Anda di halaman 1dari 16

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN:

MENDAPATKAN ORANG UNTUK MELAKSANAKAN KEBIJAKAN

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah :Analisis Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu 1: Dr. Raharjo, M.Ed.st
Dosen Pengampu 2 : Dr. Fahrurrozi, M.Ag

oleh :

1. Muhasir Nim : 1703038021


2. Masrokim Nim : 1703038017

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
A. PEMBAHASAN
1. Definsi Implementasi Kebijakan Pendidikan
Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastiar adalah pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun
dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan.1 Sedangkan Cleaves dengan
tegas menyebutkan bahwa implementasi itu mencakup proses bergerak
menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah administratif dan politik.2

Menurut Friedrich kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah


pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.3 Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan
proses dan hasil perumusan langka-langkah strategis pendidikan yang
dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan
tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun
waktu tertentu.

2. Metodologi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan


Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun merupakan tokoh pencetus
teori yang menggunakan top down approach. Dalam teori ini, untuk dapat
mengimplementasikan kebijakan dengan sempurna, maka diperlukan
beberapa syarat, diantaranya :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga atau badan pelaksana tidak
akan menimbulkan masalah yang besar.
b. Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai
termasuk sumber daya waktu.
c. Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada.

1
Mazmanian & Sebastiar, Defenisi Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Yogis, 2007), 43-44.
2
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015),91.
3
Muhammad Munadi & Barnawi, Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan”, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011),111.

-1-
d. Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan
kausal yang andal.
e. Seberapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Asumsinya semakin
sedikit hubungan sebab akibat semakin tinggi pula hasil yang
dikehendaki oleh kebijakan tersebut dapat dicapai.
f. Apakah hubungan saling ketergantungan kecil. Asumsinya adalah jika
hubungan saling ketergantungan tinggi, implementasi tidak akan dapat
berjalan secara efektif.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang benar.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.4

3. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan


Pendekatan dalam Analisis Kebijakan diantaranya;
a. Pendekatan deskriptif/positif
Merupakan prosedur/cara untuk menerangkan suatu gejala yang
terjadi dalam masyarakat dengan keadaan tidak adanya kriteria; bertujuan
mengemukan penafsiran yang benra secara ilmiah mengenai keadaan apa
adanya (state of the art) dari segaala gejala yang sangat terjadi pada
kehidupan kemasayarakatan agar diperoleh kesepakatan
umum mengenai suatu permasalahan yang sedang disoroti.5

Dengan kata lain pendekatan ini menekankan pada penafsiran


tentang terjadinya gejala-gejala yang bersangkutan. Dalam analisis
kebijakan, pendekatan ini dimaksudkan menyajikan informasi apa
adanya pada para pengambil keputusan, agar memahami permasalahan
yang sedang disotori dari kebijakan. Pendekatan ini hanyalah sebagian
dari proses analisis kebijakan dalam dimensi rasional.

4
Haedar Akib, Implementasi Kebijakan : Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn. 2010, 50 – 51. Di akses pada 9 April 2018.
5
Sam M. Chan & Tuti T. Sam, Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 24.

-2-
b. Pendekatan normatif/preskriptif
Merupakan upaya untuk menawarkan suatu norma, kaidah, resep
yang dapat digunakan dalam rangka memecahkan suatu masalah, yang.
Dalam analisis kebijakan, pendekatan ini dimaksudkan membantu para
pengambil keputusan dalam bentuk pemikiran mengenai prosedur paling
efisien dalam memecahkan masalah kebijakan publik, yang biasanya
berbentuk alternatif kebijakan sebagai hasil dari analisis data. Pendekatan
ini hanyalah sebagian dari proses analisis kebijakan dalam dimensi
rasional.

c. Pendekatan evaluatif
Menerangkan apa adanya tentang hasil dari suatu keadaan / upaya yang
dilakukan oleh suatu kegiatan / program dengan menerapkan kriteria atas
terjadinya keadaan tersebut. Gejala yang diterangkan adalah gejala yang
berkaitan dengan nilai dan pengukuran setelah dihubungkan dengan
kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya. Misalnya, meningkatnya
mutu pendidikan adalah suatu gejala yang dipersepsikan setelah
dilakukan pengukuran dalam kaitannya dengan kriteria tentang mutu
pendidikan yang ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain, pendekatan
ini lebih menekankan pada pengukuran.6

4. Skenario Analisis Kebijakan


Skenario merupakan langkah-langkah hipotetik yang difokuskan pada
proses- proses kausalitas dan titik-titik kritis keputusan.
Selanjutnya seorang analis perlu memikirkan beberapa hal dalam menent
ukan langkah menyusun skenario analisis kebijakan sebagai berikut.

a. Merumuskan lingkungan politik yang relevan dengan masalah kebijakan


yang ditanganinya
b. Menghimpun dan mengorganisasikan informasi politik yang diperlukan

6
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, Pengantar Untuk Memaahami
Kebijakan Pendidikan Dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), 106.

-3-
c. Membuat pertimbangan politik dan mneyiapkan perkiraan kelayakan
politiknya.

Adapun langkah-langkah secara garis besar dalam membuat skenario analisis


kebijakan adalah sebagai berikut.

1) Sebelum menyusun desain alternatif kebijakan, perlu merumuskan dulu


bentuk serangkaian pernyataan-pernyataan hipotetikal, misalnya, jika kita
merekomendasikan kebijakan X, maka kelompok Y akan mendukungnya,
sebaliknya kelompok Z akan cenderung menentangnya
2) Merumuskan secara tepat policy space (ruang kebijakan) dan
mengkaitkannya
dengan substansi kebijakan sebagai policy issue area (daerah isu kebi
jakan). Setiap sistem politik pada esensinya diasumsikan terdiri atas
sejumlah ruang- ruang kebijakan yang posisinya tumpang tindih, yang
dicirikan adanya sejumlah aktor tertentu yang preferensi dan predesposisi
atas kebijakan sangat jelas. Misalnya guru, siswa, dinas pendidikan,
orangtua murid, stakeholders adalah termasuk daerah isu kebijakan dalam
lingkup ruang kebijakan pendidikan dasar dan menengah.
3) Memperhatikan aspek waktu dan fisibilitas sebuah kebijakan
4) Mengkaji informasi politik yang relevan yaitu menyangkut aktor kunci;
motivasi aktor; kepercayaan politik aktor; sumberdaya; pentas para aktor;
dan pertukaran.7

Dalam kaitan dengan skenario analisis kebijakan, ramalan


(estimasi) merupakan hal penting bagaimana fakta yang ada digunakan
untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Estimasi sendiri berkaitan
dengan data dan teori yang dapat menjelaskan tentang subjek yang
kompleks. Data dilihat dalam kaitannya dengan teori yang menjelaskan
tentang hubungan antara komponen dalam sistem sosial.
Kekurangpahaman tentang hubungan sosial elementer dalam

7
Solichin Abdul Wahab. Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, (Malang: UMM Press.
2008), h. 74 - 75

-4-
mengidentifikasi, mengumpulkan dan mengklasifikasikan data akan
mengakibatkan gagalnya analisis kebijakan dilaksanakan.

Sam M. Chan dan Tuti T. Sam mengemukakan mengenai bentuk-


bentuk estimasi (ramalan) kebijakan seperti berikut:

Bentuk Dasar ramalan Fakus utama argumen yang


ramalan mendukung

Proyeksi Kecenderungan sekarang Metode kasus paralel


dan historis

Prediksi Asumsi teoritis Sebab (hukum teoritis) analogi


Perkiraan Judgment subjektif Pemahaman motivasi
Tabel 1. Ramalan Implementasi Kebijakan oleh Sam M. Chan dan
Tuti T. Sam (2005 : 20-21)

5. Hubungan Antara Pembuat dan Pelaksana Kebijakan Pendidikan

Keterlibatan pembuat dan pelaksana dalam evaluasi


kebijakan bergantung kepada corak hubungan antara pembuat dan pelaksana
kebijakan.Pada hubungan yang bersifat teknokratika, kewenangan pembuat
kebijakan sangat besar dan bahkan hampir-hampir mutlak, evaluasi yang
dilakukan oleh pembuat harus diterima oleh pelaksana. Sebaliknya, pada
hubungan yang bersifat swasta birokratis, keterlibatan pembuat kebijakan
sangat kecil, karena sebagian besar kewenangan evaluasi ini ada pada
pelaksana. Bahkan hak kontrol atas pelaksanaan kebijakan ini sangat banyak
ditentukan oleh pelaksana.8
Keterlibatan administrator dalam evaluasi kebijakan, umumnya
berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pelaksana kebijakan.
Pertanggungjawaban hasil evaluasi kebijakan secara formal dan legal ada di
tangan pelaksana meskipun secara materil berada di tangan
administrator.Baik keterlibatan pembuat, pelaksana maupun administrator
dalam evaluasi kebijakan umumnya berada di dalam arena.Jika mereka
memberikan penilaian di luar arena, umunya berkapasitas sebagai pribadi,
atau pemberian penilaian yang bersifat tidak formal.

8
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi
Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 27

-5-
Sementara itu keterlibatan aktor-aktor kebijakan yang bersifat tidak
formal umumnya berada di luar arena.Sebab, jika memang mereka bermaksud
memberikan penilaian secara formal melalui arena, haruslah menjadi aktor
kebijakan formal. Media massa sering kali menjadi mediator dalam penilaian
yang dilakukan oleh peserta-peserta kebijakan tidak formal ini. Dengan
demikian, hasil penilaian tersebut akhirnya juga sampai kepada pelaksana,
entah lambat atau cepat.
Dalam proses penilaian, tidak jarang antara aktor-aktor formal dan
aktor non formal tersebut bekerja sama atau membentuk suatu forum. 9 Forum
tersebut sengaja dibentuk dan dibuat dalam rangka memberikan penilaian
menyeluruh terhadap kebijakan. Dengan adanya forum, akan didapatkan hasil
penilaian yang berasal dari banyak variasi pandangan sehingga didapatkan
hasil penilaian hasil yang lebih komprehensif. Yang termasuk aktor-aktor non
formal evaluasi kebijakan adalah: partai politik, organisasi massa, interest
group, kelompok perantara, mitra pelaksana kebijakan, tokoh perorangan dan
media massa.

Menutut H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho menjelaskan Untuk pembuat


dan pelaksana kebijakan harus fokus pada program perencanaan pembangunan
pendidikan secara formal maka harus fokus pada empat program
pembangunan, sehingga langkah perencanaan untuk implementasi kebijakan
pendidikan akan dapat terlearisasi, adapun empat program fokus tersebut
adalah :10
Program Pertama, yaitu membuka atau memberikan kesempatan untuk
mengeyam pendidikan yang seluas-luasnya bagi warga. Seperti Program
Subsidi berupa Pembebasan SPP dan Program Beasiswa.
Program Kedua, Peningkatan mutu pendidikan yang memiliki relevansi
dengan kebutuhan masyarakat, dilakukan dengan mendirikan Sekolah Kajian11
sehingga peserta didik akan menambah wawasan ilmu pengetahuannya.

9
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis ,,, 28.
10
H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan ,,, 377-379.
11
Sekolah Kajian Merupakan Pengembangan Model Pola Pendidikan dari Perpaduan antara
beberapa pola pendidikan pada sekolah, seperti pada tingkat sekolah SMU yang menekankan disiplin
militer, pola pendidikan di pondok pesantren, dimana siswa tinggal di asrama, dan diperkuat nilai-

-6-
Program Ketiga, Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam
pengelolaan pendidikan. Strategis yang dilakukan adalah dengan meningkatkan
efisiensi kelembagaan dengan penggabungan antardinas-bukan dengan
strategis kelembagaan, bukan mempebesar lembaga dinas pendidikan di tingkat
daerah.
Program Keempat, meningkatkan partisipasi masyarakat, yang
diselenggarakan dengan memanfaatkan program peningkatan kualitas12 sarana
dan prasarana pendidikan.

6. Aktor yang Terlibat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

Aktor kebijakan pendidikan bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu:


para pelaku resmi dan pelaku tak resmi.13 Pelaku resmi kebijakan pendidikan
adalah perorangan atau lembaga yang secara legal memiliki tanggungjawab
berkenaan dengan pendidikan. Aktor tak resmi kebijakan pendidikan adalah
individu atau organisasi yang terdiri dari kelompok kepentingan, partai
politik, dan media.

7. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Implementasi Kebijakan


Pendidikan

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak


variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan
satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel
yang terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada pembatasan dalam
penelitian ini maka peneliti memilih pendekatan yang dikemukakan
oleh Edwards III. Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3)

nilai keagamaanya, dan pola pendidikan sekolah-sekolah di jepang, yang menekankan pada
penguasaan ilmu dan teknologi.
12
Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan dilakukan melalui pola bantuan blok
(block grant), yaitu pola yang mengedepankan partisipasi masyarakat, melalui komite sekolah.
13
Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Analisis ,,, 29.

-7-
disposisi, dan (4) struktur birokrasi.14 Keempat variabel tersebut juga saling
berhubungan satu sama lain.
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang
bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran
dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat
dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar
dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui
secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu.
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat
kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan
tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang
berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar
implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan
sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.
Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel
dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan
kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan
spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya
yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang
akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan
hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor
secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.
Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur
keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu:
1) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali
yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian,
hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui

14
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan ,,,108.

-8-
beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi
di tengah jalan.
2) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima
oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu
menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu
para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan
kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan
menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang
telah ditetapkan.
3) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun
informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan.
Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya
tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting
untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya, kebijakan
hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para


pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan
program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat
diarahkan kepada sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-
fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program
seperti dana dan sarana prasarana.

-9-
Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan
kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara
sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus
dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk
melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik
agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan pelaksana
program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal
yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini
membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus
menguasai teknik-teknik kelistrikan.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan


kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi
bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana
harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi
tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan
undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu
kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan. Kekurangan
informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau
pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien.
Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu
terhadap peraturan pemerintah yang ada.

Sumber daya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk


menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk
membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan
staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan,
serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat
berjalan.

- 10 -
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu
faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap
implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses
implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan,


kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program
kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut.
Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara
tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara
sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program.
Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam
mencapai sasaran program.

Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan


program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari
dukungan pimpinan ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas
program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung
program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis
kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan
dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program
agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan
kebijakan/program.

d. Struktur birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah

- 11 -
adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau
SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan


pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang
rumit dan kompleks.ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi
tidak fleksibel.

8. Problema dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

Implementasi merupakan tahapan pelaksanaan atas sebuah keb


ijakan. Interaksi merupakan konsep penting dalam implementasi, yang
mengacu pada suatu hubungan yang terkadang kompleks.
Dalam implementasi terdapat dua hal yang harus di perhatikan,
yaitu (a) formulasi tujuan kebijakan harus jelas termasuk kelompok
sasaran, siapa yang berperan, dan bagaimana kebijakan tersebut harus
dilaksanakan; dan (b) dana pendukung yang proporsional. Tanpa dana
kebijakan tidak akan pernah terealisir. Implementasi dalam kenyataannya
tidak selalu berjalan dengan baik, beberapa faktor diantaranya adalah:
a. Faktor organisasi
Suatu kebijakan dalam implementasinya seringkali memerlukan
keterlibatan dari banyak organisasi (aktor) yang terkadang memiliki
persepsi dan interest yang berlainan, baik dalam organisasi pemerintah
maupun antara organisasi pemerintah dengan organisasi swasta.
Keadaan ini sering menimbulkan masalah (a)
koordinasi, menyangkut bagaimana mengkoordinasikan kepentingan
yang faktor politik nya sangat berbeda ; (b) compliance, menyangkut
ketaatan bawahan pada instansi yang lebih tinggi.
Faktor politik seringkali disebit sebagai faktor non teknis, yang
mencakup: (a) legislasi tentang isu yang terlalu kabur sebagai akibat dari
tujuan yang ingin dicapai yang sering tidak jelas. Misalnya masalah
penanggulangan anak putus sekolah; (b) log-rolling, dimaksudkan
sebagai gagalnya implementasi suatu program diakibatkan kesalahan
pada saat proses legitimasi, proses bargaining yang dilakukan aktor-aktor

- 12 -
perumus kebijakan dilakukan dengan cara setuju atau ketidaksetujuan
terhadap uslan kebijakan dilakukan dengan tukar tambah atau modifikasi
usulan, sehingga akibatnya setelah usulan ditetapkan menjadi kebijakan,
tujuan menjadi tidak jelas (vague).

b. Faktor politik antar organisasi (aktor)


Merupakan perbedaan mengenai lingkungan politik masing-
masing organisasi, yang disebabkan oleh perbedaan interest dan persepsi
masing-masing aktor.
Dalam konteks hubungan antar organisasi politik (pelaksana)
terbagi dalam:
1) Struktur implementasi secara vertikal
Yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi adalah kepatu
han yang sudah di atur oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat
untuk melaksanakan kebijakan seperti yang telah digariskan sesuai pada
kebutuhan.
2) Struktur implementasi secara horisontal
Dalam struktur ini, koordinasi menjadi kata kunci keberhasilan
implementasi, walaupun seringkali ada kesombongan sektoral masing-
masing instansi dalam mengejar keberhasilan mereka sendiri-sendiri,
yang dalam terminologi implementasi disebut politik antar organisasi
dalam implementasi.
Implementasi kebijakan dalam beberapa kasus dapat dilakukan oleh
bukan organisasi pemerintah, tetapi oleh swasta (interest groups), yang
sering bias karena pelaksana mempunyai keterkaitan dengan kelompok
sasaran (target groups).15
B. PENUTUP
1. Kesimpulan

Implementasi adalah bagian penting dari pekerjaan semua pemimpin


sekolah dan yang sering mereka takuti. Mereka memiliki alasan untuk

15
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi
Objektif Pendidikan di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), 106.

- 13 -
merasa ngeri penerapan kebijakan baru apa pun merupakan kerja keras yang
terbaik dan kegagalan memalukan yang paling buruk. Namun, hari ini, tidak
ada alasan yang baik untuk gagal dalam implementasi kebijakan. Ini adalah
salah satu tahapan proses kebijakan yang paling diteliti, kesalahan standar
sudah diketahui dengan baik; pendekatan yang bisa diterapkan telah
diidentifikasi dan diuji di lapangan. Ini berarti bahwa ketika para pemimpin
mulai merencanakan atau menerapkan kebijakan baru apa pun, mereka
dapat dan harus memiliki kepercayaan diri yang berasal dari mengetahui
bahwa mereka memasuki wilayah yang dipetakan dengan baik. Hari ini,
tidak ada alasan untuk gagal; dasar pengetahuan yang baik, dikombinasikan
dengan pemikiran dan perencanaan, mengarah pada kesuksesan dalam usaha
yang sulit ini.

Implementasi kebijakan di Indonesia menyangkut program dan


kebijakan lainnya yang bukan hanya sekedar proses teknis dalam
melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan, melainkan merupakan
suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan.
Beragam faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi
kesemuanya sangat mempengaruhi seberapa jauh kebijakan yang sudah
ditetapkan dapat diimplementasikan sesuai dengan yang diharapkan, dan
sampai seberapa jauh pula implementasi tersebut mencapai tujuan-tujuan
dari kebijakan itu.

2. Saran

Demikian tugas kelompok makalah tentang “Implementasi Kebijakan:


Mendapatkan Orang untuk Melaksanakan Kebijakan” yang kami susun,
tentunya masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dari penyusun
sendiri yang masih dalam proses belajar, namun pastinya kami masih butuh
masukan dan saran yang bisa meningkatkan kualitas perbaikan dalam
menulis. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada Bapak Dosen pengampu Mata Kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan yang selalu membimbing kami dalam perkuliahan dan kepada
teman-teman yang saling memberi masukan yang sangat berharga.

- 14 -
C. DAFTAR PUSTAKA

Akib ,Haedar , Implementasi Kebijakan : Apa, Mengapa, dan


Bagaimana”, Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn. 2010, 50
– 51. Di akses pada 9 April 2018.
Abdul Wahab, Solichin. Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, Malang: UMM
Press. 2008.

Barnawi , & Muhammad Munadi , Kebijakan Publik di Bidang


Pendidikan”, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

C. Fowler ,Frances, Policy Studies For Educational Leader An Introduction,


(third ed) Boston : Pearson Education, Inc, 2009.

Sebastiar , & Mazmanian, Defenisi Kebijakan Publik, Yogyakarta : Yogis, 2007.


Hasbullah ,H. M., Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan
Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia”, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2015.

Tuti T. Sam , & Sam M. Chan , Analisis SWOT, Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Riant Nugroho , & H.A.R. Tilaar , Kebijakan Pendidikan, Pengantar untuk


Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai
Kebijakan Publik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

- 15 -

Anda mungkin juga menyukai