Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

”Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia”


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat
Pendidikan

Di Susun Oleh:

Anis Napelia : 221186206054

Meme Prenty Nadira : 221186206062

Lusi Riyamin : 221186206240

Dosen Pengampu :

Dr. Bodi Kurniawan, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa karena telah
memberikan kesempatan kepada penulis yang telah membuat makalah ini dengan
baik. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendidikan Multikulturalisme di Indonesia” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas dari dosen “Dr. Bodi Kurniawan
M.Pd” pada mata kuliah Filsafat Penddidikan di Universitas Muhammadiyah
Muara Bungo.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen mata
kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan terkait bidang
yang ditekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun akan diterima demi kesempurnaan makalah
ini.

Muara Bungo, 14 Oktober 2023

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
A.Latar Belakang......................................................................................................
B.Rumusan Masalah.................................................................................................
C.Tujuan....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
A.Pendidikan Multikulturalisme................................................................................
B.Menganalisis Dan Mendeskripsikan Multikulturalisme Diindonesia
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................
A.Kesimpulan
B.Saran
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pendidkan tidak terlepas dari stuktur sosial dan perkembangan
masyarakatnya, begitu juga pada pendidikan multikulturalisme.
Pendidikan multikultural merupakan fenommena baru dalam dunia
pendidikan, sehingga menjadi daya tarik untuk diperbincangkan dalam
forum-forum ilmiah seperti seminar, workshop, simposium dan
sebagainya. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis
perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia yaitu dengan
pendekatan sinkronis dan pendekatan diakronis. Dalam pendekatan
sinkronis, ditemukan bahwa pendidikan multikultural di Indonesia lahir
dari perjalanan panjang yang terbagi menjadi tiga fase yaitu: Fase
segregasi pada masa kolonial, fase pendidikan yang bercorak melting pot
pada masa orde baru, dan fase pendidikan multicultural dengan semangat
demokrasi pada masa reformasi. Sedangkan pada analisis diakronis,
pendidikan multikultural yang ada di Indonesia sekarang ini tidak lepas
dari sejarah dimasa lampau, yaitu semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
sebagai politik kebudayaan di jaman Kerjaan Majapahit dan Peristiwa
reformasi yang melahirkan demokrasi dengan menjujung tinggi persamaan
hak pada setiap warga negara khususnya dalam mengakses pendidikan

A. Rumus Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan multikulturalisme?
2. Bagaimana cara Menganalisis dan mendeskripsikan Pendidikan
Multikulturisme di Indonesia?
B. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan multikulturalisme.
2. Untuk mengetahui bagaimana menganalisis dan mendeskripsikan
pendidikan Multikulturisme di Indonesia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan multikulturalisme


Gagagasan multikulturalisme di Indonesia kembali muncul ke
permukaan pada tahun 2002. Hal ini sejalan dengan digulirnya reformasi
1998 dan diberlakukannya otonomi daerah mulai tahun 1999.
Pemerintahan orde baru pemerintahan cenderung dijalankan secara
sentralistik dengan menggunakan politik kebudayaan yang seragam dan
menggunakan tipe pendekatan “permadani” dalam melihat masyarakat
yang multikultural.
Pasca orde baru desentralisasi berkembang dan kedaerahan turut
meningkat, hal ini disadari dapat menimbulakn efek yang kontra produktif
jika dilihat dari perspektif kesatuan dan integrasi nasional. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka dieperlukannya kembali gagasan
diimplementasianya multikulturalisme di Indonesia. Pada dasarnya paham
multikulturalisme yang tumbuh dan berkembang di Kanada dan Amerika.
Paham multikulturalisme sejalan dengan fakta sosial yang sudah ada di
Indonesia yakni Bhineka Tunggal ika. Baik antara multikulturalisme dan
bhineka tunggal ika memeiliki semangat yang sama yakni : unity in
deversity bukan uniformity in deversity. Maka dari perlunya penanaman
nilai-nilai multikulturalisme yang sejalan dengan Bhinneka Tunggal Ika
melalui pendidikan. Penenaman nilai-nilai multikulturalisme juga
kebhinekaan melalui jalur pendidikan.
Di dunia sudah mengenal yang namanya pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural ini penting diberikan kepada anak atau peserta
didik dengan harapan agar anak mampu memahami bahwa didalam
lingkungan mereka dan juga lingkungan diluarnya terdapat keragaman
budaya. Keragaman budaya tersebut berpengaruh kepada tingkah laku,
sikap, pola pikir manusia, sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara
(usage), kebiasaan (flok ways), aturan-aturan (mores), bahkan adat istiadat

3
(cutomes) yang berbeda satu dnegan yang lainya (Hanum dan
Rahmadonna, 2010).
Pendidikan multukulturalisme juga merupakan transformasi
pendidikan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pemahaman
relatisme kebudayaan individuals gain greater self understanding by
viewing themselves from the perspectives of other culture” (membantu
individu untuk memahami diri sendiri secara mendalam dengan berkaca
dari kacamata budaya lain. Kedua, “to provide student with cultural ethnic
alternatives”(membekali peserta didik dengan pengetahuan mengenai etnis
dan budaya lain). Ketiga, “to reduce the pain and dicrimination that
members of some ethnic groups experience because of their unique racial,
physical, and cultual characteristic”(mengurangi derita diskriminasi ras,
warna kulit dan karakteristik budaya). Keempat, “to help students to
master essential reading, writing, and math skill”(membantu para perserta
didik untuk menguasai kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitug.
(cultural reletivism)(Sunarto, Hiang dan Fedyani, 2004). Pendidikan
multikultural adalah bentuk gerakan reformasi pendidikan di Amerika
pada tahun 1960-an.
Reformasi pendidikan yang dulunya merupakan pendidikan
segregasi atau mengkotak-kotakan kelas sosial, suku agama, dan ras,
kemudian berubah dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap
orang untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Banks (2002) ada empat
tujuan gerakan multikultural yaitu: Pertama “to help students to master
essential reading, writing, and math skill”(membantu para perserta didik
untuk menguasai kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitug. Misi
pendidikan untuk bangsa pribumi kala itu dibarengi dengan motif
penyebaran agama Katolik. Pada masa itu terjadi pada pendidikan pada
agama Islam yang ada di surau-surau atau pondok pesantren. Jadi
pendidikan pada masa pra-Belanda bermotifkan agama dan diperuntukan
pada agama tertentu saja. Pengertian pendidikan yang bersifat segregasi ini
pada hakekatnya adalah pendidikan yang memisah atau menggolongkan
atar kelompok sosial. Pendidikan segregrasi sangat terlihat pada masa
Kolonialisme Belanda. Pada masa ini kaum bumi putra (pribumi/inlender)
mendapat pendidikan ala kadarnya. Berbeda dengan kaum bangsawan atau
anak keturunan penjajah (Tilaar,2004: 132). Pada proses pendidikan kaum
bumi putra sangat terbatas dan tujuannya untuk keperluan penjajah. Tentu
saja hal ini sangat bertentangan dengan prinsip pendidikan multikultural,
yang dalam prosesnya tidak membeda-bedakan anak bangsa dalam
mengakses pendidikan.
B. Menganalisis dan mendeskripsikan Multikulturalisme
Diindonesia
Multikulturalisme berasal dari dua kata multi dan kultural. Multi
berarti beragam dan kultural berarti budaya sehingga bila digabungkan
multikultural dapat diartikan sebagai keberagaman budaya. Sementara
penambahan imbuhan -isme pada kata multikultural atau menjadi
multikulturalisme memberikan penekanan bahwa multikultural tidak
hanya sebuah keberagaman budaya namun menjadi sebuah ideologi, yaitu
sebuah ideologi yang mengakui, menghormati, dan mengagungkan
keberagaman budaya. Keberagaman ini meliputi ras, etnis, bahasa, nilai-
nilai, sistem, kebiasaan dan politik pada setiap budaya.
Multikulturalisme membuat kelompok minoritas dapat
mempertahankan identitasnya namun tetap dapat berpartisipasi dengan
bebas dalam institusi sosial negara, mulai dari pendidikan, ekonomi,
sosial, hukum dan politik. Begitu sebaliknya, kelompok mayoritas juga
berpartisipasi untuk menghormati dan saling membantu terhadap
kelompok minoritas agar tercipta keharmonisan dalam sebuah institusi
sosial negara.
Sudah banyak negara yang menerapkan multikulturalisme, salah
satunya Indonesia. Bila ditelusuri, asal usul nilai-nilai multikulturalisme
sudah ditemukan sejak abad ke-14 di era Kerajaan Majapahit. Ditemukan
dalam sebuah syair yang ditulis oleh Mpu Tantular yaitu Sutasoma yang
ditulis dalam bahasa Jawa kuno. Dalam syair Sutasoma ditemukan sebuah
kata Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda namun tetap satu jua,
yang kemudian digunakan sebagai motto negara Indonesia. Penggunaan
kalimat “Bhineka Tunggal Ika” merupakan gambaran nyata dari semangat
multikulturalisme yang dibuktikan dengan kenyataan bahwa masyarakat
Indonesia yang terdiri dari Pulau Sabang sampai Merauke memiliki
keberagaman suku, ras, etnis, bahasa, dan budaya. Multikulturalisme ini
kemudian menjadi sebuah konsekuensi dari keberagaman budaya di
Indonesia dan wajib dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia.
Lalu multikulturalisme seperti apakah yang cocok dengan kebudayaan di
Indonesia? Menurut (Bhikhu Parekh, 1997:183-185) membagi jenis
kulturalisme menjadi lima, yaitu multikulturalisme isolasionis,
akomodatif, otonomis, kritikal atau interaktif, dan kosmopolitan. Menurut
pendapat penulis salah satu jenis multikulturalisme yang cocok dengan
kebudayaan di Indonesia adalah multikulturalisme otonomis.
Multikulturalisme otonomis memiliki arti yaitu masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan
(equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom
dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian
pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup
mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka
menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu
masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
Mengapa multikulturalisme otonomis cocok dengan kebudayaan di
Indonesia? Pertama, mengandung nilai pluralisme. Pluralisme memiliki
makna yang berbeda dengan multikulturalisme. Pluralisme berarti sebuah
ideologi yang menghargai adanya keberagaman dalam suatu masyarakat
dan memperbolehkan kelompok yang berbeda untuk tetap menjaga
keunikan budayanya masing-masing. Dalam konsep pluralisme setiap
kebudayaan memiliki kedudukan yang setara, tidak ada yang mendominasi
maupun yang menguasai sehingga pluralisme tidak hanya mengakui
adanya keberagaman, namun dalam buku Kebangsaan Demokrasi
Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual (2015), karya Franz
Magnis Suseno, dijelaskan bahwa salah satu nilai penting dalam
pluralisme adalah toleransi.
Toleransi merupakan sikap untuk mau mengakui, menghormati,
dan hidup berdampingan agar tercipta sebuah perdamaian. Kedua,
walaupun terdapat budaya yang menjadi mayoritas dan minoritas di
Indonesia, sebagai contoh etnik Jawa sebagai salah satu etnik terbesar di
Indonesia, nyatanya kebudayaan diluar budaya Jawa mampu eksis dan
saling menyesuaikan untuk membentuk sebuah identitas Bangsa
Indonesia.
Keterbentukan sebuah identitas Bangsa Indonesia tidak lepas dari
peran serta masyarakat dan pemerintahan Indonesia. Sebagai contoh dalam
hal pendidikan tidak ada batasan untuk suatu suku tertentu, semua
penduduk di Indonesia yang berasal dari beragam suku diperbolehkan
untuk menempuh pendidikan formal. Meski begitu masih ada beberapa
suku yang memilih untuk menutup diri seperti suku Badui dalam, Samin,
dan Anak dalam. Pemerintah dan masyarakat Indonesia diluar suku
tersebut pun menghormati keputusan mereka dan tidak memaksa mereka
untuk mengikuti sebuah perkembangan zaman.
Hal tersebut menunjukan tidak adanya paksaan dari budaya
mayoritas untuk menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok
bisa eksis sebagai mitra sejajar. Meskipun masyarakat menjalankan
semangat multikulturalisme tidak menutup kemungkinan tercipta konflik
antar suku akibat perasaan primordialisme yang kuat.
Untuk itu perlu usaha dari beragam pihak untuk menciptakan
sebuah kondisi yang multikultural dan plural di Indonesia, mulai dari
pemerintah, tokoh adat, tokoh agama, kaum pelajar, dan masyarakat
umum. Yang perlu ditekankan adalah kesediaan dan kemampuan untuk
hidup berdampingan dengan orang atau kelompok yang berbeda suku,
adat, agama, bahasa, etnis, nilai-nilai budaya, dan politik.
Lalu multikulturalisme
seperti apakah yang cocok
dengan kebudayaan di
Indonesia?
Menurut (Bhikhu Parekh,
1997:183-185) membagi
jenis kulturalisme menjadi
lima, yaitu
multikulturalisme
isolasionis, akomodatif,
otonomis, kritikal atau
interaktif, dan
kosmopolitan.
Menurut pendapat penulis
salah satu jenis
multikulturalisme yang
cocok dengan kebudayaan
di Indonesia adalah
multikulturalisme
otonomis.
Multikulturalisme
otonomis memiliki arti
yaitu masyarakat plural
dimana kelompok-
kelompok kutural utama
berusaha mewujudkan
kesetaraan (equality)
dengan budaya dominan
dan menginginkan
kehidupan otonom dalam
rmati dan saling membantu
terhadap kelompok
minoritas agar tercipta
keharmonisan
dalam sebuah institusi
sosial negara.
Sudah banyak negara yang
menerapkan
multikulturalisme, salah
satunya Indonesia.
Bila ditelusuri, asal usul
nilai-nilai
multikulturalisme sudah
ditemukan sejak abad ke-
14 di era
Kerajaan Majapahit.
Ditemukan dalam sebuah
syair yang ditulis oleh Mpu
Tantular yaitu
Sutasoma yang ditulis
dalam bahasa Jawa kuno.
Dalam syair Sutasoma
ditemukan sebuah kata
Bhineka Tunggal Ika yang
berarti berbeda-beda
namun tetap satu jua, yang
kemudian
digunakan sebagai motto
negara Indonesia.
Penggunaan kalimat
“Bhineka Tunggal Ika”
merupakan gambaran
nyata dari semangat
multikulturalisme yang
dibuktikan dengan
kenyataan bahwa
masyarakat Indonesia yang
terdiri dari Pulau Sabang
sampai Merauke
memiliki keberagaman
suku, ras, etnis, bahasa,
dan budaya.
Multikulturalisme ini
kemudian
menjadi sebuah
konsekuensi dari
keberagaman budaya di
Indonesia dan wajib
dilaksanakan
oleh setiap warga negara
Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan multikulturalisme di Indonesia sudah melalui jalan
panjang dan bergamam tahapan. Kehadiran pendidikan multikulturalisme
di Indonesia tidak berada diruang hampa. Kehadiran pendidikan
multikulturalisme ditengah-tengah masyarakat sejalan dengan gelombang
perubahan struksur social dan politik masyarakat.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan kesalahan,baik dari segi penulisan maupun dari segi
penyusunan kalimatnya dan dari segi isi juga masih perlu ditambahkan.
Oleh karena itu,kami sangat mengharapkan kepada para pembaca
makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang bersifat
membangun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatatang M. (2012). Implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural


Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Jurnal Pembangunan
Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. Volume 1, Nomor 2012. Halaman 1-16.
Banks, James A. (2002). An Itroduction to Multicultural Education. Boston: Allyn
and Bacon.
Franz. 2015. Kebangsaan, demokrasi, pluralisme : bunga rampai etika politik
actual. Jakarta : Buku Kompas.
Hanum, F., & Rahmadonna, S. (2010). Implementasi Model Pembelajaran
Multikultural Di Sekolah Dasar Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 3(1), 89-102.
H.A.R Tilaar. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa
Depan dalam Tranformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Parekh, B. 1997. National Culture and Multiculturalism. In Kenneth Thompson
(ed.) Media and Cultural Regulation. London-Thousand Oaks, Calif.: Sage
Publications in association with the Open University.
Setyobudi, Imam dan Alkaf, Mukhlas.(2010). Kendala Multikulturalisme di
Indonesia; Analisis Diakronis dan Sinkronis. Mudra: Jurnal Seni Budaya.
Vol.26 No.2 Juli 2011. Halaman 201.
Sunarto dkk. 2004. Multicultural Education in Indonesia and Soatheast. Asia:
Stepping into the.

16

Anda mungkin juga menyukai