Anda di halaman 1dari 8

PendidikanAgama di Sekolah

Reorientasi Pendidikan Agama Pada


Era Multikultural dan Multireligius*'
Oleh H.M. Amin Abdullah
Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kehidupan sosial-keagamaan di ini, yang tidak sadar akan pentingnya


era modern sekarang in! ditandai oleh karya dan perhatlan orang lain di luar
semakln seringnya pertentangan dan diri kita sendiri.
bentrok kultural, soslal, etnis, dan DiskusI tentang agama-agama di
agama yang melibatkan masyarakat tanah air, terkesan lebih didominasi
sipll seperti yang terjadi di Aceh, oieh model-model pendekatan teologi
Maluku, Poso dan militer seperti yang atau kalam dalam dunia pemlklran
terjadi di Israel, Chechnya, Kashmir, Islam. Padahal menurut Charles J.
Iriandia dan Iraq saat ini. Hal in! Adams (1976), Richard C. martin
menambah alasan betapa pentingnya, (1985) dan Mohammad Arkoun (2002),
lebih dari tahun-tahun sebelumnya, pendekatan studi agama hingga
untuk menambah, mengembangkan sekarang setidaknya telah melewati 4
dan memperkaya intensitas saling perkembangan. Ini sejak dari model
tukar pengetahuan yang dapat pendekatan normatif-religius yang
dipercaya tentang berbagai agama menekankan model pendekatan
(aspek doktrin) dan kehidupan sosial- dogmatis-polemis-agresif,
keagamaan (aspek empiris-hlstoris). berkembang ke pllologis-historis, yang
Berkaitan dengan itu, seringkali menitikberatkan studI naskah-naskah
diskusi-diskusi publik di media massa keagamaan, kemudian berkembang
dan dl antara para polltlsl dan tokoh lagi dengan memanfaatkan jasa llmu-
organisasi sosial-keagamaan, begitu ilmu soslal. Terakhir berkembang ke
juga perbincangan sehari-hari yang arah fenomenologi agama yang
didasarkan atas pengetahuan atau mengetengahkan cara pandang baru
gambaran yang terlampau menyeder- dan sikap yang lebih adil, transparan
hanakan persoalan sosial-keagamaan atau terbuka dalam melihat realitas
dan bahkan menyesatkan. Lebih-lebih objektif keanekaragaman agama umat
lagi, di antara para akademisi dan manusia.
peneliti yang terlibat langsung dalam Oleh karenanya, membangun
pengajaran (teaching) dan peneliti corak teologi Inkluslf-pluralistik, baik
(research) tentang agama-agama yang diajukan oleh kelompok Muslim
yang hidup berkembang di dunia saat maupun Kristen atau oleh kelompok

Tulisan ini telah dipresentasikan pada seminar "RethingkingIslam Uir' yang dadakan Pusat Studi
Islam Universitas Islam Indonesia (PSI-UII)bekeijasama dengan The Asia Foundationtanggal30
September 2003 ' i' • ' •

JPIFIAIJurusan Tarbiyah Volume IXTahun VIDesember2003 31


H.m. aminAbdullah, Reorientasi pendidikanagama pada Era multikultural dan multireligius

agama lain yang manapun, sangat Dari catatan tersebut, mungkin


sulit dimengerti dan dipahami apalagi ada manfaatnya jika dibedakan
dipraktikkan oleh umat manusia dalam terleblh dahulu meskipun tidak dapat
kehidupan sehari-hari, jika saja sejarah dipisahkan antara tiga konsep berlkut:
perkembangan dan model-model keberagamaan manusia (religiosity),
pendekatan yang digunakan stud! keanekaragaman agama (religions)
agama-agama di lingkungan dan proses "menjadi" ke arah yang
komunitas umat beragama sendlrl lebih baik-sempurna-lengkap, yang
tidak pernah diperkenalkan. Tanpa tidak kenai henti, dan terus menerus
diperkenalkan pola pikir dan model- berlangsung seiama hayat dikandung
model yang biasa digunakan umat badan (being reiigious). Di antara
beragama dalam memahami ketlga konsep tersebut ada
kompleksltas agama sendiri dan lebih- pertanyaan susulan yang perlu
lebih agama orang lain adalah dijawab: mana di antara ketiga wllayah
merupakan lompatan yang terlalu keagamaan tersebut yang dianggap
jauh, jlka seseorang langsung "abslute" (mutlak), mana yang
memasuki fase teologi atau dianggap "relative" (nisbi) dan mana
kalam/aqidah yang berslfat "inklusif- pula yang bersifat "relativelyabsolute"
pluralistik". (secara relatif absolut). Dalam
Pendekatan dan pemahaman kehidupan sehari-hari seringkali ketlga
terhadap agama-agama memang hal tersebut dicampur-aduk sehingga
memerlukan pendekatan yang "khas". menyulitkan umat beragama dalam
Diperlukan sebuah pendekatan dan menghadapi persoalan pelik sosial-
pemahaman yang dapat berlaku adil- keagamaan di masyarakat, dan tidak
terbuka-transparan terhadap reailtas jarang percampur-adukan itu justru
hidup beragama pada umumnya. mendorong ke arah percekcokan,
Pendekatan baru in) tidak boleh secara perselisihan dan benturan antarumat
tergesa-gesa meneplkan apalagi beragama.
menylngkirkan keberadaan pengikut Setiap orang; keluarga, kelompok
agama-agama yang secara faktual dan juga masyarakat, merindukan
memang hidup dalam masyarakat untuk mengenal dengan sunguh-
majemuk, tetapi tidak juga boleh sungguh dan mendambakan tanpa
berpendapat dan memandang bahwa syarat adanya ide dasar ketuhanan,
seluruh agama yang ada itu sama saja. kebaikan, kesejahteraan, kesehatan,
Setiap agama yang ada secara kedamaian, keadilan, kemerdekaan,
histories-empiris adalah "unik", tidak kebahagiaan, ketenangan, spiritual-
bisa disamakan dengan begitu saja itas, integrltas, kejujuran, ketertiban,
antara satu dan lainnya. Namun dl keselamatan, keindahan. Tuntutan dan
ballk ketldaksamaan yang nyata kebutuhan dasar umat manusia ini
tersebut, juga terkandung nilal-nilai bersifat absolut atau mutlak, karena
dasar fundamental yang sama, yang setiap manusia, tanpa pandang
hanya dapat dipahami secara perbedaan warna kulit, etnisitas, ras
"intelektuai" dan "spiritual", dan dan agama, mendambakan dan
bukannya secara "emosional" dan mencita-citakan hal yang sama.
"instltusibnal".

32 JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume IX Tahun VI Desember2003


PendidikanAgama di Sekolah

Kebutuhan mendasar ini dituntut Dalam ha! praktis, masing-masing


oleh umat manusia tanpa syarat kelompok ras, etnis, golongan, budaya
apapun. Sebagai contoh, ide kebaikan dan agama berlomba dengan caranya
atau keadilan, dituntut, dicita-citakan, sendiri-sendiri untuk mencapai dan
didambakan dan diimpi-implkan oleh memenuhl kebutuhan yang dianggap
semua laplsan masyarakat beragama, pokok, mendasar dan absolut
balk masyarakat Muslim, Yahudi, tersebut. Perbedaan konsep, bahasa
Kristen, Katollk, Buddha, Hindu, yang digunakan, kultur, luas-
maupun masyarakat pengikut agama sempitnya pengetahuan, cara dan
lainnya. Bahkan juga oleh kelompok strategi untuk mencapainya inilah
masyarakat atau individual yang tidak yang menjadlkan sebagian anggota
mau berafiliasi dengan kelompok masyarakat kemudian bertikai untuk
agama yang manapun. Begitu juga memperebutkan yang "terasli",
"religiusitas". Rellgiusitas adalah "terbalk", "tertunggul", "tersempurna",
sejenis tuntutan pemenuhan hal-hal "paling dapat menyelesaikan
yang bersifat pokok, fundamental, persoalan" dan begitu seterusnya.
spiritual, dan mendasar, yang Tanpa sadar, manusia telah memasuki
diperlukan oleh setiap umat manusia wilayah pertarungan dan kompetlsl
tanpa pandang latar belakang yang bersifat sosiologis. Hukum-
etnisitas, asal negara maupun hukum sosial mulai berlaku di sini.
komunalltas keberagamaannya. Itulah Untuk menambah kewibawaan ajaran
makna absolut yang dimaksud dalam di depan umat pengikutnya, maka
tulsianinl. pengutipan dan penyitiran teks wahyu
Hanya saja, perlu segera dicatat di harus dilakukan di sana-sini tanpa
sin! bahwa ketika hal-ha! yang mempedulikan konteks. Oleh
dianggap "absolute" ini turun ke karenanya, pada dataran ini, semua
bawah, ke wllayah kesejarahan yang tadinya dianggap absolut
manusia dan sosial kemasyarakatan tersebut tiba-tiba berubah menjadi
yang bersifat historls-empiris-kultural, "relatif".
maka terjadilah berbagal model, Relatif di sini, bukan berarti
corak, cara, pilihan strategl dan taktik nihilistik, tetapi semata-mata karena
untuk mencapainya. Setiap kelompok adanya perbedaan-perbedaan
masyarakat, budaya dan agama interpretasi dan pemaknaan antara
mempunyal cara yang berbeda-beda pengikut golongan agama yang satu
dalam merumuskan, mengkonsep- dan golongan agama yang Iain.
tualisasikan, menglnterpretasikan Relativitas di sini vyajar adanya karena
apalagi menentukan cara-cara untuk tingkat perbedaan pe.ngalaman
mencapainya. Termasuk di sini sejarah yang dijaianai oleh suku, raja,
konsep-konsep kepercayaan, agama, umat, bangsa, kawula cilik, golongan
spiritualitas yang dirumuskan secara elit, tingkat pendidikan yang diperoleh
historis-emplrls, seperti yang oleh masyarakat (nomad, agrarls,
termanifestasikan dalam Hindu, industri, informasi-komunlkasi) dan
Buddha, Yahudi, Kristen, Katolik, Islam alat-alatteknologi yang dimllikl. Belum
dan begitu seterusnya. lagi, bicara tingkat jaringan kerja
(networking) . yang dimilikl dan

JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume IX Tahun VI Desember2003 33


H.M. AminAbdullah, reorientasi pendidikan Agama pada Era multikultural dan Multireligius

intensitas , kontak dan pertemuan wllayah yang blasa disebut-sebut


dengan golongan atau kelompok lain. sebagal "absolut" dan "relatif". Secara
Dengan begrtu kita baru dapat tIdak sadar para pemeluk agama dan
memahami makna pluralitas agama, leblh-leblh para pemlmpin dan
dengan akibat relatlvitas yang turut pemukanya mengatakan bahwa yang
melekat dl dalamnya. Namun, relatlf-partlkular Itulah yang
relatlvitas dl sinl sama sekall tidak sesungguhnya absolut-unlversal,
mengandung maksud untuk semata-mata hanya untuk keperluan
menaflkan, apalagi sampal menegaskan, mengokohkan dan
menegaslkan tujuan-tujuan luhuryang memperteguh Identltas dirl dan
secara "absolut" diajarkan, dimlllkl dan kelompoknya di hadapan berbagal
dipegang teguh oleh penglkut agama- rival kelompok soslal-keagamaan
agama. SisI yang cukup jelas, ketlka lalnnya. Dalam situasi seperti Inl,
cita-clta luhur, belief, credo, Iman, mungklnkah teologi yang berslfat
aqidah yang semuia dianggap Inkluslf-plurallstik dlperkenalkan,
"absolut" tersebut, dlkonseptuallsasl- dikembangkan dan dihldupsuburkan?
kan dan diungkapkan lewat bahasa Persoalan Inl akan tergantung
manusia dan dlinstltusionallsaslkan pada model, metode dan pendekatan
lewat lembaga, perkumpulan dan pendidikan agama yang blasa
organlsasl-organlsasl soslal, budaya digunakan dl lingkungan semlnarl,
dan agama,. Kadangkala, kepentlngan pesantren, sekolah (darl SD sampal
polltik Ikut terllbat dan bermain di dengan SMU) yang didlrlkan oleh
dalamnya dan bahkan memasuki yayasan yang berbasis keagamaan. Inl
wllayah yang berslfat hlstorls-kulturai termasuk sekolah-sekolah tinggi dan
dan "relatif". perguruan tinggi agama seperti
Dengan begitu, maka hal-hal yang perguruan tinggi umum yang didlrlkan
berslfat "relatif" {instrumental values) oleh komunltas, yayasan, badan
sesungguhnya tIdak dapat dengan hukum yang beraflllasi balk kepada
begitu saja diplndah ke wllayah yang Islam, Kristen, Katollk, Hindu maupun
berslfat "absolut" {ultimate values). . Budha. Kalau model pendekatan dan
Jlka hal-hal yang sesungguhnya relatif strategl pembelajaran dan pendidikan
Inl. diabsolutkan atau disakralkan, agama dl sekolah (darl TK sampal
maka cepat atau lambat akan terjadi Perguruan Tinggi) hanya sekadar
disharmoni soslal (ketidaknyamanan, memlndahkan dan mengulang
ketakutan, keterkekangan, kekakuan, kemball materl, metode dan
keterpaksaan, ketldakbebasan, pendekatan yang blasa digunakan
perasaan tertlndas), yang pada dalam'komunltas Intern sendlrl, balk dl
saatnya, akan menlmbulkan gereja-gereja, masjid-masjid, vlhara,
kekerasan {violence) balk secara fislk atau sinagog, maka InstltusI
maupun psikologis dalam kehldupan pendidikan seperti sekolah dan
soslal-keagamaan. perguruan tinggi tIdak lag! dapat
Sampal di sinl dapat dimaklumi, dlandalkan sebagal media pencerdas
jlka dalam kehldupan soslal- dan pencerah kehldupan berbangsa,
keagamaan seharl-harl serlngkali bernegara dan beragama dalam era
terjadi percampuradukkan antara multikultural. Bagalmana materl,

34 JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume IX Tahun VI Desember2003


Pendidikan Agama di Sekolah

metode dan pendekatan serta model membantu pejabat pemerintah yang


dan pola pendidikan agama yang sedang berkuasa. Atau yang dulunya
diharapkan dapat mencerdaskan para biasa-biasa saja, dapat pula berubah
pemeluknya, supaya tidak mudah menjadi tokoh fundamentalistik-
terjatuh dalam konfesslonalitas dan idealistlk-rlgid yang tidak mengenal
komunalitas yang sempit, merupakan sama sekali arti kompromi dan
sebuah pertanyaan yang tidak mudah konsensus dalam kehidupan soslal
dijawab. bersama.
Sebelum merespons pertanyaan Situasi dan perubahan politik
yang rumit tersebut, konsep terakhir sesaat, keterjepitan dan ketercukupan
dari rangkaian trianggulasi di atas, ekonomi, mobllitas vertikal yang
perlu dipertimbangkan dengan dialami oleh seseorang dan kelompok,
sungguh-sungguh, yaitu "proses pergaulan di llngkungan struktursosial
terus-terus, tak kenal final dalam upaya yang homogen atau heterogen, model
untuk mencapai kebaikan, kesejah- pendidikan dan training keagamaan
teraan, keadilan, kesempurnaan, yang diperoleh, luas-sempitnyatingkat
ketuhanan selama hayat masih pergaulan baik lokal, regional,
dikandung badan (On Going Process nasional maupun Internasional, ikut
ofBeing Reiigious). berperan dalam menentukan "on
Ketegangan hubungan yang going process of being religious"
bersifat perennial antara yang tersebut.
"absolut" dan yang "relatif" dalam Pendekatan penomenologi
pemikiran sosial-keagamaan hanya agama dapat membantu mencari
dapat dikurangi ketika manusia jawaban atas kesulitan atau
menyadarl kemball bahwa la hanyalah ketegangan {tension) antara
makhluk yang sedang berproses absolusitas dan relatlvitas dalam
secara terus menerus. Ketika proses beragama. Pendekatan penomenologi
tersebut berlangsung, tidak ada yang agama memang inglh mendialogkan,
dapat disebut "absolut" dalam arti menyatukan, dan menghimpun
yang sebenar-benarnya dan juga tidak kembali kedua entltas berpikir yang
ada yang disebut "relatif" dalam arti seringkali telah terpisah secara
yang sebenar-benarnya. Ketika proses diametrical. Penomenologi agama
itu sedang berlangsung, banyak hal dapat membantu memahami kedua
dapat sajaterjadi. model berpikir keagamaan, baik yang
Sangat mungkin, yang dulunya berdimensi absolut-normatif maupun
ketika masih muda, ketika masih yang relatif-historis, namun berupaya
dalam mencarl bentuk, ketika masih dengan berbagai cara untuk
menj'adi tokoh aktivis keagamaan mempertemukan keduanya kembali
sangat dikenal sebagal tokoh yang dalam satu tarikan nafas sosial-
idealistik-fundamentalistik, dapat saja keagamaan.
berubah mendadak menjadi sangat DimensI historisitas-relativitas dari
pragmatls-oportunistik ketika telah agama-agama tidak bias dihindari
mendapat kesempatan duduk menjadi sama sekali. Perwujudan konkret
tokoh LSM, tokoh partal, atau pejabat secara empirls-historls-psikologis
pemerintah, atau figuran. yang ^ yang termajiifestaslkan dalam

JPIFIAIJurusan Tarbiyah Volume IXTahun VIDesember2003 35


H.M. AminAbduluh, Reorientasi.pendidikan Agama pada Era Multikultural dan Multireligius

institusi-institusl keagamaan dan teologi atau kalam yang hanya


berbagai perangai indivldu maupun mengajarkan A+A+A = A+A+A.
kelompok umat manusia adalah Biasanya, lama sekall seseorang atau
berslfat relatif. Agama-agama menjadi kelompok mempelajari agama, tetapl
unlk dan dlverse-beranekaragam tingkat pengetahuannya hanya
sekaligus. Tidak bisa disamakan terbatas pada agama yang dipeluknya
apalagi disatukan antara yang satu sendlrl. Selama seklan lama belajar,
dan lainnya. Keunikan itulah yang tidak pernah menyentuh dan
merupakan perwujudan sosiologis- berslnggungan sama sekall dengan
antropologis dari agama-agama. pemeluk agama yang dimlllkl oleh
Pendekatan perbandtngan agama tetangga yang tinggal dl sebelah
(comparative study of religions) in the rumah, tetangga RT atau RW, dl
old fashion menjadi sedikit kurang seberang desa, di negara tetangga. Dl
memuaskan di sinl. Karena logika sinl rasanya filosofi pendldlkan agama
perbandlngan dalam dunia pemikiran era multireligius dan era multikultural
agama terlentu blasanya mengatakan seperti dl tanah air perlu terus menerus
bahwa A-l-B-l-C = A. Setelah diplkir dan dirumuskan oleh berbagai
melakukan perbandlngan, ternyata pihakyang berkompeten.
agama yang dipeluknya sajalah yang Penomenologl agama sangat
paling balk dan benar, sedang yang memperhatikan dimensi relatlvitas,
lain kurang balk, tIdak benar alias historlsitas atau emplrlsitas dari
palsu dan tIdak perlu dlhargal. agama-agama dalam era multikultural
Ungkapan bahwa "agama yang ini. Namun bukanlah pendekatan
dipeluknya sajalah yang paling balk penomenologl agama, jika la hanya
dan paling benar" dapat dimaklumi, memperhatikan aspek relatlvltas-
tetapj "memandang bahwa agama lain empirls-hlstorlsltas dari agama-
tIdak balk, tidak benar dan agama. la juga sangat dan sungguh-
pemeluknya tidak perlu dlhargal" sungguh memperhatikan dan pedull
adalah ungkapan atau pernyataan terhadap dImensI normatlvltas-
yang sangat problematik dalam absolusitas agama-agama.
kacamata kehidupan soslal- Dimensi absolusltas yang juga
keagamaan masyarakat majemuk, sangat diperhatlkan oleh
kritis seperti sekarang ini. penomenologl agama adalah sisi
Pendldlkan agama era multi "what lies beyond the diverse
kultural dan multireligius yang phenomenon of religions" (apa yang
diasumsikan menggunakan logika sesungguhnya ada dan berslfat
A+B-pC+D = A-pB+C+D leblh balk fundamental-mendasar dl ballk
darlpada logika perbandlngan model penomena keanekaragaman agama-
lama. Dengan logika demlklan, agama umat manusia). Pencarian Ini
maslng-masing pemeluk agama akan cukup berat karena melibatkan logika,
merasa tenteram dan aman dari Inteiek, spirltualltas, kecerdasan
cemooh dan:ejekan orang yang tidak bahkan nalar krItIs selain ketulusan
seagama'..serta mempunyal dan keikhlasan. Untuk memasuki
kedudukan yang sama-sama wllayah ini, pendekatan penomenologl
terhormat. Lain lag! model pengajaran agama mengedepankan model

36 JPIFIAIJurusan Tarbiyah VolumeIXTahun VIDesember2003


pendidikanAgama di Sekolah

pendekatan yang terbuka-transparan- kemungklnan adanya bahaya


empati terhadap realitas keaneka- komunalltas dan konfesslonalitas
ragaman atau pluralitas agama. sempit yang berslfat relatif, yang selalu
Pola-pola umum (general pattern) menglntip dl belakang pola pikIr
yang sangat mendasar, fundamental keagamaan yang leblh suka
dan menentukan, yang berada di balik menonjolkan arti penting Identlas.
pola-pola khusus (particular pattern) Oleh karenanya, diperlukan cara
agama-agama selalu menjadi titik lain untuk meredamnya yaltu dengan
perhatlannya. Pola-pola dasar, umum menglngatkan kemball secara terus-
dan fundamental tersebut hanya dapat menerus adanya sisi lain darl
dipahami lewat logika kritis, yang keberagamaan yang relatif tersebut.
terbuka-transparan. Pola-pola dasar, Adanya pola-pola umum, mendasar
umum dan fundamental Inilah dan fundamental dalam keberagama
sesungguhnya yang berslfat absolut, an umat manusia yang berslfat absolut
unconditioned, tidak bersyarat,. dan yang tidak bIsa ditawar-tawar, yang
tidak bisa ditawar-tawar oleh slapapun. tidak bersyarat, yang dapat digunakan
Agama-agama hanya bIsa bertemu untuk mendekatkan kemball berbagal
pada wllayah general pattern (poia kelompok soslal-keagamaan (inklusif)
umum) yang berslfat fundamental- yang saling berjuang memperteguh
absolut, setelah melewati proses dan memperkokoh Identltas pribadi,
penjernihan lewat bantuan akal krItIs keluargadan kelompoknya.
dan ketulusan hatl. Hanya akal kritis Dengan mempertlmbangkan dan
dan ketulusan hatl serta kedalaman menyatukan kemball kedua sisi In!
splrltualltas saja yang dapat dalam satu tarlkan nafas soslal-
menembus dan melewati tapal batas keagamaan, diharapkan akan muncul
historlsltas-relativltas agama-agama pola pIkIr keagamaan "baru" yang
pada wllayah soslologis-antropoiogis. berslfat relatif absolut (relatively
TeologI, kalam atau pemiklran absolute). DIkatakan "relatif", karena
keagamaan yang bercorak Inkluslf- realitas keberagamaan dl atas planet
plurallstlkadalah pola pikir keagamaan inl adalah memang plural. Sedang
"baru" era multikultural-multirellglus penyebutan "absolut" dikandung
yang hanya dapat dibangun lewat makna bahwa di balik realitas
pendekatan penomenologi agama keberagamaan yang plural tersebut
dengan cara selalu mempertlmbang- tertanam jangkar moral, panduan etik,
kan, mendekatkan, mendialogkan, nilal-nllai luhur, nilal-nilal fundamental,
mengkomunlkaslkan, dan menyatu- dan pola-pola nilal dasar keagamaan
padukan dimensi absolusitas dan yang menuntut pengikutnya untuk
relatlvltas dalam satu keutuhan pola meralh dan menerapkannya dalam
piker dan satu tarlkan nafas kehldupan kehldupan mereka seharl-harl tanpa
soslal-keagamaan. Dengan cara syarat apapun. Pola plkir keagamaan
begitu, eksistensi umat pemeluk "baru" yang leblh menuntut otentisitas,
agama-agama sebagal entltas genulnltas, orlslnalltas, kematangan
soslologls-antropologis dapat dihargal Iman, ketulusan dan kej'ernlhan
keberadaannya (pluralistic). Namun berpiklr Inilah yang ingin dikatakan
tetap dan selalu waspada akan sebagal teologi atau kalam "baru"

JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume IX Tahun VI Desember 2003 37


H.m. Amin Abduliah, reorientasi Pendidikan Agamapada Era Multikultural dan Multireligius

yang bersifat Inkluslf-piurallstik. Bangunan teologi atau kalam


Seseorang dan leblh-lebih yang bersifat Inkluslf-piurallstik yang
plmpinan kelompok atau organisasi mudah diungkapkan dan menjadi
soslal-keagamaan era multlkultural- obsesi bag! sebaglan kelompok
multireligius dituntut untuk dapat pembaharu pemlklran teologi, balk
menyadarl sepenuhnya hubungan dalam llngkungan Islam, Kristen,
sirkular-mellngkar antara ketiga Katollk, Buddha, Hindu, YahudI
konsep terurai di atas, di tengah- maupun lainnya. Inl hanya dapat
tengah keglgihan perjuangan dan dipahami dan dipraktlkkan jlka dapat
jihad soslal-keagamaan mereka. menyentuh, menyatukan dan
Kesadaran dan panduan etik tersebut mendoalogkan ketiga konsep tersebut
dlperlukan supaya seseorang atau secara simultan dalam satu tarlkan
kelompok tldak dengan mudah dapat nafas ruh dan semangat
terjebak pada belenggu kekerasan keberagamaan yang segar, yaitu
absolusltas dan kegamangan religiosity, religions, dan on going
relatlvitas. process ofbeing religious. ***

38 JPIFIAI Jurusan Tarbiyah Volume IXTahun VI Desember2003

Anda mungkin juga menyukai