Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS IMPLEMENTASI TUGAS PEMBANTUAN

DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2016

READING COURSE

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Politik
pada Program Magister Ilmu Politik
Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:

HERI PRIYONO
NIM. 14010114420021

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
1. Judul Buku : Pengantar Analisis Kebijakan Publik
Penulis : William N. Dunn
Penerbit : Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2000
Analisis kebijakan publik adalah salah satu disiplin ilmu sosial terapan yang
memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan informasi yang relevan
dengan kebijakan. Analisis seperti ini sangat diperlukan dalam praktek pengambilan
keputusan disektor publik, dan karenanya dibutuhkan oleh para politisi, konsultan, dan
pengambilan keputusan di pemerintahan. Seiring dengan bertambah kompleksnya masalah
yang dihadapi masyarakat, kebutuhan akan analisis kebijakan dalam proses pembuatan
kebijakan publik pun semakin meningkat.
Analisis kebijakan sebagai bidang studi dipelajari di berbagai pendidikan tinggi,
seperti Jurusan Ilmu Politik, Administrasi Publik, Manajemen, Ekonomi, dan lain-lain.
Pelatihan-Pelatihan untuk aparatur pemerintah acap kali juga memasukkan materi analisis
kebijakan. Buku ini merupakan teks pengantar analisis kebijakan yang terlengkap. Sifat
Pragmatis, Kritis dan Multidisiplin dari analisis kebijakan secara menonjol ditampilkan
dalam buku ini.
Buku ini ditulis dengan sistematika yang sangat rapi, sehingga sarat dengan gambar
dan contoh, sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya. William N. Dunn
adalah Professor dalam Analisis Kebijakan di University of Pittsburgh Amerika Serikat
yang telah dikenal luas kepakarannya dalam bidang ini. Karena itu buku karyanya menjadi
referensi penting dalam pengajaran analisis kebijakan di banyak universitas di dunia.
Menurut William N Dunn Analisis kebijakan ialah Disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta
memindahkan informasi relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat
politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat
deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan
publik meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik,
hukum, etika dan berbagai macam cabang analsisis sistem dan matematika terapan.
Analisis kebijakan ini diharapkan mampu unntuk menghasilkan informasi dan argumen
yang masuk akal mengenai: 1) Nilai yang merupakan sebagai tolok ukur masalah teratasi,
2) fakta yang diaman sebagai pembatas atau meningkatkan nilai, 3) tindakan yang
penerapannya menghasilkan nilai, untuk menghasilkan ketiga hal tersebut seorang analis
dapat memakai satu atau lebih pendekatan yang ada antara lain : empiris, valuatif, dan
normatif.
Pendekatan Empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat
dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menghasilkan informasi yang bersifat
deskriptif. Pendekatan Evaluatif sendiri ditekankan pada penentuan bobot atau nilai
beberapa kebijakan, pada pendekatan ini perkembangan disiplin ilmu inilah yang sering
menjadi akibat dari penelitian terapan ketimbang sebagai penyebabnya. Pendekatan
Normatif ditekanan pada rekomendasi tindakan, menghasilkan informasi yang bersifat
preskriptif serta memiliki hasil rekomendasi terhadap kebijakan apa yg sebaiknya diadopsi
utk masalah publik.

2. Judul Buku : Implementing Public Policy


Penulis : George C. Edward
Penerbit : Texas A&M University, Congressional Quartely Press,
Washington DC
Tahun Terbit : 1980
Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi ialah untuk
membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran
kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa
yang dalam ilmu kebijakan publik (policy science) disebut policy delivery system
(sistem penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau
sarana-sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju
tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. Dalam tulisan ini
pembedaan antara kebijakan (policy) dan program dimaksudkan untuk menunjukkan
bahwa proses implementasi kebijakan itu adalah merupakan fungsi dari implementasi
program dan tergantung pada hasil akhirnya.
Pendekatan kita dalam mempelajari implementasi kebijakan dimulai dengan
gambaran dan pertanyaan: Apa persyaratan bagi suskesnya implementasi kebijakan? Apa
halangan utama untuk suksesnya implementasi kebijakan. Untuk menjawab pertanyaan ini
terdapat empat faktor penting atau variabel dalam impelementasi kebijakan publik, yaitu:
komunikasi, sumberdaya, watak atau perilaku, dan struktur birokrasi. Karena keempat
faktor ini bekerja secara simultan dan beraksi satu sama lain untuk membantu atau
menghalangi implementasi kebijakan, pendekatan yang ideal adalah dengan
menggambarkan kompleksitasnya melalui diskusi keempat faktor ini satu per satu.
1. Komunikasi.
Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan.
Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan
perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten.
2. Sumberdaya
Tanpa adanya sumberdaya, personal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
kebijakan akan bekerja tidak efektif, meskipun perintah telah diberikan secara jelas
dan konsisten, serta disebarkan secara tepat. Sumberdaya yang penting antara lain staf
yang cukup jumlah dan kemampuannya, informasi yang sesuai mengenai bagaimana
perintah dilaksanakan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan
seperti yang diharapkan, dan fasilitas yang dapat memberikan pelayanan seperti
gedung, peralatan, lahan dan persediaan.
3. Disposisi
Jika kebijakan ingin dilaksankan dengan efektif, pelaksana tidak hanya mengetahui
apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi
mereka juga harus memiliki hasrat untuk melaksanakannya.
4. Struktur Birokrasi
Jika sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan telah cukup dan pelaksana
mengetahui apa yang harus dilakukannya dan ingin melakukannya, implementasi
masih dapat dirintangi karena kekurangan struktur birokrasi. Pembagian organisasi
dapat menghalangi koordinasi yang penting bagi suksesnya pelaksanaan kebijakan
yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan pembagian ini
juga dapat membuang sumberdaya yang terbatas, menghambat perubahan,
menciptakan kebingungan, membawa kepada pekerjaan yang menyimpang dari tujuan,
dan menghasilkan terlupanya fungsi penting.

3. Judul Buku : Politic and Policy Implementation in Third World


Penulis : Merielle S. Grindle
Penerbit : Princeton University Press, New Jersey
Tahun Terbit : 1980
Politik pelaksanaan kebijakan baru-baru ini muncul sebagai topik yang diminati
mahasiswa politik di negara-negara industri dan negara-negara Dunia Ketiga.
Implementasi telah menarik perhatian mereka karena terbukti bahwa berbagai faktor -
mulai dari ketersediaan sumber daya yang memadai hingga struktur hubungan antar
pemerintah, dari komitmen pejabat tingkat rendah hingga mekanisme pelaporan di dalam
birokrasi, dari pengaruh politik lawan. kebijakan untuk kecelakaan waktu, keberuntungan,
dan kejadian yang tampaknya tidak terkait - dapat dan sering melakukan intervensi antara
pernyataan tujuan kebijakan dan pencapaian aktual mereka di masyarakat.
Poin pertama di mana pilihan yang mempengaruhi implementasi dibuat adalah ketika
kebijakan atau program ditetapkan pada awalnya. Baik aktor politik maupun administratif
terlibat dalam tugas penetapan tujuan. Di Dunia Ketiga, panduan yang diberikan oleh
kepemimpinan politik mungkin sangat penting karena mungkin ada sedikit kesepakatan di
antara anggota komunitas politik tentang kepercayaan, nilai, dan tujuan fundamental
masyarakat itu sendiri. Dengan tidak adanya isyarat semacam itu dari aktor politik, kondisi
normal mungkin merupakan konflik dan kebingungan yang cukup besar mengenai tujuan
yang dikejar dalam aktivitas publik.
Mahasiswa implementasi kebijakan dan administrasi pembangunan di Dunia Ketiga
sangat prihatin dengan menganalisis dan menjelaskan kegagalan. Kebijakan publik
seringkali tidak diimplementasikan sama sekali, dan mereka yang berhasil melewati proses
implementasi yang berliku-liku seringkali terlihat sangat berbeda dari apa yang sebenarnya
dimaksudkan para perumusnya.
Keberhasilan penerapan kebijakan publik sulit dilakukan di negara-negara Dunia
Pertama; lebih sulit di Dunia Ketiga; dan mungkin yang paling sulit bagi pemerintah
berorientasi reformasi di Dunia Ketiga, seperti yang akan disarankan oleh bab ini.
Pemerintah yang berorientasi pada reformasi berbagi banyak hambatan utama terhadap
implementasi kebijakan seperti kelangkaan sumber daya dan komunikasi yang salah antara
lembaga negara dan warga negara dengan negara Dunia Ketiga lainnya. Sebagai tambahan,
bagaimanapun, pemerintah-pemerintah ini secara definisi memulai program-program
bermasalah dan ambisius yang lebih sulit diterapkan.
Setelah parameter kebijakan yang luas dipilih, pilihan politis dan administratif
penting untuk hasilnya dibuat mengenai strategi yang akan ditempuhnya. Di Dunia Ketiga,
pilihan strategis semacam itu sangat penting karena masalah organisasi, manajerial, dan
politik yang timbul dari birokrasi yang mungkin tidak mereka kenal atau resisten terhadap
program yang memerlukan bentuk perilaku baru, koordinasi dan perencanaan yang lebih
besar, dan gaya yang lebih fleksibel dan responsif. pengelolaan.
Kurangnya sumber daya membatasi pilihan yang tersedia bagi negara berkembang
untuk mengejar kebijakan yang tujuannya menekankan perubahan sosial dan ekonomi.
Setiap pilihan program nasional harus dipertimbangkan dengan hati-hati; setiap program
baru yang menyimpang secara substansial dari praktik yang sudah mapan mungkin
melibatkan risiko kegagalan dan kehilangan sumber daya yang besar. Proyek percontohan
sering dianggap sebagai mekanisme yang berguna karena investasi program dapat
dilindung nilai sampai prototipe desain baru diawali dalam skala kecil. Mayat proyek
percontohan, terutama di sektor sosial, mengotori bidang pengembangan. Meskipun dalam
banyak kasus, seperti Proyek Etawah yang dijelaskan oleh Sussman pada bab sebelumnya,
skema percontohan telah terbukti berhasil dalam mencapai tujuan mereka, sangat jarang
mereka diadopsi secara diperluas dan / atau permanen. Proyek Poshak, yang akan dibahas
dalam bab ini, mengalami nasib yang sama. Alasan strategi penerapan yang diuji tidak
bertahan dalam fase transisi traumatis dari studi percontohan hingga program operasional,
bagaimanapun, bukanlah hal yang diharapkan secara intuitif.
Bagaimana kondisi agar sebuah kebijakan atau program dapat berhasil dilaksanakan
di Dunia Ketiga? Setiap studi kasus dalam buku ini telah mengulangi dua gagasan utama
dalam menanggapi pertanyaan ini. Pertama, pelaku politik dan administratif perlu
memobilisasi kekuatan yang cukup untuk melaksanakan perancangan kebijakan, dan
kemampuan mereka untuk melakukannya tergantung pada pengaruh dan kecenderungan
orang lain di lingkungan politik. Kedua, karena isinya, beberapa kebijakan atau program
sendiri bisa lebih atau kurang sulit dilaksanakan.

4. Judul Buku : Policy Analysis for The Real World


Penulis : Brian W Hogwood and Lewis A. Gunn
Penerbit : Oxford University Press, Oxford
Tahun Terbit : 1983
Sebagai guru analisis kebijakan untuk siswa konvensional dan praktisi kebijakan di
Inggris, kami terkejut saat kami mengembangkan kursus mulai awal tahun 1970an dan
terus berlanjut karena kekurangan materi publikasi yang berasal dari atau relevan dengan,
adegan Inggris. Masalah itu kurang serius hari ini dan beberapa teks Inggris yang berguna
telah muncul dalam beberapa tahun terakhir (lihat misalnya Jenkins, 1978; Pollitt et al.,
1979; Carley, 1980; Ashford, 1981; Burch andWood, 1983). Tetapi untuk setiap rujukan
semacam itu dalam daftar bacaan tipikal, masih ada beberapa yang membutuhkan
pengetahuan mahasiswa Inggris yang tidak biasa tentang, atau kemauan untuk
diinstruksikan, seluk beluk politik lingkungan di San Francisco, katakanlah, atau poin-poin
halus dari prosedur birokratis di Washington DC Jelas, kemudian, masalah menghasilkan
bahan ajar yang sesuai dan mudah didapat untuk kursus bahasa Inggris belum bisa diatasi.
Meskipun minat utama kami adalah dalam memproduksi bahan analisis kebijakan untuk
siswa Inggris, pengalaman kami telah membuat kami menyadari keterbatasan banyak
literatur Amerika bagi siswa Amerika karena ini menawarkan kebenaran generik apa yang
sebenarnya kontinjensi. Sementara ilustrasi yang digunakan dalam buku ini kebanyakan
adalah bahasa Inggris, kami merasa bahwa kerangka kerja umum kami akan menarik bagi
siswa Amerika, terutama mereka yang sebelumnya pernah memikirkan analisis kebijakan
karena hanya politik Amerika yang bereinkarnasi, atau sebagai teknik matematika yang
misterius.
Kursus pengajaran analisis kebijakan yang baik harus membuat siswa sadar akan
repertoar teknik yang tersedia untuk membantu analis dan pengambil keputusan pada
berbagai tahap proses kebijakan. Namun, sebagian besar literatur tentang teknik tertentu
berkonsentrasi pada poin teknis dan mengasumsikan bahwa keputusan 'optimal' secara
otomatis akan diambil dan diterapkan oleh pembuat keputusan tunggal yang berwibawa.
Literatur ini gagal membahas penggunaan dan batasan teknik analisis kebijakan.

5. Judul Buku : Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara


Penulis : M. Irfan Islamy
Penerbit : Sinar Grafika, Jakarta
Tahun Terbit : 2000
Administrasi Negara dan kebijkasanaan negara. Administrasi Negara pada dewasa
ini telah diberikan arti yang lebih dari sekedar pengertiannya yang tradisional. Para ahli
administrasi negara telah meletakan fungsi perumusan kebijaksanaan negara. Administrasi
negara mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam merumuskan kebijaksanaan
negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara
sebagai suatu disiplin ilmu telah mengalami berbagai macam pergantian paradigm ini
membuktikan bahwa administrasi negara bukanlah ilmu yang statis, tetapi terus
berkembang dalam rangka mencari identitas dirinya secara kokoh dan mantap.
Kebijaksanaan negara adalah suatu tindakan tindakan pemerintah. Kebijaksanaan
tidak cukup hanya dinyatakan tetapu dalam bentuk negara. Kebijaksanaan negara baik
utntuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu , mempunyai dan dilandasi
dengan maksud dan tujuan tertentu. Kebijaksanaan negara senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Pembuatan keputusan banyak dilakukan diberbagai macam organisasi. Pembuatan
keputusan itu adalah merupakan salah satu fungsi utama administrator/manager organisasi
termasuk manager organisasi publik. Proses pembuatan keputusan bukanlah pekerjaaan
yang mudah dan sederhana. Hal ini telah mengundang banyak ahli untuk memikiran cara
atau tekhnik pembuatan keputusan yang paling baik. Dalam pembuatan keputusan ada
beberapa yang mempengaruhi, seperti adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, adanya
pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, adanya pengaruh dari
kelompok dari luar, adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Dalam perumusan kebijaksanaan juga ada model-modelnya, dengan pendekatan
proses yaitu model institusional dan model elit-massa. Dan pembuatan proses yang sangat
rumit. Dalam perumusan kebijkasanaan negara juga mengandung nilai didalamnya,
norma-norma dan tujuan-tujuan yang telah mapan yang terdapat dalam masyarakat.

6. Judul Buku : Public Policy: An Evolution Ary Approach


Penulis : James P. Lester and Joseph Stewart Jr
Penerbit : Wadswort, Belmont
Tahun Terbit : 2000
KEBIJAKAN PUBLIK: PENDEKATAN EVOLUSI, memeriksa bagaimana
substansi dan proses kebijakan publik dan pemahaman kita tentang hal itu telah
berkembang di Amerika. Setelah menyediakan pembaca dengan kerangka analisis, historis
dan kontekstual untuk melihat kebijakan publik di AS, para penulis menawarkan
pandangan menyeluruh mengenai berbagai elemen proses pemerintahan termasuk
pengaturan agenda dan definisi masalah, pembentukan kebijakan, implementasi, evaluasi
program, dan perubahan kebijakan dan penghentian Dengan melakukan itu, penulis
memberi perhatian khusus pada berbagai teori yang telah ditawarkan untuk menjelaskan
bagaimana, mengapa, dan efek apa yang dilakukan pemerintah. Para penulis kemudian
melihat tiga area kebijakan penting - lingkungan, pendidikan, dan kesejahteraan - untuk
lebih menggambarkan bagaimana mengatur hasil di AS. Sepanjang teks, penulis
menggambar secara ekstensif mengenai contoh kebijakan yang sebenarnya termasuk
upaya terbaru untuk mereformasi pendidikan dan kesejahteraan dan perang di Irak.
Menyediakan kerangka konseptual untuk membantu siswa ilmu politik memahami proses
kebijakan publik di Amerika Serikat. Menekankan evolusi analisis kebijakan publik
melalui perspektif sejarah yang unik sambil mendiskusikan bagaimana kebijakan saat ini
dirumuskan. Menyeimbangkan pendekatan konservatif dan liberal terhadap kebijakan
publik. Meliputi bab tentang proses kebijakan dan beberapa bidang substantif: pendidikan,
kesejahteraan, kejahatan dan lingkungan.

7. Judul Buku : Hubungan Antara Pusat dan Daerah


Penulis : Josef Riwu Kaho
Penerbit : PolGov UGM, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2011
Buku Analisis Hubungan Pusat dan Daerah ini merupakan buku yang membahas
secara komperhensif dinamika hubungan pusat dan daerah dari masa ke masa dalam
lintasan sejarah bangsa dari mulai masa pemerintahan kolonial sampai pengaturan terbaru
dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Secara umum, hubungan
antara pusat dan daerah mencakup tiga aspek, yaitu hubungan kewenangan, hubungan
keuangan dan hubungan pengawasan. Buku ini mengupas secara mendalam hubungan
yang terjadi dan juga dinamika hubungan tersebut dari masa ke masa, pengaturan ke
pengaturan. Sistematika buku ini dibagi menjadi 5 Bab, yaitu pertama : Pendahuluan yang
berisi sejarah hubungan pusat dan daerah menurut bentuk negara, hubungan pusat dan
daerah di indonesia, konsep-konsep, prinsip maupun asas-asasnya. Kedua : hubungan
kewenangan antara pusat dan daerah. Ketiga : hubungan keuangan antara pusat dan daerah
dan keempat : hubungan pengawasan antara pusat dan daerah. Kelima yaitu penutup.
Hubungan antara pusat dan daerah akan selalu ada dalam suatu negara apapun
bentuk negaranya, baik federal maupun kesatuan. Dikotomi antara negara federal dan
kesatuan ini makin kabur ketika hubungan pusat dan daerah dalam negara federal maupun
negara kesatuan hampir-hampir mirip. Dalam sejarahnya, dahulu bangsa kita juga pernah
memiliki pengalaman menerapkan federasi, yaitu pada jaman kerajaan dahulu. Namun
dengan disepakatinya UUD 1945 sebagai konstitusi, Indonesia secara otomatis menganut
bentuk negara kesatuan dan dengan desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan
negaranya. Dan desentralisasi merupakan pilihan para founding fathers kita dalam
penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945 berikut
penjelasannya. Dalam penjabaran alasan mengenai dianutnya desentralisasi, penulis
banyak mengutip pendapat para ahli, kemudian penulis sendiri menempatkan pendapatnya
dengan mengikuti pendapat mariun yang lebih sederana namun sudah mencakup
pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli yang lain, bahwa desentralisasi dianut demi
tercapainya efektivitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari/di bawah
(grassroots democracy).
Desentralisasi bukan merupakan sistem yang terbaik. Sistem ini juga memiliki
kelebihan dan kekurangannya. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi,
muncullah daerah daerah otonom, yaitu daerah yang berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Yang diatur dan diurus adalah tugas-tugas atau urusan-urusan
tertentu yang diserahkan pemerintah pusat kepada daerah. Teknik yang dapat digunakan
untuk menetapkan bidang mana yang menjadi urusan pemerintah pusat dan mana urusan
daerah ada beberapa , yaitu : (1) sistem residu dimana ditentukan dulu wewenang pusat,
sisanya menjadi wewenang daerah, (2) sistem material dimana tugas pemerintah daerah
ditetapkan satu per satu secara limitatif dan terinci, (3) sistem formal dimana urusan daerah
tidak ditetapkan dengan undang-undang melainkan daeah boleh mengatur urusan yang
dirasa penting bagi daerahnya selama tidak berbenturan dengan kebijakan pemerintah
pusat atau pemerintah daerah di atasnya, (4) sistem otonomi riil dimana penyerahan urusan
kepada daerah sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan riil dari daerah dan (5) prinsip
otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang merupakan variasi dari otonomi
riil yang tercantum dalam UU No 5 Tahun 1974. Urusan otonomi daerah ini tidak statis,
tetapi dinamis : berkembang dan berubah. Hal ini karena terjadinya perubahan di
masyarakat, sehingga urusan daerah dapat ditambah atau ditarik menurut situasi dan
perspektif yang dipakai. Isi dalam bab ini sebagian besar sama dengan buku yang ditulis
oleh penulis sebelumnya yaitu Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang ditulis pertama kali sejak tahun 1988.
Pada bab kedua diterangkan hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan
daerah. Kewenangan merupakan salah satu bentuk kekuasaan. Namun kewenangan
memiliki dimensi keabsahan (legitimate). Dalam kekuasaan, kewenangan dirumuskan
dalam bentuk urusan, yaitu segala aktivitas yang dapat dilaksanakan sebagai hasil dari
kewenangan yang ada. Dalam buku ini dijelaskan secara gamblang hubungan kewenangan
antara pemerintah pusat dan daerah sejak zaman VOC, Hindia Belanda, pendudukan
Jepang, pada masa kemerdekaan hingga pascareformasi 1998.
Pada masa VOC awalnya hubungan antara Belanda dan Indonesia adalah hubungan
dagang. Namun lama kelamaan VOC mendapatkan octroi monopoli, hak untuk
memonopoli perdagangan. Kemudian ditambah lagi VOC diberikan souverenitas
(kedaulatan) yang membuat VOC seolah-oleh menjadi suatu negara. Karena monopoli
membuat nyaman dan melenakan, keuangan VOC akhirnya memburuk dan krach karena
patologi dari luar maupun dari dalam.
Pada zaman hindia belanda, dalam bidang pemerintahan Daendels menerapkan
sistem Pemerintahan Daerah Perancis yang sentralistis. Pulau Jawa dibagi menjadi
sembilan Gewest yang dikepalai oleh seorang Prefect. Selain itu Daendels berusaha
mengikat Bupati di pesisir utara pulau jawa dan Bupati di Priangan dan diberikan status
menjadi pegawai negeri di bawah Prefect. Untuk menjamin kehidupan para Bupati dan
pegawainya, diberikan kewenangan untuk mengadakan pungutan cukai 10% dari usaha
hasil petani dan diberikan kewenangan memungut pajak dari rakyatnya sejumlah 20% dari
hasil panen di daerahnya kepada pemerintah. Kemudian seiring berjalannya waktu pada
1848 terjadi pembaruan hukum di Belanda sehingga diadakan kodifikasi hukum pada 1
Mei 1848. Hal ini kemudian berimplikasi pada pengaturan di Indonesia dengan
pembentukan wilayah administratif secara hierarkis adalah Gewest (yang kemudian
disebut Residentie), Afdeling, District, Onderdistrict. Kemudian pada tahun 1903
dikeluarkan Wethoudende Decentralisatie van hat Bestuur in Nederlandsc Indie atau yang
dikenal Desentalisatie Wet 1903. Relaisasi lebih lanjut dari undang-undang ini dilakukan
dengan Decentralisatie Besluit 1905 dan Locale Redenordonantie. Pada 1922
diundangkanlah Bestuurshervoming Ordonantie yang kemudian lahir Provincie
Ordonantie. Kamudian dibentuk tata urutan pemerintahan provincien, regentschappen dan
stadsgemeeenten. Hal ini berlaku di jawa, sedang di luar jawa dibentuk provinsi
administratif, bukan provinsi otonom seperti di jawa. Kepada provinsi dan Kabupaten ini
sudah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga masing-masing.
Rincian pengurusanpun sudah diberikan. Daerah-daerah yang dikuasai belanda diatur
dengan skema ini, tetapi ada daerah-daerah otonom yang terdiri dari kerajaan-kerajaan asli
seperti Yogyakarta dan Surakara yang disebut Zelfbesturende Landscappen yang memiliki
kontrak politik dengan Belanda.
Pada zaman pendudukan Jepang, bekas jajahan belanda dibagi 3 komando yaitu :
sumatera, jawa dan madura, serta daerah-daerah lain. Kekuasaan militer ini dilaksanakan
angkatan masing-masing yang disebut Gunseikan . baru pada tahun 1943 pemerintahan
berada di satu tangan Saikosikikan . peraturan perundangan yang dikeluarkan disebut
Osamuseirei , dan pemberitaan-pemberitaannya dimuat dalam Kanpo . Osamuseirei no 3
mengatur pemberian wewenang pada walikota yang semula hanya berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya, kini wajib menjalankan urusan pemerintahan umum.
Kemudian melalui osamuseirei no 28 tahun 1942 menetapkan bahwa surakarta dan
yogyakarta diubah menjadi Kooti. Syu dan Kooti merupakan daerah berdiri sendiri khusus
mengurus bidang ekonomi (pangan), sedangkan si dan ken dinyatakan tetap sebagai daerah
otonom. Akan tetapi keputusan-keputusan dapat dibatalkan oleh syutyokan.
Pada masa Republik Indonesia setelah proklamasi, sehari setelahnya ditetapkan
UUD 1945. Kemudian melalui undang-undang No. 1 tahun 1945 ditetapkan bahwa daerah
Indonesia dibagi dalam 8 provinsi, Propinsi dibagi dalam Karesidenan dimana disamping
gubernur atau residen didampingi oleh Komite Nasional Daerah. Pemerintahan dari
karesidenan ada kota berotonomi, kabupaten dan lain-lain. Pada masa itu juga sudah ada
pembagian wewenang antar lapisan pemerintahan. Kemudian melalui UU No.22/1948
Republik Indonesia dibagi-bagi menjadi daerah-daerah otonom dalam 3 tingkatan :
Provinsi sebagai daerah tingkat I, Kabuapten dan Kota Besar sebagai daerah tingkat II dan
Desa dan kota kecil sebagai daerah tingkat III. Dalam undang-undang ini hanya mengatur
asas desentralisasi dan medebewind (tugas pembantuan). Namun UU 22/1948 belum bisa
dilaksanakan sebagaimana mestinya karena situasi dan kondisi saat itu tidak
memungkinkan peneyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai undang-undang tersebut.
Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara bertahap dengan membentuk Undang-
undang pembentukan provinsi yang sekaligus diberikan rincian urusan kewenangannya
pada lampiran A. selain urusan-urusan provinsi, dirinci pula urusan-urusan kabupaten.
Urusan provinsi tercatat ada 15 urusan dan kabupaten 14 urusan. Kemudian dibentuk
provinsi kalimantan dari yang sebelumnya provinsi administratif. Kepada provinsi
kalimantan ini diserahkan 9 urusan. Kabupaten-kabupaten di kalimantan juga hanya
diserahi 9 urusan. Sementara di sumatera dibentuk 3 provinsi yang masing-masing hanya
dibebani 7 urusan serta provinsi di indonesia timur yang diberikan 7 urusan. Urusan-urusan
ini dapat ditambah atau dikurangi dengan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Kemudian dengan undang-undang no 5 tahun 1974 masing-masing daerah tingkat I
dibebani 19 urusan. Daerah tingkat II wajib menyelenggarakan urusan-urusan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Kemudian pasca reformasi 1998, muncul pengaturan baru tentang pemerintahan
daerha melalui UU No 22 tahun 1999. Dalam undang-undang ini semangat yang diusung
adalah semangat otonomi daerah yang lebih banyak memberikan kewenangan kepaa
daerah. Kewenangan daerah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan di bidang lain. Implementasi UU no 22/1999 ini melahirkan
dampak-dampak yang tidak kondusif. Dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi banyak
kasus perebutan kewenangan pusat daerah, maupun tata pemerintahan daerah sendiri,
ketidakharmonisan kepala daerah dengan DPRD, penggelembungan dinas dan birokrasi
lokal, minimnya investasi hingga ketimpangan pendapatan antar daerah.

8. Judul Buku : Implementation and Policy


Penulis : Daniel Mazmanian
Penerbit : Scott Foreman and Company, USA
Tahun Terbit : 1983
Implementasi dan Kebijakan Publik mencakup penjelasan menyeluruh tentang
proses implementasi. Kerangka tersebut menggambarkan lima tahap yang berbeda yang
dimulai dengan perumusan melalui revisi dan perumusan ulang. Lima kasus pelaksanaan
yang terpisah diperiksa: udara bersih, desegregasi sekolah, kota baru, pendidikan
kompensasi, dan pengelolaan zona pesisir. Berguna pada tingkat sarjana, pascasarjana, dan
profesional, buku ini mengukir ceruk penting di bidang studi implementasi saat pertama
kali diterbitkan pada tahun 1983 oleh Scott Foresman Publishers. "Postscript" ekstensif
yang ditulis untuk edisi UPA, mencatat pendekatan baru dan penekanan perubahan di
bidang ini sejak tahun 1983.
Pada tahun 1997, buku ini memenangkan Penghargaan Kontribusi bertahan Aaron
Wildavsky dari Seksi Kebijakan Publik American Political Science Association.
Penghargaan ini dicadangkan untuk buku-buku yang diterbitkan dalam sepuluh sampai
dua puluh tahun terakhir yang terus mempengaruhi studi tentang kebijakan publik.

9. Judul Buku : Public Policy


Penulis : Riant Nugroho
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Tahun Terbit : 2008
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam
kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur
kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap
pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan
sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan
sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7).
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan
publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya
sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu
yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu
tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh
para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu
kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah
atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut
berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu
kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi
pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi
warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang
merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan,
disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas
Dye, 1992; 2-4).
Di sisi lain kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public
actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi
berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi
yang dikenal dengan administrasi negara. Kebutuhan masyarakat tidak seluruhnya dapat
dipenuhi oleh individu atau kelompoknya melainkan diperlukan keterlibatan pihak lain
yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan
administrasi negara.
Proses dilakukan organisasi atau perorangan yang bertindak dalam kedudukannya
sebagai pejabat yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan
yang dikeluarkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Administrasi negara dalam
mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk
mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan menurut Lasswell dan Kaplan yang
dikutip oleh Said Zainal Abidin adalah sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan
kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan
praktik. Pendapat lain tentang kebijakan menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewit adalah
suatu keputusan yang menuntut adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan bagi
pembuat dan pelaksana kebijakan.
10. Judul Buku : Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi
Penulis : A. G. Subarsono
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2008
Studi kebijakan publik yang merupakan bagian dari studi Ilmu Adminitrasi Negara
(Adminitrasi publik) adalah relatif baru karena lahir pada awal tahun 1970-an.Studi
kebijakan publik bersipat multidisilpliner karena meminjam berbagai teori ilmu sosial,
seperti teori politik, ekonomi, psikologi, statistik, dan sebagainya. Dengan mempelajari
studi kebijakan publik di Harapkan akan melahirkan kebijakan yang lebih berkualitas Dan
dapat memecahkan masalah masalah publik secara tepat. Tujuan utama penulisan buku ini
adalah untuk membantu Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah pengantar Kebijakan
publik dan analisis kebijakan publik pada Khusunya, dan peminat studi kebijakan publik
pada Umumnya. Buku singkat ini membahas proses kebijakan publik Sejak dari tahap
penyusunan agenda kebijakan formulasi kebijakan, Adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan evaluasi kebijakan Disertai dengan berbagai contoh konkrit.
Analisis kebijakan publik walaupun merupakan bagian dari Ilmu Administrasi
Negara, tetapi bersifat multidisipliner, karena banyak meminjam teori, metode dan teknik
dari studi ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, dan ilmu psikologi. Studi kebijakan
publik mulai berkembang pada awal tahun 1970-an terutama dengan terbitnya tulisan
Harold D. Laswell tentang Policy Sciences. Salah satu bagian dari analisis kebijakan yang
kurang mendapat perhatian selama ini tetapi bersifat krusial adalah perumusan masalah
kebijakan. Analisis kebijakan sering gagal karena memecahkan masalah yang salah
dibandingkan gagal karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang
benar. Pembahasan tentang forecasting atau peramalan adalah krusial di dalam
pembahasan kebijakan publik. Salah satu tahap berikutnya dalam proses kebijakan publik
adalah tahap pengembangan alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap
berbagai alternatif yang ditawarkan. Tujuan rekomendasi kebijakan adalah memberikan
alternatif kebijakan yang paling unggul dibanding dengan alternatif kebijakan yang lain.
Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan
pemerintah. Monitoring dan evaluasi pada dasarnya adalah kegiatan untuk melakukan
evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan
sedang diimplementasikan. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu
kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup
waktu. Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan harus
dievaluasi.

11. Judul Buku : Policy Analysis: Concepts and Practice


Penulis : David L. Weimer dan Aidan R. Vining
Penerbit : Prentice Hall, New Jersey
Tahun Terbit : 1999
Dengan terbitnya buku teks ini, bidang analisis kebijakan mencapai kedewasaan
yang berdampak meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini sangat mengejutkan karena
kekuatan buku terbagi dalam garis yang agak berbeda dari yang penulis maksudkan.
Weimer dan Vining mengatakan bahwa "analisis kebijakan adalah saran berorientasi klien
yang relevan dengan keputusan publik," namun definisi yang terlalu luas akan dipenuhi
oleh kata-kata bijak dari John Mitchell, Bert Lance, atau Oliver North, yang tidak ada yang
mengklaim keahlian di bidang materi pelajaran buku Prestasi di sini harus dilakukan
dengan tidak mengajarkan responsif kepada atasan, tetapi dengan eksposisi ekonomi
kesejahteraan kontemporer, disiplin yang dengannya analisis kebijakan Weimer dan
Vining dibangun.
Para penulis sering kembali ke tema mereka bahwa perhatian terhadap persepsi klien
sangat penting dalam analisis kebijakan. Seluruh bab dikhususkan untuk gagasan itu.
Seringkali pembaca berhati-hati untuk menolak mencoba membuat masalah agar sesuai
dengan teknik standar; Sebaliknya, analis kebijakan pemula ditegur untuk membingkai
masalah klien, lalu menggunakan metode apa pun yang diperlukan untuk menjelaskannya.
Bagian-bagian dari buku itu ad hoc dan tidak memuaskan. Daging buku yang ingin saya
tetapkan sebagai bacaan wajib bagi siswa di mata kuliah utama Humphrey Institute
mengenai analisis kebijakan, adalah bagian kegagalan pasar dan nonpasar dan pada apa
yang oleh Weimer dan Vining disebut sebagai kebijakan "generik" untuk memperbaiki
cacat institusional tersebut. . Tidak ada teks lain yang bisa kita temukan secara menyeluruh
tentang kegagalan pasar dan nonpasar, dan presentasinya lebih mengesankan karena dibuat
dalam bahasa Inggris yang cermat dan geometri sederhana. Kontribusi terbesar muncul
dalam bab tentang kebijakan umum, di mana penulis terlibat dalam sintesis kreatif dari
jenis yang jarang ditemukan di buku teks.
Selama beberapa dekade diterapkan, mikroekonomi sebagian besar terdiri dari
kegagalan pasar dan mencatat kemungkinan solusi yang dapat dikelola oleh pejabat
pemerintah jika mereka kebetulan mendengarkan. Anggapan yang tidak teruji itu adalah
bahwa pembuat keputusan semangat publik di pemerintahan akan benar dengan kesalahan
yang diidentifikasi. Dengan menerapkan asumsi kepentingan pribadi kepada aktor publik
(dengan demikian menemukan penjelasan kegagalan nonpasar yang sejajar dengan
kegagalan pasar) telah memperluas wilayah ekonomi, sebuah titik yang dikembangkan
dalam buku ini. Perpanjangan asumsi kepentingan sendiri telah memaksa pencarian
kebijakan yang efektif yang tidak bergantung pada semangat publik pejabat pemerintah
yang konsisten. Pencarian ini telah membawa Weimer dan Vining ke lima kebijakan
generik mereka: membebaskan, memfasilitasi, dan merangsang pasar; mengubah insentif
dengan cara subsidi dan pajak; menetapkan peraturan; penyediaan layanan melalui
mekanisme nonpasar; dan menyediakan asuransi dan "bantal".
Ekonomi sebagai analisis kebijakan mewujudkan asumsi tentang perilaku individu
yang, jika diterapkan pada klien, membuat orang tersebut tidak sesuai atau tidak segan
untuk bertindak sesuai kepentingan publik, yang dipahami sebagai maksimalisasi manfaat
bersih bagi masyarakat. Karena hal itu menjadi lebih dipahami secara luas, seseorang
berharap bahwa analis kebijakan tidak hanya akan mengambil untuk mendidik seluruh
masyarakat tentang pentingnya disain institusi publik dan swasta, namun juga akan
merenungkan pentingnya semangat publik untuk kesuksesan bentuk pemerintah. Di dalam
institusi yang dirancang dengan baik, meski sering tertarik pada diri sendiri, berorientasi
pada struktur insentif untuk bertindak secara konsisten dengan tujuan publik. Lembaga
yang dirancang terbaik mengikis sisi jahat kepentingan pribadi dan menumbuhkan
pemikiran lainnya. Weimer dan Vining menunjukkan kepada kita transformasi analisis
kebijakan dari menasihati klien untuk merancang institusi.

12. Judul Buku : Teori dan Proses Kebijakan Publik


Penulis : Budi Winarno
Penerbit : Presindo, Jakarta
Tahun Terbit : 2002
Secara garis besar, dan ditinjau dari babnya sudah terlihat dengan jelas dan
terperinci bahwa buku Budi Winarno ini mengandung beberpa hal berikut; Pertama,
defenisi kebijakan publik dari berbagai tinjauan pendekatan dan teori para ilmuwan sosial.
Kedua, model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik,yang didalam buku ini
dijabarkan secara lugas dan sekali lagi sangat sistematis dan terarah menurut saya. Ketiga,
bahasan lengkap dalam penjelasan mengenai masalah publik, dan mana yang bukan
merupakan masalah publik. Keempat, di dalam buku ini juga dikonklusikan mengenai
perencanaan kebijakan publik, tahap-pertahap di dalamnya sangat dibahas dengan jelas
dan adil. Kelima, di bagian bab selanjutnya, buku ini mengetengahkan perumusan
kebijakan publik secara teroganisir dan tersistematis. Keenam, hal yang menarik lagi kita
akan mengetahui tahap implementasi kebijakan publik yang merupakan maksud langsung
dari teori yang dijabarkan dalam bab-bab awal. Ketujuh, setelah tahap implementasi di
dalam buku ini juga dijelaskan mengenai evaluasi, perubahan dan terminasi kebijakan
publik. Kedelapan, dalam buku ini terdapat bab terakhir yang membahas dan
mengkomparasikan contoh luar biasa kebijakan publik di negara Brazil dan negara Kuba,
dua negara besar yang menerapkan kebijakan publik sebagai teknik mutahkir dalam tujuan
memulihkan dan membangun negaranya.
Menurut saya buku ini mempunyai kelebihan, yaitu sangat menarik untuk dikaji
oleh setiap mahasiswa yang tertarik mempelajari ilmu politik, dosen yang memerlukan
rujukan ilmiah hal ini tidak terlepas dari penjabaran demi penjabaran oleh ilmuan sosial
yang beragam latar belakangnya, sehingga mengenai kebijakan publik kita sendiri dapat
melihatnya dengan kaca mata berpikir dari berbagai latar belakang dan masyarakat yang
tertarik mengamati di bidang kebijakan publik. Selain itu pembahasan demi pembahasan
yang terstruktur dalam buku ini tentunya menunjukkan cara berpikir ilmiah dan sistematis,
sehingga diharapkan memudahkan bagi kalangan manapun yang ingin mengkaji
Kebijakan Publik dengan beragam pisau analisa.
Sulit bagi saya untuk mencari kelemahan dari buku ini, karena menurut pendapat
saya buku ini telah sukses mengantarkan seseorang untuk bisa memahami apa itu
kebijakan publik dari segi teori dan proses(implementasi). Namun hal yang seharusnya
yang juga ada dalam buku ini adalah sejarah perkembangan kebijakan publik dan juga
implementasi untuk negara Indonesia di buku ini menjadi alasan yang termarjinal kan yang
menjadikan kekurangan di buku ini.
Pembahasan kebijakan dalam buku ini dengan merujuk pada pendekatan proses
diatas, akan mulai dengan mendefinisikan terlebih bahulu mengenai apakah kebijakan
publik tersebut. Bab kedua, dalam buku ini akan secara khusus membahas mengenai
apakah yang dimaksud dengan kebijakan publik. Berbagai defenisi mengenai kebijakan
publik akan dipaparkan dalam bab ini. Pemaparan ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman awal mengenai kebjakan publik itu sendiri, sehingga kita dapat dengan mudah
membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain. Ada banyak
defenisi mengenai kebijakan publik yang dikemukkan oleh para ahli. Masing-masing
defenisi memberi penekanan yang berbeda beda dan cenderung disesuaikan dengan latar
belakang masing-masing ilmuwan. Pada akhirnya defenisi kebjakan publik yang
dikemukakan oleh james Anderson akan dijadikan rujukan atau dianggap paling tepat
untuk mendefinisikan kebijakan publik. Selain itu, bab kedua dalam buku ini juga berusaha
untuk menelaah evolusi dan domain kebijakan publik. Pembahasan mengenai domain atau
area studi, dimaksudkan untuk memberi kerangka acuan bagi para peminat kebijakan
publik mengenai bidang pa saja yang dapat dikaji dalam studi kebijakan publlik. Dengan
demikian, para peminat studi kebijakan publik dapat menentukan aspek-aspek apa saja
yang menarik untuk dikaji. Seperti dapat kita lihat nanti dalam pembahasan di bab kedua
buku ini, domain kebijakan publik telah berkembang seiring dengan minat para ilmuan
politik terhadap kebijakan publik. Pada awalnya studi kebijakan publik terbatas pada
hukum dan ketertiban, namun area studi kebijakan publik telah melampaui bidang tersebut.
Studi ini telah mencakup berbagai bidang seperti misalnya pendidikan, kesehatan,
perumahan, pariwisata, industri, perdagangan, transportasi atau perhubungan. Para
ilmuwan politik yang lebih cenderung menggunakan pendekatan substansif biasanya
mengkaji bentuk bentuk kbijakan seperti ini.
Pembahasan pada bab berikutnya berkaitan dengan model dan pendekatan yang
biasa digunakan dalam analisis kebijakan publik. Pada bab ini akan dipaparkan pendekatan
yang biasa digunakan oleh para ahli dalam melakukan model-model dan pendekatan
pendekatan analisis kebijakan. Pembahasan yang dilakukan oleh James Anderson, James
P. Lester dan Joseph Stewar akan dijadikan acuan untuk mengupas model-model dan
pendekatan-pendekatan dalam analisis kebijakan. Seperti dalam hal pendefinisian
kebijakan publik, dalam menetapkan model- model dan penekatan dalam analisis
kebijakan, para ahli juga cenderung berbeda satu dan lainnya. Model yang akan dibahas
dalam bab ini meluputi model pluralis, dan model elitis. Sementara itu, beberapa
pendekatan yang akan dikupas dalam analisis kebijakan adalah pendekatan kelompok,
pendekatan proses fungsional yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswel, pendekatan
kelembagaaan, pendekatan peran serta warga negara dan pendekatan psikologis. Ditambah
dengan sembilan pendekatan yang dikemukakan oleh Lester dan Stewart, yakni
pendekatan proses, pendekatan substantif, pendektan logikal-positivist, pendekatan
ekonometrik, pendekatan fenomologik, pendekatan partisipatori, pendekatan normatif,
pendekatan ideologik, pendekatan historis. Pembahasan model-model dan pendekatan
pendekatan dalam analisis kebijakan publik ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam
melakukan analisis kajian kebijakan publik dan untuk memberikan alat yang dapat
digunakan untuk mempermudah dalam kajian terhadap kebijakan publik. Dalam
melakukan pembahasn terhadap model-model dan pendekatan-pendekatan ini tidak
ditujukan untuk menentukan pendekatan atau model terbaik, karena masing-masing
pendekatan dan model yang dikemukakan oleh para ahli memiliki keunggulannya masing
masing. Biasanya, pendekatan atau model tersebut cocok untuk mengkaji kebijakan publik
dalam suatu kasus tertentu, namun gagal dalam menjelaskan kasus yang lain.
Kesimpulannya, bagaimanapun saya beranggapan bahwa buku ini sudah bisa
dijadikan bahan rujukan utama mengenai topik Kebijakan Publik. Tapi terdapat hal-hal
yang perlu diperhatikan juga seperti implementasi kebijakan publik di Indonesia dan
negara berkembang lainnya sama sekali tidak saya temui secara pasti dan rinci di dalam
bahasan buku ini, sehingga kita sangat sulit menemukan bagaimana implementasi
kebijakan publik di Indonesia dan masa tahun 2000-an.

Anda mungkin juga menyukai