Anda di halaman 1dari 4

M A T E R I XIV

KEBUDAYAAN ISLAM
Dalam materi ini dijelaskan tentang:
1. Tradisi Islam dan tradisi Umat Islam
2. Tradisi Keberagaman di Indonesia

1. TRADISI ISLAM DAN TRADISI UMAT ISLAM

Tradisi (bahasa Latin : traditio, artinya diteruskan) menurut artian bahasa adalah sesuatu
kebiasaan yang berkembang di masyarakat baik yang menjadi adat kebiasaan, atau yang
diasimilasikan dengan ritual adat atau agama. Atau dalam pengertian yang lain, sesuatu yang
telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Biasanya
tradisi ini berlaku secara turun temurun baik melalui informasi lisan berupa cerita, atau
informasi tulisan berupa kitab-kitab kuno atau juga yang terdapat pada catatan prasasti-
prasasti.

Tradisi merupakan sebuah persoalan dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana tradisi
tersebut terbentuk. Istilah tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan, praktek
yang dipahami sebagai pengatahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk
cara penyampai doktrin dan praktek tersebut. Terkadang tradisi disamakan dengan kata-kata
adat yang dalam pandangan masyarakat awam di pahami sebagai struktur yang sama.

Tradisi Islam merupakan hasil dari dari proses dinamika perkembangan agama tersebut
dalam ikut serta mengatur pemeluknya dan dalam melakukan kehidupan sehari-hari. Tradisi
islam lebih dominan mengarah pada peraturan yang sangat ringan terhadap pemeluknya dan
selalu tidak memaksa terhadap ketidak mampuan pemeluknya. Beda halnya dengan tradisi
lokal yang awalnya bukan berasal dari islam walaupun walaupun pada tarafnya perjalanan
mengalami asimilasi dengan islam itu sendiri.

Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berahklak dan budi pekerti
seseorang manusia dalam berbuat akan melihat realitas yang ada di lingkungan sekitar sebagai
upaya dari sebuah adaptasi walaupun sebenarnya orang tersebut telah mempunyai motivasi
berperilaku pada diri sendiri. Menurut Nurcholish Majid kebudayaan dan termasuk kebudayan
islam, tidak mungkin berkembang tanpa adanya tradisi yang kokoh dan mantap, serta memberi
ruang yang luas hingga pembaharuan pemikiran. Kebudayaan itu muncul dan berkembang
dalam masyarakatnya terbentuk sebagai dampak kehadiran agama Hindu, Budha dan Islam.
Tradisi sebenarnya merupakan hasil ittihad dari para ulama, cendekiawan, budayawan dan
sekalian orang-orang Islam yang termasuk kedalam ulil albab

Tradisi Islam yang sering dilaksanakan atau dijalankan oleh masyarakat adalah contohnya;
perayaan Idul Adha dan Idul Fitri, Maulid Nabi, dan Isra’ Mi’raj. Sebelum hari perayaam Idul Fitri
tiba saat-saat itulah sebagai orang Islam harus melaksanakan kewajiban yang utama yaitu
puasa d bulan Ramadhan, contohnya; banyak dijumpai di masjid atau mushalla ketika selesai
salam dari shalat Terawih dikumandangkan bacaan-bacaan shalawat dan do’a, membaca
shalawat di antara bilangan rakaat shalat Terawih bukan saja menjadi kebiasaan bagi umat
Islam di Nusantara, tetapi juga dilakukan oleh sebagian umat Islam di luar nusantara.

Manusia dalam kehidupannya akan senantiasa mengadakan proses interaksi dan proses
sosial lainnya, sehingga tumbuh norma-norma kelompok dan akhirnya melembaga sehingga
tampil struktur sosial dalam himpunan kelompok tersebut. Norma-norma yang dihasilkan dari
hasil karya, cipta dan karsa manusia ini senantiasa dilakukan secara berulang-ulang dan
cendrung untuk diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya, untuk kemudian
menjadi sebuah tradisi yang melekat erat dalam kehidupan mereka.

Namun, perlu juga ditegaskan di sini bahwa agama bukanlah kebudayaan maupun tradisi,
karena agama itu diciptakan Tuhan, bukan hasil olah pikir dan karya manusia. Tetapi kelompok-
kelompok orang beragama membentuk kebudayaan dan juga tradisi mereka masing-masing
sebab mereka mempunyai budi daya dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara terus
menerus dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, pada hakikatnya tidak ada kebudayaan Islam
atau tradisi Islam, namun yang ada adalah kebudayaan dan tradisi orang Islam, karna Islam itu
bukan kebudayaan dan tradisi melainkan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Kebiasaan yang
diwariskan secara turun-temurun oleh orang Islam sebagai kelompok masyarakat, dan berlanjut
serta dilestarikan hingga saat ini kemudian melembaga di tengah masyarakat itulah yang
kemudian dikenal dengan sebutan kebudayaan atau tradisi Islam, yang berarti kebudayaan dan
tradisi orang Islam.

Dalam konteks ini pula dapat dipahami mengenai makna terma Islam di Nusantara.
Pelabelan “Nusantara” terhadap Islam bukan berarti mempersempit syumuliyah ajaran Islam
atau mengkotak-kotakkan keluasan ajaran Islam dengan lingkup nusantara, namun ia lebih
mengarah pada arti Islam atau keberagamaan orang Islam yang ada di bumi nusantara, yang
berarti mengakui bahwa Islam juga terealisasi dalam praktik keseharian. Artinya, selain unsur
ilahiyah, Islam juga bersifat insaniyah (manusiawi). Hal ini merupakan pengakuan akan
pentingnya pemahaman kontekstual terhadap teks suci dengan mempertimbangkan adat lokal
(urf) demi kemaslahatan tak hanya dari segi ukhrawi tapi juga duniawi.

2. TRADISI KEBERAGAMAAN DI INDONESIA

Terminologi keberagamaan perlu dibedakan dengan term agama atau keagamaan. Di


satu sisi, keagamaan berasal dari akar kata agama yang menunjuk pada seperangkat wahyu
ketuhanan agar menjadi petunjuk kehidupan orang yang beriman untuk mewujudkan
kebahagiaan dunia dan akherat. Di sisi lain, term keberagamaan merupakan kata benda dari
akar kata beragama. Kata kerja beragama, menunjuk pada produk kegiatan berikut segala
aktifitas melaksanakan substansi ajaran agama oleh orang-orang yang beriman sesuai dengan
materi ajaran tersebut. Dengan demikian,kandunganpengertiankeberagamaan selalu
berkaitandengan kekhususan kelompok pemeluk agama, jika dibandingkan dengan himpunan
manusia pada umumnya. Dalam posisi ini, himpunan orang beragama atau para pemeluk
agama tersebut merupakan unitsosialyangmemilikikesadaran diri bertumpupada jati dirinya
sendiri. Maka, pada fenomena ini lahirlah komunitaskeberagamaan yang memiliki karakterisitk
atau ciri tertentu.

Agama Islam yang bersumber dari al-Qur_an dan Sunnah dan diyakini sebagai
kebenaran tunggal oleh pemeluknya. Akan tetapi, pada saat ajaran yang bersifat transenden ini
mulai bersentuhan dengan kehidupan manusia, serta aspek sosio-kultural yang
melingkupinya,maka terjadilah berbagai penafsiran yang cendrung berbeda dan berubah-ubah.
Hal ini akibat perbedaan kehidupan sosial penganut yang juga terus berubah. Dari perbedaan
penafsiran itu lahirlah kemudian pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqh dan teologi yang
berbeda. Selain itu, realitas ini pula yang pada akhirnya melahirkan tradisi keberagamaan kaum
muslimin, yang masing- masing menampakkan ciri khas dari kehidupannya.

Hal tersebut di atas menandakan bahwa meskipun Islam itu satu dari sudut ajaran
pokoknya, akan tetapi setelah masuk dalam konteks sosiokultural-politik tertentu pada tingkat
perkembangan sejarah tertentu pula agama bisa memperlihatkan struktur interen yang
berbeda-beda. Maka, jika dilihat dari perbedaan persepsi keberagamaan yang biasanya terjadi
di kalangan muslimin, maka sejatinya perbedaan itu bukan tentang pokok- pokok ajaran Islam
itu sendiri, akan tetapi bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di dalam sistem
kehidupan sosial, antara Islam sebagai model of reality dan Islam sebagai models for reality,
sehingga menciptakan setidaknya dua bentuk komunitas beragama yaitu antara folk variant
dan scholarly veriant, yang dalam konteks keindonesiaan terwujud dalam bentuk komunitas
atau kelompok tradisionalis, dan kelompok modernis.

Kelompok tradisionalis sering diasumsikan sebagai kelompok Islam yang masih


mempraktekkan beberapa praktek tahayyul, bid’ah, khurafat, dan beberapa budaya animisme,
atau sering diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, sementara kelompok modernis adalah
mereka yang sudah tidak lagi mempraktekkan beberapa hal di atas. Akan tetapi kategorisasi
dan polarisasi ini menjadi kurang tepat ketika ditemukan adanya praktek budaya animisme
yang dilakukan oleh kalangan muslim modernis. Selain itu, klaim Islam tradisional sebagai
pelaku tahayul, bid`ah dan khurafat dewasa ini kurang menemukan pijakannya. Sebab kalangan
muslim tradisional bukanlah pelaku perbuatan itu, karna memang dalam ajaran Islam
perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada Tahayyul, bid`ah dan khurafat sangat dilarang.
Melainkan Islam tradisionalis lebih menekankan kepada kesadaran untuk menghargai tradisi
dan budaya yang sudah ada di tengah masyarakat.

Tradisi keberagamaan yang berkembang di kalangan Islam tradisionalis tampak lebeih


toleran terhadap nilai-nilai tradisi dan budaya lokal setempat. Kalangan ini meyakini, ajaran
Islam datang dan tersebar ke penjuru dunia, bukan untuk mengganti budaya dan tradisi yang
ada dengan tradisi dan budaya Arab sebagai tempat awal diutusnya nabi Muhammad saw sang
pembawa risalah Islam. Ajaran Islam juga tidak mengharamkan orang-orang Islam untuk
berbudaya dan beradat istiadat sesuai dengan kulturnya, karna budaya merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan, selama ia hidup di dunia ini. Selama tradisi dan
budaya itu tidak bertentangan dengan syari`at Islam yang telah ditetapkan, maka menurutnya
sah-sah saja untuk tetap dilaksanakan dan dilestarikan.

Anda mungkin juga menyukai