Anda di halaman 1dari 29

MULTIKULTURALISME SEBAGAI IDEOLOGI

DAN KESETARAAN BUDAYA

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultal

Tim Dosen Pengampu :


1. Prof. Dr. Hj. Nilawati Tajuddin, M.Si
2. Dr. Hj. Rumadhani Sagala, M.Ag
3. Dr. Erjati Abbas, M.Ag

Oleh:

Hesti Winingsih 2186108013

PROGRAM PASCASARJANA
ILMU TARBIYAH DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1443 H/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang terdiri
dari beraneka ragam suku, budaya, adat istiadat dan agama. Bhineka tunggal
ika merupakan semboyan bangsa Indonesia untuk mewadahi perbedaan-
perbedaan tersebut. Unruk menumbuhkan keharmonisan di Indonesia, sangat
dibutuhkan nilai-nilai multikultural. Adapun penanaman nilai-nilai
kebergaman yang paling efektif adalah melalui dunia pendidikan. Pendidikan
multikultural dilakukan untuk memberikan respon terhadap keberagaman
budaya yang dapat mengakibatkan diskriminasi. Hal tersebut dimaksudkan
untuk terciptanya keharmonisan antar sesama manusia dengan pebedaan yang
pasti terjadi di antara mereka1.
Pemahaman multikultural sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan
terutama di Indonesia, karena terdapat berbagai suku, bahasa, adat istiadat,
dan agama yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kami akan membahas tentang
pendidikan multikultural dalam islam2.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Multikulturalisme?


2. Bagaimana Perjalanan menyambut multikulturralisme di indonesia?
3. Bagaiamana Konsep multikulturalisme di ndonesia?
4. Bagaiamana Ketika multikulturalisme menjadi sebuah masalah?
5. Bagaiamana Upaya bersama dalam menyikapi multikultura
6.
BAB II
1
Niza, Agus Lutfia. "Implementasi Pendidikan Multikultural Di Mts Muhammadiyah
Sukarame Bandar Lampung." PhD diss., UIN Raden Intan Lampung, 2021.
2
Jember, Pascasarjana IAIN. "Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural dalam
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah atas Negeri 2 Bondowoso." Indonesian Journal of
Islamic Teaching 2, no. 1 (2019): 1-20.

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai
ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok
kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat
modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan
kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara3.
Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan
cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti
keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya
dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika
manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak
wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain4.
Konsep tentang mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari
pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian
pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok
keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan
agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak
terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan
orang-orang yang atheis. Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya
sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama yang
dikembangkan secara nasional5.

3
Qomariyah, Darul Lailatul. "Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme." Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education 1, no. 01 (2020): 64-79.
4
Hidayati, “Islam Dan Pendidikan Multikulturalisme”, journal Quality, volume 1,
number 2, 2017.
5
Sustiono, NA and Marzuki, Sidik, “Multikulturalisme Beragama Di Indonesia dalam
Tinjauan Hukum Islam”, journal Prosiding Kajian Islam dan Integrasi Ilmu di Era Society
(KIIIES) 5.0, Volume 1, Pages 509-513, 2022.

3
Istilah multikulturalisme sebenarnya belum lama menjadi objek
pembicaraan dalam berbagai kalangan, namun dengan cepat berkembang
sebagai objek perdebatan yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan.
Dikatakan menarik karena memperdebatkan keragaman etnis dan budaya,
serta penerimaan kaum imigran di suatu negara, pada awalnya hanya dikenal
dengan istilah puralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya
dalam suatu daerah atau negara. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20,
mulai berkembang istilah multikulturalisme. Istilah ini, setidaknya memiliki
tiga unsur, yaitu: budaya, keragaman budaya dan cara khusus untuk
mengantisipasi keanekaragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat
modern terdiri dari berbagai kelompok manusia yang memiliki status budaya
dan politik yang sama. Selanjutnya, demi kesetaraan masa kini, pengakuan
adanya pluralisme kultural menjadi suatu tuntutan dari konsep keadilan
sosial6.
Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan
multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa
suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti
ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman
ini yang disebut sebagai multikulturalisme7.
Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A
Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda
Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama,
kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak
monokultur lagi8.
Lebih jauh, Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa
multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan.
6
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
7
Setiawan, Eko, “Konsep Urgensi Pendidikan Islam Multikultural dan
Permasalahannya”, Journal Edudeena: Journal of Islamic Religious Education, Volume 3,
Number 1, Pages 29-39, 2019.
8
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf

4
Yang menarik disini adalah penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran
bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan
memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat9.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami
multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan
konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini
harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah
yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan
pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah,
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan
dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan
sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain
privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya
yang relevan10.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson
(2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan
menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah
masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) mempunyai
sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang
coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua
kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk

9
Syahputra, Muhammad Candra. "Pendidikan Islam Multikultural (Studi Komparasi
Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid)" PhD diss., UIN Raden Intan Lampung,
2018.
10
Bustomi, Abu Amar, “Prospektif Pesantren sebagai lembaga Pendidikan dalam
Konstruksi Multikultural Masyarakat Indonesia”, Journal Dirasat: Jurnal Manajemen dan
Pendidikan Islam, Volume 2, Number 1, Pages 132-145, 2016.

5
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan
seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam
bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun
terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan11.
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi
Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu
kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah
membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep
multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman
secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri
masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai
multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang
mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan
hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan
golongan minoritas, prinsip- prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
produktivitas12.
Multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas mempunyai peran yang
besar dalam pembangunan bangsa. Indonesia sebagai suatu negara yang
berdiri di atas keanekaragaman kebudayaan meniscayakan pentingnya
multikulturalisme dalam pembangunan bangsa. Dengan multikulturalisme ini
maka prinsip “bhineka tunggal ika” seperti yang tercantum dalam dasar
negara akan menjadi terwujud. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia akan menjadi inspirasi dan potensi bagi pembangunan
bangsa sehingga cita-cita untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
adil, makmur, dan sejahtera sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 dapat tercapai13.
11
Mifbakhuddin, “Pendidikan Multikultural Pada Pendidikan Bahasa Dan Budaya”,
Journal Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya, Volume 1, Number 2, Pages 103-
111, 2011.
12
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf
13
Rifai, Agus, “Perpustakaan dan multikulturalisme implementasi pendidikan

6
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi
yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state)
sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan
budaya secara normatif (istilah ‘monokultural’ juga dapat digunakan untuk
menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing
homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk
bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara
mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan
baru14.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-
Inggris (English- speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun
1971. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni
Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit.
Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Belanda
dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan
monokulturalisme15.
Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di
Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara
lainnya. Adalah Samuel P. Huntuington (1993) yang “meramalkan” bahwa
sebenarnya konflik antar peradaban di masa depan tidak lagi disebabkan oleh
faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi, tetapi justru dipicu oleh masalah
masalah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Konflik tersebut
menjadi gejala terkuat yang menandai runtuhnya polarisasi ideologi dunia
kedalam komunisme dan kapitalisme. Bersamaan dengan runtuhnya struktur
politik negara-negara Eropa Timur. Ramalan ini sebenarnya telah didukung
oleh peristiwa sejarah yang terjadi pada era 1980-an yaitu terjadinya perang
etnik di kawasan Balkan, di Yugoslavia., pasca pemerintahan Josep Broz
multikulturalisme di perpustakaan”, 2007.
14
Sofiana, Fina and Wulandari, Tri and Wahidaturrahmah, Nurul and Asiyah, Asiyah,
“Teori Dasar Pendidikan Multikultur dari Aspek Pengertian Sejarah dan Gagasan-Gagasannya”,
Journal (JOEAI) : Journal of Education and Instruction, Volume 5, Number 1, Pages 123-133,
2022.
15
Junaidi, Mahbub, “Pendidikan Multikultular Dan Pendidikan Inklusi Gender”,
Journal : Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Number 2, Pages 130-145, 2017.

7
Tito: Keragaman, yang disatu sisi merupakan kekayaan dan kekuatan,
berbalik menjadi sumber perpecahan ketika leadership yang mengikatnya
lengser16.
Ramalan Huntuington tersebut diperkuat dengan alasannya mengapa di
masa depan mendatang akan terjadi benturan antarperadaban.
Antara lain adalah: Pertama, perbedaan antara peradaban tidak hanya
riil, tetapi juga mendasar. Kedua, Dunia sekarang semakin menyempiti
interaksi antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. Ketiga,
proses modernisasi ekonomi dan sosial dunia membuat orang ataumasyarakat
tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah berakar dalam, diasmping
memperlemah negara-negara sebagi sumber identitas mereka. Keempat,
timbulnya kesadaran peradaban dimungkinkan karena peran ganda Barat.
Disatu sisi barat berada di punjak kekuatan. Di sisi lain mungkin ini akibat
dari posisi Barat tersebut, kembalinya fenomena asal , sedang berlangsung
diantara peradaban-peradaban Non-Barat. Kelima, karakteristik dan
perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena itu kurang bisa
berkompromi dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi.
Dan, keenam regionalisme ekonomi semakin meningkat17.
Akan tetapi asumsi tersebut tidak mutlak menjadi sebab utama terjadinya
sebuah perpecahan. Misalnya, setelah berakhirnya Perang Dingin,
kecenderungan yang terjadi bukanlah pengelompokan masyarakat ke dalam
entitas tertinggi, yaitu pengelompokan peradaban, tetapi perpecahan menuju
entitas yang lebih kecil lagi, yaitu berdasarkan suku dan etnisitas. Hal ini jelas
sekali terlihat pada disintegrasi Uni Soviet yang secara ironis justru disatukan
oleh dasar budaya dan peradaban yang sama. Dan lain lagi, persoalan
perpecahan antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang kembali bersatu
karena persamaan suku dan kebudayaan. Dan “multikulturalisme justru
menjadi sebuah pemersatu yang kokoh18.
16
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf
17
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
18
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural

8
1. Multikulturalisme Menurut Al-Qur’an
Kita perlu kembali merenungkan berbagai ajaran yang telah
disampaikan Allah melalui para Rasul-Nya, yang terdapat dalam kitab
Suci Al Qur’an. Kita hendaknya mampu mengoptimalkan peran agama
sebagai faktor integrasi dan pemersatu. Al qur’an, misalnya, memuat
banyak sekali ayat yang bisa dijadikan asas untuk menghormati dan
melakukan rekonsiliasi di antara sesama manusia. Dalam tulisan ini dapat
dikemukkan contoh sebagai berikut;.
Pertama, Al Qur’an menyatakan bahwa; dulu manusia adalah umat
yang satu. (setelah timbul perselisihan ) maka Allah mengutus para Nabi,
sebagi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah
menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberikan
keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan19.
“Tidak berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan
kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk kepada orang yang
Dia kehendaki kepada jalan yang lurus,” (QS Al Baqarah: 213)20.
Dengan ayat ini, Al-Qur’an menegaskan konsep kemanusiaaan
universal Islam yang mengajarkan bahwa umat manusia pada mulamya
adalah satu. Perselisihan terjadi disebabkan oleh timbulnya berbagai
vested interest masing-masing kelompok manusia. Yang masing- masing
mereka mengadakan penafsiran yang berbeda tentang suatu hakekat
kebenaran menurut vested interestnya. Kedua, meskipun asal mereka
adalah satu, pola hidupnya menganut hukum tentang kemajemukan,
antara lain karena Allah menetapkan jalan dan pedoman hidup yang

sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,


Number 1, Pages 64-79, 2020.
19
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf
20
Agustin, Hamdi, “Sistem Informasi Manajemen Menurut Prespektif Islam”, Journal:
Jurnal Tabarru': Islamic Banking and Finance, Volume 1, Number 1, Pages 63-70, 2018.

9
berbeda- beda untuk berbagai golongan manusia. Perbedaan itu
seharusnya tidak menjadi sebab perselisiahan dan permusuhan,
melainkan pangkal tolak bagi perlombaan untuk melakukan berbagai
kebaikan21.
Al-Qur’an menyebutkan: “….. Untuk tiap-tiap manusia diantara
kamu, Kami berikan jalan dan pedoman hidup. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat saja. Tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebaikan. Hanya kepada Allah-lah kembali
kamu semua, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu. Sehingga dari kedua ayat diatas dapat saya tarik
kesimpulan bahwa; betapapun perbuatan yang terjadi pada manusia di
bumi ini, namun hakekat kemanusiaan akan tetap dan tidak akan
berubah. Yaitu fitrahnya yang hanif, sebagai wujud perjanjian primordial
(azali) antara Tuhan dan Manusia sendiri. Responsi atau timbal balik
manusia kepada ajaran tentang kemanusiaan universal adalah kelanjutan
dan eksisitensialisme dari perjanjian primordial itu dalam hidup di
dunia ini22.
Selain itu, kita juga harus membutuhkan sebuah artikulasi atau
penjabaran suatu visi dari dalam yang baru tentang manusia. Sekarang
menjadi suatu keharusan bahwa semua agama harus mengambil bagian.
Sekurang-kurangnya untuk sebagian dari sebuah visi dari dalam, sebuah
konsep manusia mengenai dirinya sendiri, sesama, bahkan dengan orang
yang menyatakan dirinya tidak beragama. Dalam pencarian itu mungkin
sangat penting bagi umat beragama untuk melihat kepada pribadi-pribadi
terkemuka yang dimilikinya dan peninggalan kolektifnya di massa

21
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
22
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.

10
lampau23.
2. Multikulturalisme menurut Para Tokoh
a. Menurut Petter Wilson, Dia mengartikan multikulturalisme setelah
melihat peristiwa di Amerika, “ Di Amerika, multikultural muncul
karena kegagalan pemeimpin di dalam mempersatukan orang Negro
dengan orang Kulit Putih”. Dari sini dapat diambil sebuah sintesa
bahwa konsep multikultural PetterWilson semata-mata merupakan
kegagalan dalam mempersatukan kelompok etnis tertentu. Kemudian
problem penghambatan proses integrasi budaya ini berujung kepada
gagalnya atau salahnya perspektif tentang sebuah kesatuan budaya
(Unikultural). Yang seharusnya tidak berarti kemajemukan harus
dipaksakan unutk menjadi satu, akan tetapi perbedaan itu haruslah
menjadi kekuatan yang kompleks untuk bersatu dan berjalan
bersama, tanpa adanya konflik. Adanya sebuah konsesus Neo Liberal
yaitu datang berdasarkan pada kepentingan ekonomi liberalisme.
Juga menjadi faktor penghambat sebuah integrasi bangsa24.
b. Menurut Kenan Malik (1998), multikulturalisme merupakan produk
dari kegagalan politik di negara Barat pada tahun 1960-an.
Kemudian gagalnya perang Dingin tahun 1989, gagalnya dunia
Marxisme kemudian gagalnya gerakan LSM di asia tenggara yang
menemukan konsep multikultural yang sebenarnnya. Jalan keluar
dari semua itu menurutnya adalah sebuah keadilan yang masih
berpegang pada keanekaragaman budaya yang sejati.

B. Perjalanan Menyambut Multikulturalisme di Indonesia


Kesadaran multikultur sebenarnya sudah muncul sejak Negara
Republik Indonesia terbentuk. Pada masa Orde Baru, kesadaran tersebut
dipendam atas nama kesatuan dan persatuan. Paham monokulturalisme

23
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
24
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf

11
kemudian ditekankan. Akibatnya sampai saat ini, wawasan
multikulturalisme bangsa Indonesia masih sangat rendah. Ada juga
pemahaman yang memandang multikultur sebagai eksklusivitas. Multikultur
justru disalahartikan yang mempertegas batas identitas antar individu.
Bahkan ada yang juga mempersoalkan masalah asli atau tidak asli25.
Multikultur baru muncul pada tahun 1980-an yang awalnya
mengkritik penerapan demokrasi. Pada penerapannya, demokrasi ternyata
hanya berlaku pada kelompok tertentu. Wacana demokrasi itu ternyata
bertentangan dengan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Cita- cita
reformasi untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara
membangun dari hasil perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan
yang dibangun oleh Orde Baru26.
Inti dari cita-cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis,
adanya dan ditegakkannya hukum untuk supremasi keadilan, pemerintahan
yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa aman dalam
masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan
kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan
Indonesia Baru dari hasil reformasi atau perombakan tatanan kehidupan
Orde Baru adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia” dari puing-
puing tatanan kehidupan Orde Baru yang bercorak “masyarakat” (plural
society) sehingga corak masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika
bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan kebudayaannya tetapi
keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia27.
Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
individual maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini,
25
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf
26
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
27
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.

12
sebuah masyarakat dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang
berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah
mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-
masyarakat yang lebih kecil yang membentuk terwujudnya masyarakat yang
lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang seperti sebuah mozaik
tersebut. Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai
acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang
dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah28”.
Hal yang harus kita waspadai adalah munculnya perpecahan etnis,
budaya dan suku di dalam tubuh bangsa kita sendiri. Bangsa Indonesia yang
kita ketahui bersama memiliki bermacam- macam kebudayaan yang dibawa
oleh banyak suku, adat-istiadat yang tersebar di seluruh Nusantara. Dari
Sabang sampai Merauke kita telah banyak mengenal suku-suku yang
majemuk, seperti; Suku Jawa, Suku Madura, Suku Batak, Suku Dayak, Suku
Asmat dan lainnya. Yang kesemuanya itu mempunyai keunggulan dan
tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya29.
Begitu kayanya bangsa kita dengan suku, adat-istiadat, budaya,
bahasa, dan khasanah yang lain ini, apakah benar-benar menjadi sebuah
kekuatan bangsa ataukah justru berbalik menjadi faktor pemicu timbulnya
disintegrasi bangsa. Seperti apa yang telah diramalkan Huntington,
keanekaragaman di Indonesia ini harus kita waspadai. Karena telah banyak
kejadian-kejadian yang menyulut kepada perpecahan, yang disebabkan
adanya paham sempit tentang keunggulan sebuah suku tertentu30.
Paham Sukuisme sempit inilah yang akan membawa kepada

28
Kariyadi, Dodi and others, “Membangun Kepemimpinan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila
Dalam Perspektif Masyarakat Multikultural”, Journal: Citizenship Jurnal Pancasila Dan
Kewarganegaraan, Volume 5, Number 2, Pages 86-96, 2017.
29
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
30
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf

13
perpecahan. Seperti konflik di Timur-Timur, di Aceh, di Ambon, dan yang
lainya. Entah konflik itu muncul semata-mata karena perselisihan diantara
masyarakat sendiri atau ada “sang dalang” dan provokator yang sengaja
menjadi penyulut konflik. Mereka yang tidak menginginkan sebuah
Indonesia yang utuh dan kokoh dengan keanekaragamannya. Untuk itu kita
harus berusaha keras agar kebhinekaan yang kita banggakan ini tak sampai
meretas simpul-simpul persatuan yang telah diikat dengan paham
kebangsaan oleh Bung Karno dan para pejuang kita31.
Hal ini disadari betul oleh para founding father kita, sehingga mereka
merumuskan konsep multikulturalisme ini dengan semboyan “Bhineka
Tunggal Ika”. Sebuah konsep yang mengandung makna yang luar biasa.
Baik makna secara eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, semboyan ini
mampu mengangkat dan menunjukkan akan keanekaragaman bangsa kita.
Bangsa yang multikultural dan beragam, akan tetapi bersatu dalam kesatuan
yang kokoh. Selain itu, secara implisit “Bhineka Tunggal Ika” juga mampu
memberikan semacam dorongan moral dan spiritual kepada bangsa
indonesia, khusunya pada masa-masa pasca kemerdekaan untuk senantiasa
bersatu melawan ketidakadilan para penjajah. Walaupun berasal dari suku,
agama dan bahasa yang berbeda32.
Kemudian munculnya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 merupakan
suatu kesadaran akan perlunya mewujudkan perbedaan ini yang sekaligus
dimaksudkan untuk membina persatuan dan kesatuan dalam menghadapi
penjajah Belanda. Yang kemudian dikenal sebagi cikal bakal munculnya
wawasan kebangsaan Indonesia. Multikulturalisme ini juga tetap dijunjung
tinggi pada waktu persiapan kemerdekaan, sebagaimana dapat dilihat, antara
lain dalam sidang-sidang BPUPKI. Betapa para pendiri republik ini sangat
menghargai pluralisme, perbedaan (multikulturalisme). Baik dalam konteks
sosial maupun politik. Bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam Piagam
Jakarta, pun dapat dipahami dalam konteks menghargai sebuah
31
Hidayati, Inayah, “Islam Dan Pendidikan Multikulturalisme”, Journal Quality, Volume
1, Number 2, 2017.
32
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_13CD0500906.pdf

14
multikulturalisme dalam arti luas.
Kemudian sebuah ideologi yang diharapkan mampu menjadi jalan
tengah sekaligus jembatan yang menjembatani terjadinya perbedaan dalam
negara Indonesia. Yaitu Pancasila, yang seharusnya mampu mengakomodasi
seluruh kepentingan kelompok sosial yang multikultural, multietnis, dan
agama ini. Termasuk dalam hal ini Pancasila haruslah terbuka. Harus
memberikan ruang terhadap berkembangannya ideologi sosial politik yang
pluralistik33.
Pancasila adalah ideologi terbuka dan tidak boleh mereduksi pluralitas
ideologi sosial-politik, etnis dan budaya. Melalui Pancasila seharusnya bisa
ditemukan sesuatu sintesis harmonis antara pluralitas agama, multikultural,
kemajemukan etnis budaya, serta ideologi sosial politik, agar terhindar dari
segala bentuk konflik yang hanya akan menjatuhkan martabat kemanusiaan
itu34.

C. Konsep Multikulturalisme di Indonesia


Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendiri bangsa
Indonesia untuk mendesain kebudayaan bangsa Indonesia. Konsep
multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai
multikulturalisme mau tidak mau juga mengulas berbagai permasalahan
yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan

33
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.
34
Qomariyah, Darul Lailatul, “Memaknai Persatuan dalam Kehidupan Multikultural
sebagai Penangkal Radikalisme”, Journal Tarbawi Ngabar: Jurnal of Education, Volume 1,
Number 1, Pages 64-79, 2020.

15
tingkat serta mutu produktivitas35.
Dalam upaya membangun masa depan bangsa, paham
multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana, melainkan sebagai sebuah
ideologi yang harus diperjuangkan karena dibutuhkan sebagai landasan bagi
tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya.
Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri yang terpisah
dari ideologi- ideologi lainnya. Multikulturalisme membutuhkan
seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep
untuk dijadikan acuan bagi memahaminya dan mengembangkannya dalam
kehidupan bermasya-rakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme
diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep
yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan manusia36.
Sebagai sebuah ide atau ideologi multikulturalisme terserap dalam
berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan
manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan ekonomi dan
bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya di dalam
masyarakat yang bersangkutan kajian-kajian mengenai corak kegiatan, yaitu
hubungan antar manusia dalam berbagai manajemen pengelolaan sumber-
sumber daya akan merupakan sumbangan yang penting dalam upaya
mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia37.
Salah satu isu yang cukup penting untuk diperhatikan di dalam kajian-
kajian mengenai manajemen pengelolaan sumber-sumber daya adalah corak
dari kebudayaan manajemen yang ada setempat, atau pada corak
kebudayaan korporasi bila perhatian kajian terletak pada kegiatan
pengelolaan manajemen sumber daya dalam sebuah korporasi. Perhatian

35
Sanaky, Hujair AH, “Pendidikan Multikulturalisme dan Budaya bangsa”, Journal
Unisia, Number 58, Pages 396-414, 2005.
36
Hidayat, Muhtar Sofwan,” Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Di Dalam Al-Qur’an”,
Journal Manarul Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, Volume 16, Number 1, Pages 113-132, 2016.
37
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.

16
pada pengelolaan manajemen ini akan dapat menyingkap dan
mengungkapkan seperti apa corak nilai-nilai budaya dan operasionalisasi
nilai-nilai budaya tersebut atau etos, dalam pengelolaaan manajemen yang
dikaji38.
Kajian seperti ini juga akan dapat menyingkap dan mengungkap
seperti apa corak etika (ethics) yang ada dalam struktur-struktur kegiatan
sesuatu pengelolaan manajemen yang memproses masukan (in-put)
menjadi keluaran (out-put). Apakah memang ada pedoman etika dalam
setiap struktur manajemen, ataukah tidak ada pedoman etikanya, ataukah
pedoman etika itu ada yang ideal (yang dicita-citakan dan yang dipamerkan)
dan yang aktual (yang betul-betul digunakan dalam proses-proses
manajemen dan biasanya disembunyikan dari pengamatan umum)?39.
Permasalahan etika ini menjadi sangat penting dalam pengelolaan
manajemen sumber daya yang dilakukan oleh berbagai organisasi, lembaga,
atau pranata yang ada dalam masyarakat. Bangsa Indonesia kaya raya akan
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi
pada masa sekarang ini, bangsa Indonesia, tergolong sebagai bangsa yang
paling miskin di dunia dan tergolong ke dalam bangsa-bangsa yang tingkat
korupsinya paling tinggi. Salah satu sebab utamanya adalah karena kita tidak
mempunyai pedoman etika dalam mengelola sumber-sumber daya yang kita
punyai. Pedoman etika yang menjamin proses-proses manajemen tersebut
akan menjamin mutu yang dihasilkannya40.
Cita-cita reformasi yang sekarang ini tampaknya mengalami
kemacetan dalam pelaksanaannya, ada baiknya digulirkan kembali. Alat
penggulir bagi proses-proses reformasi sebaiknya secara model dapat
dioperasionalkan dan dimonitor, yaitu mengaktifkan model
multikulturalisme untuk meninggalkan masyarakat majemuk dan secara

38
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.
39
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.
40
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.

17
bertahap memasuki masyarakat multikultural Indonesia. Sebagai model,
maka masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang
berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika
yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia
pada tingkat lokal dan nasional41.
Bila pengguliran proses-proses reformasi yang terpusat pada
terbentuknya masyarakat multikultural Indonesia itu berhasil, maka tahap
selanjutnya adalah mengisi struktur-struktur atau pranata-pranata dan
organisasi-organisasi sosial yang tercakup dalam masyarakat Indonesia. Isi
dari struktur-struktur atau pranata-pranata sosial tersebut mencakup
reformasi dan pembenahan dalam kebudayaan-kebudayaan yang ada, dalam
nilai-nilai budaya dan etos, etika, serta pembenahan dalam hukum dan
penegakan hukum bagi keadilan42.
Dalam upaya ini harus dipikirkan adanya ruang-ruang fisik dan
budaya bagi keanekaragaman kebudayaan yang ada setempat atau pada
tingkat lokal maupun pada tingkat nasional dan berbagai corak dinamikanya.
Upaya ini dapat dimulai dengan pembuatan pedoman etika dan
pembakuannya sebagai acuan bertindak sesuai dengan adab dan moral
dalam berbagai interaksi yang terserap dalam hak dan kewajiban dari
pelakunya dalam berbagai struktur kegiatan dan manajemen pemerintahan.
Pedoman etika ini akan membantu upaya-upaya pemberantasan KKN secara
hukum43.
Bersamaan dengan upaya-upaya tersebut di atas, sebaiknya sistem
pendidikan nasional juga mengadopsi pendidikan multikulturalisme untuk
diberlakukan dalam pendidikan sekolah, dari tingkat SD sampai dengan
tingkat SLTA. Multikulturalisme sebaiknya termasuk dalam kurikulum
sekolah, dan pelaksanaannya dapat dilakukan sebagai pelajaran ekstra-

41
Tantoro, Susvi. "Modul Pelatihan Guru Mata Pelajaran Sosiologi SMA Kelompok
Kompetensi D (Masyarakat Multikultural, Media Pembelajaran)." 2018.
42
Mahmud, Razali. "Pendidikan Multikulturalisme Dalam Islam."
43
Nurwahyudi, M. Pd I. "Pentingnya moderasi beragama dan pendidikan multikultural
sebagai upaya mewujudkan masyarakat bebas konflik di indonesia." Moderasi Beragama Dalam
Mewujudkan Nilai-Nilai Mubadalah, 2021.

18
kurikuler atau menjadi bagian dari kurikulum sekolah44.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah menumbuhkan integrasi
nasional melalui revitalisasi gagasan (mutualisme, musyawarah dan
mufakat, kesetaraan) dan nilai-nilai agama (kasih sayang, damai, keadilan
dan persatuan) dalam ruang lingkup pergaulan sesama anak bangsa.
Memang tidak mudah bagi bangsa yang pluralistik dan multikultural untuk
menjaga integrasi nasional, namun hal tersebut tetap dapat dilakukan45.
Hal-hal yang harus kita lakukan adalah: pertama, meningkatkan
pemahaman tentang multikulturalisme Indonesia. Perlu dilakukan
penumbuhan rasa saling memiliki aset-aset nasional yang berasal dari nilai-
nilai adiluhung bangsa Indonesia, khususnya dari suku-suku bangsa,
sehingga mendorong terbentuknya shared property dan shared entitlement.
Artinya upaya membuat seseorang dari kawasan Barat Indonesia dapat
menghargai, menikmati dan merasakan sebagai milik sendiri berbagai unsur
kebudayaan yang terdapat di kawasan Timur Indonesia, dan demikian pula
sebaliknya46.
Kedua, setiap program pembangunan hendaknya mengemban misi
menciptakan dan menyeimbangkan mutualisme sebagai wujud doktrin
kebersamaan dalam asas kekeluargaan (mutualism and brotherhood) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian strategi dan
kebijakan pembangunan, khususnya strategi dan kebijakan budaya, harus
bertolak dan berorientasi pada upaya memperkokoh persatuan Indonesia
melalui upaya menumbuhkan mutualisme antar komponen bangsa dan di
tingkat grass-roots47.
Dalam asas kebersamaan berdasarkan asas kekeluargaan (mutualism
and brotherhood atau ukhuwah) yang sekaligus dapat menumbuhkan modal
44
Nasution, Saidah Nur. "Implementasi dan upaya guru pendidikan agama islam dalam
menanamkan nilai-nilai multikultural di SMA Negeri Kota Pematangsiantar." PhD diss.,
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2019.
45
Junaidi, Mahbub, “Pendidikan Multikultular Dan Pendidikan Inklusi Gender”, Volume
7, Number 2, Pages 130-145, 2017.
46
Swasono, Meutia Farid, Antropologi dan integrasi nasional, Journal Antropologi
Indonesia, 2014.
47
Swasono, Meutia Farid, “Antropologi dan integrasi nasional”, Journal Antropologi
Indonesia, 2014.

19
sosial, kerjasama di bidang pembangunan ekonomi dapat melibatkan
berbagai lokalitas di tingkat kabupaten/kota, kecamatan ataupun desa,
dengan dirancangnya upaya membentuk dan mengembang-kan mutualisme
untuk memperkokoh integrasi dan kohesi nasional. Dengan demikian akan
terwujud pembangunan ekonomi dan sekaligus interdependensi sosial. Pola
interdependensi, yang sekaligus merupakan ketahanan budaya, harus
dirancang oleh lembaga perencanaan di tingkat nasional dan tingkat daerah
sebagai bagian dari integritas bangsa. Untuk memperkokoh kohesi nasional,
perencanaan akan menjadi tujuan strategis karena perencanaan mendesain
masa depan48.
Sebagai bangsa yang pluralistik, dalam membangun masa depan
bangsa dipandang perlu untuk memberi tempat bagi berkembangnya
kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama yang ada di Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan
agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara,
mewarnai perilaku dan kegiatan masyarakat. Berbagai kebudayaan itu jalan
beriringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak berdiri sendiri-
sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan dalam kehidupan sehari-
hari49.
Dalam konteks itu pula maka ribuan suku bangsa sebagai masyarakat
yang multikultural yang terdapat di Indonesia serta potensi-potensi budaya
yang dimilikinya harus dilihat sebagai aset negara yang dapat
didayagunakan bagi pembangunan bangsa ke depan. Intinya adalah
menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya
masyarakat multikultural yang masing-masing harus diakui haknya untuk
mengembangkan dirinya50.

48
Swasono, Meutia Farid, “Antropologi dan integrasi nasional”, Journal Antropologi
Indonesia, 2014.
49
Adha, Muhammad Mona, Dayu Rika Perdana, and Supriyono Supriyono. "Nilai
Pluralistik: Eksistensi Jatidiri Bangsa Indonesia Dilandasi Aktualisasi Penguatan Identitas
Nasional." Jurnal Civic Hukum, Vol. 6, No. 1, Hlm. 10-20, 2021.
50
Hermawan, Jerry David, Amaliya Mufarroha, and Achmad Baihaqi. "Mengembangkan
Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam." EDUSIANA: Jurnal Manajemen dan
Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 1, , 2020, Hlm. 51-73.

20
Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh
kesempatan yang baik untuk menjaga dan mengembangkan kearifan budaya
lokal mereka ke arah kualitas dan pendayagunaan yang lebih baik. Unsur-
unsur budaya lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu
dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan
bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional. Meskipun demikian,
misi utamanya adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai
aset dan sumber kekuatan bangsa serta menjadikannya suatu sinergi
nasional51.
Oleh karena itu, walaupun masyarakat multikultural harus dihargai
potensi dan haknya untuk mengembangkan diri sebagai pendukung
kebudayaannya di atas tanah kelahiran leluhurnya, namun pada saat yang
sama, mereka juga harus tetap diberi ruang dan kesempatan untuk mampu
melihat dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama
merupakan warga negara Indonesia52.
Dengan demikian, membangun dirinya, membangun tanah leluhurnya,
berarti juga membangun bangsa dan tanah air tanpa merasakannya sebagai
beban, namun karena ikatan kebersamaan dan saling bekerjasama53.

D. Ketika Multikulturalisme Menjadi Sebuah Masalah


Akhir-akhir ini, intensitas dan ekstensitas konflik sosial di tengah-
tengah masyarakat terasa kian meningkat. Terutama konflik sosial yang
bersifat horisontal, yakni konflik yang berkembang di antara anggota
masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan timbulnya konflik
berdimensi vertikal, yakni antara masyarakat dan negara. Konflik sosial
dalam masyarakat merupakan proses interaksi yang alamiyah. Karena
masyarakat tidak selamanya bebas konflik. Hanya saja, persoalannya

51
Feriyanto, F. "Nilai-Nilai Perdamaian Pada Masyarakat Multikultural." Hanifiya:
Jurnal Studi Agama-Agama, Vol. 1, No. 1, 2018, hlm. 20-28.
52
Feriyanto, F. "Nilai-Nilai Perdamaian Pada Masyarakat Multikultural." Hanifiya:
Jurnal Studi Agama-Agama, Vol. 1, No. 1, 2018, hlm. 20-28.
53
Feriyanto, F. "Nilai-Nilai Perdamaian Pada Masyarakat Multikultural." Hanifiya:
Jurnal Studi Agama-Agama, Vol. 1, No. 1, 2018, hlm. 20-28.

21
menjadi lain jika konflik sosial yang berkembang dalam masyarakat tidak
lagi menjadi sesuatu yang positif, tetapi berubah menjadi destruktif bahkan
anarkis54.
Perkembangan terakhir menunjukkan pada kita, sejumlah konflik
sosial dalam masyarakat telah berubah menjadi destruktif bahkan cenderung
anarkhis. Kasus Ambon, Poso, Maluku, GAM di Aceh, dan berbagai kasus
yang menyulut kepada konflik yang lebih besar dan berbahaya. Konflik
sosial berbau SARA (agama) ini tidak dianggap remeh dan harus segera
diatasi secara memadai dan proporsional agar tidak menciptakan
disintergrasi nasional. Banyak hal yang patut direnungkan dan dicermati
dengan fenomena konflik sosial tersebut. Apakah fenomena konflik sosial
ini merupakan peristiwa yang bersifat insidental dengan motif tertentu dan
kepentingan sesaat, ataukah justru merpakn budaya dalam masyarakat
yang bersifat laten. Realitas empiris ini juga menunjukkan kepada kita
bahwa masih ada problem yang mendasar yang belum terselesaikan.
Menyangkut penghayatan kita terhadap agama sebagai kumpulan doktrin di
satu pihak dan sikap keagamaan yang mewujud dalam prilaku kebudayaan
di pihak lain. Kemajemukan masyarakat lokal seperti itu bukan saja bersifat
horisontal (perbedaan etnik, agama dan sebagainya), tetapi juga sering
berkecenderungan vertikal, yaitu terpolarisasinya status dan kelas sosial
berdasar kekayaan dan jabatan atau pekerjaan yang diraihnya. Dalam hal
yang pertama, perkembangan ekonomi pasar membuat beberapa kelompok
masyarakat tertentu, khususnya dari etnik tertentu yang memiliki tradisi
dagang, naik peringkatnya menjadi kelompok masyarakat yang
menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat setempat yang mandeg
perkembangannya. Dalam hal kedua, kelompok masyarakat etnis dan agama
tertentu, yang semula berada di luar mainstream, yaitu berada di pinggiran,
mulai menembus masuk ke tengah mainstream. Hal ini dapat menimbulkan
gesekan primordialistik, apalagi bila ditunggangi kepentingan politik dan

54
Hakis, Hakis. "Prospek Kota Ambon Sebagai Aikon Kota Multikultural (Peluang Dan
Tantangan)." Dialektika, Vol. 12, No. 1, 2019, hlm. 88-98.

22
ekonomi tertentu seperti terjadi di Ambon, Poso, Aceh dan lainnya55.

E. Upaya Bersama di Dalam Menyikapi Sebuah Multikulturalisme


Dianggap mampu menyelesaikan berbagai masalah yang berkaitan
dengan Multikulturalisme. Yaitu dengan asas-asas sebagai berikut:
1. Manusia tumbuh dan besar pada hubungan sosial di dalam sebuah tatanan
tertentu, dimana sistem nilai dan makan di terapkan dalam berbagai
simbol-simbol budaya dan ungkapan- ungkapan bangsa.
2. Keanekaragaman Budaya menunjukkan adanya visi dan sisitem makan
tang berbeda, sehingga budaya satu memrlukan budaya lain. Dengan
mempelajari kebudayaanlain, maka akan memperluas cakrawala
pemahaman akan makna multikulturalisme
3. Setiap kebudayaan secara Internal adalah majemuk, sehingga dialog
berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya persatuan.
Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, paradigma hubungan
dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi
ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa. Paradigma
hubungan timbal balik dalam masyarakat multikultural mensyaratkan tiga
kompetensi normatif, yaitu kompetensi kebudayaan, kemasyarakatan dan
kepribadian56.
Kompetensi kebudayaan adalah kumpulan pengetahuan yang
memungkinkan mereka yang terlibat dalam tindakan komunikatif membuat
interpretasi-interpretasi yang dapat mengkondisikan tercapainya konsesus
mengenai sesuatu. Kompetensi kemasyarakatan merupakan tatanan-tatanan
syah yang memungkinkan mereka yang terlibat dalam tindakan komunikatif
membentuk solidaritas sejati. Kompetensi kepribadian adalah kompetensi
yang memungkinkan seorang subjek dapat berbicara dan bertindak dan
karenanya mampu berpartisipasi dalam proses pemahaman timbal balik

55
Suprapto, M. Ag. “Semerbak Dupa Di Pulau Seribu Masjid: Kontestasi, Integrasi, Dan
Resolusi Konflik Hindu-Muslim”. Prenada Media, 2020.
56
Abidin, Zaenal. "Menanamkan Konsep Multikulturalisme di Indonesia." Dinamika
Global: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 1, No. 02, 2016, hlm. 123-140.

23
sesuai konteks tertentu dan mampu memelihara jati dirinya sendiri dalam
berbagai perubahan interaksi57.
Semangat kebersamaan dalam perbedaan sebagaimana terpatri dalam
wacana ”Bhineka Tunggal Ika” perlu menjadi “roh” atau spirit penggerak
setiap tindakan komunikatif, khususnya dalam proses pengambilan ekputusan
politik, keputusan yang menyangkut persoalan kehidupan bersama sebagai
bangsa dan negara58.
Jika tindakan komunikatif terlaksana dalam sebuah komunitas
masyarakat multikultural, hubungan diagonal ini akan menghasilkan
beberapa hal penting, misalnya:
1. Reproduksi kultural yang menjamin bahwa dalamkonsepsi politik yang
baru, tetap ada kelangsungan tradisi dan koherensi pengetahuan yang
memadai untuk kebutuhan konsesus praktis dalam praktek kehidupan
sehari-hari Integrasi sosial yang menjamin bahwa koordinasi tindakan
politis tetap terpelihara melalui sarana-sarana hubungan antar pribadi
dan antar komponen politik yang diatur secara resmi (legitemed)
tanpa menghilangkan identitas masing-masing unsur
kebudayaan.
2. Sosialisasi yang menjamin bahwa konsepsi politik yang disepakati
harus mampu memberi ruang tindak bagi generasi mendatang dan
penyelarasan konteks kehidupan individu dan kehidupan kolektif tetap
terjaga. Dapat dikatakan bahwa secara konstitusional negara Indonesia
dibangun untuk mewujudkan dan mengembangkan bangsa yang
religius, humanis, bersatu dalam kebhinnekaan. Demokratis dan
berkeadilan sosial, belum sepenuhnya tercapai. Konsekwensinya ialah
keharusan melanjutkan proses membentuk kehidupan sosial budaya
yang maju dan kreatif; memiliki sikap budaya kosmopolitan dan
pluralistik; tatanan sosial politik yang demokratis dan struktur sosial
57
Rofik, Abdur. "Islam Nusantara dan Spirit Pluralisme Sebagai Modal Karakter
Bangsa." AL-WIJDÁN: Journal of Islamic Education Studies Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 73-90.
58
Rofik, Abdur. "Islam Nusantara dan Spirit Pluralisme Sebagai Modal Karakter
Bangsa." AL-WIJDÁN: Journal of Islamic Education Studies Vol. 4, No. 1, 2019, hlm. 73-90.

24
ekonomi masyarakat yang adil dan bersifat kerakyatan. Dengan
demikian kita melihat bahwa semboyan ‘Satu bangsa, satu tanah air dan
satu bahasa dan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ masih jauh dari kenyataan
sejarah. Ia masih merupakan mitos yang perlu didekatkan dengan
realitas sejarah. Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kokoh,
beranekaragam budaya, etnik, suku, ras dan agama, yang kesemuanya
itu akan menjadikan Indonesia menjadi sebuah bangsa yang mampu
mengakomodasi kemajemukkan itu menjadi suatu yang tangguh.
Sehingga ancaman disintegrasi dan perpecahan bangsa dapat
dihindari59.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai
ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok
59
Purnomo, M. Hadi. "Al-Quran dan pendidikan multikulturalisme: Studi pandangan
Quraish Shihab terkait dengan pendidikan multikulturalisme." 2018.

25
kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat
modern.Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui
dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan.Oleh karena itu, walaupun masyarakat
multikultural harus dihargai potensi dan haknya untuk mengembangkan diri
sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah kelahiran leluhurnya, namun
pada saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi ruang dan kesempatan
untuk mampu melihat dirinya, serta dilihat oleh masyarakat lainnya yang
sama-sama merupakan warga negara Indonesia.Konflik sosial dalam
masyarakat merupakan proses interaksi yang alamiyah. Karena masyarakat
tidak selamanya bebas konflik. Hanya saja, persoalannya menjadi lain jika
konflik sosial yang berkembang dalam masyarakat tidak lagi menjadi sesuatu
yang positif, tetapi berubah menjadi destruktif bahkan anarkis. Dalam
masyarakat multikultural seperti Indonesia, paradigma hubungan dialogal
atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-
ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. "Menanamkan Konsep Multikulturalisme di Indonesia."


Dinamika Global: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 1, No. 02,
2016.
Adha, Muhammad Mona, Dayu Rika Perdana, and Supriyono Supriyono. "Nilai

26
Pluralistik: Eksistensi Jatidiri Bangsa Indonesia Dilandasi Aktualisasi
Penguatan Identitas Nasional." Jurnal Civic Hukum, Vol. 6, No. 1, Hlm.
10-20, 2021.
Agustin, Hamdi, “Sistem Informasi Manajemen Menurut Prespektif Islam”,
Journal: Jurnal Tabarru': Islamic Banking and Finance, Volume 1,
Number 1, 2018.
Bustomi, Abu Amar, “Prospektif Pesantren sebagai lembaga Pendidikan dalam
Konstruksi Multikultural Masyarakat Indonesia”, Journal Dirasat: Jurnal
Manajemen dan Pendidikan Islam, Volume 2, Number 1, 2016.
Feriyanto, F. "Nilai-Nilai Perdamaian Pada Masyarakat Multikultural." Hanifiya:
Jurnal Studi Agama-Agama, Vol. 1, No. 1, 2018..
Hakis, Hakis. "Prospek Kota Ambon Sebagai Aikon Kota Multikultural (Peluang
Dan Tantangan)." Dialektika, Vol. 12, No. 1, 2019.
Hermawan, Jerry David, Amaliya Mufarroha, and Achmad Baihaqi.
"Mengembangkan Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Pendidikan
Islam." EDUSIANA: Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol. 7,
No. 1, , 2020, Hlm. 51-73.
Hidayat, Muhtar Sofwan,” Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Di Dalam Al-
Qur’an”, Journal Manarul Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, Volume 16,
Number 1, 2016.
Hidayati, “Islam Dan Pendidikan Multikulturalisme”, journal Quality, volume 1,
number 2, 2017.
Hidayati, Inayah, “Islam Dan Pendidikan Multikulturalisme”, Journal Quality,
Volume 1, Number 2, 2017.
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/
Pertemuan_13CD0500906.pdf
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/
Pertemuan_13CD0500906.pdf.
Jember, Pascasarjana IAIN. "Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural
dalam Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah atas Negeri 2
Bondowoso." Indonesian Journal of Islamic Teaching 2, no. 1, 2019.

27
Junaidi, Mahbub, “Pendidikan Multikultular Dan Pendidikan Inklusi Gender”,
Journal : Jurnal Pendidikan Islam, Volume 7, Number 2, 2017.
Junaidi, Mahbub, “Pendidikan Multikultular Dan Pendidikan Inklusi Gender”,
Volume 7, Number 2, 2017.
Kariyadi, Dodi and others, “Membangun Kepemimpinan Berbasis Nilai-Nilai
Pancasila Dalam Perspektif Masyarakat Multikultural”, Journal:
Citizenship Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, Volume 5, Number
2, 2017.
Mifbakhuddin, “Pendidikan Multikultural Pada Pendidikan Bahasa Dan
Budaya”, Journal Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya,
Volume 1, Number 2, 2011.
Nasution, Saidah Nur. "Implementasi dan upaya guru pendidikan agama islam
dalam menanamkan nilai-nilai multikultural di SMA Negeri Kota
Pematangsiantar." PhD diss., Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
2019.
Niza, Agus Lutfia. "Implementasi Pendidikan Multikultural Di Mts
Muhammadiyah Sukarame Bandar Lampung." PhD diss., UIN Raden
Intan Lampung, 2021.
Nurwahyudi, M. Pd I. "Pentingnya moderasi beragama dan pendidikan
multikultural sebagai upaya mewujudkan masyarakat bebas konflik di
indonesia." Moderasi Beragama Dalam Mewujudkan Nilai-Nilai
Mubadalah, 2021.
Purnomo, M. Hadi. "Al-Quran dan pendidikan multikulturalisme: Studi
pandangan Quraish Shihab terkait dengan pendidikan
multikulturalisme." 2018.
Qomariyah, Darul Lailatul. "Memaknai Persatuan dalam Kehidupan
Multikultural sebagai Penangkal Radikalisme." Tarbawi Ngabar: Jurnal
of Education 1, no. 01, 2020.
Rifai, Agus, “Perpustakaan dan multikulturalisme implementasi pendidikan
multikulturalisme di perpustakaan”, 2007.
Rofik, Abdur. "Islam Nusantara dan Spirit Pluralisme Sebagai Modal Karakter

28
Bangsa." AL-WIJDÁN: Journal of Islamic Education Studies Vol. 4, No.
1, 2019.
Sanaky, Hujair AH, “Pendidikan Multikulturalisme dan Budaya bangsa”,
Journal Unisia, Number 58, 2005.
Setiawan, Eko, “Konsep Urgensi Pendidikan Islam Multikultural dan
Permasalahannya”, Journal Edudeena: Journal of Islamic Religious
Education, Volume 3, Number 1, 2019.
Sofiana, Fina and Wulandari, Tri and Wahidaturrahmah, Nurul and Asiyah,
Asiyah, “Teori Dasar Pendidikan Multikultur dari Aspek Pengertian
Sejarah dan Gagasan-Gagasannya”, Journal (JOEAI) : Journal of
Education and Instruction, Volume 5, Number 1, 2022.
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.
Suparlan, Parsudi, “Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural”, Journal
Antropologi Indonesia, 2014.
Suprapto, M. Ag. “Semerbak Dupa Di Pulau Seribu Masjid: Kontestasi, Integrasi,
Dan Resolusi Konflik Hindu-Muslim”. Prenada Media, 2020.
Sustiono, NA and Marzuki, Sidik, “Multikulturalisme Beragama Di Indonesia
dalam Tinjauan Hukum Islam”, journal Prosiding Kajian Islam dan
Integrasi Ilmu di Era Society (KIIIES) 5.0, Volume 1, 2022.
Swasono, Meutia Farid, Antropologi dan integrasi nasional, Journal Antropologi
Indonesia, 2014.
Syahputra, Muhammad Candra. "Pendidikan Islam Multikultural (Studi
Komparasi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid)"
PhD diss., UIN Raden Intan Lampung, 2018.
Tantoro, Susvi. "Modul Pelatihan Guru Mata Pelajaran Sosiologi SMA Kelompok
Kompetensi D (Masyarakat Multikultural, Media Pembelajaran)." 2018.

29

Anda mungkin juga menyukai