Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

“Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Tentang Pendidikan Multikultural”

Oleh:

Yandri Yanto (211023006)

Dosen Pembimbing:

Dr. Pristian Hadi Putra, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASAJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah dengan
judul “Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Tentang Pendidikan Multikultural”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan Islam. Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini
banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
tetap kami nantikan demi kemajuan penulisan makalah berikutnya.

i
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
A. Defenisi Pendidikan Multikultural ......................................................................... 2
B. Urgensi Pendidikan Multikultural .......................................................................... 5
C. Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam ................. 8
D. Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan ................................ 11
BAB III ............................................................................................................................. 14
PENUTUP ........................................................................................................................ 14
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan bangsa yang multikultural dituntut adanya
kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas
dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan yang demikian akan
terwujud jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan
bersama dengan melihat realitas plural sebagai keniscayaan hidup
yang kodrati, baik dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan
masyarakat yang lebih kompleks. (Baharun & Badriyah, 2020).
Dalam praktiknya banyak sekali kekeliruan tentang
pendidikan multikultural.Hal tersebut dikarenakan karena dasar dari
pendidikan multikultural tersebut tidak duduk secara
kokoh.(Ibrahim, 2015). Dalam arti perspektif Filsafat pendidikan
Islamnya haruslah memayungi pemahahaman tentang hal
tersebut, jika tidak tentu akan terjadi kesalahan dalam pemahaman.
Perpsektif Islam tentu bersumber dari Al-Qur‟an Maupun Hadis Nabi
Saw, tentu berbeda dengan pendidikan multikultural sebagaimana
yang dipahaami oleh barat. Dan ini tentu bertentangan dengan nilai-
nilai yang ada di indonesia. (Permana & Ahyani, 2020).
Makalah ini akan menguraikan tentang bagaimana
sebenarnya pendidikan multikultural dalam perspektif Islam dan
mencoba untuk memahaminya dalam kerangka filsafat.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa defenisi pendidikan multikultural?


2. Apa urgensi pendidikan multikultural?
3. Bagaimana pendidikan multikultural dalam perspektif filsafat
pendidikan islam?
4. Bagamana implementasi pendidikan multikultural dalam pendidikan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai
pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam
merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat
tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Paulo Freire,1pendidikan bukan merupakan menara gading
yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan
menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang
hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan
kemakmuran yang dialaminya.

Menurut L.H Ekstrand, ada 4 istilah yang sepadan dengan


multikultural yaitu interethnic education, transcultural education,
multiethnic education, dan cross-cultural education.2 Barry van Driel
menambah istilah lain yakni human right education, intercultural dan
inclusive education. Istilah di atas menurut Ekstrand dan Driel memiliki
pengertian sama yakni konsep pendidikan yang memberi kesempatan
yang setara kepada semua peserta didik tanpa melihat keadaan fisik,
intelektual, sosiol, emosional, bahasa dan kondisi yang lain.

Secara etimologis, pendidikan multikultural terdiri dari dua


kata yaitu kata “pendidikan” berarti proses pengembangan sikap dan
tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara mendidik.
Disisi lain, pendidikan adalah transfer of knowledge atau memindah
ilmu pengetahuan. Sedangkan multikultural, multi berarti banyak,
beragam dan aneka sedangkan kultural berasal dari kata culture yang

1
Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung
Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 19.
2
L.H Ekstrand, Multicultural Education dalam Lawrence J.Saha, International Encyclopedia of
the Sociology of Education, (New york: Pergamon, 1997), h. 345-346.

2
mempunyai makna budaya, tradisi, kesopanan atau pemeliharaan.

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Definisi


kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks
ini kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman
bagi kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan
tersebut, maka multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi
alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiannya. Multikulturalisme mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan.3

Secara terminologis, Calarry Sada mengutip tulisan Sleeter


menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat makna
(model), yakni: (1) pengajaran tentang keragaman budaya sebuah
pendekatan asimilasi kultural, (2) pengajaran tentang berbagai
pendekatan dalam tata hubungan sosial, (3) pengajaran untuk
memajukan pluralisme tanpa membedakan strata sosial dalam
masyarakat, dan (4) pengajaran tentang refleksi keragaman untuk
meningkatkan pluralisme dan kesamaan.4

M. Ainul Yaqin memahami pendidikan multikultural sebagai


strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata
pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural
yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa,
gender, klas sosial, ras, kemampuan dan umur agar proses belajar
menjadi mudah. Pendidikan multikultural sekaligus melatih dan
membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis,

3 Rustam Ibrahim, Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan


Tujuan Pendidikan Islam dalam jurnal Addin, vol.7, Februari 2013, h. 133
4 Clarry Sada, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview, dalam Jurnal
Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, Edisi I, 2004, h. 85

3
humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.5

Mundzier Suparta dalam bukunya Islamic Multicultural


Education, menyatakan definisi tentang pendidikan multicultural
antara lain; (a) pendidikan multikultural adalah sebuah filosofi yang
menekankan pada makna penting, legitimasi dan vitalitas keragaman
etnik dan budaya dalam membentuk kehidupan individu, kelompok
maupun bangsa. (b)pendidikan multikultural adalah
menginstitusionalkan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam
sistem pendidikan yang didasarkan pada prinsip- prinsip persamaan
(equality), saling menghormati dan menerima, memahami dan adanya
komitmen moral untuk sebuah keadilan social. (c) pendidikan
multikultural adalah sebuah pendekatan pengajaran dan pembelajaran
yang didasarkan atas nilai- nilai demokratis yang mendorong
berkembangnya pluralisme budaya; dalam hampir seluruh bentuk
komprehensifnya. (d) pendidikan multikultural merupakan reformasi
sekolah yang komprehensif dan pendidikan dasar untuk semua anak
didik yang menentang semua bentuk diskriminasi dan intruksi yang
menindas dan hubungan antar personal di dalam kelas dan
memberikan prinsip-prinsip demokratis keadilan sosial.6

Tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun


wacana pendidikan multikultural di kalangan guru, dosen, ahli
pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan
mahasiswa dengan harapan mereka mempunyai wacana yang tidak
hanya mampu membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap
mata pelajaran yang diajarkan akan tetapi mampu menjadi
transformator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan
nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi secara langsung di

5 M.Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan


Keadilan., h. 25
6 Mundzier Suparta, Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas pendidikan Agama
Islam di Indonesia, (Jakarta: Al Ghazali Center, 2008), h. 37

4
sekolah kepada para peserta didiknya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan Pendidikan multikultural


merupakan proses pengembangan sikap dan prilaku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan tata cara mendidik yang
menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.

B. Urgensi Pendidikan Multikultural


1. Sebagai sarana alternatif pemecahan konflik

Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia


pendidikan diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan
intoleransi yang terjadi di masyarakat. Dengan kata lain,
pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif
pemecahan konflik sosial budaya. Spektrum kultural masyarakat
indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan guna mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset,
bukan sumber perpecahan. Saat ini, pendidikan multikultural
mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu: menyiapkan bangsa
Indonesia untuk menghadapi arus budaya luar di era globalisasi
dan menyatukan bangsa yang terdiri dari berbagai macam budaya.

Menurut Stephen Hill, Direktur PBB bidang pendidikan, ilmu


pengetahuan dan budaya, UNESCO untuk kawasan Indonesia,
pendidikan multikultural dapat dikatakan berhasil bila prosesnya
melibatkan semua elemen masyarakat. Secara konkret, pendidikan
ini tidak hanya melibatkan guru atau pemerintah saja, namun
seluruh elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multi
dimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan
multikultural. Perubahan yang diharapkan dalam konteks
pendidikan multikultural ini tidak terletak pada angka (kognitif)
sebagaimana lazimnya penilaian keberhasilan pendidikan di negeri
ini.

5
Namun, lebih dari itu yakni terciptanya kondisi yang
nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak
selalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan
SARA. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa hasil pendidikan
multikultural tidak bisa diukur oleh waktu tertentu. Maka, di
Indonesia sudah saatnya memberikan perhatian besar terhadap
pendidikan multikultural. Secara tidak langsung, hal itu dapat
memberikan solusi bagi permasalahan sosial dimasa mendatang.

2. Supaya siswa tidak tercerabut dari akar budaya

Pendidikan multikultural juga signifikan dalam membina


siswa agar tidak tercerabut dari akar budaya yang ia miliki
sebelumnya, takala ia berhadapan dengan realitas sosial budaya di
era globalisasi. Dalam era globalisasi saat ini, pertemuan antar
budaya menjadi ancaman bagi anak didik. Untuk mensikapi realitas
global tersebut, siswa hendaknya dibekali pengetahuan dan agama
yang cukup, sehingga mereka memiliki kompetensi yang luas akan
pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan.

Menurut Fuad Hasan, saat ini diperlukan langkah antisipatif


terhadap tantangan globalisasi, utamanya dalam aspek kebudayaan.
Sebab anak didik masa kini jauh berbeda dengan anak-anak
seusianya di masa lalu. Beragam budaya yang ada di negeri ini,
berbaur dengan budaya asing yang kian mudah diperoleh melalui
beragam media, seperti televisi, internet,dll. Kemajuan IPTEK
memperpendek jarak dan memudahkan persentuhan antar-budaya.
Dan dimungkinkan terjadinya gesekan yang saling mempengaruhi
budaya. Maka tantangan dalam dunia pendidikan kita saat ini sangat
berat dan kompleks. Upaya antisipasi perlu dipikirkan secara serius,
jika tidak maka generasi bangsa ini bisa kehilangan arah, tercerabut
dari akar budayanya sendiri.

3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional


Para ahli pendidikan menyadari bahwa kebudayaan adalah

6
salah satu landasan pengembangan kurikulum. Ki Hajar
Dewantara menyatakan kebudayaan merupakan faktor penting
sebagai akar pendidikan suatu bangsa. Kebudayaan merupakan
totalitas cara manusia hidup dan mengembangkan pola
kehidupannya sehingga ia tidak saja menjadi landasan dimana
kurikulum dikembangkan tetapi menjadi target hasil
pengembangan kurikulum. Dalam buku yang berjudul
Sociocutural Origins of Achievment, Maehr (1974) mengatakan
keterkaitan kebudayaan dan bahasa, kebudayaan dan persepsi,
kebudayaan dan kognisi, kebudayan dan keinginan berprestasi,
serta kebudayaan motivasi berprestasi, merupakan factor-faktor
yang berpengaruh terhadap siswa.
Studi Webb (1990) dan Burnet (1994) menunjukkan bahwa
proses belajar siswa yang dikembangkan melalui budaya
menunjukkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah saatnya
untuk memperhitungkan faktor kebudayaan sebagai landasan
dalam menentukan komponen tujuan, materi, proses, evaluasi,
kegiatan belajar siswa. Konsekuensinya pengembang kurikulum
ditingkat pusat, daerah, dan sekolah harus memanfaatkan
kebudayaan sebagai landasan kurikulum secara lebih sistematis.
Indonesia adalah negara kaya budaya seperti dinyatakan
dalam motto nasional Bhineka Tunggal Ika. Oleh sebab itu proses
pengembangan kurikulum harus memperhatikan keragaman
kebudayaan yang ada, seharusnya di Indonesia harusnya memakai
pendekatan multicultural sebagai pengembang kurikulum.
Menurut UU nomor 22 tahun 1999 dan No. 32/2004 tentang
otonomi daerah tidak akan secara langsung menjadikan
pendidikan multicultural berlaku dalam pengembangan kurikulum
di Indonesia.

4. Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural

7
Dalam masyarakat multikultural ditegaskan corak
masyarakat Indonesia yang beragam bukan hanya dimaksudkan
pada keanekaragaman suku bangsa, melainkan juga
keanekaragaman budaya yang ada pada masyarakat. Eksistensi
keragaman budaya tersebut tampak dalam sikap saling
menghargai, menghormati, toleransi antara budaya satu dengan
lainnya. Dalam konteks ini ditegaskan, bahwa perbedaan bukan
menjadi penghalang untuk bersatu mewujudkan cita-cita dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sebagimana termaktub dalam
UUD 1945 dan Pancasila.

Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang


multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik
secara individual maupun secara kebudayaan. Model
multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan oleh para pendiri
bangsa (founding fathers) dalam mendesain kebudayaan bangsa,
sebagaimana yang terungkap dalam penjelasaan Pasal 32 UUD
1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah
puncak kebudayaan di daerah.”

Upaya membangun Indonesia yang multikultural hanya


mungkin dapat terwujud bila: Pertama, konsep multikulturalisme
dipahami urgensinya oleh bangsa Indonesia dan menjadikannya
pedoman hidup. Kedua, adanya kesamaan pemahaman mengenai
makna multikulturalisme bagi kehidupan berbangsa. Ketiga,
kajian multikulturalisme meliputi berbagai permasalahan, yaitu
politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum,
kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya prinsip-prinsip
etika dan moral.

C. Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


1. Konsep Islam Tentang Multikultural

8
Islam sangat menghargai adanya perbedaan yang ada
dalam masyarakat. Perbedaan yang ada tidak justru menjadi api
dalam mengobarkan kekerasan, tetapi perbedaan itu justru
dijadikan sebagai alat untuk saling mengenal lebih dekat.
Pendidikan Islam didasari suatu pemikiran, bahwa ilmu adalah
milik Allah, maka pendidikan Islam juga berasal dari Allah. Allah
adalah pendidik yang pertama dan utama (Al-Faatihah: 2) dan
juga sebagai pengajar pertama (Al-Baqarah: 31). Ayat- ayat ini
menjadi sandaran teologis, bahwa pendidik yang sebenarnya itu
adalah Allah, sedangkan peserta didiknya adalah seluruh
makhluk-Nya. Semuanya harus tunduk pada tatanan atau aturan
yang telah ditetapkan. Dia lah Pemilik ilmu yang sebenarnya,
yang tersebar di seluruh jagat alam raya ini. Sedangkan
pengetahuan yang dimiliki manusia hanyalah “pemberian” dari
Allah, baik langsung maupun melalui proses, baik secara historis-
teologis eskatologi maupun kausalitas. (Muzaki & Tafsir, 2018).

Multikultural dalam agama Islam dapat dikembangkan


melalui menebar amanah dan husnuzdon dalam memupuk
kebersamaan, saling memaafkan, menganyam Ukhuwah Islamiah
dan Ukhuwah Basyariyah agar tercipta kehidupan yang damai
sesuai dengan visi misi Islam itu sendiri, yakni Islam sebagai
agama Rahmat bagi seluruh alam
2. Konsep Filsafat Pendidikan Islam tentang Pendidikan Multikultural

Pendekatan pendidikan multikultural di Indonesia,berdasarkan


realita Indonesia dan kearifan lokal. Dalam konteks
implementasinya, pendidikan multilkultural itu dapat dilihat atau
diposisikan sebagai berikut.
a. Sebagai falsafah pendidikan; yaitu pandangan bahwa guna
mencapai masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan bahagia
dunia akhirat maka kekayaan keberagaman budaya Indonesia

9
hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengembangkan
dan meningkatkan sistem pendidikan dan kegiatan belajar-
mengajar di Indonesia.
b. Sebagai pendekatan pendidikan; yaitu penyelenggaraan dan
pelaksanaan pendidikan yang kontekstual, memperhatikan
keragaman budaya Indonesia. Karena nilai budaya diyakini
akan mempengaruhi pandangan, keyakinan, dan perilaku
individu (pendidik dan peserta didik), serta mempengaruhi pula
struktur pendidikan di sekolah (kurikulum, pedagogi dan faktor
lainnya).
c. Bidang kajian dan bidang studi; yaitu dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan pendidikan maka disiplin ilmu dibantu oleh sosiologi
dan antropologi pendidikan untuk menelaah dan mengkaji aspek-
aspek kebudayaan, terutama nilai-nilai budaya dan
perwujudannya seperti norma, etika atau tatakrama, dan adat-
istiadat atau tradisi.

Umat Islam sangat toleran terhadap penganut agama lain.


Dalam sejarah ketika umat Islam berkuasa tidak ada paksaan
untuk memeluk Islam, termasuk umat Islam di Indonesia yang
jumlahnya lebih banyak atau mayoritas. (Safei, 2017). Pada
dasarnya, manusia diberikan kebebasan untuk memeluk sesuatu
agama sesuai dengan keyakinannya tanpa ada paksaan sedikitpun.
Hal ini dikenal dengan istilah toleransi. Toleransi beragama
menurut Islam bukan untuk saling menyatu dalam
keyakinan,bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara
kelompok-kelompok agama yang berbeda. Dari keterangan
Alquran dan Hadis terlihat bahwa Islam telah mengajarkan nilai-
nilai kesetaraan, kemanusiaan, kasih sayang dan
kedamaian.(Rohman, 2018).

10
D. Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan
Sampai saat ini pendidikan multicultural memang masih
sebatas wacana. Praktek pendidikan multikultural di Indonesia
nampaknya tidak dapat dilaksanakan seratus persen ideal seperti di
Amerika Serikat, walaupun ditinjau dari keragaman budaya memang
banyak kemiripan. Hal itu disebabkan oleh perjalanan panjang histori
penyelenggaraan pendidikan yang banyak dilatarbelakangi oleh
primordialisme. Misalnya pendirian lembaga pendidikan berdasar
latar belakang agama, daerah, perorangan maupun kelompok.

Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia


dapat dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan prinsip-
prinsip dasar multikultural. Apapun dan bagaimanapun bentuk dan
model pendidikan multikultural, mestinya tidak dapat lepas dari
tujuan umum pendidikan multikultural, yaitu :

(1) Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang


proses menciptakan sistem dan menyediakan pelayan pendidikan
yang setara. (2) Menghubungkan kurikulum dengan karakter guru,
pedagogi, iklim kelas, budaya sekolah dan konteks lingkungan
sekolah guna membangun suatu visi “lingkungan sekolah yang
setara”

Prinsip fleksibilitas pendidikan multikultural juga disarankan


oleh Gay ( 2002 ) sebagaimana dikutip Zamroni ( 2011 : 150 ),
dikatakan bahwa amat keliru kalau melaksanakan pendidikan
multikultural harus dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah atau
monolitik. Sebaliknya, dia mengusulkan agar pendidikan
multikultural diperlakukan sebagai pendekatan untuk memajukan
pendidikan secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan multikultural
juga dapat diberlakukan sebagai alat bantu untuk menjadikan warga
masyarakat lebih memiliki toleran, bersifat inklusif, dan memiliki
jiwa kesetaraan dalam hidup bermasyarakat, serta senantiasa

11
berpendirian suatu masyarakat secara keseluruhan akan lebih baik,
manakala siapa saja warga masyarakat memberikan kontribusi sesuai
dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki bagi masyarakat
sebagai keutuhan.

Sekolah harus dipandang sebagai suatu masyarakat,


masyarakat kecil; artinya, apa yang ada di masyarakat harus ada pula
di sekolah. Perspektif sekolah sebagai suatu masyarakat kecil ini
memiliki implikasi bahwa siswa dipandang sebagai suatu individu
yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat dan minat
serta aspirasi yang menjadi hak siswa.

Pada level sekolah, dengan adanya berbagai perbedaan yang


dimiliki masing-masing individu, maka sekolah harus memperhatikan
: a) setiap siswa memiliki kebutuhan perkembangan yang berbeda-
beda, termasuk kebutuhan personal dan sosial, b) kebutuhan vokasi
dan karier, c) kebutuhan psikologi dan perkembangan moral spiritual.

Pada level masyarakat, yang perlu dipenuhi kebutuhannya


adalah mencakup : a) kebutuhan akademik, b) kebutuhan psikologis,
c) kebutuhan kebersamaan, dan d) kebutuhan rasa aman. Pendidikan
harus dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Sekolah harus dapat
dijadikan tempat yang aman, memiliki suasana kekerabatan dan juga
terdapat semangat saling dukung mendukung. Berkaitan dengan itu,
maka prosses pembelajaran diarahkan pada pengembangan individu
secara utuh yang mencakup intelektual, sosial, dan moral spiritual.
Tekanan dan dorongan siswa untuk bekerja keras tidak hanya bersifat
ekstrinsik, bahkan lebih dari itu harus ditekankan pada penggunaan
instrinsik motivation.

Dari perspektif hasil pembelajaran, pendidikan multikultural


memiliki tiga sasaran yang dikembangkan pada diri setiap siswa;

Pertama, pengembangan identitas kultural yakni merupakan

12
kompetensi yang dimiliki siswa untuk mengidentifikasi dirinya
dengan suatu etnis tertentu. Kompetensi ini mencakup pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran akan kelompok etnis dan menimbulkan
kebanggaan serta percaya diri sebagai warga kelompok etnis tertentu.

Kedua, hubungan interpersonal. Yakni, kompetensi untuk


melakukan hubungan dengan kelompok etnis lain, dengan senatiasa
mendasarkan pada persamaan dan kesetaraan, serta menjauhi sifat
syakwasangka dan stereotip. Ketiga, memberdayakan diri sendiri. Yakni
suatu kemampuan untuk mengembangkan secara terus menerus apa yang
dimiliki berkaitan dengan kehidupan multikultural.

Secara detail, kompetensi kultural mencakup berbagai hal


sebagi berikut :

a. Kompetensi invidu untuk menerima, menghormati dan


membangun kerjasama dengan siapapun juga yang memiliki
perbedaan-perbedaan dari dirinya.

b. Kompetensi kultural merupakan hasil dari kesadaran atas


pengetahuan dan “bias kultural” yang dimilikinya atau sebagai
faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur

c. Proses pengembangan komptensi kultural memerlukan


pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku
yang memungkinkan seseorang memahami dan berinteraksi
secara efisien dengan orang yang memiliki perbedaan kultur.

Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan


pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang
menekankan pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan
multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan,
kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan
prilaku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan dan tata cara mendidik yang menghargai pluralitas dan
heterogenitas secara humanistik.

2. Urgensi Pendidikan Multikultural :

a. Sebagai sarana alternatif pemecahan konflik

b. Supaya siswa tidak tercerabut dari akar budaya

c. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional

d. Menuju masyarakat Indonesia yang multikultural

3. Multikultural esensinya adalah budaya dan pengakuan akan


keragaman budaya serta respon menerima keragaman realitas budaya.
Islam merupakan agama yang bukan dari budaya, akan tetapi
memiliki konsep bagaimana umatnya berbudaya dan berakhlakul
karimah. Kebudayaan Islam merupakan tata cara yang mengacu pada
prinsip-prinsip Islam. Kebudayaan Islam sendiri murni bersumber
pada Alquran dan Hadis, sedangkan kebudayaan non-Islam hanya
bersumberkan pada kreasi manusia dan budaya tersebut tidak akan
pernah sama.

4. Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan


demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan
pada pemahaman akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang
memerlukan konstruksi baru atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat
yang demoktratis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Baharun, H., & Badriyah, F. N. (2020). Pendidikan Multikultural Dalam


Bingkai Islam Nusantara Perspektif KH. Said aqil Siroj. Tafáqquh: Jurnal
Penelitian Dan Kajian Keislaman, 8(1),37–51.
https://doi.org/10.52431/tafaqquh.v8i1.240.

Ekstrand, L.H, Multicultural Education dalam Lawrence J.Saha,


International Encyclopedia of the Sociology of Education, (New
york: Pergamon, 1997).

Freire, Paulo, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan,


Terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002).

Ibrahim, Rustam, Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan


Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam dalam jurnal Addin,
vol.7, no1, februari 2013.

Muzaki, I. A., & Tafsir, A. (2018). Pendidikan Multikultural dalam Perspektif


Islamic Worldview. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 6(1), 57–76.

Permana, D., & Ahyani, H. (2020).Implementasi Pendidikan Islam dan


Pendidikan Multikultural pada Peserta Didik. Jurnal Tawadhu, 4(1),
995–
1006.

Sada, Clarry, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview,


dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South-East
Asia, Edisi I, 2004.

Suparta, Mundzier, Islamic Multicultural Education: Sebuah Refleksi atas


pendidikan Agama Islam di Indonesia, (Jakarta: Al Ghazali Center,
2008).

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan


Penjelasannya, (Yogyakarta: Media Wacana, 2003).

15
Yaqin, M.Ainul, Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding
untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007).

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi: Tantangan Menuju Civil Society,


(Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2001).

16

Anda mungkin juga menyukai