MAKALAH
oleh :
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga atau badan pelaksana tidak
akan menimbulkan masalah yang besar.
b. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai
termasuk sumber daya waktu.
c. Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada.
1
Mazmanian & Sebastiar, Defenisi Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Yogis, 2007), 43-44.
2
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015),91.
3
Muhammad Munadi & Barnawi, Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan”, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011),111.
-1-
d. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan
kausal yang andal.
e. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya semakin
sedikit hubungan sebab akibat semakin tinggi pula hasil yang
dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai.
f. Apakah hubungan saling ketergantungan kecil. Asumsinya adalah jika
hubungan saling ketergantungan tinggi, implementasi tidak akan dapat
berjalan secara efektif.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.4
4
Haedar Akib, Implementasi Kebijakan : Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn. 2010, 50 – 51. Di akses pada 9 April 2018.
5
Sam M. Chan & Tuti T. Sam, Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 24.
-2-
b. Pendekatan normatif/preskriptif
Merupakan upaya untuk menawarkan suatu norma, kaidah, resep
yang dapat digunakan dalam rangka memecahkan suatu masalah, yang.
Dalam analisis kebijakan, pendekatan ini dimaksudkan membantu para
pengambil keputusan dalam bentuk pemikiran mengenai prosedur paling
efisien dalam memecahkan masalah kebijakan publik, yang biasanya
berbentuk alternatif kebijakan sebagai hasil dari analisis data. Pendekatan
ini hanyalah sebagian dari proses analisis kebijakan dalam dimensi
rasional.
c. Pendekatan evaluatif
Menerangkan apa adanya tentang hasil dari suatu keadaan / upaya yang
dilakukan oleh suatu kegiatan / program dengan menerapkan kriteria atas
terjadinya keadaan tersebut. Gejala yang diterangkan adalah gejala yang
berkaitan dengan nilai dan pengukuran setelah dihubungkan dengan
kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Misalnya, meningkatnya
mutu pendidikan adalah suatu gejala yang dipersepsikan setelah
dilakukan pengukuran dalam kaitannya dengan kriteria tentang mutu
pendidikan yang ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain, pendekatan
ini lebih menekankan pada pengukuran.6
6
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Pengantar Untuk Memaahami
Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), 106.
-3-
c. Membuat pertimbangan politik dan mneyiapkan perkiraan kelayakan
politiknya.
7
Solichin Abdul Wahab. Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, (Malang: UMM Press.
2008), h. 74 - 75
-4-
mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengklasifikasikan data akan
mengakibatkan gagalnya analisis kebijakan dilaksanakan.
8
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 27
-5-
Sementara itu keterlibatan aktor-aktor kebijakan yang bersifat tidak
formal umumnya berada di luar arena.Sebab, jika memang mereka bermaksud
memberikan penilaian secara formal melalui arena, haruslah menjadi aktor
kebijakan formal. Media massa sering kali menjadi mediator dalam penilaian
yang dilakukan oleh peserta-peserta kebijakan tidak formal ini. Dengan
demikian, hasil penilaian tersebut akhirnya juga sampai kepada pelaksana,
entah lambat atau cepat.
Dalam proses penilaian, tidak jarang antara aktor-aktor formal dan
aktor non formal tersebut bekerja sama atau membentuk suatu forum. 9 Forum
tersebut sengaja dibentuk dan dibuat dalam rangka memberikan penilaian
menyeluruh terhadap kebijakan. Dengan adanya forum, akan didapatkan hasil
penilaian yang berasal dari banyak variasi pandangan sehingga didapatkan
hasil penilaian hasil yang lebih komprehensif. Yang termasuk aktor-aktor non
formal evaluasi kebijakan adalah: partai politik, organisasi massa, interest
group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, tokoh perorangan dan
media massa.
9
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis ,,, 28.
10
H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan ,,, 377-379.
11
Sekolah Kajian Merupakan Pengembangan Model Pola Pendidikan dari Perpaduan antara
beberapa pola pendidikan pada sekolah, seperti pada tingkat sekolah SMU yang menekankan disiplin
militer, pola pendidikan di pondok pesantren, dimana siswa tinggal di asrama, dan diperkuat nilai-
-6-
Program Ketiga, Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
pengelolaan pendidikan. Strategis yang dilakukan adalah dengan meningkatkan
efisiensi kelembagaan dengan penggabungan antardinas-bukan dengan
strategis kelembagaan, bukan mempebesar lembaga dinas pendidikan di tingkat
daerah.
Program Keempat, meningkatkan partisipasi masyarakat, yang
diselenggarakan dengan memanfaatkan program peningkatan kualitas12 sarana
dan prasarana pendidikan.
nilai keagamaanya, dan pola pendidikan sekolah-sekolah di jepang, yang menekankan pada
penguasaan ilmu dan teknologi.
12
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dilakukan melalui pola bantuan blok
(block grant), yaitu pola yang mengedepankan partisipasi masyarakat, melalui komite sekolah.
13
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis ,,, 29.
-7-
disposisi, dan (4) struktur birokrasi.14 Keempat variabel tersebut juga saling
berhubungan satu sama lain.
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran
dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat
dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar
dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui
secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu.
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat
kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan
tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang
berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar
implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan
sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.
Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel
dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan
kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan
spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya
yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang
akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan
hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor
secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur
keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu:
1) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali
yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian,
hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui
14
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan ,,,108.
-8-
beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi
di tengah jalan.
2) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima
oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu
menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu
para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan
kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang
telah ditetapkan.
3) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun
informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan.
Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
b. Sumber daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya
tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting
untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya, kebijakan
hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
-9-
Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan
kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus
dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk
melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik
agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana
program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal
yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini
membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus
menguasai teknik-teknik kelistrikan.
- 10 -
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu
faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap
implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses
implementasi akan mengalami banyak masalah.
d. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah
- 11 -
adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau
SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
- 12 -
perumus kebijakan dilakukan dengan cara setuju atau ketidaksetujuan
terhadap uslan kebijakan dilakukan dengan tukar tambah atau modifikasi
usulan, sehingga akibatnya setelah usulan ditetapkan menjadi kebijakan,
tujuan menjadi tidak jelas (vague).
15
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 106.
- 13 -
merasa ngeri penerapan kebijakan baru apa pun merupakan kerja keras yang
terbaik dan kegagalan memalukan yang paling buruk. Namun, hari ini, tidak
ada alasan yang baik untuk gagal dalam implementasi kebijakan. Ini adalah
salah satu tahapan proses kebijakan yang paling diteliti, kesalahan standar
sudah diketahui dengan baik; pendekatan yang bisa diterapkan telah
diidentifikasi dan diuji di lapangan. Ini berarti bahwa ketika para pemimpin
mulai merencanakan atau menerapkan kebijakan baru apa pun, mereka
dapat dan harus memiliki kepercayaan diri yang berasal dari mengetahui
bahwa mereka memasuki wilayah yang dipetakan dengan baik. Hari ini,
tidak ada alasan untuk gagal; dasar pengetahuan yang baik, dikombinasikan
dengan pemikiran dan perencanaan, mengarah pada kesuksesan dalam usaha
yang sulit ini.
2. Saran
- 14 -
C. DAFTAR PUSTAKA
Tuti T. Sam , & Sam M. Chan , Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
- 15 -