakai apa saja bergantung pada si pemakainya. Ini adalah tantangan, karena tantangan harus ada elemen-elemen pengimbang (balanced factor) agar proses demokratisasi berjalan dengan harmonis dan benar.

8. Skipturalisme dan Substansialisme di Indonesia


Selain pertimbangan ideology agama,gejala menguat nya kaum skripturalisme dalam islam di Indonesia pa da khususnya , seperti yang di tampilkan oleh Front Pembela Islam (FPI),Forum Ulama Umat Islam (FUUI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), majalah media dakwah, Harton Ahmad Jaiz, Adian Husani, dan Atian ali, Dai ideanya haeus dilihat akar histori nya dalam konteks social, budaya, politik, dan ekonomi Indonesia secara luas. Ia muncul sebagai reaksi terhadap penguasa sebelum reformasi yang telah membatasi ruang gerak mereka, baik secara budaya maupun politik. Ada tiga problem yang akan dibahas dan diskusikan dalam makalah ini . Pertama, apa gagasan utama skripturalisme Hartono Ahmad Jaiz reaksi terhadap kaum subtansialisme khususnya Nurcholish Masjid. Kedua, mengungkapkan bagaimana ruang komunikasi dan politik mereka pesca reformasi yang telah memengaruhi pemikiran dan aksi umat Islam. Dan ketiga, bagaimana peluang dalam konteks dakwah islam kedepannya.

A. Sejarah Munculnya Abad modern dianggap sebagai awal dari munculya hegemoni ilmu pengetahuan terhadap agama sekaligus runtuhnya warisan abad pertengahan. Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap kepercayan agama dapat dilihat pada belahan abad ke-19. Keyakinan bahwa bible tidak pernah salah seiring bertabrakan dengan discoveri ilmiah baru. Misalnya, penemu teori evolusi yang begitu cepat, di dalam maupun di kalangan biologi, dianggap mengancam kitab suci yang menjadi teologi Kristen. Kritik sejarah dan Bible bahkan di Jerman (tanah air Martin Luther) sampai titik meragukan bible. Bahkan sarjana Newton, yang digelari kaum moderenis oleh katolik tradisional, sampai meragukan asal usul agama Kristen. Hal yang sama terjadi di Inggris, baron Friedrich Von Hugel menggalakan studi kritikal terhadap bible dan berusaha menyelaraskan agama Kristen dengan penemua moderen. Ide-idenya banyak memengaruhi protestsn meski iya sendiri dari katolik. Kolegannya George Tyrrell,

seorang anglikan yang meng salehkan katolik, berkali-kali berusaha memengaruhi greja, tetapi kemudian ia dikluarkan dari jemaat dan dikutuk secara keagamaan. Moderinisme dalam korteks katolik diartikan sebagai gerakan yang bertujuan membawa tradisi iman katolik kedalam lapangan filsafah, ilmu pengetahuan, sejarah, dan gagasan-gagasan social lainnya. Moderenisme sebagai cikla bakal munculnya kaum substansialis dalam Kristen menjadi popular dimasa inikhusus nya pada Santa Pius X mengutuk ajaran ini dengan menyebutnya sebagai gabungan segala bidah.

B. Munculnya dalam Islam Dalam islam tidak ditemukan istilah yang sepadan dengan skriptularlisme maupun substansialisme . sma seperti tidak dikenalnya pertentangan nya dengan science/ ilmu dan agama. Bahkan secara idealis,ilmu pengetahuan yang berkembang di Eropa dari dunia islam sebagaimana tercatat dalam sejarah masa dinasti Abbasiyah. Quran sebagai sumber hokum dan petunjuk bagi umat Islam dikumpulkan secara autenik dari wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhhamad SAW. Naskah asli mushaf Quran Utsamani ini masih tersimpan di beberapa museum dunia. Ajaran Quran mendorng umat Islam agar mencari ilmu sebanyak-banyaknya bagi kesehjahtaan hidup dunia-akhirat. Paparan di atas, mengartikan bahwa dalam dunia Islam, skripturalisme,

fundamentalisme, bahkan radikalisme. Meminjam statmen S.H. Nasr, merupakan reaksi pertama gerakan wahabi terhadap dunia barat .

C. Hartono A.J dan Nurcholish Madjid Hartono Ahmad Jaiz sebenarnya bukan tokoh pertama dan utama mewakili gerakan skripturalis di Indoesia. Sebagaimana dilasir indonesianis dari Ohino University R. William Liddle, Dewan Dkwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan media nya Media Dakwah(MD) adalah diantara corong utama skripturalisme di Indonesia. Hartono A.J sebenarnya wartawan sejsk tahun 1982 sampai tahun 1996 di surat kabar pelita atau setidak-tidaknya ia adalah mantan wartawan. Lahir di Tari Wetan, Sumber Simo Bayolali 1 April 1953. Riwayat mulai Madrasah Ibitidayah

SLTA dan Pendidikan Guru Agama (PGA) seluruh nya diselesaikan di Boyolali sampai menempuh sarjana. Bersama teman-teman nya, pada tahun 1974-1981 ia mendirikan dan menghidupkan pengajian Jemah masjid Sapen. Mulai tahun 1982-1986 ia mulai mengajar di Mts dan aliyah di Jakarta menjadi redaktur Majalah remaja Islam di Jakarta (1981-1982) dan di utus Dwan Dakwah Islam Indonesia (DDI) menjadi peliput islam di bosnia herzagovina, Zegreb Hungaria pada tahun 1992. Sementara Nurcholish Madjid lahir di Jombang Jawa Timur 17 Maret 1968. Ia nyantri di KMI pesantren Gontor Ponorogo 1960 dan tahun 1968 menyelesaikan kuliah di Jurusan Sastra dan Kebudayaan Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gelar Pn.d dalam bidang Studi Islam ia peroleh dari Chicago University Amerika Serikat pada 1984 dengan yudisium Summa cum Laude. Sebelum meninggal, Nurcholish bekerja sebagai sebagai staf peneliti di LIPI dan dosen di IAIN Jakarta. Dia juga pendiri dan pemimpin Yayasan Wakaf Paramida, suatu lembaga studi keislaman dan dalam beberapa hal melayani kebutuhan spiritual dan etik kaum musliim kelas menengah ke atas. Dia saat ini menyebut diri nya sebagai inklusivis atau pluralis. Visi kaum substansialis sebenarnya sudah banyak diketahui baik melalui tulisan maupun media. Dalam makalah ini, penulis mengungkapkan empat gagasan dari kaum substansialis yang salingt terkait. Pertama, yang paling pokok adalah bahwa substansiatau kandungan iman dan amal lebih penting daripada bentuknya. Kedua, esesnsinya Quran maupun hadis bersifat universal, atau dalam bahasa sederhana, Quran esensi maknanya bersifat universal meski berbahasa local (Arab), karna teks Quran harus di tafsir kembali oleh generasi selanjutnya sesuai ruang dan waktu. Penafsiran nabi, para sahabat, apalagi penafsir terkemudian adalah produk tafsir untuk masa itu yang belum tentu relvan dengan kondisi sekarang. Ketiga, asumsi bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk memperoleh kebenaran, terlepas atribut budaya maupun keyakinan yang di peluknya. Selama kebenaran itu bias di pertanggungjwabkan dpat di terima secara lapang dada.

Sebagai konsekuensi atas patokan ini banyak kaum substansialis mengenali primbon-perimbon khazanah Islam lama maupun baru dan menelaah ulang teastesa yang selama ini jadi rujukan suci umat islam, seperti filsafat, tasawufdan kalam.

D. Analisi Komunikasi terhadap Gagasan dan reaksi Hartono A.J Sebagaimana dikatakan di muka, bahwa pembahasan ini hanya mencakup tiga contoh. Karnanya, tiga contoh itulah yang menjadi media perbandingan HAJ dan NM sebagai reprensi sampling dalam kasus Indonesia yang berasal dari konsep-konsep yang sangat dikenal. 1. Gagasan Interpretatif tentang kata ad-din Gagasan interpretative tentang kata ad-din yang umum diterjemahkan denganagama semata-mata, atau lebih khusus lagi agama islam. Bahkan kata Hartono A.J, kata din tidak semata-mata berarti agama, melainkan meliputi bidang lain yang akhirnya melahirkan apresiasiideologi apresiasi totaliter. Melainkan menurut Nurcholis itu kurang tepat kata din tersebut memang artinya agama, karna islam memang adalah agama yang sebenar-benarnya. 2. Gagasan NM terhadap Pemaknaan Klimat Tahlil atau Kalimat Tauhid Gagasan NM terhadap pemaknaan kalimat tahlil atau kalimat tauhid lailaha Illallah yang di terjemahkan dengan tiada tuhan selain Tuhan(yang bermaksud Tuhan yang sebenarnya ), telah menuai protes di kalangan umat islam. Menurut pendapat HAJ penapsiran seperti itu dilakukan NM diatas

hukumnya haram. NMbukan hanya menyelewengkan makna tetapi juga menyesatkan. Dugaan penulis, pernyataan HAJ itu, karna ia menrjemahkan kalimat Tayyibahdengan Tiada Tuhan selain Allah yang umum dipahami umat islam. 3. Penafsiran NM Tentang Lafaz Ketika menjelaskan maksud jalan lurus. Ia berujar, kalau kita baru

sampai iyyaka nabudu berarti kita masi mengklaim diri kita mampu dan aktif

menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nastain maka kita lebur menyatu dengan Tuhan. Menurut HAJ penafsiran seperti itu sangat berbahaya. Sembari mengutip tafsir Al-Qayyim, iya berpendapat bahwa didahulukan kata nabudu/Ibadah atas isti,anah (minta tolong) dalam surat Fatihah termasuk dalam bab mendahulukan ghaayaat (tujuan) atas iwasaail (sarana). Karna ibadah adalah tujuan hambahamba yang diciptakan-Nya untuk beribadah.

E. Prospek bagi Dakwah ke Depan Sebagaimana dapat di urutkan dalam sejarah intlektualitas untuk manusia, keduua orientasi pemahaman skripturalis dan substansialis ini adalah realita produk budaya yang tidak bias dihindari .Perjalanan intelektual keduanya telah memiliki akar sangat kuat, baik dalam sejarah maupun rujukan teks-teks kitab suci. Sejarah telah membuktikan bahwa keduanya orientasi pemahaman agama tersebut telah berperan silih berganti dalam hegemoni pemahaman sesuai perkembangan situasi socialbudaya maupun politik.

9. Pendekatan Tasawuf dalam Dakwah

Mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam. Meskipun mayoritas, umat Islam di Indonesia memiliki aneka ragam dalam cara memahami dan mengamalkan amalan

islam. Keanekaragaman dalam pemahaman dan pengamalan islam Islam itu disebabkan latar blakang pendidikan. Dalam sebuah penelitian di Jawa Barat saja terdapat sekitar 63 aliran kepercayaan. Data ini belum termasuk sekte-sekte dari agama yang ada, yang dalam batas-batas tertentusulit membedakannya dengan aliran kebatina secara umum sebagai

contoh aliran ahmadiah sebagai, kalau mau disebut,sekte dalam agama islamyang mengundang kontroversi eksistensinya di Indonesia. Sebagaimana terjadi pada ahmadiah, pengikut kebatinan madrais yang bmengaku muslim dianggap telah menyimpang dari Islam di sekitarnya. Karna dianggap menyimpang, umat Islam menganggap berkewajiban untuk meluruskannya , atau dalam bahasa lain, mendakwahinya, agar kembali ke ajaran yang dianut mayoritas muslim. Sikap dan pernyartaan demikian, temtu saja brtolak belakang ini telah tlah menimbulkan problem krusial baik menyangkut hubungan antar sesama muslim maupum ajaran Madrais yang dianggap menyimpang itu.

A. Sejarah dan Ajaran Aliran Kebatinan Madrais atau kemudian disebut juga Agama Djawa Sunda atau agama PAsundan adalah aliran kepercayaan y tumbuh di Cigugur, suatu desa skaligus ibu kota kecamatan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Aliran kebatinan ini telah ada sejak lama dan telah memiliki pengikut cukup banyak yang terbesar di daerah Jawa Barat. Pada perkembangannya, kiai madrais membuat suatu ritual baru berupa sembahyang menghadap api pada tahun 1921, cara penguburan mayat tahun 1927, dan mengadakan cara perkawinan pada tahun 1931. Ritual baru tersebut dianggap oleh beberapa tokoh Islam di Jawa Barat mengalami suatu penyimpangan dari ajaran Islam. Mereka kemudian berusaha mengembalikan ajaran kiai Madrais kejalan yang benar, yaitu sesuai dengan syariat Islam. Kiai Madrais berusaha untuk mencari titik temu dari ajaran agama yang ada, dengan tetap berusaha untuk menjunjung tinggi budaya yang dimilikinya. Bila di tinjau dari sudut pandan Islam maupun Kristen terutama Katolik ada beberapa kesamaan konsep ajaran ADS. Antara lain kesamaan nya yaitu: Mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dalam ADS dikenal Gusti Pangeran Sikang Sawiji-wiji. ADS sangat mempercayai akan kekuasaan dan kekuatan Tuhan yang kudus sehingga mereka selalu mengandalkan segala sesuatu kepada kekuatan Tuhan sebagai kulminasi penganut suatu Agama pada wujud suprim.

B. Masyarakat Cigugur Sebelum mengalisis isi ajaran Madrais, penting terlebih dahulu mengajukan pertanyaan dari level masyarakatapakah umumnya penganut agama Madrais itu. Kemudian menganalisis dalam struktur social budaya yang bagaimana kebatinan Madrais berkembang. Jawaban atas pertanyaan semacam ini sangat penting mengingat perkembangan suatu agama atau kepercayaan tidak bis dilepaskan dari kontruksi social budaya di mana berpengaruh terhadap perkembangan dan kecendrungan agama yang bersangkutan. Dalam prespektif ini, agama adalah budaya dan budaya adalah agama. Sebagaimana disinggung di mukla bahwa pengikut kebatinan atau Madrais atau ADS pada umumnya adalah dari golongan petani atau masyarakat agraris sementara pemimpin nya dari kelas ningrat. Mereka umum nya tinggal di pedalaman atau kaki gunung. Mata pencharian mereka pun dari alam. Pola seperti ini melahirkan sebuah tatanan pemahaman dan sikap keberagamaan mereka. Keadaan yang sama terjadi di masyarakat Sunda, terutama Sunda buhun/lama. Praktik agama kebatinan kemudian menjadi sangat penting dalam menjaga kestimbangan kosmologi orang sunda. Secara sederhana, kosmologi orang Sunda itu intinya adalah memadukan unsur-unsur budaya lokal, agama lama orang Sunda adalah Islam. Apabila diperhatikan ajaran-ajaran kebatinan Madrais sebagaimana ter ungkap di muka, maka dalam ajaran-ajaran terkandung inti ajaran agama-agama. Bahkan isi dari ajaran-ajaran tersebut sangat dekat dengan pemahaman-pemahaman tasawuf dalam Islam. Selain itu memiliki latar belakang sejarah sebagai pengikut Islam, pemikiran seperti, Tuhan ada di mana-mana dan tidak mengenal ruang dan waktu atau fanteisme dan ajaran-ajaran Madrais lainnya sangat lekat dengan dunia tasawuf Islam.

C. Pendekatan Dakwah dan Problem Sebagai agama dakwah, praktik tasawuf sebagai pendekatan dakwah dalam islam dianggap dapat mencairkan hubungan antara ajaran Islam dengan penganutnya, terutama masyarakat yang masih terkungkung dalam alam kebatinan primitif. Pendekatan dakwah melalui tasawuf telah teruji dalam sejarah penyebaran islam di Indonesia dalam bentuknya yang sangat dinamin.

Sementara pada masyarakat modern sekarang, dalam bentuk yang lebih halus, tasawuf menjadi tren menghinggapi kekosongan dan kehampaan jiwa masyarakat di tengah harus moderenisasi yang kian menghantui saraf-saraf otak manusia. Krisis moral, etika dan budaya telah menyadarkan umat manusia akan pegangan fundamental yang kuat dan kokoh melalui keyakinan dan spirit hidp dalam jiwa. Karakteristik lain bentuk sajian tasawuf adalah ekspresi-ekspresinya sering berpegangan pada keseimbangan antara cinta dan pengetahuan. Suatu bentuk ekspresi emosional Islam yang lebih mudah memadukan sikap keagamaan yang merupakan titik awal setiap kehidupan kerohanian Islam. Tasawuf juga membahas tentang ajaran penciptan. Dalam tasawuf penciptaan agak berbeda dengan gagasan penciptaan monoterisme umum. Tasawuf lebih menekan pada gagasan kesatuan hakikat yang terwujud. Paparan ringkas diatas, sepintas terdapat kedekatan antara praktik mistik

Madrais dengan tasawuf dalam Islam meskipun dengan pengembangan dan pendalaman berbeda.

Penutup
Kebatinan atau kepercayaan pada umumnya tumbuh subur dalam masyarakat agraris sebagai bentuk akumulatif falsafah kehidupannya. Bahkan dalam bentuk lain, mungkin sebagai bentuk protes terhadap kemapanan sosial-budaya dia atas. Singkretisme antara islam dan budaya local sebagai wujud pertemuan dua nilai berbeda telah menyisakan suatu persoalan, baik teologis maupun sosiologis, terutama apabiila dilihat dari sudut pandang Islam. Persoalan ajaran Madrais, juga tidak lepas dari persoalan teologis maupun sosiologis. Dari sudut pandang sosiologis, aliran kebatinan Madrais berlainan jalan dengan arus utama umat Islam dalam praktik Islam. Pengurangan atau penambahan terhadap praktik-praktik ibadah, seperti salat. Konsep kepercayaan Madrais yang esotheris oriented mendapat angin segar justru apabila dilihat dari sudt pandang filosofi dan mistis. Bahkan dalam hal-hal tertentu banyak kesamaan dengan umumnya paham agama-agama mapan tak terkecuali Islam melalui filsafah dan tasawuf. Kalau begitu, berkaitan dengan dakwah, maka pendekatan dakwah terhadap kelompok kebatinan, termasuk kebatinan Madrais lebih tepat memakai pendekatan filosofis dan mistis. Sementara pada tataran oprasionalnya, metode dialog dan metode mujadalah (debat) lebih efektif untuk digunakan tertama dengan pemimpin-pemimpin mereka.

RESUME BUKU ISLAM DAN BUDAYA

DAKWAH ANTARBUDAYA

Disusun Oleh: Dwi M. Pamungkas Adi Kurniawan Fajar S. Siradz Bayu Purnama Dede Ardiansyah Wahyu Setio

12-2012-071 12-2012-075 12-2012-046 12-2012-070 12-2012-043 12-2012-066

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG
2013

Anda mungkin juga menyukai