Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KOMUNIKASI LINTAS AGAMA

Tentang

TEORI-TEORI KOMUNIKASI LINTAS AGAMA

Dipresentasikan Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Program Studi Ilmu


Komunikasi Semester VII Mata Kuliah Komunikasi Lintas Agama

OLEH

Kelompok-7 /Ilmu Komunikasi-2 HUMAS

Loula Umaiyah Indriana NIM 0105192028


Muhammad Azruddin Nasution NIM 0105192037

DOSEN PENGAMPU

Dr. Hendripal Panjaitan, S.Pd.,M.A.,M.Si.


NIP. 195910011986031002

PROGRAM STUDI
ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
A. Pendahuluan
Didalam kehidupan masyarakat majemuk mengharuskan adanya
komunikasi yang baik. Sebagai contoh, keberagaman beragama didalam suatu
lingkungan memaksa individu untuk hidup berdampingan, berpartisipasi ataupun
saling melayani dengan komitmen untuk memperkuat keamanan Negara. Didalam
hubungan antar individu yang berbeda agama, jalinan yang kuat bisa dirasakan
kepada sahabat ataupun dengan kerabat.
Al-Qur’an menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia dan
merupakan kebutuhan dasar hidup manusia. Komunikasi bertujuan agar manusia
saling mengenal dan mengamalkan taqwa serta menebarkan semangat kedamaian
dan kenyamanan yang berefek pada dunia dan akhirat. Komunikasi yang
dimaksud yaitu komunikasi yang islami, yaitu komunikasi yang berlandaskan
akhlaq al-karimah. Komunikasi islami merupakan proses penyampaian pesan atau
informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip dan
kaidah komunikasi yang terdapat didalam Al-Qur’an dan Hadis.
Tujuan dari komunikasi yaitu untuk menyelesaikan tugas-tugas penting
untuk kebutuhan kita yang menyangkut atau berhubungan dengan orang lain.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak akan terselesaikan bila tidak dihubungkan
atau dikomunikasikan.
Dalam perspektif islam, komunikasi dapat terwujud antara Allah dengan
Nabi saw atau manusia dengan perantara malaikat. Komunikasi secara vertical
(hubungan manusia dengan Allah) dapat terwujud melalui perantara doa, sholat
dan ibadah lainnya. Sedangkan komunikasi secara horizontal (terhadap sesama
manusia) dapat terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang dapat kita
sebut dengan muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia,
seperti sosial, budaya, politik, ekonomi, seni, dll. Praktik dialog antaragama
sangat penting untuk menumbuhkan perdamaian dan pemahaman diantara
mereka. Dialog antaragama sebagai bentuk komunikasi mencakup segala aspek
yang berbau keagamaan seperti dialog kehidupan sehari-hari, karya sosial
bersama ataupun pengalaman beragama.

1
Komunikasi yang efektif memerlukan kemahiran dalam berkata-kata agar
dapat menyampaikan pesan dengan jelas kepada penerimanya. Hal tersebut dapat
terpenuhi jika terjadi dua hal yaitu apabila komunikator menyesuaikan
pembicaraannya dengan sifat khalayak yang dihadapinya dan menyentuh pada
hati dan pikirannya sekaligus.
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, agar komunikasi lintas agama
yang kita lakukan dapat diterima dengan baik maka kita membutuhkan teori
komunikasi yang dapat dijadikan sebagai win-win solution dalam membangun
komunikasi serta untuk memberikan kemampuan pada kita untuk mengenali hal-
hal yang belum kita ketahui sebelumnya dalam proses komunikasi dan tentunya
dalam segi islami yang akan dibahas dalam makalah ini.

B. Pembahasan
Pemakalah menjabarkan tentang definisi dan fungsi teori komunikasi lintas
agama, jenis-jenis teori komunikasi lintas agama, face negotiation theory, anxiety
/Uncertainty management theory dan speech codes theory.
1. Definisi dan Fungsi Teori Komunikasi Lintas Agama
Membicarakan tentang komunikasi lintas agama sebenarnya tidak ada
ujungnya mulai digagas masa Rasulullah Muhammad saw dengan Piagam
Madinah-nya sampai sekarang sejumlah pertemuan para tokoh agama di tingkat
regional, nasional, sampai tingkat internasional. Tetapi tujuannya hampir tidak
jauh beda sejak dicetuskannya Piagam Madinah sampai sekarang, yakni untuk
membendung radikalisme kelompok-kelompok tertentu, untuk membangun
sebuah peradaban dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Buktinya, semakin sering terjadi radikalisme atau terorisme, maka
semakin intens para tokoh lintas agama untuk melakukan pertemuan. Komunikasi
lintas agama sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari peran Rasulullah
Muhammad yang mencetuskan ide Piagam Madinah. Saat Piagam Madinah
dicetuskan, kota yang sebelumnya bernama Yasrib itu dihuni oleh banyak etnik
dan agama. Setidaknya Dr Solatun dalam naskahnya Komunikasi Antar agama
sebuah studi Hermeneutik menyebut terdapat etnik Aus dan Hazraj. Kedua etnik

2
tersebut dibawah dominasi komunitas Yahudi yang menguasai sebagian besar
sarana dana aktifitas perekonomian.
Masih dalam kota Madinah, terdapat juga kaum Anshor (penduduk asli
Madinah) dan Muhajirin (warga Makkah yang menjadi pendatang di Madinah)
yang memiliki agama sendiri, Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad. Pada
tahun 624 M, Madinah yang multikultural itu sudah menata sebuah perundang-
undangan Piagam Madinah yang semangatnya adalah perdamaian dengan didasari
komunikasi lintas agama.1
Piagam Madinah tidak lain adalah keputusan Nabi Muhammad yang berisi
ketentuan-ketentuan pokok yang mengatur segala segi kehidupan (ideologi,
politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan) masyarakat
Madinah yang terdiri dari komunitas Muslim, Nasrani dan Yahudi untuk hidup
berdampingan dalam sebuah masyarakat. Nabi Muhammad mengambil langkah
yang sangat strategis itu setelah didahului dengan menyatukan komunitas muslim
pribumi (Anshar) dan komunitas muslim pendatang yang ikut hijrah bersama
Rasulullah. Setelah kedua pendatang dan pribumi benar-benar dirasa menjadi satu
kekuatan yang utuh, Rasululullah baru bergerak mengatur strategi untuk
menggeser dominasi Yahudi. 2
Dalam komunikasi lintas agama masa Rasulullah terbangun dengan sangat
sempurna termasuk tercatat dalam sejarah komunikasi lintas agama paling
komunikatif yang pernah ada dalam sejarah kehidupan manusia. Tetapi
sayangnya, kondisi saat itu tidak bisa diwarisi secara sempurna baik oleh umat
Islam sendiri maupun oleh umat Yahudi.
Di Indonesia yang dianggap menjadi negara multikultural dan beraneka
agama seharusnya bisa meneruskan teladan Rasulullah dalam membangun
komunikasi lintas Agama. Sampai sejauh ini komunikasi lintas agama di
Indonesia masih sering tercederai dan mudah diletupkan untuk bersinggungan satu
agama dengan agama lainnya.

1
Mujib Ridwan, Komunikasi Lintas Agama Dalam Prespektif Islam, Al-Hikmah, Vol. 1
No. 1, Maret 2011, h. 29.
2
Deddy Mulyana, Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 370.

3
Beberapa contoh yang bisa ditengok ke belakang adalah kasus Ambon.
Peristiwa memilukan pada pertengahan tahun 1990-an yang letupannya dari
singgungan antar agama itu membuah banyak nyawa melayang dan banyak rumah
terbakar oleh keberingasan anak Adam. Contoh lain kasus Situbondo yang juga
banyak menewaskan orang.
KH Abdurrahman Wahid yang akrab disebut Gus Dur dalam bukunya
Islamku, Islam Anda, Islam Kita bahkan membuat judul tersendiri tentang sosok
Ulil Absor Abdallah dengan libaralisasinya. Dalam tulisannya, Gus Dur menyebut
Ulil adalah pemuda Nahdlatul Ulama yang berasal dari lingkungan orang santri‖.
Istrinya pun dari kalangan santri, yaitu putri budayawan, KH.Musthofa Bisri.
Sehingga krebilitasnya sebagai seorang santri tak diragukan lagi. Tetapi ada hal
yang membedakan Ulil dari orang-orang pesantren lainnya, yaitu profesinya
bukanlah profesi lingkungan pesantren. Itulah yang membuat sosok Ulil dibenci
sebagian kelompok yang menganggap dirinya Muslim. Oleh sebagian kalangan, ia
dianggap sebagai orang ‗abangan‘. Mengapa demikian, karena ia berani
mengemukakan liberalisme Islam-sebuah pemikiran yang sama sekali baru dan
memiliki implikasi yang sangat jauh. Salah satu implikasinya adalah anggapan
bahwa Ulil akan mempertahankan kemerdekaan berpikir seorang santri dengan
sebebas-bebasnya, sehingga meruntuhkan asas-asas keyakinannya sendiri akan
kebenaran Islam. Itulah mengapa sebabnya, mengapa demikian besar reaksi
orang-orang terhadap hasil pemikirannya. 3
Dalam kajian pemahaman lintas agama, pemaknaan komunikasi lebih
tepat menggunakan pengertian yang kedua, yakni proses yang menghubungkan
semua bagian-bagian yang terputus karena tujuan utama membangun komunikasi
lintas agama adalah untuk membangun sebuah kesepahaman bersama
antarpemeluk agama dan meminamalisir pergesakan atau konflik antarpemeluk
agama.
Komunikasi berarti merupakan proses penyampaian pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan. Dan proses berkomunikasi itu merupakan

3
KH Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita--Agama Masyarakat
Demokrasi (The Wahid Isntitut; Cetakan II, 2006), h. 142.

4
sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh seseorang karena setiap perilaku
seseorang memiliki potensi komunikasi. Proses komunikasi melibatkan unsur-
unsur sumber (komunikator), pesan, media, penerima dan efek. Disamping itu
proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang sifatnya dinamik, terus
berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif, yaitu terjadi antara sumber dan
penerima. Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial,
karena komunikasi bersifat interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi
terjadi dalam kondisi terisolasi.
Sedangkan pengertian Agama adalah juga tidak bisa dipahami dengan cara
tunggal, karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Beberapa acuan yang
berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta yang
menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-
GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan”,
sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama:
berarti pedoman hidup yang kekal.”
Sejak lahir manusia dididik berdasarkan budaya dan agama yang
disalurkan melalui komunikasi. Selain itu, manusia mempelajari budaya dan
agamanya melalui komunikasi dan komunikasi adalah refleksi dari budaya, baik
dalam bentuk bahasa yang digunakan, dialek atau hal lainnya. Selain komunikasi,
peran agama juga dianggap sebagai faktor yang memiliki kekuatan untuk
mengubah dan membentuk sudut pandang manusia. Agama dianggap sebagai
pemberi makna kehidupan dan selalu terlihat di seluruh struktur budaya. Agama
dijadikan sebagai fondasi dasar kehidupan karena agama sangat merembes dan
tertanam kuat dalam diri manusia.
Kebanyakan konflik terjadi karena pengaruh faktor agama dan etnis.
Beberapa jenis penyebab konflik yang terjadi di Indonesia, diantaranya konflik
antara muslim dan non muslim, etnis jawa dan non jawa, aparat negara dan
penduduk sipil, masyarakat pribumi dan imigran, penganut agama sekular dan
nasionalis, dan kalangan muslim tradisionalis dan modernis.

5
Disinilah teori komunikasi lintas agama berfungsi sebagai pemecah
masalah masalah tersebut, semakin baik skill komunikasi lintas agama yang
dimiliki oleh seseorang maka semakin mudah pula masalah antar agama untuk
dipecahkan.
Secara singkat, Teori komunikasi lintas agama adalah proses di mana
dialihkan ide atau gagasan suatu agama yang satu kepada agama yang lainnya dan
sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua agama yang terkait ataupun lebih, tujuannya
untuk saling memengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk sebuah kebaikan
agama maupun untuk menghancurkan suatu agama.

2. Jenis-Jenis Teori Komunikasi Lintas Agama


Teori komunikasi lintas agama memiliki beberapa jenis yaitu menurut
pandangan Al-Qur’an dan Hadis. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Teori Komunikasi Lintas Agama Menurut Pandangan Al-Qur’an
Memahami komunikasi lintas agama dalam cara pandang Islam berarti
harus mengambil dua sumber utama bagi agama Islam, yakni Al Quran
dan Hadis. Al Quran wahyu Allah yang diturunkan oleh malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak di dunia.
Sedangkan Hadis berarti semua perbuatan dan perkataan nabi.
Para ulama Ilmu Al-Quran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam
dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah.
Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah,
dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat
Madaniyyah.4
Nabi Muhammad saw., pada awal turunnya wahyu pertama (iqra'),
belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru
merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa
yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau ditugaskan untuk

4
Quraish Shihab, Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran, dalam,
http://kajianagama.blogspot.com/2009/02/sejarah-turunnya-dan-tujuan-pokok-al.html

6
menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman
Allah dalam Q.S. Al-Muddassir: 1-2.

‫قُ ْم ْٱل ُمدَّثِّ ُر يَـٰٓأَيُّ َها‬١ ‫ فَأَنذ ِّْر‬٢


Artinya: "Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan"
Ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan komunikasi lintas agama
yang ditandai dengan ditekennya Memorandum of Understanding (MoU)
lebih banyak turun pada periode kedua setelah Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah.
M. Quraish Shihab, menjelaskan, ayat-ayat yang turun di Madinah
dalam kurun 8-9 tahun itu menyangkut hubungan antara Islam dengan
jahiliyah, karena saat Rasululullah hijrah di Madinah terjadi pertarungan
hebat antara gerakan Islam dan jahiliah. Gerakan oposisi terhadap Islam
menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan
dakwah Islamiah.
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di satu pihak, silih berganti
turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai
dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti yang telah tertulis di Q.S. An-
Nahl Ayat 125:
َ َُ‫سنَ ُِة َوٱ ْل َم ْو ِع َظ ُِة ِبٱ ْل ِح ْك َم ُِة َر ِبك‬
ُ‫س ِبي ُِل إِلَىُ ٱدْع‬ َ ‫ى ِبٱلَّتِى َو َج ِد ْلهم ُۖٱ ْل َح‬ َ ْ‫ُۚأَح‬
َُ ‫سنُ ِه‬
َُّ‫ض َُّل ِب َمن أ َ ْعلَمُ ه َُو َربَّكَُ إِن‬ َ ُۖ ‫ن أ َ ْعلَمُ َوه َُو‬
َ ‫سبِي ِل ِۦه عَن‬ َُ ‫ِبٱ ْلم ْهتَدِي‬
Artinya: “Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu (agama) dengan hikmah dan
tuntunan yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang sebaik-
baiknya”.
Pemaknaan mengajak ke jalan Tuhanmu dengan jalan Hikmah adalah
tidak dengan jalan kekerasan, tapi mengajak hidup rukun-meski
Muhammad tetap terus menyebarkan agamanya. Dalam surat Al Kafirun
juga disebutkan; “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Ayat ini bukan
berarti pasrah tidak berdakwah atau berhenti mengajak menyembah
Allah.Tetapi lebih cenderung berdamai dalam mengkomunikasikan agama
Islam kepada penganut agama lain.

7
b. Teori Komunikasi Lintas Agama Menurut Pandangan Hadis
Karena pengertian hadis adalah semua perkataan dan perbuatan
nabi, maka komunikasi lintas agama menurut hadis sangat dianjurkan.
Rasulullah telah membuktikan sendiri melalui tindakannya dengan
melakukan penandatanganan Piagam Madinah bersama agama lain di
Madinah.
Kaum Yahudi yang ada di Madinah pada masa itu terdiri dari tiga
golongan, yaitu Banu Qraidlah, Banu nadhir dan Banu Qainuqa‘. Waktu
itu golongan Aus bersahabat dengan dan di bawah pengaruh Yahudi Banu
Nadhir. Setelah ketiga golongan kaum Yahudi itu melihat bahwa kedua
golongan bangsa ‘Arab yang terbesar yang telah lama bermusuhan itu
sesudah mendapat pimpinan Islam lalu bersatu dan persatuan mereka
mengakibatkan tersiarnya propaganda Islam, lebih-lebih persatuan mereka
dengan kaum Muslimin dari Makkah yang mengakibatkan kemajuan Islam
di segenap penjuru kota Madinah sukar sekali dihalang-halangi, maka
mereka kaum Yahudi itu mendirikan persatuan sendiri, dengan tujuan
merintangi kemajuan Islam.
Waktu itu Nabi saw telah mengetahui bahwa ketiga golongan
kaum Yahudi itu dan golongan-golongan lainnya sama berdaya-upaya
hendak menghalang-halangi kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Oleh
sebab itu beliau mengajak mereka berdamai, agar mereka jangan terus
mendengki dan membenci Islam dan orang-orang yang menjadi
pengikutnya dan jangan pula mereka merintangi propaganda Islam yang
sedang disiarkan oleh kaum Musli-min. Beliau mengirimkan kepada
mereka sepucuk surat yang kemudian berujung pada panandatanganan
piagam Madinah.

3. Face Negotiation Theory


Keberagaman budaya sangat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi.
Ketika berinteraksi dengan berbeda budaya, seseorang tentu saja mempunyai
gambaran diri dan juga karakteristik masing-masing. Kebiasaan yang sudah

8
membudaya dalam proses interaksi, tanpa sengaja ikut terbawa dalam kehidupan
seharihari, dimana hal ini dapat dilihat dari pola berbicara dan mimik wajah
seseorang terhadap lainnya. Ekspresi wajah atau mimik wajah adalah hasil dari
satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekpresi wajah merupakan
salah satu bentuk komunikasi nonverbal dan dapat menyampaikan keadaan emosi
dari seseorang yang mengamatinya.
Face-negotiation theory adalah teori pertama diusulkan oleh Brown dan
Levinson (1978) untuk memahami bagaimana orang-orang dari budaya yang
berbeda mengelola hubungan dan perbedaan pendapat. Teori ini berpendapat
"wajah", atau citra diri, sebagai fenomena universal yang meliputi seluruh budaya.
Dalam konflik, wajah seseorang yang terancam, cenderung menyimpan atau
mengembalikan wajahnya. Setiap perilaku komunikatif menurut teori ini, yang
disebut "facework". Sejak orang-orang memaknai "wajah" dan memberlakukan
"facework" berbeda dari satu budaya ke yang berikutnya, teori ini menimbulkan
kerangka budaya yang umum untuk memeriksa negosiasi facework.
Teori Negosiasi Wajah (FaceNegotiation Theory) dikembangkan oleh
Stella Ting-Toomey pada tahun 1988. Teori ini memberikan sebuah dasar untuk
memperkirakan bagaimana manusia akan menyelesaikan karya wajah dalam
sebuah kebudayaan yang berbeda. Wajah atau rupa mengacu pada gambar diri
seseorang di hadapan orang lain. Hal ini melibatkan rasa hormat, kehormatan,
status, koneksi, kesetiaan dan nilai-nilai lain yang serupa. Dengan kata lain rupa
merupakan gambaran yang anda inginkan atau jati diri orang lain yang berasal
dari anda dalam sebuah situasi sosial. Karya wajah adalah perilaku komunikasi
manusia yang digunakan untuk membangun dan melindungi rupa mereka serta
untuk melindungi, membangun dan mengancam wajah orang lain.
Teori ini merupakan teori gabungan antara penelitian komunikasi lintas
budaya, konflik, dan kesantunan. Teori negosiasi wajah sendiri memiliki daya
tarik dan penerapan lintas budaya karena Stella Ting-Toomey pencetus teori ini
berfokus pada sejumlah populasi budaya, termasuk Jepang, Korea Selatan,
Taiwan, Cina dan Amerika Serikat. Ting-Toomy menjelaskan bahwa budaya
memberi bingkai interpretasi yang lebih besar di mana wajah dan gaya konflik

9
dapat diekspresikan dan dipertahankan secara bermakna. Etnik batak dan minang
kerap terjadi konflik diantara dua etnik ini dengan ciri khas ekspresi
masingmasing tiap etnik, akan timbul konflik jika tidak dapat mengekspresikan
wajah saat berinteraksi.
Artinya, secara sederhana face negotiation dapat di artikan sebagai sebuah
cara untuk memperkirakan bagaimana orang lain melakukan kerja muka ketika
dihadapkan dalam berbagai budaya yang berbeda. Wajah, muka atau face di
definisikan sebagai one’s self image in the presence of others (image diri
seseorang di mata orang lain).
Contoh yang bisa dipakai adalah bagai mana ketika kita bertemu dengan
orang yang berbeda budaya selalu berusaha menjaga image dan bersikap santun
agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Sementara kebutuhan akan muka
(face need) merujuk pada dikotomi keterlibatan otonomi. Contohnya ada sebagian
budaya yang tidak suka tergantung kepada orang atau budaya lain, sehingga
penampilan atau muka yang tampak bersifat cukek atau tidak peduli dengan orang
lain.

4. Anxiety /Uncertainty Management Theory


Anxeity dan Uncertainty Management Theory atau yang dikenal dengan
istilah Teori kecemasan dan ketidakpastian ini adalah perkembangan dari teori
Uncertainty Reduction Theory (URT) oleh Gudykunst tahun 1985. Teori ini
berfokus pada pertemuan antara kelompok orang yang saling berbeda budaya.
Gudykunst dan Hammer menggunakan uncertainty sebagai ketidakmampuan
untuk memprediksi atau menjelaskan perilaku orang lain, perasaan, sikap atau
nilai-nilai dan anxiety adalah perasaan tidak nyaman, tegang, gelisah atau cemas.
Kedua hal ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antarbudaya.
Teori AUM menggambarkan ketika seseorang dengan budaya baru saling
bertemu maka akan terjadi kecemasan (anxiety) dan ketidakpastian (uncertainty).
Keduanya berada dilevel yang berbeda, anxiety berada di level afektif sedangkan
uncertainty meliput sampai level kognitif. Teori ini mengatakan bahwa ada
penyebab dasar dan dangkal terhadap komunikasi yang efektif. Gudykunst

10
berpendapat bahwa kecemasan (anxiety) dan ketidakpastian (uncertainty) adalah
penyebab dasar sedangkan penyebab dangkal (superficial causes) adalah konsep
diri, motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing, reaksi terhadap orang asing,
kategori sosial orang asing, proses situasi, hubungan dengan orang asing.
Uncertainty dapat mengurangi keefektifan komunikasi sehingga harus dikelola
dengan baik dan lebih rawan apabila bekomunikasi dengan orang asing dibanding
dengan orang yang berada pada in group sendiri.
Teori ini berusaha untuk menjelaskan bagaimana seseorang yang
asing dengan budaya di sekitarnya dapat berkomunikasi secara efektif
melalui manajemen mindful. Teori ini menyatakan bahwa hal tersebut dapat
terjadi bila dilakukan manajemen mindful pada tingkatan kecemasan dan
ketidakpastian seseorang dalam proses interaksinya.
Teori AUM menyatakan mindfulness sebagai kemampuan seseorang
baik bagian dari sebuah kelompok maupun orang asing mengurangi
kecemasan dan ketidakpastian sampai tahap optimal sehingga pada akhirnya
mampu mencapai komunikasi efektif. Kecemasan muncul di tingkat afektif
yang mengacu pada perasaan seperti kegelisahan, kecanggungan,
kebingungan, stress yang muncul ketika seseorang mulai berhadapan dengan
orang asing.
Anxiety dan uncertainty merupakan basic causes (penyebab dasar) yang
dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi. Mindfulness adalah keadaan kognitif
yang diperlukan sebagai proses moderasi dalam pengelolaan anxiety dan
uncertainty agar menciptakan komunikasi efektif. Komunikasi yang efektif
disebabkan oleh adanya mindfulness dan pengelolaan uncertainty/anxiety.
Minfulness dapat membuat perilaku terhadap orang asing menjadi lebih baik dari
pada sekedar menggunakan persepsi/stereotip. Tidak dipungkiri pula, mindful
dapat membuat indvidu menjadi semakin mengalami anxiety dan uncertainty
karena semakin meningkatnya kesadarakan akan perbedaan budaya yang
menimbulkan rasa minder.

11
5. Speech Codes Theory
Speech code theory yang dikemukakan oleh Gerry Philipsen sebagaimana
dikutip Little John dan Foss, sebagai serangkaian pemahaman khusus dalam
sebuah budaya tentang apa yang dinilai sebagai komunikasi, pemahaman bentuk
komunikasi dalam budaya, bagaimana semua bentuk terbentuk bisa dipahami
dalam budaya dan bagaimana mereka ditunjukkan.5 Teori speech code ini meneliti
tentang kemampuan orang asing dalam menyesuaikan suasana melalui gaya
bahasa ketika bersama atau dilingkungan orang asing.
Teori ini memandang budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola
simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara
berlanjut. Perbedaan di setiap bahasa kode ini bukan hanya terjadi pada
kelompok-kelompok dalam jumlah besar, namun bisa juga terjadi di dalam
kelompok kecil. Speech code atau kode bahasa ini bisa berupa kata, makna,
ataupun dialeg. Speech Code ini membahas tentang kata-kata yang khas dari
sebuah kebudayaan dan juga menekankan pada aspek perbedaan antara suatu
budaya dengan kebudayaan lainnnya atau kecirikhasan. Tujuan teori, untuk
memahami perbedaan budaya dan bagaimana proses menyesuaikan diri pada
suatu kebudayaan. Disetiap kebudayaa speech code berbeda-beda ini dikarenakan
sejarah yang melekat pada budaya masing-masing.
Adapun beberapa proposisi dalam speech code, yaitu:
a. Kekhasan Speech Code
Disetiap budaya yang berbeda, maka akan ditemukan perbedaan speech code.
Seseorang yang berasal dari Kalimantan Timur akan berbicara dengan terbuka
sedangkan seseorang Jawa Timur akan berbicara dengan hati-hati dan
menyesuaikan dengan siapa ia berbicara. Tata krama dalam budaya Jawa
berbicara dengan “unggah-ungguh” yang biasanya tidak berbicara dengan
terus terang mengenai hal yang kurang berkenan dengan lawan bicaranya.
Setiap budaya, masyarakatnya pasti memiliki speech code sendiri yang asing
bagi orang lain yang berbeda budaya. Setiap kebudayaan termasuk simbol,

5
Stephen W. Little John dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2013), h. 462.

12
makna, tempat, dan aturan tentang perilaku komunikatif. Kode-kode tersebut
tentunya berbeda dalam hal-hal tertentu, seperti kata-kata, makna, tempat, dan
aturan tentang perilaku komunikatif bahwa mereka termasuk kedalamnya.
Kekhasan speech code yang menjadi identitas pembeda dengan budaya lain,
dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya:
1. Logat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), logat adalah cara
mengucapkan kata (aksen) atau lekuk lidah yang khas yang dimiliki oleh
masinhmasing orang sesuai denga nasal daerah ataupun suku bangsa.
Logat dapat mengidentifikasi lokasi di mana pembicara berada, status
sosial ekonomi dan lain-lain.
2. Intonasi dan Tekanan Berbicara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), intonasi adalah tinggi
rendahnya nada pada kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata
tertentu di kalimat. Intonasi menjadi sebuah tolak ikut frekuensi nada suara
saat proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih pada
komunikasi antarbudaya. Tekanan dalam gaya bicara adalah gejala yang
ditimbulkan akibat adanya pengkhususan dalam pelafalan sebuah suku
kata atau kata. Dengan kata lain, tekanan adalah bentuk tinggi atau
rendahnya, Panjang atau pendeknya, keras atau lembutnya suara atau
pengucapan.
3. Tempo atau Kecepatan Berbicara
Menurut Pusat Balai Bahasa Indonesia, kecepatan berbicara adalah
kemampuan seseorang untuk mengontrol waktu kecepatan dalam berbicara
sampai jeda. Tolok ukur kecepatan berbicara seseorang adalah lawan
bicaranya sendiri. Tidak jarang didalam komunikasi antarbudaya,
komunikan tidak mengerti apa yang disampaikan seseorang yang memiliki
budaya berbeda. Hal ini diakibatkan karena kecepatan berbicara yang
berbeda-beda disetiap budaya.

13
4. Partikel dan Dialek Bahasa
Partikel bahasa adalah peleburan makna serupa yang disematkan dan
digabungkan didalam bahasa Indonesia. Biasanya partikel bahasa berasal
dari dialek bahasa daerah yang digunakan seseorang ketika berbicara.
Partikel dan dialek biasanya berupa ungkapan atau imbuhan dalam kalimat
penegasan, kalimat tanya, ataupun dalam kalimat keseharian yang biasa
digunakan seseorang secara spotanitas. Pada speech code seseorang
Kalimantan Timur biasanya ditemui pertikel dan dialek bahasa seperti
„kah‟, „nah‟, “nda” dan lain sebagainnya yang kemudian disematkan
dalam bahasa Indonesia.
5. Mimik
Menurut Pusat Balai Bahasa Indonesia, mimik adalah hasil dari satu atau
lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Mimik adalah salah satu bentuk
komunikasi non verbal dan dapat menyampaikan keadaaan emosi dari
seseorang.
b. Makna Speech Code
Makna dari pembicaraan tergantung dari speech code yang digunakan oleh
komunikator dan komunikan untuk menafsirkan komunikasi mereka.
Seseorang asal Kalimantan Timur nanti akan sendirinya memutuskan apa yang
mereka rasakan adalah komunikasi belaka, bicara kecil atau obrolan biasa.
Makna speech code yang berada pada seseorang asal Jawa Timur dapat
dipelajari dan dirediksi dengan cara mendengarkan orang berbicara dalam
budaya Jawa Timur dan juga bagaimana mereka merespons.
c. Kegunaan Speech Code
Kegunaan speech code adalah kondisi utama untuk memperkirakan,
menerangkan dan mengontrol bentuk intelegentibiltas, kebijaksanaan dan tata
moral berkomunikasi. 6 Dalam komunikasi antarbudaya, tindakan anti
pluralitas terjadi dikarenakan orang secara individual maupun kelompok
sering dengan sangat mudah mengekspresikan dan mengaktifkan keterbatasan

6
Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), h.138.

14
dalam komunikasi antarbudaya yaitu etnosentrisme, streotip dan prasangka
ketika orang tersebut terlibat dalam sebuah pertikaian dengan orang lain
meskipun relasi langsung dengan perbedaan-perbedaan latar belakang budaya.
Untuk mengidentifikasi elemen pengkonstruk speech code yang ada pada sebuah
budaya, ada tiga elemen penting didalam speech code komunikasi antarbudaya.
Elemen tersebut dikerucutkan yang berakar dari elemen komunikasi antarbudaya
yang kemudian digolongkan dan dianalisis untuk pengkonstruksi speech code
dalam komunikasi antarbudaya, ketiga elemen tersebut yaitu :
1) Persepsi
Persepsi adalah proses diamana seseorang menyeleksi, mengevaluasi dan
merangkai stimuli dari luar diri individu. Persepsi kultural dipengaruhi oleh
kepercayaan, nilai dan sistem yang mengatur sikap individu. Adaptasi speech
code melibatkan persepsi sebagai interaksi sosial yang merupakan sebuah
proses yang dilakukan oleh setiap orang ketika dia bertindak dalam sebuah
relasi dengan orang lain. Interaksi sosial adalah sebuah proses yang kompleks
yang dilalui oleh setiap individu ketika mengorganisasi stimuli-stimuli dan
menginterpretasikan persepsinya tentang orang lain dalam situasi di mana kita
sama-sama berada. Sehingga memberi kita kesan siapakah orang lain itu, apa
yang dia perbuat dan apa sebab dia melakukan seperti itu. 7
2) Proses Verbal
Proses verbal mengarah pada bagaimana kita berbicara kepada orang lain
melalui kata-kata yang kita sampaikan dan juga proses berpikir dalam diri.
Asumsi dari teori adaptasi speech code ini adalah dampak yang ditimbulkan
bahasa secara verbal ketika kita berhadapan dengan orang lain. Elemen
komunikasi verbal memberi penekanan dan perbedaan khusus terdapat bahasa
sebagai identitas sosial masyarakat tertentu. Secara khusus di sini, bahasa
memiliki kemampuan verbal untuk mengomunikasikan status dan keanggotan
kelompok diantara para komunikator dalam sebuah percakapan baik secara

7
Alo Liliweri, M. Dasar - Dasar Komunikasi Antar Budaya. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013). h. 126.

15
singkat maupun panjang. Seperti yang akan terjadi ketika dua orang atau lebih
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang berbeda.
3) Proses Non Verbal
Proses non verbal mata, nada suara, ekspresi wajah ataupun jarak fisik ketika
berkomunikasi. Cara ini memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari. Jika ada dua budaya yang berbeda, terkadang mereka menampilkan
isyarat dan emosi yang sama, namun mempunyai makna yang berbeda
condong pada penggunaan tanda-tanda non verbal seperti gerakan tubuh,
kontak mata, nada suara, ekspresi wajah ataupun jarak fisik ketika
berkomunikasi. Cara ini memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-
hari. Jika ada dua budaya yang berbeda, terkadang mereka menampilkan
isyarat dan emosi yang sama, namun mempunyai makna yang berbeda.
Contoh dari teori ini yaitu Pada saat kita kuliah di Unsoed dan berkenalan
dengan teman teman yang berasal dari daerah yang berbeda-beda, kita mendapati
banyaknya ada ke ciri khasan dari teman-teman lainnya dan mereka menggunakan
macam-macam speech code yang berbeda-beda. Karena di setiap kebudayaan atau
asal daerah mempunyai speech kode yang beraneka ragam. Ada seorang teman
yang dengan santainya memanggil kita dengan istilah”cuk” yang menurut kita
terlalu kasar dan tidak pantas untuk diucapkan. Namun setelah kita pelajari dan
amati kata “cuk” itu dimaksudkan untuk mengakrabkan diri dengan kita. Itulah
speech code berasal dari daerah teman saya.

C. Kesimpulan
1. Teori komunikasi lintas agama adalah proses di mana dialihkan ide atau
gagasan suatu agama yang satu kepada agama yang lainnya dan
sebaliknya, dan hal ini bisa antar dua agama yang terkait ataupun lebih,
tujuannya untuk saling memengaruhi satu sama lainnya, baik itu untuk
sebuah kebaikan agama maupun untuk menghancurkan suatu agama. Teori
komunikasi Lintas Agama berfungsi sebagai pemecah masalah atau
konflik yang terjadi dalam suatu etnis atau agama.

16
2. Jenis teori komunikasi lintas agama dibagi menjadi 2 yaitu menurut
pandangan al-qur’an dan hadist.
3. Face-negotiation theory adalah teori yang diipakai untuk memahami
bagaimana orang-orang dari budaya yang berbeda mengelola hubungan
dan perbedaan pendapat.
4. Anxeity dan Uncertainty Management Theory atau yang dikenal dengan
istilah Teori kecemasan dan ketidakpastian. Teori ini berusaha untuk
menjelaskan bagaimana seseorang yang asing dengan budaya di
sekitarnya dapat berkomunikasi secara efektif melalui manajemen
mindful. Teori ini menyatakan bahwa hal tersebut dapat terjadi bila
dilakukan manajemen mindful pada tingkatan kecemasan dan
ketidakpastian seseorang dalam proses interaksinya.
5. Teori speech code ini meneliti tentang kemampuan orang asing dalam
menyesuaikan suasana melalui gaya bahasa ketika bersama atau
dilingkungan orang asing. Speech Code ini membahas tentang kata-kata
yang khas dari sebuah kebudayaan dan juga menekankan pada aspek
perbedaan antara suatu budaya dengan kebudayaan lainnnya atau
kecirikhasan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Liliweri, Alo M. Dasar - Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2013.

Liliweri, Alo M. Dasar - Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2015.

Mulyana, Deddy, Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung, PT Remaja


Rosdakarya, 2008.

Quraish Shihab, Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran, dalam,


http://kajianagama.blogspot.com/2009/02/sejarah-turunnya-dan-tujuan-
pokok-al.html

Ridwan, Mujib , Komunikasi Lintas Agama Dalam Prespektif Islam, Al-Hikmah,


Vol. 1 No. 1, Maret 2011.

W, Stephen. Little John dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi Jakarta: Salemba
Humanika, 2013.

Wahid, KH Abdurrahman, Islamku, Islam Anda, Islam Kita--Agama Masyarakat


Demokrasi. The Wahid Isntitut; Cetakan II, 2006.

18

Anda mungkin juga menyukai