untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Politik pada Program Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
HERI PRIYONO NIM. 14010114420021
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017 1. Judul Buku : Pengantar Analisis Kebijakan Publik Penulis : William N. Dunn Penerbit : Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tahun Terbit : 2000 Analisis kebijakan publik adalah salah satu disiplin ilmu sosial terapan yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan. Analisis seperti ini sangat diperlukan dalam praktek pengambilan keputusan disektor publik, dan karenanya dibutuhkan oleh para politisi, konsultan, dan pengambilan keputusan di pemerintahan. Seiring dengan bertambah kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat, kebutuhan akan analisis kebijakan dalam proses pembuatan kebijakan publik pun semakin meningkat. Analisis kebijakan sebagai bidang studi dipelajari di berbagai pendidikan tinggi, seperti Jurusan Ilmu Politik, Administrasi Publik, Manajemen, Ekonomi, dan lain-lain. Pelatihan-Pelatihan untuk aparatur pemerintah acap kali juga memasukkan materi analisis kebijakan. Buku ini merupakan teks pengantar analisis kebijakan yang terlengkap. Sifat Pragmatis, Kritis dan Multidisiplin dari analisis kebijakan secara menonjol ditampilkan dalam buku ini. Buku ini ditulis dengan sistematika yang sangat rapi, sehingga sarat dengan gambar dan contoh, sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya. William N. Dunn adalah Professor dalam Analisis Kebijakan di University of Pittsburgh Amerika Serikat yang telah dikenal luas kepakarannya dalam bidang ini. Karena itu buku karyanya menjadi referensi penting dalam pengajaran analisis kebijakan di banyak universitas di dunia. Menurut William N Dunn Analisis kebijakan ialah Disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta memindahkan informasi relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan publik meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika dan berbagai macam cabang analsisis sistem dan matematika terapan. Analisis kebijakan ini diharapkan mampu unntuk menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal mengenai: 1) Nilai yang merupakan sebagai tolok ukur masalah teratasi, 2) fakta yang diaman sebagai pembatas atau meningkatkan nilai, 3) tindakan yang penerapannya menghasilkan nilai, untuk menghasilkan ketiga hal tersebut seorang analis dapat memakai satu atau lebih pendekatan yang ada antara lain : empiris, valuatif, dan normatif. Pendekatan Empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menghasilkan informasi yang bersifat deskriptif. Pendekatan Evaluatif sendiri ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan, pada pendekatan ini perkembangan disiplin ilmu inilah yang sering menjadi akibat dari penelitian terapan ketimbang sebagai penyebabnya. Pendekatan Normatif ditekanan pada rekomendasi tindakan, menghasilkan informasi yang bersifat preskriptif serta memiliki hasil rekomendasi terhadap kebijakan apa yg sebaiknya diadopsi utk masalah publik.
2. Judul Buku : Implementing Public Policy
Penulis : George C. Edward Penerbit : Texas A&M University, Congressional Quartely Press, Washington DC Tahun Terbit : 1980 Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan publik (policy science) disebut policy delivery system (sistem penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. Dalam tulisan ini pembedaan antara kebijakan (policy) dan program dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan itu adalah merupakan fungsi dari implementasi program dan tergantung pada hasil akhirnya. Pendekatan kita dalam mempelajari implementasi kebijakan dimulai dengan gambaran dan pertanyaan: Apa persyaratan bagi suskesnya implementasi kebijakan? Apa halangan utama untuk suksesnya implementasi kebijakan. Untuk menjawab pertanyaan ini terdapat empat faktor penting atau variabel dalam impelementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi, sumberdaya, watak atau perilaku, dan struktur birokrasi. Karena keempat faktor ini bekerja secara simultan dan beraksi satu sama lain untuk membantu atau menghalangi implementasi kebijakan, pendekatan yang ideal adalah dengan menggambarkan kompleksitasnya melalui diskusi keempat faktor ini satu per satu. 1. Komunikasi. Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten. 2. Sumberdaya Tanpa adanya sumberdaya, personal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan akan bekerja tidak efektif, meskipun perintah telah diberikan secara jelas dan konsisten, serta disebarkan secara tepat. Sumberdaya yang penting antara lain staf yang cukup jumlah dan kemampuannya, informasi yang sesuai mengenai bagaimana perintah dilaksanakan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan seperti yang diharapkan, dan fasilitas yang dapat memberikan pelayanan seperti gedung, peralatan, lahan dan persediaan. 3. Disposisi Jika kebijakan ingin dilaksankan dengan efektif, pelaksana tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi mereka juga harus memiliki hasrat untuk melaksanakannya. 4. Struktur Birokrasi Jika sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan telah cukup dan pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukannya dan ingin melakukannya, implementasi masih dapat dirintangi karena kekurangan struktur birokrasi. Pembagian organisasi dapat menghalangi koordinasi yang penting bagi suksesnya pelaksanaan kebijakan yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan pembagian ini juga dapat membuang sumberdaya yang terbatas, menghambat perubahan, menciptakan kebingungan, membawa kepada pekerjaan yang menyimpang dari tujuan, dan menghasilkan terlupanya fungsi penting.
3. Judul Buku : Politic and Policy Implementation in Third World
Penulis : Merielle S. Grindle Penerbit : Princeton University Press, New Jersey Tahun Terbit : 1980 Politik pelaksanaan kebijakan baru-baru ini muncul sebagai topik yang diminati mahasiswa politik di negara-negara industri dan negara-negara Dunia Ketiga. Implementasi telah menarik perhatian mereka karena terbukti bahwa berbagai faktor - mulai dari ketersediaan sumber daya yang memadai hingga struktur hubungan antar pemerintah, dari komitmen pejabat tingkat rendah hingga mekanisme pelaporan di dalam birokrasi, dari pengaruh politik lawan. kebijakan untuk kecelakaan waktu, keberuntungan, dan kejadian yang tampaknya tidak terkait - dapat dan sering melakukan intervensi antara pernyataan tujuan kebijakan dan pencapaian aktual mereka di masyarakat. Poin pertama di mana pilihan yang mempengaruhi implementasi dibuat adalah ketika kebijakan atau program ditetapkan pada awalnya. Baik aktor politik maupun administratif terlibat dalam tugas penetapan tujuan. Di Dunia Ketiga, panduan yang diberikan oleh kepemimpinan politik mungkin sangat penting karena mungkin ada sedikit kesepakatan di antara anggota komunitas politik tentang kepercayaan, nilai, dan tujuan fundamental masyarakat itu sendiri. Dengan tidak adanya isyarat semacam itu dari aktor politik, kondisi normal mungkin merupakan konflik dan kebingungan yang cukup besar mengenai tujuan yang dikejar dalam aktivitas publik. Mahasiswa implementasi kebijakan dan administrasi pembangunan di Dunia Ketiga sangat prihatin dengan menganalisis dan menjelaskan kegagalan. Kebijakan publik seringkali tidak diimplementasikan sama sekali, dan mereka yang berhasil melewati proses implementasi yang berliku-liku seringkali terlihat sangat berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan para perumusnya. Keberhasilan penerapan kebijakan publik sulit dilakukan di negara-negara Dunia Pertama; lebih sulit di Dunia Ketiga; dan mungkin yang paling sulit bagi pemerintah berorientasi reformasi di Dunia Ketiga, seperti yang akan disarankan oleh bab ini. Pemerintah yang berorientasi pada reformasi berbagi banyak hambatan utama terhadap implementasi kebijakan seperti kelangkaan sumber daya dan komunikasi yang salah antara lembaga negara dan warga negara dengan negara Dunia Ketiga lainnya. Sebagai tambahan, bagaimanapun, pemerintah-pemerintah ini secara definisi memulai program-program bermasalah dan ambisius yang lebih sulit diterapkan. Setelah parameter kebijakan yang luas dipilih, pilihan politis dan administratif penting untuk hasilnya dibuat mengenai strategi yang akan ditempuhnya. Di Dunia Ketiga, pilihan strategis semacam itu sangat penting karena masalah organisasi, manajerial, dan politik yang timbul dari birokrasi yang mungkin tidak mereka kenal atau resisten terhadap program yang memerlukan bentuk perilaku baru, koordinasi dan perencanaan yang lebih besar, dan gaya yang lebih fleksibel dan responsif. pengelolaan. Kurangnya sumber daya membatasi pilihan yang tersedia bagi negara berkembang untuk mengejar kebijakan yang tujuannya menekankan perubahan sosial dan ekonomi. Setiap pilihan program nasional harus dipertimbangkan dengan hati-hati; setiap program baru yang menyimpang secara substansial dari praktik yang sudah mapan mungkin melibatkan risiko kegagalan dan kehilangan sumber daya yang besar. Proyek percontohan sering dianggap sebagai mekanisme yang berguna karena investasi program dapat dilindung nilai sampai prototipe desain baru diawali dalam skala kecil. Mayat proyek percontohan, terutama di sektor sosial, mengotori bidang pengembangan. Meskipun dalam banyak kasus, seperti Proyek Etawah yang dijelaskan oleh Sussman pada bab sebelumnya, skema percontohan telah terbukti berhasil dalam mencapai tujuan mereka, sangat jarang mereka diadopsi secara diperluas dan / atau permanen. Proyek Poshak, yang akan dibahas dalam bab ini, mengalami nasib yang sama. Alasan strategi penerapan yang diuji tidak bertahan dalam fase transisi traumatis dari studi percontohan hingga program operasional, bagaimanapun, bukanlah hal yang diharapkan secara intuitif. Bagaimana kondisi agar sebuah kebijakan atau program dapat berhasil dilaksanakan di Dunia Ketiga? Setiap studi kasus dalam buku ini telah mengulangi dua gagasan utama dalam menanggapi pertanyaan ini. Pertama, pelaku politik dan administratif perlu memobilisasi kekuatan yang cukup untuk melaksanakan perancangan kebijakan, dan kemampuan mereka untuk melakukannya tergantung pada pengaruh dan kecenderungan orang lain di lingkungan politik. Kedua, karena isinya, beberapa kebijakan atau program sendiri bisa lebih atau kurang sulit dilaksanakan.
4. Judul Buku : Policy Analysis for The Real World
Penulis : Brian W Hogwood and Lewis A. Gunn Penerbit : Oxford University Press, Oxford Tahun Terbit : 1983 Sebagai guru analisis kebijakan untuk siswa konvensional dan praktisi kebijakan di Inggris, kami terkejut saat kami mengembangkan kursus mulai awal tahun 1970an dan terus berlanjut karena kekurangan materi publikasi yang berasal dari atau relevan dengan, adegan Inggris. Masalah itu kurang serius hari ini dan beberapa teks Inggris yang berguna telah muncul dalam beberapa tahun terakhir (lihat misalnya Jenkins, 1978; Pollitt et al., 1979; Carley, 1980; Ashford, 1981; Burch andWood, 1983). Tetapi untuk setiap rujukan semacam itu dalam daftar bacaan tipikal, masih ada beberapa yang membutuhkan pengetahuan mahasiswa Inggris yang tidak biasa tentang, atau kemauan untuk diinstruksikan, seluk beluk politik lingkungan di San Francisco, katakanlah, atau poin-poin halus dari prosedur birokratis di Washington DC Jelas, kemudian, masalah menghasilkan bahan ajar yang sesuai dan mudah didapat untuk kursus bahasa Inggris belum bisa diatasi. Meskipun minat utama kami adalah dalam memproduksi bahan analisis kebijakan untuk siswa Inggris, pengalaman kami telah membuat kami menyadari keterbatasan banyak literatur Amerika bagi siswa Amerika karena ini menawarkan kebenaran generik apa yang sebenarnya kontinjensi. Sementara ilustrasi yang digunakan dalam buku ini kebanyakan adalah bahasa Inggris, kami merasa bahwa kerangka kerja umum kami akan menarik bagi siswa Amerika, terutama mereka yang sebelumnya pernah memikirkan analisis kebijakan karena hanya politik Amerika yang bereinkarnasi, atau sebagai teknik matematika yang misterius. Kursus pengajaran analisis kebijakan yang baik harus membuat siswa sadar akan repertoar teknik yang tersedia untuk membantu analis dan pengambil keputusan pada berbagai tahap proses kebijakan. Namun, sebagian besar literatur tentang teknik tertentu berkonsentrasi pada poin teknis dan mengasumsikan bahwa keputusan 'optimal' secara otomatis akan diambil dan diterapkan oleh pembuat keputusan tunggal yang berwibawa. Literatur ini gagal membahas penggunaan dan batasan teknik analisis kebijakan.
5. Judul Buku : Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara
Penulis : M. Irfan Islamy Penerbit : Sinar Grafika, Jakarta Tahun Terbit : 2000 Administrasi Negara dan kebijkasanaan negara. Administrasi Negara pada dewasa ini telah diberikan arti yang lebih dari sekedar pengertiannya yang tradisional. Para ahli administrasi negara telah meletakan fungsi perumusan kebijaksanaan negara. Administrasi negara mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam merumuskan kebijaksanaan negara dan oleh karenanya merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara sebagai suatu disiplin ilmu telah mengalami berbagai macam pergantian paradigm ini membuktikan bahwa administrasi negara bukanlah ilmu yang statis, tetapi terus berkembang dalam rangka mencari identitas dirinya secara kokoh dan mantap. Kebijaksanaan negara adalah suatu tindakan tindakan pemerintah. Kebijaksanaan tidak cukup hanya dinyatakan tetapu dalam bentuk negara. Kebijaksanaan negara baik utntuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu , mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu. Kebijaksanaan negara senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pembuatan keputusan banyak dilakukan diberbagai macam organisasi. Pembuatan keputusan itu adalah merupakan salah satu fungsi utama administrator/manager organisasi termasuk manager organisasi publik. Proses pembuatan keputusan bukanlah pekerjaaan yang mudah dan sederhana. Hal ini telah mengundang banyak ahli untuk memikiran cara atau tekhnik pembuatan keputusan yang paling baik. Dalam pembuatan keputusan ada beberapa yang mempengaruhi, seperti adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, adanya pengaruh dari kelompok dari luar, adanya pengaruh keadaan masa lalu. Dalam perumusan kebijaksanaan juga ada model-modelnya, dengan pendekatan proses yaitu model institusional dan model elit-massa. Dan pembuatan proses yang sangat rumit. Dalam perumusan kebijkasanaan negara juga mengandung nilai didalamnya, norma-norma dan tujuan-tujuan yang telah mapan yang terdapat dalam masyarakat.
6. Judul Buku : Public Policy: An Evolution Ary Approach
Penulis : James P. Lester and Joseph Stewart Jr Penerbit : Wadswort, Belmont Tahun Terbit : 2000 KEBIJAKAN PUBLIK: PENDEKATAN EVOLUSI, memeriksa bagaimana substansi dan proses kebijakan publik dan pemahaman kita tentang hal itu telah berkembang di Amerika. Setelah menyediakan pembaca dengan kerangka analisis, historis dan kontekstual untuk melihat kebijakan publik di AS, para penulis menawarkan pandangan menyeluruh mengenai berbagai elemen proses pemerintahan termasuk pengaturan agenda dan definisi masalah, pembentukan kebijakan, implementasi, evaluasi program, dan perubahan kebijakan dan penghentian Dengan melakukan itu, penulis memberi perhatian khusus pada berbagai teori yang telah ditawarkan untuk menjelaskan bagaimana, mengapa, dan efek apa yang dilakukan pemerintah. Para penulis kemudian melihat tiga area kebijakan penting - lingkungan, pendidikan, dan kesejahteraan - untuk lebih menggambarkan bagaimana mengatur hasil di AS. Sepanjang teks, penulis menggambar secara ekstensif mengenai contoh kebijakan yang sebenarnya termasuk upaya terbaru untuk mereformasi pendidikan dan kesejahteraan dan perang di Irak. Menyediakan kerangka konseptual untuk membantu siswa ilmu politik memahami proses kebijakan publik di Amerika Serikat. Menekankan evolusi analisis kebijakan publik melalui perspektif sejarah yang unik sambil mendiskusikan bagaimana kebijakan saat ini dirumuskan. Menyeimbangkan pendekatan konservatif dan liberal terhadap kebijakan publik. Meliputi bab tentang proses kebijakan dan beberapa bidang substantif: pendidikan, kesejahteraan, kejahatan dan lingkungan.
7. Judul Buku : Hubungan Antara Pusat dan Daerah
Penulis : Josef Riwu Kaho Penerbit : PolGov UGM, Yogyakarta Tahun Terbit : 2011 Buku Analisis Hubungan Pusat dan Daerah ini merupakan buku yang membahas secara komperhensif dinamika hubungan pusat dan daerah dari masa ke masa dalam lintasan sejarah bangsa dari mulai masa pemerintahan kolonial sampai pengaturan terbaru dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Secara umum, hubungan antara pusat dan daerah mencakup tiga aspek, yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan dan hubungan pengawasan. Buku ini mengupas secara mendalam hubungan yang terjadi dan juga dinamika hubungan tersebut dari masa ke masa, pengaturan ke pengaturan. Sistematika buku ini dibagi menjadi 5 Bab, yaitu pertama : Pendahuluan yang berisi sejarah hubungan pusat dan daerah menurut bentuk negara, hubungan pusat dan daerah di indonesia, konsep-konsep, prinsip maupun asas-asasnya. Kedua : hubungan kewenangan antara pusat dan daerah. Ketiga : hubungan keuangan antara pusat dan daerah dan keempat : hubungan pengawasan antara pusat dan daerah. Kelima yaitu penutup. Hubungan antara pusat dan daerah akan selalu ada dalam suatu negara apapun bentuk negaranya, baik federal maupun kesatuan. Dikotomi antara negara federal dan kesatuan ini makin kabur ketika hubungan pusat dan daerah dalam negara federal maupun negara kesatuan hampir-hampir mirip. Dalam sejarahnya, dahulu bangsa kita juga pernah memiliki pengalaman menerapkan federasi, yaitu pada jaman kerajaan dahulu. Namun dengan disepakatinya UUD 1945 sebagai konstitusi, Indonesia secara otomatis menganut bentuk negara kesatuan dan dengan desentralisasi sebagai asas penyelenggaraan negaranya. Dan desentralisasi merupakan pilihan para founding fathers kita dalam penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945 berikut penjelasannya. Dalam penjabaran alasan mengenai dianutnya desentralisasi, penulis banyak mengutip pendapat para ahli, kemudian penulis sendiri menempatkan pendapatnya dengan mengikuti pendapat mariun yang lebih sederana namun sudah mencakup pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli yang lain, bahwa desentralisasi dianut demi tercapainya efektivitas pemerintahan dan demi terlaksananya demokrasi dari/di bawah (grassroots democracy). Desentralisasi bukan merupakan sistem yang terbaik. Sistem ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi, muncullah daerah daerah otonom, yaitu daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Yang diatur dan diurus adalah tugas-tugas atau urusan-urusan tertentu yang diserahkan pemerintah pusat kepada daerah. Teknik yang dapat digunakan untuk menetapkan bidang mana yang menjadi urusan pemerintah pusat dan mana urusan daerah ada beberapa , yaitu : (1) sistem residu dimana ditentukan dulu wewenang pusat, sisanya menjadi wewenang daerah, (2) sistem material dimana tugas pemerintah daerah ditetapkan satu per satu secara limitatif dan terinci, (3) sistem formal dimana urusan daerah tidak ditetapkan dengan undang-undang melainkan daeah boleh mengatur urusan yang dirasa penting bagi daerahnya selama tidak berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah di atasnya, (4) sistem otonomi riil dimana penyerahan urusan kepada daerah sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan riil dari daerah dan (5) prinsip otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab yang merupakan variasi dari otonomi riil yang tercantum dalam UU No 5 Tahun 1974. Urusan otonomi daerah ini tidak statis, tetapi dinamis : berkembang dan berubah. Hal ini karena terjadinya perubahan di masyarakat, sehingga urusan daerah dapat ditambah atau ditarik menurut situasi dan perspektif yang dipakai. Isi dalam bab ini sebagian besar sama dengan buku yang ditulis oleh penulis sebelumnya yaitu Prospek Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditulis pertama kali sejak tahun 1988. Pada bab kedua diterangkan hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kewenangan merupakan salah satu bentuk kekuasaan. Namun kewenangan memiliki dimensi keabsahan (legitimate). Dalam kekuasaan, kewenangan dirumuskan dalam bentuk urusan, yaitu segala aktivitas yang dapat dilaksanakan sebagai hasil dari kewenangan yang ada. Dalam buku ini dijelaskan secara gamblang hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sejak zaman VOC, Hindia Belanda, pendudukan Jepang, pada masa kemerdekaan hingga pascareformasi 1998. Pada masa VOC awalnya hubungan antara Belanda dan Indonesia adalah hubungan dagang. Namun lama kelamaan VOC mendapatkan octroi monopoli, hak untuk memonopoli perdagangan. Kemudian ditambah lagi VOC diberikan souverenitas (kedaulatan) yang membuat VOC seolah-oleh menjadi suatu negara. Karena monopoli membuat nyaman dan melenakan, keuangan VOC akhirnya memburuk dan krach karena patologi dari luar maupun dari dalam. Pada zaman hindia belanda, dalam bidang pemerintahan Daendels menerapkan sistem Pemerintahan Daerah Perancis yang sentralistis. Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan Gewest yang dikepalai oleh seorang Prefect. Selain itu Daendels berusaha mengikat Bupati di pesisir utara pulau jawa dan Bupati di Priangan dan diberikan status menjadi pegawai negeri di bawah Prefect. Untuk menjamin kehidupan para Bupati dan pegawainya, diberikan kewenangan untuk mengadakan pungutan cukai 10% dari usaha hasil petani dan diberikan kewenangan memungut pajak dari rakyatnya sejumlah 20% dari hasil panen di daerahnya kepada pemerintah. Kemudian seiring berjalannya waktu pada 1848 terjadi pembaruan hukum di Belanda sehingga diadakan kodifikasi hukum pada 1 Mei 1848. Hal ini kemudian berimplikasi pada pengaturan di Indonesia dengan pembentukan wilayah administratif secara hierarkis adalah Gewest (yang kemudian disebut Residentie), Afdeling, District, Onderdistrict. Kemudian pada tahun 1903 dikeluarkan Wethoudende Decentralisatie van hat Bestuur in Nederlandsc Indie atau yang dikenal Desentalisatie Wet 1903. Relaisasi lebih lanjut dari undang-undang ini dilakukan dengan Decentralisatie Besluit 1905 dan Locale Redenordonantie. Pada 1922 diundangkanlah Bestuurshervoming Ordonantie yang kemudian lahir Provincie Ordonantie. Kamudian dibentuk tata urutan pemerintahan provincien, regentschappen dan stadsgemeeenten. Hal ini berlaku di jawa, sedang di luar jawa dibentuk provinsi administratif, bukan provinsi otonom seperti di jawa. Kepada provinsi dan Kabupaten ini sudah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga masing-masing. Rincian pengurusanpun sudah diberikan. Daerah-daerah yang dikuasai belanda diatur dengan skema ini, tetapi ada daerah-daerah otonom yang terdiri dari kerajaan-kerajaan asli seperti Yogyakarta dan Surakara yang disebut Zelfbesturende Landscappen yang memiliki kontrak politik dengan Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang, bekas jajahan belanda dibagi 3 komando yaitu : sumatera, jawa dan madura, serta daerah-daerah lain. Kekuasaan militer ini dilaksanakan angkatan masing-masing yang disebut Gunseikan . baru pada tahun 1943 pemerintahan berada di satu tangan Saikosikikan . peraturan perundangan yang dikeluarkan disebut Osamuseirei , dan pemberitaan-pemberitaannya dimuat dalam Kanpo . Osamuseirei no 3 mengatur pemberian wewenang pada walikota yang semula hanya berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya, kini wajib menjalankan urusan pemerintahan umum. Kemudian melalui osamuseirei no 28 tahun 1942 menetapkan bahwa surakarta dan yogyakarta diubah menjadi Kooti. Syu dan Kooti merupakan daerah berdiri sendiri khusus mengurus bidang ekonomi (pangan), sedangkan si dan ken dinyatakan tetap sebagai daerah otonom. Akan tetapi keputusan-keputusan dapat dibatalkan oleh syutyokan. Pada masa Republik Indonesia setelah proklamasi, sehari setelahnya ditetapkan UUD 1945. Kemudian melalui undang-undang No. 1 tahun 1945 ditetapkan bahwa daerah Indonesia dibagi dalam 8 provinsi, Propinsi dibagi dalam Karesidenan dimana disamping gubernur atau residen didampingi oleh Komite Nasional Daerah. Pemerintahan dari karesidenan ada kota berotonomi, kabupaten dan lain-lain. Pada masa itu juga sudah ada pembagian wewenang antar lapisan pemerintahan. Kemudian melalui UU No.22/1948 Republik Indonesia dibagi-bagi menjadi daerah-daerah otonom dalam 3 tingkatan : Provinsi sebagai daerah tingkat I, Kabuapten dan Kota Besar sebagai daerah tingkat II dan Desa dan kota kecil sebagai daerah tingkat III. Dalam undang-undang ini hanya mengatur asas desentralisasi dan medebewind (tugas pembantuan). Namun UU 22/1948 belum bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya karena situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan peneyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai undang-undang tersebut. Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara bertahap dengan membentuk Undang- undang pembentukan provinsi yang sekaligus diberikan rincian urusan kewenangannya pada lampiran A. selain urusan-urusan provinsi, dirinci pula urusan-urusan kabupaten. Urusan provinsi tercatat ada 15 urusan dan kabupaten 14 urusan. Kemudian dibentuk provinsi kalimantan dari yang sebelumnya provinsi administratif. Kepada provinsi kalimantan ini diserahkan 9 urusan. Kabupaten-kabupaten di kalimantan juga hanya diserahi 9 urusan. Sementara di sumatera dibentuk 3 provinsi yang masing-masing hanya dibebani 7 urusan serta provinsi di indonesia timur yang diberikan 7 urusan. Urusan-urusan ini dapat ditambah atau dikurangi dengan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Kemudian dengan undang-undang no 5 tahun 1974 masing-masing daerah tingkat I dibebani 19 urusan. Daerah tingkat II wajib menyelenggarakan urusan-urusan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Kemudian pasca reformasi 1998, muncul pengaturan baru tentang pemerintahan daerha melalui UU No 22 tahun 1999. Dalam undang-undang ini semangat yang diusung adalah semangat otonomi daerah yang lebih banyak memberikan kewenangan kepaa daerah. Kewenangan daerah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lain. Implementasi UU no 22/1999 ini melahirkan dampak-dampak yang tidak kondusif. Dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi banyak kasus perebutan kewenangan pusat daerah, maupun tata pemerintahan daerah sendiri, ketidakharmonisan kepala daerah dengan DPRD, penggelembungan dinas dan birokrasi lokal, minimnya investasi hingga ketimpangan pendapatan antar daerah.
8. Judul Buku : Implementation and Policy
Penulis : Daniel Mazmanian Penerbit : Scott Foreman and Company, USA Tahun Terbit : 1983 Implementasi dan Kebijakan Publik mencakup penjelasan menyeluruh tentang proses implementasi. Kerangka tersebut menggambarkan lima tahap yang berbeda yang dimulai dengan perumusan melalui revisi dan perumusan ulang. Lima kasus pelaksanaan yang terpisah diperiksa: udara bersih, desegregasi sekolah, kota baru, pendidikan kompensasi, dan pengelolaan zona pesisir. Berguna pada tingkat sarjana, pascasarjana, dan profesional, buku ini mengukir ceruk penting di bidang studi implementasi saat pertama kali diterbitkan pada tahun 1983 oleh Scott Foresman Publishers. "Postscript" ekstensif yang ditulis untuk edisi UPA, mencatat pendekatan baru dan penekanan perubahan di bidang ini sejak tahun 1983. Pada tahun 1997, buku ini memenangkan Penghargaan Kontribusi bertahan Aaron Wildavsky dari Seksi Kebijakan Publik American Political Science Association. Penghargaan ini dicadangkan untuk buku-buku yang diterbitkan dalam sepuluh sampai dua puluh tahun terakhir yang terus mempengaruhi studi tentang kebijakan publik.
9. Judul Buku : Public Policy
Penulis : Riant Nugroho Penerbit : PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Tahun Terbit : 2008 Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7). Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4). Di sisi lain kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan administrasi negara. Kebutuhan masyarakat tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh individu atau kelompoknya melainkan diperlukan keterlibatan pihak lain yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan administrasi negara. Proses dilakukan organisasi atau perorangan yang bertindak dalam kedudukannya sebagai pejabat yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Kebijakan menurut Lasswell dan Kaplan yang dikutip oleh Said Zainal Abidin adalah sarana untuk mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik. Pendapat lain tentang kebijakan menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewit adalah suatu keputusan yang menuntut adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan bagi pembuat dan pelaksana kebijakan. 10. Judul Buku : Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi Penulis : A. G. Subarsono Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tahun Terbit : 2008 Studi kebijakan publik yang merupakan bagian dari studi Ilmu Adminitrasi Negara (Adminitrasi publik) adalah relatif baru karena lahir pada awal tahun 1970-an.Studi kebijakan publik bersipat multidisilpliner karena meminjam berbagai teori ilmu sosial, seperti teori politik, ekonomi, psikologi, statistik, dan sebagainya. Dengan mempelajari studi kebijakan publik di Harapkan akan melahirkan kebijakan yang lebih berkualitas Dan dapat memecahkan masalah masalah publik secara tepat. Tujuan utama penulisan buku ini adalah untuk membantu Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah pengantar Kebijakan publik dan analisis kebijakan publik pada Khusunya, dan peminat studi kebijakan publik pada Umumnya. Buku singkat ini membahas proses kebijakan publik Sejak dari tahap penyusunan agenda kebijakan formulasi kebijakan, Adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan Disertai dengan berbagai contoh konkrit. Analisis kebijakan publik walaupun merupakan bagian dari Ilmu Administrasi Negara, tetapi bersifat multidisipliner, karena banyak meminjam teori, metode dan teknik dari studi ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, dan ilmu psikologi. Studi kebijakan publik mulai berkembang pada awal tahun 1970-an terutama dengan terbitnya tulisan Harold D. Laswell tentang Policy Sciences. Salah satu bagian dari analisis kebijakan yang kurang mendapat perhatian selama ini tetapi bersifat krusial adalah perumusan masalah kebijakan. Analisis kebijakan sering gagal karena memecahkan masalah yang salah dibandingkan gagal karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang benar. Pembahasan tentang forecasting atau peramalan adalah krusial di dalam pembahasan kebijakan publik. Salah satu tahap berikutnya dalam proses kebijakan publik adalah tahap pengembangan alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang ditawarkan. Tujuan rekomendasi kebijakan adalah memberikan alternatif kebijakan yang paling unggul dibanding dengan alternatif kebijakan yang lain. Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Monitoring dan evaluasi pada dasarnya adalah kegiatan untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Monitoring dilakukan ketika sebuah kebijakan sedang diimplementasikan. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan harus dievaluasi.
11. Judul Buku : Policy Analysis: Concepts and Practice
Penulis : David L. Weimer dan Aidan R. Vining Penerbit : Prentice Hall, New Jersey Tahun Terbit : 1999 Dengan terbitnya buku teks ini, bidang analisis kebijakan mencapai kedewasaan yang berdampak meningkat di tahun-tahun mendatang. Hal ini sangat mengejutkan karena kekuatan buku terbagi dalam garis yang agak berbeda dari yang penulis maksudkan. Weimer dan Vining mengatakan bahwa "analisis kebijakan adalah saran berorientasi klien yang relevan dengan keputusan publik," namun definisi yang terlalu luas akan dipenuhi oleh kata-kata bijak dari John Mitchell, Bert Lance, atau Oliver North, yang tidak ada yang mengklaim keahlian di bidang materi pelajaran buku Prestasi di sini harus dilakukan dengan tidak mengajarkan responsif kepada atasan, tetapi dengan eksposisi ekonomi kesejahteraan kontemporer, disiplin yang dengannya analisis kebijakan Weimer dan Vining dibangun. Para penulis sering kembali ke tema mereka bahwa perhatian terhadap persepsi klien sangat penting dalam analisis kebijakan. Seluruh bab dikhususkan untuk gagasan itu. Seringkali pembaca berhati-hati untuk menolak mencoba membuat masalah agar sesuai dengan teknik standar; Sebaliknya, analis kebijakan pemula ditegur untuk membingkai masalah klien, lalu menggunakan metode apa pun yang diperlukan untuk menjelaskannya. Bagian-bagian dari buku itu ad hoc dan tidak memuaskan. Daging buku yang ingin saya tetapkan sebagai bacaan wajib bagi siswa di mata kuliah utama Humphrey Institute mengenai analisis kebijakan, adalah bagian kegagalan pasar dan nonpasar dan pada apa yang oleh Weimer dan Vining disebut sebagai kebijakan "generik" untuk memperbaiki cacat institusional tersebut. . Tidak ada teks lain yang bisa kita temukan secara menyeluruh tentang kegagalan pasar dan nonpasar, dan presentasinya lebih mengesankan karena dibuat dalam bahasa Inggris yang cermat dan geometri sederhana. Kontribusi terbesar muncul dalam bab tentang kebijakan umum, di mana penulis terlibat dalam sintesis kreatif dari jenis yang jarang ditemukan di buku teks. Selama beberapa dekade diterapkan, mikroekonomi sebagian besar terdiri dari kegagalan pasar dan mencatat kemungkinan solusi yang dapat dikelola oleh pejabat pemerintah jika mereka kebetulan mendengarkan. Anggapan yang tidak teruji itu adalah bahwa pembuat keputusan semangat publik di pemerintahan akan benar dengan kesalahan yang diidentifikasi. Dengan menerapkan asumsi kepentingan pribadi kepada aktor publik (dengan demikian menemukan penjelasan kegagalan nonpasar yang sejajar dengan kegagalan pasar) telah memperluas wilayah ekonomi, sebuah titik yang dikembangkan dalam buku ini. Perpanjangan asumsi kepentingan sendiri telah memaksa pencarian kebijakan yang efektif yang tidak bergantung pada semangat publik pejabat pemerintah yang konsisten. Pencarian ini telah membawa Weimer dan Vining ke lima kebijakan generik mereka: membebaskan, memfasilitasi, dan merangsang pasar; mengubah insentif dengan cara subsidi dan pajak; menetapkan peraturan; penyediaan layanan melalui mekanisme nonpasar; dan menyediakan asuransi dan "bantal". Ekonomi sebagai analisis kebijakan mewujudkan asumsi tentang perilaku individu yang, jika diterapkan pada klien, membuat orang tersebut tidak sesuai atau tidak segan untuk bertindak sesuai kepentingan publik, yang dipahami sebagai maksimalisasi manfaat bersih bagi masyarakat. Karena hal itu menjadi lebih dipahami secara luas, seseorang berharap bahwa analis kebijakan tidak hanya akan mengambil untuk mendidik seluruh masyarakat tentang pentingnya disain institusi publik dan swasta, namun juga akan merenungkan pentingnya semangat publik untuk kesuksesan bentuk pemerintah. Di dalam institusi yang dirancang dengan baik, meski sering tertarik pada diri sendiri, berorientasi pada struktur insentif untuk bertindak secara konsisten dengan tujuan publik. Lembaga yang dirancang terbaik mengikis sisi jahat kepentingan pribadi dan menumbuhkan pemikiran lainnya. Weimer dan Vining menunjukkan kepada kita transformasi analisis kebijakan dari menasihati klien untuk merancang institusi.
12. Judul Buku : Teori dan Proses Kebijakan Publik
Penulis : Budi Winarno Penerbit : Presindo, Jakarta Tahun Terbit : 2002 Secara garis besar, dan ditinjau dari babnya sudah terlihat dengan jelas dan terperinci bahwa buku Budi Winarno ini mengandung beberpa hal berikut; Pertama, defenisi kebijakan publik dari berbagai tinjauan pendekatan dan teori para ilmuwan sosial. Kedua, model dan pendekatan dalam analisis kebijakan publik,yang didalam buku ini dijabarkan secara lugas dan sekali lagi sangat sistematis dan terarah menurut saya. Ketiga, bahasan lengkap dalam penjelasan mengenai masalah publik, dan mana yang bukan merupakan masalah publik. Keempat, di dalam buku ini juga dikonklusikan mengenai perencanaan kebijakan publik, tahap-pertahap di dalamnya sangat dibahas dengan jelas dan adil. Kelima, di bagian bab selanjutnya, buku ini mengetengahkan perumusan kebijakan publik secara teroganisir dan tersistematis. Keenam, hal yang menarik lagi kita akan mengetahui tahap implementasi kebijakan publik yang merupakan maksud langsung dari teori yang dijabarkan dalam bab-bab awal. Ketujuh, setelah tahap implementasi di dalam buku ini juga dijelaskan mengenai evaluasi, perubahan dan terminasi kebijakan publik. Kedelapan, dalam buku ini terdapat bab terakhir yang membahas dan mengkomparasikan contoh luar biasa kebijakan publik di negara Brazil dan negara Kuba, dua negara besar yang menerapkan kebijakan publik sebagai teknik mutahkir dalam tujuan memulihkan dan membangun negaranya. Menurut saya buku ini mempunyai kelebihan, yaitu sangat menarik untuk dikaji oleh setiap mahasiswa yang tertarik mempelajari ilmu politik, dosen yang memerlukan rujukan ilmiah hal ini tidak terlepas dari penjabaran demi penjabaran oleh ilmuan sosial yang beragam latar belakangnya, sehingga mengenai kebijakan publik kita sendiri dapat melihatnya dengan kaca mata berpikir dari berbagai latar belakang dan masyarakat yang tertarik mengamati di bidang kebijakan publik. Selain itu pembahasan demi pembahasan yang terstruktur dalam buku ini tentunya menunjukkan cara berpikir ilmiah dan sistematis, sehingga diharapkan memudahkan bagi kalangan manapun yang ingin mengkaji Kebijakan Publik dengan beragam pisau analisa. Sulit bagi saya untuk mencari kelemahan dari buku ini, karena menurut pendapat saya buku ini telah sukses mengantarkan seseorang untuk bisa memahami apa itu kebijakan publik dari segi teori dan proses(implementasi). Namun hal yang seharusnya yang juga ada dalam buku ini adalah sejarah perkembangan kebijakan publik dan juga implementasi untuk negara Indonesia di buku ini menjadi alasan yang termarjinal kan yang menjadikan kekurangan di buku ini. Pembahasan kebijakan dalam buku ini dengan merujuk pada pendekatan proses diatas, akan mulai dengan mendefinisikan terlebih bahulu mengenai apakah kebijakan publik tersebut. Bab kedua, dalam buku ini akan secara khusus membahas mengenai apakah yang dimaksud dengan kebijakan publik. Berbagai defenisi mengenai kebijakan publik akan dipaparkan dalam bab ini. Pemaparan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman awal mengenai kebjakan publik itu sendiri, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain. Ada banyak defenisi mengenai kebijakan publik yang dikemukkan oleh para ahli. Masing-masing defenisi memberi penekanan yang berbeda beda dan cenderung disesuaikan dengan latar belakang masing-masing ilmuwan. Pada akhirnya defenisi kebjakan publik yang dikemukakan oleh james Anderson akan dijadikan rujukan atau dianggap paling tepat untuk mendefinisikan kebijakan publik. Selain itu, bab kedua dalam buku ini juga berusaha untuk menelaah evolusi dan domain kebijakan publik. Pembahasan mengenai domain atau area studi, dimaksudkan untuk memberi kerangka acuan bagi para peminat kebijakan publik mengenai bidang pa saja yang dapat dikaji dalam studi kebijakan publlik. Dengan demikian, para peminat studi kebijakan publik dapat menentukan aspek-aspek apa saja yang menarik untuk dikaji. Seperti dapat kita lihat nanti dalam pembahasan di bab kedua buku ini, domain kebijakan publik telah berkembang seiring dengan minat para ilmuan politik terhadap kebijakan publik. Pada awalnya studi kebijakan publik terbatas pada hukum dan ketertiban, namun area studi kebijakan publik telah melampaui bidang tersebut. Studi ini telah mencakup berbagai bidang seperti misalnya pendidikan, kesehatan, perumahan, pariwisata, industri, perdagangan, transportasi atau perhubungan. Para ilmuwan politik yang lebih cenderung menggunakan pendekatan substansif biasanya mengkaji bentuk bentuk kbijakan seperti ini. Pembahasan pada bab berikutnya berkaitan dengan model dan pendekatan yang biasa digunakan dalam analisis kebijakan publik. Pada bab ini akan dipaparkan pendekatan yang biasa digunakan oleh para ahli dalam melakukan model-model dan pendekatan pendekatan analisis kebijakan. Pembahasan yang dilakukan oleh James Anderson, James P. Lester dan Joseph Stewar akan dijadikan acuan untuk mengupas model-model dan pendekatan-pendekatan dalam analisis kebijakan. Seperti dalam hal pendefinisian kebijakan publik, dalam menetapkan model- model dan penekatan dalam analisis kebijakan, para ahli juga cenderung berbeda satu dan lainnya. Model yang akan dibahas dalam bab ini meluputi model pluralis, dan model elitis. Sementara itu, beberapa pendekatan yang akan dikupas dalam analisis kebijakan adalah pendekatan kelompok, pendekatan proses fungsional yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswel, pendekatan kelembagaaan, pendekatan peran serta warga negara dan pendekatan psikologis. Ditambah dengan sembilan pendekatan yang dikemukakan oleh Lester dan Stewart, yakni pendekatan proses, pendekatan substantif, pendektan logikal-positivist, pendekatan ekonometrik, pendekatan fenomologik, pendekatan partisipatori, pendekatan normatif, pendekatan ideologik, pendekatan historis. Pembahasan model-model dan pendekatan pendekatan dalam analisis kebijakan publik ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam melakukan analisis kajian kebijakan publik dan untuk memberikan alat yang dapat digunakan untuk mempermudah dalam kajian terhadap kebijakan publik. Dalam melakukan pembahasn terhadap model-model dan pendekatan-pendekatan ini tidak ditujukan untuk menentukan pendekatan atau model terbaik, karena masing-masing pendekatan dan model yang dikemukakan oleh para ahli memiliki keunggulannya masing masing. Biasanya, pendekatan atau model tersebut cocok untuk mengkaji kebijakan publik dalam suatu kasus tertentu, namun gagal dalam menjelaskan kasus yang lain. Kesimpulannya, bagaimanapun saya beranggapan bahwa buku ini sudah bisa dijadikan bahan rujukan utama mengenai topik Kebijakan Publik. Tapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan juga seperti implementasi kebijakan publik di Indonesia dan negara berkembang lainnya sama sekali tidak saya temui secara pasti dan rinci di dalam bahasan buku ini, sehingga kita sangat sulit menemukan bagaimana implementasi kebijakan publik di Indonesia dan masa tahun 2000-an.