Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


Dosen Pengampu : Sinta Maria Dewi,S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Anisa Nur Hayyuni Marfah 18416286206142

Cicin Cintani 18416286206070

Dian Retno Putriansyah 18416286206105

Euis Irma Nurmala 18416286206055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN

KARAWANG

2020

1
2
KATA PENGATAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok tentang “STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL”.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca.

Karawang, 24 September 2020

Penyusun

i
Contents
KATA PENGATAR...................................................................................................................................i
BAB I..........................................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
1. Apa yang di maksud pendidikan multicultural ?..................................................................................4
2. Bagaimana pengembangan pendidikan multicultural ?......................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................................................4
1. Mengetahui maksud pendidikan multicultural.....................................................................................4
2. Mengetahui pengembangan pendidikan multicultural.........................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................6
1. Kerangka Konseptual Pendidikan Multikultural..................................................................................6
2. Menerjemahkan Konsep Pluralisme Budaya ke dalam Praktik Pendidikan Multikultural...................7
BAB III.....................................................................................................................................................23
Kesimpulan..........................................................................................................................................23
Saran.....................................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan media yang tepat untuk mengenalkan multikultural. Inti dari
keberhasilan multikultural adalah keinginan untuk menerima budaya kelompok lain, etnik,
gender, bahasa dan keberanekaan agama sebagai suatu bentuk keseimbangan dan membentuk
satu kesatuan. Pendidikan multicultural harus didekati dengan strategi pembelajaran dan
kurikulum yan mengarahkan kepada proses pembelajarannya.Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD Dasar
Negara RI 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara
majemuk dengan multikultural terbesar. Atho’ Mudzhar berpendapat bahwa multikulturalitas
bangsa Indonesia ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu vertikal dan horizontal.

Dalam vertikal dimaknai dengan realitas tentang adanya pelapisan social atas-bawah dalam
susunan kemasyarakan sebagai akibat signifikansi masing-masing individu baik di bidang
politik, sosial, ekonomi, maupun pendidikan. Sedangkan dalam horizontal dimaknai berdasarkan
kesatuan sosial budaya suku, adat-istiadat, agama, ras, dan bahasa. Di Indonesia, penyadaran dan
paham multikultural sangat penting untuk dilakukan mengingat arus globalisasi informasi dan
mobilitas penduduk yang konflik yang mampu menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa
dan bernegara. Perbedaan-perbedaan yang ada di Negara Indonesia akan menjadi beban atau
kekayaan tergantung bagaimana cara mengolahnya. Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan yang
telah dicetuskan oleh para founding fathers bangsa ini, yang diharapkan masyarakat Indonesia
mampu hidup saling berdampingan dalam suasana aman, nyaman, damai, tentram, dan sejahtera.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud pendidikan multicultural ?
2. Bagaimana pengembangan pendidikan multicultural ?
C. Tujuan
1. Mengetahui maksud pendidikan multicultural
2. Mengetahui pengembangan pendidikan multicultural

4
BAB II
ISI

1. Kerangka Konseptual Pendidikan Multikultural


Menurut parekh (1997) multikulturalisme meliputi tiga hal yaitu :
a. Berkenaan dengan kebudayaan
b. Merujuk pada keragaman yang ada
c. Berkenaan dengan tindakan spesipik dan respon terhadap keragaman tersebut.

Akhiran “ isme” menandakan suatu doktrin normative yang di harapkan bekerja


pada setiap orang dalam konteks masyarat dengan beragam budaya. Proses dan cara
multikulturalisme sebagai doktrin normative menjadi ada dan implememntasi
gagasan-gagasan multicultural yang telah dilakukan melalui kebjikan-kebijakan
politis, dalam hal ini kebijakan pendidikan.
1. Inkorporasi Pendidikan Multikikultural ke dalam Program Pendidikan Program
pendidikan
a) Pendidikan yang menghargai pluralism budaya. Pluralisme budaya yang
mencangkup torelansi, merangkul dan keragaman pengalaman manusia yang
diharapkan memberikan kearifan.
b) Alternatif dari membiarkan anak memperoleh sendiri pengalaman pluralisme
budaya-sporadis dan fragmentaris.
c) Pendidikan secara eksplisit mengakui dan menyambut keragaman dari warisan etnik
yang ditemukan dalam diri setiap orang yang disebut “orang Indonesia”.
d) Pendidikan yang tidak memaksa atau menolak anak karena identitas suku,
agama, ras, dan golongan.
e) Pendidikan yang mengakui kebutuhan dan manfaat anak untuk berbagi bersama
diversitas warisan etnik mereka.
f) Pendidikan yang mengakui pentingnya semua anak memilkik banyak kesempatan
untuk berinteraksi secara positif dan personal dengan anak-anak dari berbagai
latar belakang sosioekonomi dan warisan budaya.
g) Pendidikan yang member ikan kesempatan setiap siswa untuk membantu
berkembangnya” Sense of Self”.

5
2. Menerjemahkan Konsep Pluralisme Budaya ke dalam Praktik Pendidikan Multikultural
Salah satu definisi ke-bhineaka-an budaya yang diadopsi dari the National Coalition
of Cultul Pluralism adalah sebagai berikut: Cultural pluralism refers to a state of equel
coexistence in a mutually supportive relationship within the boundaries or framework of
one nation of people of diverse cultures, with significantly different patterns of belief,
behavior, color and in many cases with dirretent languages. Pluralisme budaya
memvisikan sebuah masyarakat multietnik yang sling menghormati dan mengapresiasi
berbagai budaya, dan memiliki hak yang sama dalam kerangka pelestarian dan
pengembangan tradisi budayanya masing-masing. Program pembelajaran multikultural
yang akan dikembangkan merupakan sebuah program pendidikan yang menyediakan
lingkungan belajar ganda kepada siswa (multiple learning environments), yang memiliki
kesesuaian dengan kebutuhan dasar akademis dan sosial siswa.

Model pembelajaran multikultural dikembangkan dan diarahkan pada pencapaian


kompetensi-kompetensi tentang:

a. Nilai-nilai persatuan kesatuan, demokrasi, keadilan, kebebasan, persamaan derajat


atau saling menghargai dalam keragaman budaya.
b. Latar belakang budaya sendiri dan budaya lain dalam masyarakat sehingga
menumbuhkan pemahaman dalam masyarakat.
c. Isu-isu dan masalah keseharian melalui sebuah proses demokratis atau inkuiri
dialogis.
d. Konseptualisasi dan aspirasi sebuah masyarakat yang lebih baik, demokrasi, dan
memiliki persamaan derajat.

6
A. Reorientasi Pendidikan Multikultural

Ada beberapa reorientasi pendidikan berbasis multikultural yaitu:

1. Revitalisasi Kurikulum Pendidikan berbasis multikultural dalam kurikulum menjadi


sangat strategis dan penting dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
pendidikan. Ragam kultur akan memberikan peluang bagi keutuhan dalam membentuk
budaya bangsa. Membina ke-Bhinekaan budaya berarti memahami dan menghargai
perbedaan yang ada di warga masyarakat bangsa ini. Ke-Bhineka-an budaya harus
menjadi bagain integral proses pendidikan pada semua jenis, jenjang,
dan jalur pendidikan.

Fokus pembahasan pendidikan multikultural, yaitu:


a) Etnisitas, yaitu penelaahan terhadap berbagai kelompok etnis/budaya, keunikan
masing-masing etnik serta konstribusnya terhadap kebudayaan nasional.
b) Mempelajari dampak dari ketidakadilan.
c) Proses pembelajaran. Implikasi dari pendidikan multikultural ini mencakup hasil serta
proses instruksionaln, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, proses pembelajaran,
dan evaluasi.
d) Kurikulum yang bersifat akomodatif dan komprehensif.

Upaya revitalisasi kurikulum dalam mengakomodasi multikultural hendaknya


mengidentifikasi hal-hal berikut.

a. Faktor sosial budaya yang dapat menjadikan perbedaan individual peserta didik sebagai
faktorfaktor yang konstruktif.

b. Mengidentifikasi nilai-nilai yang sepatutnya diajarkan secara eksplisit atau implisit.

7
2. Penerapan Empat Pilar Proses Pembelajaran.

Ada empat pilar proses pembelajaran :

a. Learning to Know

Penerapan learning to know dapat diterapkan di berbagai tingkat pendidikan sejak pendidikan
dasar. Melalui penerapan paradigma ini peserta didik akan memahami dan menghayati suatu
pengetahuan yang diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam lingkungannya.

b. Learning to Do

Penerapan pilar ini merupakan upaya agar peserta didik menghayati proses belajar dengan
melakkan sesuatu yang bermakna,suatu pembelajaran yang dikenal dengan active learning.

c. Learning to Be

Penerapan pilar ini merupakan prinsip pendidikan yang dirancang bagi terjadinya proses
pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik mandiri. Kemandirian akan
tumbuh dari sikap percaya diri dan sikap percaya diri akan lahir dari pemahaman dan pengenalan
dirinya secara tepat.

d. Learning to Live Together

Penerapan pilar ini dipandang penting karena pada era globalisasi yang sarat dengan muatan
teknologi dan perdagangan bebas, dimensi kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh setiap agama
sering terlupakan karena tekanannya pada pertambahan nilai secara kebendaan. Proses
pembelajaran memungkinkan peserta didik menghayati hubungan antara manusia secara intensif
dan terus-menerus sangatlah penting.

8
3. Integrasi Empat Pilar dengan Pendidikan yang Berbasis Multikultural

Budaya damai akan terwujud berdasarkan multukultural bangsa Indonesia dengan cara
mengintegrasikan pendidikan berbasis multikultural. Strategi Pengembangan Pendidikan
Multikultural Strategi yang dapat dikembangkan untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional
berbasis multikultural, antara lain sebagai berikut.

a) Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan pembaharuan kurikulum yang


mengutamakan materi yang esensial dan sistem evaluasi yang relevan dengan tujuan pendidikan
nasional.

b) Peningkatan kualitas Profesional Tenaga Kependidikan

Peningkatan dapat dilakukan dengan dengan penyempurnaan sistem pendidikan prajabatan dan
dalam jabatan guru, serta pembinaan guru untuk meningkatkan kewibawaan guru dan tenaga
pendidikan lainnya.

c) Pengembangan Sistem Pengelolaan Pendidikan

Pengembangan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan system pengelolaan


pendidikan denga menegakkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan nilai-nila
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat maju yang berdasarkan Pancasial.

d) Pengembangan Sistem Pendidikan Tinggi

Sistem pendidikan tinggi perlu dikembangkan dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruan
Tinggi sehingga dapat menjadi agen pembangunan masyarakat.

e) Penyamaan Persepsi Masyarakat

Orang tua, tokoh masyarakat, dan pemimpin formal perlu menyamakan persepsi tentang
perlunya memberikan dukungan bagi terlaksananya fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan
nasional.

9
B. Tema Pendidikan Multikultural di Indonesia
Yang dijadikan prinsip dasar, apabila bangsa ini ingin menjadi kuat pada era demokrasi,
diperlukan sikap saling menerima dan menghargai dari setiap orang yang beraneka ragam
sehingga dapat saling membantu, bekerja sama membangun negara lebih baik. Kita telah
memiliki dasar filosofis negara Pancasila yang diimplementasikan dalam UUD 1945. Namun,
dasar itu akan kuat jika sikap menghargai orang lain dikembangkan.
Terjemahan dari visi pendidikan multikural, sebagaimana menjadi banyak tawaran dan
gagasan para ilmuwan selama ini, dalam konteks Indonesia memiliki keserasian filsafati dari
pesan dan nilai-nilai dasar Pancasila. Pada beberapa tema subtansi dan semangat pokok, terdapat
kesamaan unsur-unsur usaha, seperti ketuhanan,kemanusiaan, kebangsaan/kerakyatan, demokrasi
dan keadilan sosial.
Tema-tema besar tersebut terjadi implisit menjadi pesan bagi pencapaian visi pendidikan
multikultural dan sepaham dengan ajaran Pancasila. Sejalan dengan pemikiran Purwasito (2003),
terkait dengan bentuk sosialisasi dan membudayakan sharing of culture antaretnis, akan lebih
tepat jika materi yang diajarkan berlandaskan dasar-dasar filsafah Pancasila sehingga dalam
sosialisasi tersebut tidak terjadi superioritas budaya tertentu dan dianggap inferioritas pada
budaya lain.
1. Tema Ketuhanan
Parsudi Suparlan (2001) mengemukakan bahwa agama berisikan ajaran-ajaran mengenai
kebenaran yang tertinggi dan mutlak tetang eksistensi manusia dan petunjuk untuk hidup
selamat di dunia dan di akhirat (setelah mati), yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, beradab dan manusiawi, yang berbeda dari cara-cara mahkluk hidup
lainnya.
Agama sebagai keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada
dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan dan menjadi pendorong atau
penggerak serta pengontrol dari tindakan-tindakan anggota masyarakat untuk tetap berjalan
sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.
Ada dua dimensi keberagaman yang memiliki keterkaitan dalam kehidupan umat
pemeluk agama (Madjid,2001), yaitu:
a) Agama oleh pemeluknya dijadikan sebagai pandangan hidup yang menjelaskan
keberadaan manusia di dunia, menjelaskan arah dan tujuan hidup manusia

10
b) Agama tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur
kehidupan manusia antara sesama manusia dan dengan makhluk Tuhan lainnya.

Dengan demikian, agama juga berkaitan erat dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat,
seperti kekerabatan, kepemimpinan politik, ekonomi, dan sebagainya sehingga agama bersifat
operasional dalam kehidupan sosial manusia.

Budaya disiplin mengandung semangat perhitungan tidak hanya untuk kepentingan


sesaat, tetapi yang lebih ditekankan manfaatnya untuk kemudian hari. Unsur terpenting dalam
membangun sikap disiplin adalah adanya kesediaan untuk tidak mementingkan dan
mendahulukan kesenangan diri sendiri dan menyadari dirinya adalah bagian dari keseluruhan
masyarakat. Oleh karena itu, tema ketuhanan dimaksudkan untuk membentuk sikap sadar
terhadap nilai-nilai, norma-norma religiusitas siswa, meyakini dan menjalankan ajaran agama
sesuai dengan agama dan kepercayaan dalam berkehidupan pada masyarakat yang beragam
sehinga terjalin keharmonisan hidup dalam keragaman. Tema ketuhanan mencakup aspek-aspek
berikut:

a. Ketakwaan merupakan suatu sikap dan perilaku siswa yang mencerminkan ketaatan,
ketundukan dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Indikatornya, antara lain :
1) Keimanan, yaitu sikap dan perilaku siswa yang mencerminkan keyakinan dan
kepercayaan individu/siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Ketaatan, yaitu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketundukan dan kepatuhan
dalam menjalani perintah dan meghindari larangan agama.
b. Toleransi, yaitu sikap menenggang rasa (menghargai, membolehkan) orang lain untuk
beragama, berkepercayaan, berpendirian, dan berpendapat berbeda dengan diri individu.
Indikatornya, antara lain:
1) Tenggang rasa, yaitu menghormati pilohan dan cara berkpresi orang lain dalam
menjalankan ibadah yang sesuai dengan agama dan kepercayaan.
2) Kesadaran, yaitu sikap sadar diri individu dalam memahami, menghargai, dan
menjalankan ajaran agama yang diyakininya serta sikap sadar dalam mengakui
adanya keragaman keyakinan yang diyakini orang lain.

11
2. Tema Kemanusiaan

Dalam sistem nilai budaya bangsa Indonesia nilai tolong-menolong mengandung empat
konsep (Muhiet,2001), yaitu sebagai berikut:

a) Manusia di dunia tidak hidup sendirian, tetapi dikelilingi oleh masyarakatnya,


komunitasnya dan alam sekitarnya.
b) Secara hakiki manusia akan bergantung pada sesamanya. Oleh karena itu,
manusia harus berusaha memelihara hubungan baik dengan sesamanya atas
dasar sama rata sama rasa. Selain itu mereka harus bersifat konform, guyub,
berbuat sesama, dan bersama dengan sesamanya dalam komunitas berasas pada
jiwa sama tinggi dan sama rendah.

Tema kemanusiaan dapat membentuk sikap peduli dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, dengan mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
sesama manusia.

Tema kemanusiaan mencakup aspek humanis dan kesederajatan.

a) Humanis adalah sikap menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Indikatornya:


1) Mencintai sesama manusia.
2) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
b) Kesederajatan adalah sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak,
dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Indikatornya:
1) Persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan
golongan
2) Persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak
3) Persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, sebagai individu, dan
anggota masyarakat

12
3. Tema Persatuan dan Kesatuan

Semangat kebangsaan (Purwasito, 2003) diterjemahkan sebagai nasionalisme, yaitu cinta


tanah air atau patriotisme. Semangat kebangsaan adalah keinginan secara sukarela menerima
orang lain dalam kehidupan bersama atau pengakuan yang tumbuh dari kesadaran seseorang
untuk bersedia hidup beragi dan bekerja sama menjalin persaudaraan dalam format bangsa
Indonesia.

Sifat sukarela, sadar, dan penuh keterbukaan untuk dapat hidup berdampingan dan
keragaman dapat ditumbuhkankembangkan melalui pendidikan dengan konsep
multikulturalisme, yaitu:

a. Pendidikan yang mengedepankan semangat kekeluargaan (Fratenity)


b. Solidaritas sosial (solidarity) dan keterikatan antarsiswa yang pluralistik tersebut, yaitu
prinsip keadilan (justice)
c. Kesederajatan (Egality), kebebasan (liberty) mengembangkan diri
d. Peluang dan kesempatan (opportunity) yang sama dalam mengejar prestasi individu.

Sarana yang paling penting untuk menjadi kekuatan pemersatu bangsa


(Swasono,2001;Wisnawa, 2001) adalah kebudayaan nasional. Agar berfungsi secara efektif
sebagai kekuatan pemersatu bangsa, kebudayaan nasional harus dibina dengan cara mengisinya
dengan nilai-nilai budaya yang dapat membentuk pola pikir bangsa yang beriorentasi pada
kebersamaan, kerja sama, dan kecintaan pada tanah air dan bangsa dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Tema Kerakyatan

Tema kerakyatan yang dimaksudkan dapat membentuk sikap yang demokratis, terbuka
terhadap keragaman, menghargai aspirasi antarsesama, serta menjunjung tinggi nilai-nilai
kebenaran dalam mewujudkan masyarakat pluralis yang damai dan bermartabat.

13
Aspek-aspeknya sebagai berikut:

a. Mengutamakan kepentingan bersama, suatu sikap yang lebih mengedepankan


kepentingan bersama tanpa dibatasi oleh unsur-unsur keragaman budaya.
Indikatornya:
1) Suka bekerjasama
2) Mendahulukan kepentingan orang banyak
3) Memiliki kesadaran dan kemauan saling membantu tanpa pamrih
b. Mengutamakan musyawarah dan mufakat, yaitu sikap yang lebih mengedepankan
musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan permasalahan untuk kepentingan
bersama. Indikatornya:
1) Mengutamakan musyawarah dan mufakat
2) Menghargai pendapat orang lain
3) Tidak memaksakan kehendak dan pendapat terhadap orang lain
4) Kritis terhadap setiap permasalahan
c. Kekerabatan, yaitu sikap bersahabat, kekeluargaan yang lahir dari rasa
persaudaraan, dan menjadi bagian dari kelompok dan masyarakatnya.
Indikatornya:
1) Memiliki rasa setia kawan
2) Memiliki rasa persaudaraan dengan berbagai suku bangsa dan agama
3) Menghayati dan memahami berbagai budaya bangsa

5. Tema Keadilan

Tema keadilan dapat membentuk sikap empati terhadap orang lain serta memiliki
kepekaan sosial terhadap sesama manusia, merasa sama dan sederajat dalam hubungan
sosial serta anti terhadap diskriminasi atau marginalisasi. Aspek-aspeknya sebagai
berikut.

a. Menjaga keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu sikap sadar dalam menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajibannya sebagai manusia. Indikatonya:
1) Menghormati hak orang lain

14
2) Mendahulukan kewajiban daripada hak, dengan ciri: menaati aturan, tidak
main hakim sendiri, bekerja dengan baik, menangkal pengaruh negatid budaya
lain dan melestarikan budaya nasional
3) Menempatkan hak dan kewajiban secara seimbang, dengan ciri setiap
pelanggar hukum harus ditindak, berperan serta dalam kegiatan sosial, tanggap
dan peduli pentingnya stabilitas nasional.
b. Rasionalitas antarbudaya, sebagai sikap yang menganggap bahwa dengan
menggunakan pikiran secara cerdas dapat memecahkan segala bentuk permasalahan
yang dihadapi dalam masyarakat multibudaya. Indikatornya:
1) Mengakui budaya sendiri dan budaya orang lain
2) Memahami budaya sendiri dan budaya orang lain
3) Menghargai budaya sendiri dan budaya orang lain
c. Anti diskriminasi dan marginalisasi, yaitu sikap yang menunjukan kesamaan hak
dan kesempatan dalam aktivitas keidupan sebagai warga manusia. Indikatornya:
1) Anti terhadap subordinasi peran dan tanggung jawab
2) Mengakui adanya potensi yang sama dalam berekpresi
3) Mengakui adanya kesempatan yang sama dalam pelayanan publik

C. Pengembangan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi


1. Konsep Pendidikan Berbasis Kompetensi

Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh
lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi atau standar kompetensi merupakan perpaduan
dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasan berpikir dan
bertindak (Mulyasa,1997).

McAshan (1981: 45) mengemukakan bahwa kompetensi “ ia a knowledge, skill, and


abilities or capabilities tahat a person achieves, which become part of his or her being to the
exent he or she can satisfactorily performe particular cognitive, affective, and psychomotor

15
behaviors”. Dalam hal ini kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
kemempuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia
dapat melakukan perilaku-prilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar
dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada pengalaman
langsung. Dengan demikian dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan pertimbangan yang
subjektif. Gordon (1988: 109) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam
konsep kompetensi sebagai berikut:

a. Pengetahuan (Knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.. Misalnya, seorang


guru mengetahui cara identifikasi kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan
pembelajaran terhadap  peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b. Pemahaman (Understending) yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh
individu. Misalnya, seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki
pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik agar dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.
c. Kemampuan (Skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas
dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih
dan membuat alat peraga sederhana untuk member kemudahan belajar kepada peserta
didik.
d. Nilai (Value) adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam suatu
pembelajaran kejujuran, keterbukaan, demokratis, dll.
e. Sikap (Attitude) yaitu perasaan (senang tidak senang suka tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap kritis
ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah/gaji dsb.
f. Minat (Interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

Bloom et all (1956:17) menganalisis kompetensi menjadi tigas aspek dengan tingkatan
yang berbeda-beda:

16
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek


perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan


aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.

Menurut Sutiman (2001: 8), perumusan kemampuan dasar dapat menggunakan kata-kata kerja,
misalnya:

a. Menunjukkan, menghitung
b. Menggambarkan
c. membedakan
d. Mengidentifikasikan
e. Menafsirkan
f. Menerapkan
g. Menggunakan
h. Menentukan
i. Menyusun
j. Menyimpulkan
k. Mengevaluasi
l. Merumuskan
m. Membuat
n. Menganalisis
o. Mensistesis dan sebagainya yang merupakan tingkah laku hasil belajar yang dapat
diamati dan diukur.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kurikulum Berbasis Komputer (KBK) dapat diartikan sebagai konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan

17
standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

Sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian


rupa sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta
didik sebagai kriteria keberhasilan (Mulyasa, 1997).

Ada tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi (Mulyasa,
2003: 41), yaitu:

a. Adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual


b. Pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar sebagai
penguasaan (learning for mastery) adalah falsafah pembelajaran yang mengatakan
bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik dapat mempelajari
semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
c. Pendefinisian kembali terhadap bakat. Sebagaimana yang dikatakan Hall (1986)
bahwa setiap peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal apabila
diberi waktu yang cukup.

Hasan (2002) memberikan penegasan berkaitan dengan pengembangan kurikulum dengan


menggunakan pendekatan pengembangan multikultural yang didasarkan pada prinsip
berikut.

a. Keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat.


b. Keragaman budaya menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen
kurikulum, seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi.
c. Budaya di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang
harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa.
d. Kurikulum berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan
kebudayaan nasional.

18
3. Prinsip Dasar Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural

Garis besar pokok pengembangan (GBPP) model pembelajaran multikultural disandarkan


pada beberapa prinsip dasar, yaitu sebagai berikut.

a. Pengenalan Jati Diri

Pendidikan multikultural seyogianya dimulai dari diri sendiri. Prinsip ini menekankan
bahwa pendidikan multikultural harus dimulai dari pengenalan terhadap jati dirinya sendiri,
bukan jati diri etnik lain.

Keterlibatan seseorang dalam pendidikan multikultural akan terjadi apabila ada relevansi
dengan kehidupannya (pay off). Relevansi masalah orang lain terhadap kehidupannya akan
membuat seseorang berminat untuk terlibat dalam pendidikan multikultural.

b. Mengembangkan Sikap Non-Etnosentris

Pendidikan multikultural hendaknya dikembangkan agar pembelajar tidak


mengembangkan sikap etnosentris. Dengan mengembangkan sikap non-etnosentris, kebencian
dan konflik antaretnik akan dapat dihindarkan secara maksimal. Kesadaran etnosentris
digunakan sebagai jembatan untuk memahami budaya lain dengan menunjukkan paralelisme
antara ciri etniknya sendiri dan etnik lainnya.

Dengan cara demikian akan dapat dikembangkan sebuah pemahaman mutualistis (mutual
understanding) dan empati antarberagam etnik dalam sebuah masyarakat.

c. Pengembangan Secara Integratif Komprehensif dan Konseptual

Pendidikan multikultural seharusnya dikembangkan secara integratif komprehensif dan


konseptual. Pendekatan demikian mengisyaratkan agar kurikulum pendidikan multikultural
menginkooperasi sebuah kurikulum yang bersifat total.

Oleh karena itu, kurikulum pendidikan multikultural terintegrasi ke dalam semua mata
pelajaran, seperti bahasa, ilmu pengetahuan sosial, matematika, sains, pendidikan jasmani,
kesenian, atau pendidikan moral.

d. Menghasilkan Sebuah Perubahan

19
Pendidikan multikultural harus menghasilkan sebuah perubahan, tidak hanya pada materi
kurikulum, tetapi juga pada praktik pembelajaran dan struktur sosial dari sebuah kelas. Banyak
guru yang berkonsentrasi pada penyelesaian bahan ajar yang terdapat dalam kurikulum sehingga
kehilangan peluang untuk menciptakan suasana pembelajaran kreatif dan spontan seta yang
diminati siswa.

Untuk mencapat suasana pembelajaran demikian, pembelajaran harus beriorentasi pada


proses (process-oriented approach). Pendekatan pembelajaran konstruktivisme sangat sesuai
dengan model pembelajaran multikultural.

e. Menekankan Aspek Afektif dan Kognitif

Pendidikan multikultural lebih menekankan aspek afektif dan kognitif dengan cara
mengaitkan isu atau masalah keseharian yang dihadapi oleh siswa di lingkungan sempit ataupun
luasnya. Kita sering menemukan perasaan dan emosi siswa ditekan secara sistematis karena di
perkirakan akan mengganggu pembelajaran (inhibit learing). Model pembelajaran yang
bermakna (meaning-based approach) diperkirakan akan dapat meningkatkan perasaan dan emosi
siswa secara positif terhadap pembelajaran.

f. Kontekstual

Kontekstualisasi pendidikan multikural harus bersifat lokal, nasional dan global.


Demikian bertujuan untuk menumbuhka rasa hormat-menghormati sesama etnik dan warga
negara Indonesia. Tidak cukup hanya memperkenalkan kepada siswa tentang jenis-jenis
makanan khas etnik, rumah adat etnik, atau upacara adat etnik karena hal ini hanya bersifat
permukaan.

Pengembangan silabus berbasis komputer (SBK) diperuntukkan bagi siswa pada jenjang
pendidikan SLTP. Perancangan silabus pendidikan multikultural akan menggunakan model
pengembangan Silabus Nasional/ Fungsional (cf. Nunan, 1985,1988; Haliday, 1992).

Silabus pendidikan multikultural ini secara khusus dirancang dengan ciri-ciri sebagai
berikut.

20
1) Berorientasi pada pencapaian hasil (output-oriented). SBK mengutamakan
pencapaian tujuan pokok, bukan pada prosesnya. Tujuan-tujuan itu dijabarkan atas
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kompotensi dasar merupakan kemampuan
dasar minimal yang harus dikuasai oleh siswa.
2) SBK selalu bertitik tolak dari kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa (student-
oriented). Orientasinya jelas, yaitu seperangkat kompetensi dasar yang diperlukan
oleh siswa sebagai bekal hidupnya dalam suatu masyarakat maju.
3) SBK menekankan pada konsep belajar tuntas (mastery learning). Ketuntasan dalam
belajar ataupun dalam pencapaian kompetensi dasar menjadi fokus kendali dari SBK
yang pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kondisi siswa seta
lingkungannya.
4) Penerapan SBK bersifat utuh (holistic) dan menyeluruh (comprehensif) sehingga
penerapannya tidak setengah-setengah atau parsial.
5) Pengembangan kompetensi selalu didasarkan pada pencapaian standar mutu nasional
dan internasional (national and alternational platforms); SBK mendorong terjadinya
diversifikasi yang kreatif (diversified syllabi).

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai
perbedaan, sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan.
Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadi keberagaman yang dinamis, kekayaan
budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk dilestarikan. Dalam pendidikan
multikultural setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi yang sejajar dan
sama, tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi dari kebudayaan yang lain. Dengan dialog
diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya akan memperkaya kebudayaan atau
peradaban yang bersangkutan sehingga nantinya terwujud masyarakat yang makmur, adil,
sejahtera yang saling menghargai perbedaan.

Saran
Dengan mempelajari Strategi pengembangan pendidikan multikultural,diharapkan
mahasiswa dapat lebih memahami implikasi pengembangan pendidikan multikultural terutama
bagi kalangan sekolah dasar.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://mariberbagi-ilmu2.blogspot.com/2015/02/pengembangan-pendidikan-
multikultural_74.html

https://gapurakampus.blogspot.com/2017/11/makalah-pendidikan-multikultural.html

Ainul Yaqin. 2005. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi


dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media

Asy’arie, Musa. 2004. Pendidikan Multikultural dan Konflik 1-2. www.kompas.co.id. (Akses 11
mei 2013)

Banks, James A. 1989. Multicultural Education: Issues and Perspectives. Boston-London: Allyn
and Bacon Press.

23

Anda mungkin juga menyukai