Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, serta Shalawat dan
salam kita panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad saw., karena atas
hidayah - Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. makalah ini kami
sampaikan kepada Pembina mata kuliah Agama (Aswaja)  yang dibina oleh bapak Nanang
Rakhman Saleh, SAg. sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada bapak yang telah berjasa mencurahkan ilmunya kepada
kami dengan ikhlas mengajar mata kuliah Agama (Aswaja).

Kami memohon maaf kepada Bapak dosen khususnya, umumnya para pembaca
apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi
bahasanya maupun isinya, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.

Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini, bermanfaat bagi semua orang
khususnya untuk kami sendiri maupun untuk pembaca. Atas perhatianya, kami mengucapkan
terima kasih.

Surabaya,26 Oktober 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Sejarah diterimannya kehadiran Islam di Nusantara dengan kondisi keagamaan


masyarakat yang menganut paham animisme (Hindu-Budha), tidak bisa dilepaskan dari cara
dan model pendekatan dakwah para mubaligh Islam kala itu yang ramah dan bersedia
menghargai kearifan budaya dan tradisi lokal. Sebuah pendekatan dakwah yang terbuka dan
tidak antisipati terdapat nilai-nilai normatif di luar Islam, melainkan mengakulturasikannya
dengan membenahi penyimpangan-penyimpangan di dalamnya memasukkan ruh-ruh
keislaman ke dalam subtstansinya. Maka lumrah jika kemudian corak amaliah ritualitas
muslim Nusantara (khususnya Jawa) hari ini, kita saksikan begitu kental diwarnai dengan 
tradisi dan budaya khas lokal, seperti ritual selametan, kenduri, dan lain-lain.

Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum Nahdliyyin


meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal tersebut. Hanyalah sebatas
teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang menjadi substansi didalamnya murni ajaran-
ajaran Islam. Dengan kata lain, ritual-ritual yang bercorak tradisi lokal hanyalah bungkus
luar, sedangkan isinya adalah nilai-nilai ibadah yang dianjurkan oleh Islam.

Dalam pandangan kaum Nahdliyyin, kehadiran Islam yang dibawa oleh Rasulullah
saw. Bukanlah untuk menolak segala tradisi yang mengakar menjadi kultur budaya
masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan-pembenahan dan pelurusan-
pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan risalah Rasulullah saw.
Budaya yang telah mapan menjadi nilai normatif masyarakat dan tidakbertentangan dengan
ajaran Islam akan mengakulturasikannya bahkan mengakuinnya sebagai bagian dari budaya
dan tradisi Islam itu sendiri.

1.2 Rumusan masalah :


1. Apa Pengertian dari Tradisi, Budaya, dan NU ?

2. Landasan apa saja yang diterapkan dalam tradis dan budaya di NU?

3. Bagaimana cara menyikapi sikap tradisi dan budaya NU?

4. Sebutkan contoh tradisi dan budaya dikalangan NU?

1.3 Tujuan Penulisan

1.      Untuk Memahami Pengertian Tradisi, Budaya, dan NU

2.      Untuk Mengetahui Landasan apa saja yang diterapkan pada Tradisi dan Budaya
dalam Nu?

3.      Untuk Memahami sikap yang diterapkan dalam NU

4.      Untuk Mengetahui contoh tradisi dan Budaya dikalangan NU

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Tradisi, Budaya, dan NU

a.     Tradisi

Tradisi (Bahasa Latin: tradition, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang


paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian
dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasannya dari suatu Negara, kebudayaan,
waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa
adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun
yang masih dijalankan dimasyarakat dengan anggapan tersebut bahwa cara-cara yang ada
merupakan yang paling baik dan benar.

Tradisi adalah pertama, sesuatu yang ditransferensikan kepada kita. Kedua, sesuatu
yang dipahamkan kepada kita. Dan ketiga, sesuatu yang mengarahkan perilaku kehidupan
kita. Itu merupakan tiga lingkaran yang didalamnya suatu tradisi tertentu ditransformasikan
menuju tradisi yang dinamis. Pada lingkaran pertama, tradisi menegakkan kesadaran historis,
pada lingkaran kedua menegakkan kesadaran eidetis, dan pada lingkaran ketiga menegakkan
kesadaran praksis.

b.      Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanksekerta yaitubuddayah, yang


merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
“kultur” dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi kegenerasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, sistem agama, dan politik adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya adalah sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan dan sukar untuk dirubah.
c.       NU

Nahdlatul Ulama’ secara etimologis mempunyai arti “Kebangkitan Ulama’” atau


“Bangkitnya para Ulama’”, sebuah organisasi yang didirikan sebagai tempat terhimpun
seluruh Ulama’ dan umat Islam. Sedangkan menurut istilah, Nahdlatul Ulama’ adalah
Jam’iyyah Diniyah yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah yanh didirikan pada tanggal
16 Rajab 1344 H atau bertepatan pada tanggal 31 Januari 1926 M di Surabaya yang bergerak
dibidang ekonomi, pendidikan, dan sosial. NU didirikan atas dasar kesadaran dan keinsyafan
bahwa setiap manusia hanya dapat memenuhi kebutuhannya bila bersedia hidup
bermasyarakat.

2.2 Landasan yang diterapkan dalam Tadisi dan budaya NU

Mayoritas umat Islam Indonesia, bahkan di dunia adalah penganut Aliran


Ahlussunnah Wal Jamaah. Ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah begitu berakar dan
membumi dalam tradisi, budaya, dan kehidupan keseharian masyarakat muslim Indonesia.
Memang ajaran-ajaran Aswaja bisa terwujud dalam manifestasi yang beragam diberbagai
belahan dunia Islam karena cara hidup, kebiasaan, dan adat istiadat masing-masing kawasan
dunia Islam yang berbeda. Namun, ada benang merah yang menyatukan semua adat-adat
yang berbeda itu.

Ajaran Aswaja selalu menjiwai berbagai tradisi-tradisi tersebut. Pasti ada ajaran-
ajaran Aswaja yang menjadi substansi dan penggeraknya. Bagi para Ulama’ dan kalangan
terpelajar akan dengan mudah menangkap ajaran-ajaran dibalik tradisi-tradisi keagamaan
yang berbeda-beda tersebut. Namun, bagi sebagian kalangan awam mungkin agak sulit,
mereka lebih memahami praktek dari pada aspek bathiniyyahnya. Dari sinilah timbul kesalah
pahaman terhadap sebagian tradisi-tradisi keagammaan yang ada. Selama ini kita maklum,
bahwa sebelum hadirnya dakwah Islam yang diusung para wali (walisongo), masyarakta
Jawa adalah pemeluk taat agama Hindu dan juga pelaku budaya Jawa yang kental dengan
nuansa Hinduisme sampai sekarang masih di-ugemi (pedomani) sebagian masayarakat
Indonesia.

Menurut cerita sejarah, budaya mengadakan kenduri atau selametan kematian yang


juga merupakan budaya mereka tidak serta merta beliau hapus. Budaya selametan yang
semula dipenuhi dengan ajaran kufur, wadahnya dibiarkan, tetapi isinnya yang sarat dengan
kekufuran dan cid’ah diganti dengan ajaran yang bernuansa Islami, atau minimal jauh dari
kemusyrikan. Mengenai tuduhan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir dalam budaya
lokal dilestarikan walisongo tersebut, tentu dengan mudah kami dapat mendebat. Upacara ala
Hindu dalam selametan hari kematian, misalnya, seperti hari ke-7, ke-40, ke-100 dan lain-lain
sama sekali telah diganti dengan sedekah karena Allah, membava Al-Qur.an, shalawat,
dzikir, dan do’a.

2.3 Sikap terhadap Tradisi dan Budaya NU

Sikap kemasyarakatan yang ditumbuhkan oleh NU adalah :

a. At-Tawasuth dan I’tidal, yaitu sikap tengah dengan inti keadilan dalam kehidupan.

b. At-Tasamuh, yaitu toleran dalam perbedaan, toleran dalam urusan kemasyarakatan dan
kebudayaan.

c. At-Tawazun, yaitu keseimbangan beribadah kepada Allah swt dan berkhidmah kepada
sesama manusia serta keselarasan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar, yaitu mendorong perbuatan baik dan mencegah hal-hal
yang merendahkan nilai-nilai kehidupan (mencegah kemungkaran).

Sikap tersebut adalah yang diteladankan para Walisongo dalam meyebarkan ajaran
Islam di nusantara. Sebagai pewaris Nabi, Walisongo tentu melakukan dakwah dengan
pedoman jelas. Dalam menyikapi tradisi setempat diilhami oleh Nabi Muhammad sebagai
panutannya. Satu misal, haji adalah ibadah yang sudah ada sejak sebelum kelahiran Kanjeng
Nabi Muhammad. Oleh Nabi, haji tidak dihilangkan, tapi diisi dengan ruh tauhid dan
dibersihkan dari kotoran syirik. Sikap inilah yang kemudian diteruskan oleh para sahabat dan
para pengikutnya, termasuk Walisongo, yang disebut dengan kaum sunni atau Ahlussunnah
wal Jama’ah.
2.4 Contoh Tradisi dan Budaya di Kalangan NU

a.       Tahlilan

Tahlil itu berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca kalimat La
Ilaha Illallah. Tahlil berarti rangkaian acara yang terdiri dari membaca beberapa ayat dan
surat dari al-Qur’an seperti al-khlas, al-Falaq, an-Naas, ayat kursi, awal dan ahir surat al-
Baqarah, membaca dzikir-dzikir seperti tahlil, tasbih, tahmid, shalawat dan semacamnya,
kemudian diakhiri dengan do’a dan hidangan makan. Semua rangkain acara ini dilakukan
secara berjama’ah dengan suara yang keras. Hukum tahlil adalah boleh dalam syari’at Islam,
karena semua acara yang ada dalam rangkaian tahlil boleh dilakukan dan tidak satupun yang
terlarang.

Adapun dalam HR. Ahmad: Nabi Muhammad saw. menyuruh sahabat untuk memperbaiki
iman dengan memperbanyaklah mengucapkan La Ilaha Illallah.

b.      Membaca Istighfar

Dari HR. Al-Hakim dan Baihaqi bahwa pahala bagi orang yang memperbanyak
istighfar adalah Allah menjadikan untuknya kebahagiaan dari setiap kesusahan, menjadikan
jalan keluar dari setiap kesempitan dan memberikan rizki dari Allah yang tak terduga.

c.       Berzanzi, Diba’an, Burdahan dan manaqiban

Kalau kita melihat lirik sya’ir maupun prosa yang terdapat dalam kitab al-Barzanji
seratus persen isinya memuat biografi, sejarah hidup, dan kehidupan Rasulullah. Demikian
pula yang ada didalam kitab Diba’ dan Burdah. Kitab ini yang berlaku bagi orang-orang NU
dalam melakukan ritual Mauludiyyah atau menyambut kelahiran Rasulullah. Dalam acara
Gebyar Maulid Nabi SAW Habib Luthfi bin Yahya menyampaikan: "Maulid adalah
ungkapan terimakasih kita kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Lalu sudah sejauh mana
terimakasih kita kepada beliau Kanjeng Nabi SAW? Karena beliau SAW lah kita bisa
menjadi Muslim yang mengenal al-Quran, tidak menjadi anak-anak yang haram karena
kedua orang tua kita adalah Muslim"

Yang satunya khusus puji-pujian untuk Sulthanul Auliya, Syaikh Abdul Qodir al-
Jilany. Akan tetai, dalam praktiknya, al-Barzanji, ad-Diba’i, kasidah Burdah dan Manaqib
(Syaikh Abdul Qadir Jilany) sering dibaca ketika ada hajat anak lahir, hajat menantu,
khitanan, tingkeban, masalah yang sulit terpecahkan, musibah yang berlarut-larut, dan lain-
lain. Yang tak ada maksud lain mohon berkah Rasulullah akan terkabul semua yang
dihajatkan.

Umumnya, acara berzanji/Diba’an/Burdahan/Manaqiban dilakukan pada malam hari sehabis


shalat isay’. Akan tetapi, banyak juga warga NU yang mempunyai tradisi kalau acara anak
lahir disore hari, habis shalat ashar, dan bahkan ada berzanjen di siang hari.

d.      Suwuk atau Mantra

e.       Tawassul

Tawassul itu artinya perantaraan. Kalau kita tak sanggup menghadap langsung, kita perlu
seorang perantara.

Imam Syaukani mengatakan tawassul kepada Nabi Muhammad SAW  ataupun kepada yang
lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya  maupun  setelah meninggal adalah merupakan
ijma’ para sahabat tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi
berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT,
sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang
tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau
membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada
Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.

f.       Tabarruk,

yaitu mengharap berkah contoh bahwa seorang sahabat ingin mengaharap berkah
dengan meminta burdah yaitu selimut yang dibordir bagian tepinnya.

Saat Kajian Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang digelar Pengurus Pusat Lembaga
Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) KH Zakky Mubarak mengatakan bahwa para sahabat dan
ulama-ulama terkemuka, lanjutnya, juga turut memeragakan tabarruk, seperti mencium
tangan, ziarah, menghormati tempat dan barang-barang khusus, bahkan menggunakannya
sebagai sarana (wasilah) untuk tujuan-tujuan tertentu, agar mendap kan berkah dari yang di
lakukan nya.

g.      Membaca shalawat


Dari HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan Ibn Hibban bahwa keutamaan atau pahala bagi
orang yang bershalawat adalah akan bersama nabi Muhammad di hari kiamat.

Di terangkan dalam surat Al-Ahzab ayat ke-56: "Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya dengan sungguh-sungguh".

h.      Membaca ayat ahir al-Baqarah

Perintah untuk mengajar dan belajar 2 ayat ahir surat al-Baqarah kepada istri-istri dan
anak-anakmu, bahwa sesungguhnya ayat itu adalah shalat (rahmat) Qur’an dan doa.

i.        Mencium Tangan Orang Shalih

Mencium tangan orang shaleh, penguasa yang bertakwa dan orang kaya yang saleh
adalah perkara yang mustahabb (sunah) yang disukai Allah, berdasarkan hadist-hadist nabi
atsar para sahabat. Teknik mencium tangan tidak boleh melebihi posisi orang yang sedang
rukuk.

j.        Dzikir berjama’ah

Dari HR. Muslim bahwa orang yang apabila berdzikir berjama’ah akan dikerumuni
oleh malaikat, diliputi rahmat dan ketentraman, dan Allah akan menyebut-menyebut mereka
kepada para malaikat disisinya.

Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab)


menjelaskan bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang menganjurkan
memelankan suara dalam berdzikir. bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih
utama sekiranya dapat menutupi riya dan mengganggu orang yang shalat atau orang yang
sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua
kondisi tersebut karena: pebuatan yang dilakukan lebih banyak, faidah dari berdzikir dengan
suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada pendengarnya, bisa
mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan
perenungan terhadap dzikir tersebut, mengarahkan pendenganrannya kepada dzikir terebut,
menghilankan kantuk dan menambah semangatnya.

K.    Peringatan Maulid Nabi

Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Seorang nabi yang diutus oleh Allah
dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat nabi yang
mulia, ini adalah perkara yang penuh berkah dan kebaikan yang agung, jika memang
perayaan tersebut terhindar dari bid’ah sayyiah yang dicela oleh syara.

L.      Istighasat dan Mujahadah

Istighasah artinya meminta pertolongan. Mujahadah artinya mencurahkan segala


kemampuan untuk mencapai sesuatu. Istighasah dan mujahadah bagi umat Islam sudah ada
sejak nabi ketika dia menghadapi perang Badar, juga musibah dan bencana lainnya.

m.      Mengeraskan suara ketika berdzikir dan ziarah kubur

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

Tradisi memiliki arti adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan dimasyarakat
dengan anggapan tersebut bahwa cara-cara yang ada merupakan yang paling baik dan benar.

Budaya memiliki arti sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar untuk dirubah.

NU memiliki arti Jam’iyyah Diniyah yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang
didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H atau bertepatan pada tanggal 31 Januari 1926 M di
Surabaya yang bergerak dibidang ekonomi, pendidikan, dan sosial.

Menurut pandangan NU bahwa tradisi dan budaya yang ada adalah bid’ah Hasanah yaitu
sesuatu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai