Anda di halaman 1dari 19

"Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi Gigitan Serangga dan Binatang

Digigit serangga merupakan salah satu bentuk dermatitis kontak iritan,yaitu reaksi peradangan kulit
sebagai respon dari kontak dengan alergen,dalam hal ini berupa liur, bulu, atau gigitan serangga, atau
dalam istilah lainbiasa disebut dermatitis venenata. Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan
serangga merupakan reaksi hipersensitivitas atau reaksi alergi yang timbul setelah kulit tubuh kontak
dengan serangga atau racun atau alergen masuk pada kulit akibat gigitan, tusukan. Jenis reaksi yang
ditimbulkan akibat gigitan serangga tergantung jenis serangga dan macam racun yang dikeluarkan
sebagai alergennya.

Gigitan binatang adalah gigitan atau sengatan yang diakibatkan oleh gigitan atau sengatan hewan
seperti ajning, kera, ular, serangga dan lain-lain. Gigitan binatang atau sengatan merupakan alat dari
binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatau yang mengancam jiwa,
gigitang binatang terbagi menjadi dua yanitu gigitan binatang berbisa dan gigitan binatang tidak berbisa.
(Charly, 2018).

B. Etiologi Gigitan Serangga dan Binatang


Berikut ini beberapa penyebab dari gigitan serangga dan binatang, yaitu:

1. Gigitan binatang darat

a. Hewan tersangka rabies Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan
ditularkan dari gigitan hewan penular rabies"

b. Gigitan serangga dan binatang berbisa


Serangga dan binatang berbisa tidak akan menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu.
Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi
sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari
protein dansubstansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga
mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.Lebah, tawon, penyengat, si jaket
kuning, dan semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yangalergi terhadap mereka. Kematian yang
diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari padakematian yang diakibatkan oleh gigitan ular.
Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalammenyengat.Ketika lebah menyengat, dia melepaskan
seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketikaproses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat
berkali-kali karena tawon tidak melepaskanseluruh alat sengatnya setelah ia menyengat. Semut api
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka dapat
menyengat bisa berkali-kali.

2. Gigitan binatang laut

a. Tentakel laut Ubur – ubur, anemon, dan karang semuanya memiliki tentakel. Kebanyakan sengatan
dari ubur – ubur, anemon, dan karang menyebabkan ruam, dan kadang – kadang lecet. Pasien mungkin
jugamengalami sakit kepala, nyeri dada, nyeri otot, berkeringat, atau hidung meler.

b. Gurita (octopus) cincin biru


Gurita cincin biru di australia adalah salah satu hewan laut paling berbahaya. Air liurnya berbisa dan bisa
menyebabkan kegagalan pernafasan dan kelumpuhan.

c. Ikan besar yang berbahaya

Ikan besar seperti hiu dan barakuda dapat menimbulkan luka gigitan yang cukup besar atau bahkan
memotong – motong atau membunuh manusia.

d. Ikan pari

Ikan pari memiliki duri berbisa di ekornya jika tanpa sengaja menginjak ikan pari dapat menyebabkan
luka.

e. Bulu babi
Bulu babi yang tercakup dalam duri tajam dilapisi dengan racun. Jika menginjak seekor bulu babi, duri
mungkin akan pecah dan menancap di kaki, menghasilkan luka yang menyakitkan. Jika duri tidak dihapus
sepenuhnya luka dapat menjadi meradang menyebabkan nyeri otot dan sendi.

f. Ular laut
Sengatan dari ikan laur biasanya jarang terjadi, sifat dari ular lautyaitu tidak menyerang apabila mereka
tidak merasa terganggu atau terprovokasi.

g. Stones fish

Ikan yang menyamar dengan koral atau lingkungan sekitarnya dapat menyuntikkan bisa melalui tulang
belakang yang keras sehingga dapat menembus kulit korban.

C. Klasifikasi Gigitan Serangga dan Binatang

1. Gigitan binatang darat


a. Hewan tersangka rabies, seperti anjing, kucing, kera/monyet,kelelawar, rakun dan Hewan karnivora
lain yang tersangka rabies."

b. Gigitan hewan berbisa, seperti ular.c. Gigitan serangga


Gigitan serangga bisa diakibatkan oleh Serangga yang menyengat: Semut, tawon, kalajengking, laba-laba
dan serangga yang tidak menyengat seperti kutu busuk, lalat, nyamuk.

2. Gigitan binatang laut, seperti tentakel laut, gurita (octopus) cincin biru, Ikan besar yang berbahaya,
ikan pari, bulu babi, stones fish, cone shell (kerang laut).

D. Manifestasi Klinis Gigitan Serangga dan Binatang


1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada manusia yang terkena gigitan dari
hewan rabies yaitu:

1) Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.

2) Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul
dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

3) Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya,
yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya
ialah hidrofobi. Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh
rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata
atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis,
konvulsa da tahikardi."Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan
saat-saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal,
tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis
flaksid otot-otot.

4) Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang ditemukan juga kasus
tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan
sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

b. Gigitan ular
1) Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra (Naja spp) menimbulkan rasa sakit
dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah danmelepuh.
Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
2) Perdarahan : Gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan
perdarahan organ internal seperti otak atau organ- organ abdomen. Korban dapat berdarah dariluka
gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.

3) Efek sistem saraf : bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular
kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan,berakibat
kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalahvisual, kesulitan
bicara dan bernafas, dan kesemutan.

"4) Kematian otot : bisa dari Russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia
dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris darisel otot yang
mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapatmenyebabkan gagal ginjal.
5) Mata : semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban,
menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.

c. Gigitan serangga
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan serangga
didantaranya adalah :

1)Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kahidupan
dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda- tanda atau gejalanya adalah:

a) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan masukan
darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
b)Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan.
c) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput lendir
(angioedema)
d) Pusing dan kacau
e) Mual, diare, dan nyeri pada perut"

"f) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak

2) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.


3)Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
4)Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan
inflamasi pada otak (encephalitis).

5)Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

6) Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat. Lebah,tawon,
penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan
dari mereka dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka.
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada kematian yang diakibatkan oleh
gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat. Ketika lebah menyengat, dia
melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika proses itu terjadi. Seekor tawon dapat
menyengat berkali-kali karena tawon tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat.
Semut api menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka
dapat menyengat bisa berkali-kali.

2. Gigitan binatang laut


Keadaan yang sering muncul apabila pasien telah tergigit dengan binatang laut adalah akan adanya
bekas gigitan pada kulit pasien,rasa gatal di area yang tergigit,kemerahan, suhu tubuh meningkat, pasien
merasa mual dan bahkan muntah,sianosis, bengkak,pasien nampak kebingungan , perdarahan pasien
pingsan,lumpuh, sesak napas, alergi, syok hipovolemik, nyeri kepala bahakan pasien dapat meninggal
apabila tidak ditangani dengan cepat.

E. Patofisiologi Gigitan Serangga dan Binatang


1. Gigitan binatang darat

a. Gigitan hewan tersangka rabies Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur
hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui gigitan
dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2
minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk ke dalam
tubuh,virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya
pada sistem saraf. Setelah inokulasi,virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang
menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Jika virus telah mencapai
otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron,terutama
mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah
memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut
saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat
menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti
kelenjar ludah.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang mengandung
virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang
terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput
mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan
melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada
manusia.

b. Gigitan ular
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari
lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm
pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu
sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular
merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa
yang akan dikeluarkan.Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein
enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya.Bisa ular terdiri dari bermacam
polipeptida yaitu fosfolipase A,hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik
terhadap saraf, menyebabkan hemolisis, atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.

Konsentrasi enzim bervariasi di antara spesies, karena itu menyebabkan perbedaan envenomasi. Gigitan
copperhead secara umum terbatas pada destruksi jaringan lokal. Rattlesnake dapat menyisakan luka
yang hebat dan menyebabkan toksisitas sistemik.Ular koral mungkin meninggalkan luka kecil yang
kemudian dapat"muncul kegagalan bernafas dengan tipe blokade neuromuscular sistemik. Efek lokal
dari bisa berfungsi sebagai pengingat akan potensi kerusakan sistemik dari fungsi system organ. Salah
satu efek adalah perdarahan; koagulopati bukanlah hal yang aneh pada envenomasi yang hebat. Efek
lain, edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstisial di paru. Mekanisme pulmonal
dapat terpengaruh secara signifikan.Efek terakhir,kematian sel lokal, meningkatkan konsentrasi asam
laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan ventilasi per menit.
Efek-efek blokade neuromuskuler berakibat pada lemahnya ekskursi diafragmatik. Gagal jantung
merupakan akibat dari hipotensi dan asidosis. Myonekrosis meningkatkan kejadian kerusakan adrenal
myoglobinuria.
Variasi derajat toksisitas juga membuat bisa ular dapat berguna untuk membunuh mangsa. Selama
envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular smelewati kelenjar bisa melalui
sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular merupakan kombinasi
berbagai substansi dengan efek yang bervariasi. Dalam istilah sederhana,
protein-protein ini dapat dibagi menjadi 4 kategori :

1. Cytotoxin menyebabkan kerusakan jaringan lokal.


2. Hemotoxin, bisa yang menghancurkan eritrosit, atau mempengaruhi kemampuan darah untuk
berkoagulasi,menyebabkan perdarahan internal.
3. Neurotoxin menyerang sistem syaraf, menyebabkan paralisis transmisi saraf ke otot dan pada kasus
terburuk paralisis melibatkan otot-otot menelan dan pernafasan.
4. Cardiotoxin berefek buruk langsung pada jantung dan mengarah pada kegagalan sirkulasi dan syok
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas dan hemolisis. Ular berbisa yang
terkenal di Indonesia adalah ular kobra dan ular welang yang bisanya bersifat neurotoksik. Gigitan
serangga

c. Gigitan atau sengatan serangga


Akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk
langsung direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau
kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui
gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul
dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed. Reaksi immediate merupakan
reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena
adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas
dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D
adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada
pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun
tersebut. Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya suatu
reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat
sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sengatan
serangga lainnya.

F. Penatalaksanaan Gigitan Serangga dan Binatang


1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies
1) Penatalaksanaan kegawatdaruratan :"

- Airway (jalan nafas)


Pada airway yang perlu diperhatikan adalah memperthankan kepatenan jalan napas, memperhatikan
suara nafas, atau apakah ada retraksi otot pernapasan. Pada kasus gigitan binatang (rabies) ditemukan
kekakuan otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.Kejang ini terjadi
akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan.

- Breathing Walaupun terkadang jalan nafas dapat ditangani tapi belum tentu pola nafasnya sudah
teratur. Lihat pergerakan dada klien dan lakukan auskultasi untuk mendengarkan suara nafas klien. Pada
kasus ini dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh kontraksi otot hebat otot-otot penafasan atau
keterlibatan pusat pernafasan.

- Circulation

Pada kasus ini terjadi disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, aritmia, takikardi dan
henti jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan aritmia. Bila
terjadi gangguan seperti diatas dapat diberikan tambahan cairan parenteral.

2) Penatalaksanaan Medis
- Yang pertama dan paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau mematikan
virus rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif adalah dengan membersihkan luka dengan
sabun atau detergen selama 10 -15 menit kemudian cuci
luka dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu keringkan dengan kain dan beri antiseptik seperti
betadine atau alkohol 70%. Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan kesehatan,
pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanyamemakai larutan perhidrol 3% (H2O2) yang dicampur
dengan betadine kemudian dibilas dengan larutan fisiologis macam NaCl 0,9%.
- Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk
dijahit (jahitannya jahitan situasi).
- Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi dengan pemberian vaksin anti rabies
(VAR) terutama pada kasus yang memiliki resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali
yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan hari ke-21. Dosisnya 0,5 ml baik pada
anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang lebih berat dimana terdapat lebih dari satu gigitan dan
dalam sebaiknya dikombinasi dengan pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan di sekitar luka
sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler.

- Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus, antibiotika untuk pencegahan infeksi
dan pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.

b. Gigitan ular

1) Pertolongan dirumah

Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila penanganan medis tersedia
dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi (membuat tidak bergerak)
bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi
kontraksi otot,karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam
aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari
gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal. Setelah itu Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan

"cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah
peningkatan penyerapan bisa.
2) Penatalaksanaan kegawatdaruratan
- A (Airway)
Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa ular adalah neurotoksik. Dimana akan
berakibat pada saraf perifer atau sentral, sehingga terjadi paralise otot-lurik.Lumpuh pada otot muka,
bibir, lidah, dan saluran pernapasan, gangguan pernafasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan
kesadaran. Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan endotracheal tube dan sebuah
mesin ventilator untuk menolong korban bernafas.

- Breathing

Pada breating akan terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak pada
kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola pernapasan pasien terganggu dan berikan
oksigen
- Circulation
Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat dan enzim
yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi perdarahan.
Ditandai dengan luka patukan terus berdarah, haematom, hematuria, hematemesis dan gagal ginjal,
perdarahan addome, hipotensi. Cairan parenteral dapat digunakan untuk penatalksanaan hipotensi. Jika
vasopresin digunakan untuk penanganan hipotensi penggunaan harus dalam jangka pendek.
3) Penatalaksanaan medis"

- Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril
- Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm,
panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki
sampai bagian yang terdekat dengan gigitan.Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki
yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket
tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan
efek sistemik yang leih berat.
- Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas;
penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,
kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban,
hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
- Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu
dosis toksoid tetanus.
- Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.

- Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.

- Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah
antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang
mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat
kerusakan jaringan lokal yang luas.

c. Gigitan serangga

1) Pengobatan gigitan serangga pribadi di rumah Pengobatan tergantung pada jenis reaksi

yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan nyeri pada bagian yang digigit, cukup menggunakan es sebagai
pengobatan. Bersihkan area yang terkena gigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel
yang terkontaminasi oleh serangga (sepertimnyamuk). Partikel-partikel dapat mengkontaminasi lebih
lanjut jika luka tidak dibersihkan. Pengobatan dapat juga menggunakan antihistamin seperti
diphenhidramin (Benadryl) dalam bentuk krim/salep atau pil. Losion Calamine juga bisa membantu
mengurangi gatal-gatal.
2) Penatalaksanaan kegawatdaruratan
a. Airway :Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi
b. Breathing :Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan tidak
adekuat.
c. Circulation :Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
3) penatalaksanaan medis Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol
terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran topikal
sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor dalam bentuk lotion atau gel
dapat membantu mengurangi gatal dan juga dapat diberikan antihistamin oral seperti diphenyhidramin
25 – 50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat digunakan untuk mengatasi reaksi"
hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik
topikal maupun oral dan juga dapat dikompres dengan larutan kalium permeganat. Jika terjadi reaksi
berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan tourniquet proksimal dari tempat gigitan dan dapat
diberikan pengenceran epinefrin diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang 1 – 2 kali
dengan interval waktu 20 menit. Epinefrin juga dapat diberikan secara intramuskular jika syok lebih
berat. Jika pasien mengalami hipotensi maka diberikan injeksi intravena. Untuk gatal dapat diberikan
injeksi antihistamin seperti kloremfenikol 10 mg atau definhidramin 50 mg. pasien dengan reaksi berat
dapat diberikan kortekosteroid sistemik.
d. Gigitan binatang laut
Pertolongan Pertama Pada Sengatan hewan laut. Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi
tergantung pada jenis gigitan atau sengatan. Tapi beberapa aturan umum yang berlaku untuk
penanganan sengatan hewan laut:

1) Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun, kecuali dokter
memerintahkan.

2) Jangan memberi obat apapun.


3) Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan air laut.
4) Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.
5) Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.

hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi

sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral dan juga dapat dikompres
dengan larutan kalium permeganat. Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan
pemasangan tourniquet proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran epinefrin
diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang 1 – 2 kali dengan interval waktu 20 menit.
Epinefrin juga dapat diberikan secara intramuskular jika syok lebih berat. Jika pasien mengalami
hipotensi maka diberikan injeksi intravena. Untuk gatal dapat diberikan injeksi antihistamin seperti
kloremfenikol 10 mg atau definhidramin 50 mg. pasien dengan reaksi berat dapat diberikan
kortekosteroid sistemik.
d. Gigitan binatang laut
Pertolongan Pertama Pada Sengatan hewan laut.Perawatan pada sengatan hewa laut bervariasi
tergantung pada jenis gigitan atau sengatan. Tapi beberapa aturan umum yang berlaku untuk
penanganan sengatan hewan laut:
1) Jangan biarkan korban latihan, karena hal ini dapat menyebarkan racun, kecuali dokter
memerintahkan.

2) Jangan memberi obat apapun.

3) Air tawar sering memperburuk racun, sehingga bilas luka hanya dengan air laut.
4) Jika Anda menghapus sebuah stinger, pakailah sarung tangan.

5) Gunakan handuk untuk menyeka tentakel liar atau sengatan.

G. Pemeriksaan Penunjang Gigitan Serangga dan Binatang

1. Gigitan binatang darat

a. Hewan tersangka rabies


1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit


c) Panel elektrolit

d) Skrining toksik dari serum dan urin

e) GDA

1) Glukosa Darah: Hipoglikemia

merupakan predisposisi kejang (N < 200mq/dl)

2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi ke jang dan merupakan indikasi nepro toksik
akibat dari pemberian obat.

3) Elektrolit : K, Na

4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejange.


5) Kalium ( N 3,8 – 5,00 meq/dl )

6) Natrium ( N 135 –144 meq/dl)

2) Pemeriksaan Radiologi

a) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis danfokus dari kejang.
b) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanyauntuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan denganmenggunakan lapangan
magnetik dan gelombang radio, berguna untukmemperlihatkan daerah – daerah otak yang

tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.


d) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejangyang membandel dan
membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolikatau aliran darah dalam otake. Uji laboratorium
b. Gigitan ular
1) Pemeriksaan Laboratorium :
a) Hemoglobin (Hb): dapat menurun akibat adanya perdarahan (Normal:13,2 – 17,3 g/dL)
b) Leukosit : dapat meningkat ataupun menurun karena terjadinya infeksi dalam tubuh (Normal :3,8 –
10,6 g/dL )
c) Trombosit : untuk mengetahui zat pembekuan darah (Normal: 150 – 400 g/dL)
d) Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin

e) Fibrinogen :untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah, mengetahui adanya resiko
pembekuan darah dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati
f) Uji Faal Hepar : untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada faal hati atau sel hati.
g) Pemeriksaan urin untuk mengetahui apakah terjadi hematuria, glikosuria dan proteinuria

2) Pemeriksaan Radiologi Radiografi untuk mengetahui apakah terjadi edema pulmoner dan mencari
taring ular yang tertinggal.

3) Elektrocardiogram (EKG) untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pada sistem kerja jantung.

b. Gigitan serangga
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara sel-sel epidermis,
spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel"

polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut. Pemeriksaan pembantu
lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam
pemeriksaan darah.Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.

H. Komplikasi Gigitan Serangga dan Binatang


1. Gigitan binatang darat
a. Hewan tersangka rabies Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya timbul
pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan intrakranial, kelainan pada
hipotalamus berupa diabetes insipidus (gangguan dalam metabolisme air), sindrom abnormalitas
hormon artidimetik (SAHAD), disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi,
hipertermia/hipotermia, aritmia dan henti jantung. Kejang dapat lokal maupun general dan sering
bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodormal sering terjadi komplikasi
berupa hiperventilasi dan alkalosis respiratorik

b. Gigitan ular

1) Syok hipovolemik Syok hipovolemik adalah suatu keadaan akut dimana tubuh kehilangan cairan
tubuh, cairan ini dapat berupa darah, plasma, dan elektrolit.

2) Edema paru Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernafas akibat terjadi
penumpukan cairan didalam kantong paru – paru.
3) Kematian

4) Gagal napas"

c. Gigitan serangga
1) Folikulitis , peradangan yang terjadi pada folikel rambut atau tempat rambut tumbuh yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri.
2) selulitis adalah infeksi umum pada kulit dan jaringan lunak di bawah kulit.

3) Limfangitis, peradangan (pembengkakan) pada pembuluh limfatik.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1) Pengkajian Primer Pengkajian primer atau Primary Survey ialah suatu pengkajian yang menyediakan
evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah
yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada
primary survey antara lain:

1. Pengkajian Airway

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?

b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:

1) Adanya snoring atau gurgling


2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements

5) Sianosis

c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab
obstruksi :

1) Muntahan

2) Perdarahan

3) Gigi lepas atau hilang

4) Gigi palsu

5) Trauma wajah

d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko untuk mengalami
cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :

1) Chin lift/jaw thrust

2) Lakukan suction (jika tersedia)

3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,Laryngeal Mask Airway


4) Lakukan intubasi

2. Pengkajian Breathing

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan
pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harusn
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :

a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien."

1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.

e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:

1) Pemberian terapi oksigen


2) Bag-Valve Masker
3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika diindikasikan

4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures

5) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

3. Pengkajian Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :

a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.

b. Lihat apakah ada tanda-tanda syok"

"c. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.

d. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.

e. Palpasi nadi radial jika diperlukan:


1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
f. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
g. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Disability Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala

AVPU :
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan

b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan
untuk mengkaji gagal untuk merespon)

d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
Selain dengan AVPU, pengkajian disability juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan GCS yang meliputi
Eyes, Motorik, dan Verbal pasien, serta melakukan pemeriksaan pada Pupil pasien.
5. Pengkajian Exposure
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.Jika pasien diduga memiliki cedera
leher atau tulang belakang,

imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder atau Secondary Survey ialah pengkajian yang dilakukan ketika kondisi pasien telah
stabil. Pengkajian sekunder meliputi: riwayat penyakit pasien atau moment of incident, pengkajian nyeri
(PQRST), pemeriksaan fisik head to toe, pemeriksaan penunjang dan lain sebagainya.

1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting
dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. Identitas pasien dan identitas penanggung jawab
juga disertakan dalam tahap ini. Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi,


kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat

P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa,
berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian,
selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya
keluhan utama)
Selain itu, pasien dengan trauma abdomen akan merasakan nyeri pada bagian abdomen sehingga
diperlukan adanya pengkajian nyeri dengan format PQRST.
2. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Kesadaran komposmestis, gelisah, dan lelah.


GCS : Verbal: …. Psikomotor: ….. Mata: …..
Tanda-Tanda Vital : TD ….. Nadi …. Suhu …. RR….

2) Pemeriksaan Fisik

a. Kepala dan
Pengkajian melalui inspeksi dan palpasi pada daerah kepala dan kulit kepala pasien. Apakah ada luka
atau tidak, ada benjolan atau tidak.
b. Mata

Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan, kondisi konjungtiva, pupil dan sklera
apakah ada nyeri tekan atau tidak.

c. Hidung

Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan,kondisi bulu hidung dan apakah ada
nyeri tekan atau tidak

d. Telinga"

"Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kesimetrisan, apakah ada benjola atau tidak.
e. Mulut

Pengkajian dengan inspeksi dan palpasi, mengenai kondisi daerah mulut apakah ada stomatitis, bau
mulut, kondisi mukosa bibir, dan lain sebagainya.
f. Leher dan vertebrae servikalis

Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan
massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera
tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri,
deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi.
Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol
perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

g. Thorax

Pada trauma thorax, pemeriksaan fisik yang dilakukan, yaitu:


melakukan Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma
tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005).
Kemudian lakukan palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema
subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. Setelah itu lakukan perkusi untuk mengetahui kemungkinan
hipersonor dan keredupan. Kemudian melakukan auskultasi untuk mengetahui suara nafas tambahan
(apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, frictionrub).

h. Abdomen

Dilakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi untuk mengetahui apakah ada gangguan
atau tidak pada abdomen

i. Ekstremitas
Periksa ektremitas apakah ada luka atau tidak, apakah ada nyeri tekan atau tidak, periksa CRT.

3. Analisa Data

Disesuaikan dengan data yang diperoleh dari klien.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan dyspnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal, dan pernapasan pursed lip

2. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan afterload ditandai dengan dyspnea, tekanan
darah menurun, warna kulit pucat, nadi teraba lemah

3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, pasien
tampak meringis, pasien tampak gelisah, pola napas berubah, dan frekuensi nadi meningkat
4. Hipertermia berhubungan dengan respon trauma ditandai dengan suhu tubuh diatas normal, kulih
merah, kulit teraba hangat, kejang

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi ditandai dengan kerusakan lapisan
kulit, nyeri, kemerahan, hematoma
6. Risiko Syok dibuktikan dengan hipotensi

7. Risiko infeksi dibuktikan dengan kerusakan integritas kulit.


C. Intervensi Keperawatan "

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2017. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru Brunner. 2016. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC

Feby & Yeni. 2018. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Gigitan Binatang.Pati : AKB
Kasihsa, Sondi. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. Tersedia pada
https://id.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang diakses pada 13 maret 2020
Lia. 2014. Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien dengan Gigitan Serangga. Tersedia pada
https://id.scribd.com/doc/224790465/Konsep-
Kegawatdaruratan-pada-Pasien-Dengan-Gigitan-Serangga diakses pada 13 Maret 2020

Ardi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Keracunan dan Gigitan Binatang. Tersedia pada
https://www.academia.edu/36803881/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_DENGAN_KERACUNAN_
DAN_GIGITAN_BINA TANG diakses pada 13 Maret 2020 "

Anda mungkin juga menyukai