Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ETIKA DAN STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR UMAT


BERAGAMA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Antar Agama dan Budaya
Dosen Pengampu: Adhi Kusuma, S.I.Kom., M.Si.

KELOMPOK 2 KPI VI-C


 Elis Nurohayati (191510081)
 Reihan Fadilah (191510084)
 Dwi Rahma Chairani (191510090)
 Wahyu Fajar Fernanda (191510093)
 Nur Tasya Salsabila Mahbub (191510106)
 Syanita Nurzulfa (191510107)
 Alief Fikri (191510111)
 Diki Wahyudi (191510112)
 Alya Rahmawati (191510113)

FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN KOMUNKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas


kelimpahan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah ini untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah yaitu Komunikasi
Politik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
akhir zaman, manusia terbaik yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi, satu-
satunya nabi dan rasul yang berhak memberi syafa’at, yakni nabi Muhammad
SAW. beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Semoga kita termasuk umat
beliau dan berhak memperoleh Syafa’atnya nanti di hari akhir. Aamiin.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Antar
Agama dan Budaya di program studi Fakultas Dakwah UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten. Selanjutnya penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Adhi Kusuma, S.I.Kom., M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah komunikasi antar agama dan budaya serta kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan
makalah ini.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-


kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan teori ini
dan lebih bisa di pahami secara universal.

Tangerang, 19 Maret 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Komunikasi Antar Budaya............................................................................4

B. Etika Komunikasi Antar Umat Beragama....................................................9

C. Strategi Komunikasi Antar Umat Beragama..............................................12

D. Strategi Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama...............................15

E. Konsep Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama.................................21

PENUTUP......................................................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................22

B. Saran............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi atau berkomunikasi berarti suatu upaya bersama orang lain atau
membangun kebersamaan dengan orang lain dengan membentuk hubungan. 1
Sehingga komunikasi menjadi suatu kebutuhan fundamental bagi seseorang
dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi juga merupakan prasyarat kehidupan
manusia. Kehidupan manusia akan tampak hampa bila tidak ada komunikasi.

Hal di atas menandakan bahwa komunikasi memiliki fungsi sosial atau bisa
disebut dengan komunikasi sosial. Melalui komunikasi seseorang bekerja sama
dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT,
RW, desa, kota dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama. 2
Fungsi ini setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri seseorang, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup,
untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara
lain lewat komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang
lain.

Sebuah komunikasi akan menghasilkan interaksi sosial yang memungkinkan


adanya kontak sosial (social contact). Kontak sosial merupakan tindakan
pertama, meskipun kontak ini belum mampu membentuk komunikasi yang
berkelanjutan (Nina, 2009:14). Sehingga dibutuhkan kelanjutan dari komunikasi
tersebut. Misalnya latar belakang yang dimiki oleh para pelaku komunikasi.
Nantinya juga akan berpengaruh pada komunikasi yang dilakukan.

Komunikasi yang dilakukan oleh pelaku yang berbeda kebudayaan disebut


dengan komunikasi antarbudaya. Pengirim pesan (komunikator) memiliki budaya
yang berbeda dengan penerima pesan (komunikan). Seperti perbedaan suku,
bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan bahkan kelas sosial.
1
Dr. Yusuf Zainal Abidin, M.M, Manajemen Komunikasi; Filosofi, Konsep dan Aplikasi
(Bandung: Pustaka Setia, 2015), Hlm. 32.
2
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar (Bandung: Rosdakarya, 2010), Hlm. 5-6.

1
Salah satunya adalah dalam hal kepercayaan, secara umum dapat dipandang
sebagai kemungkinan-kemungkinan subyektif yang diyakini individu bahwa
suatu obyek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu.
Kepercayaan melibatkan hubungan antara obyek yang dipercayai dan
karakteristik yang membedakannya (Nina W. Syam 2009:14). Derajat
kepercayaan terhadap sesuatu hal sesorang dengan orang lain itulah yang
membedakannya. Sehingga nantinya akan timbul suatu fanatisme terhadap
kepercayaan yang diyakini. Namun bagaimana seseorang itu tetap dengan
kepercayaannya tapi tetap memiliki rasa toleransi kepada kepercayaan orang lain.

Bangsa Indonesia memiliki pluralitas keagamaan, yang selain merupakan


unsur kekayaan rohaniah yang dapat memperkokoh kehidupan nastonal {faktor
integratif), juga sckaligus menyimpan potensi konflik (faktor disintegratio yang
sangat dalam akibatnya dan sangat luas implikasinya. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan agama tidak mengenal batasbatas sosiologis, demografis maupun
geografis. "Meskipun berbagai kelompok budaya (ras, suku, agama) saling
berinteraksi, tidak secam otomatis saling pengertian terbentuk di antara mereka"
(Mulyana, 2001:12). Kondisi demikian, meminjam istilah Goddard (2000:5)
"karena adanya penilaian dengan menggunakan standar ganda", yakni sualu
komunikasi yang ditandai dengan retorika kami yang benar dan mereka yang
salah; memandang dan menilai suatu komunitas tertentu dengan menggunakan
acuan norma kelompok atau golongan nya sendiri.

Untuk menciptakan toleransi (kerukunan hidup) antarumat berbeda agama,


faktor komunikasi memegang peranan penting. Melalui kajian komunikasi
antarbudaya, diharapkan dapat terbentuk adanya sikap saling percaya dan saling
menghormati antarpemeluk agama sebagai bangsa yang berbudaya dalam rangka
memperkokoh hidup berdampingan secara damai, dapat menerima perbedaan
budaya sebagai berkah daripada bencana, dan melakukan upaya damai dengan
mereduksi perilaku agresif. sena mcnccgah lcrjadinya konflik yang dapat
merusak peradaban dengan cara mcnciptakan forum-forum dialog untuk
mencapai kesepaham

2
Berdasarkan uraian di atas, komunikasi antarumat berbeda agama dalam
hubungannya dengan upaya mewujudkan toleransl merupakan suatu masalah
yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Kemudian ketertarikan penulis untuk
meneliti hal tersebut juga dilandasi oleh keingintahuan tentang bagaimana sikap
sosial manusia dalam kehidupan menginterprctasikan dan m€ngaktualisasikan
diri dalam kehidupan antar umat beragama, merupakan suatu hal yang menarik
perhatian kami sebagai penulis untuk mengkajinya Iebih lanjut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana etika komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan antar
umat beragama?
2. Bagaimana strategi dalam komunikasi antar umat beragama?
3. Bagaimana strategi dan konsep dalam penyelesaian konflik antar
umat beragama?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuannya
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui etika dalam komunikasi antar umat beragama.
2. Untuk mengetahui strategi dalam komunikasi antar umat beragama.
3. Untuk mengetahui strategi dan konsep dalam penyelesaian konflik
antar umat beragama.
1.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi Antarbudaya
1. Pengertian Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh mereka yang berbeda latar kebudayaan. Bisa dikatakan
pula bahwa komunikasi model antarbudaya terjadi bila produsen pesan
adalah anggota suatu budaya dan penerimanya adalah anggota suatu
budaya lainnya.
Telah kita ketahui bahwa budaya mempengaruhi orang yang
berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan
perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki dua orang yang berbeda
budaya akan berbeda pula yang dapat menimbulkan segala macam
kesulitan. Namun, melalui studi dan pemahaman atas komunikasi
antarbudaya ini, kita dapat mengurangi atau hampir menghilangkan
kesulitan-kesulitan tersebut.3
Salah satu unsur kebudayaan dari komunikasi antarbudaya adalah
unsur kepercayaan atas budaya dan nilai-nilai. Dimana komunikasi sangat
tergantung dari eksistensi daripada persepsi. Persepsi yang kita miliki
dapat dikatakan merupakan frame of reference, dia ibarat layar tempat di
mana informasi lewat. Sejak kerangka pandangan itu menjadi saringan
pesan yang dikirim dan disandi balik maka kita dapat menghitung
seberapa banyak perbedaan antara kenyataan dengan apa yang diucapkan.
Presepsi itu ibarat jendela ke arah mana akan anda akan melihat sesuatu.
Namun yang patut diperhatikan adalah bahwa setiap kebudayaan
harus memiliki nilai-nilai dasar yang merupakan pandangan hidup dan
sistem kepercayaan di mana semua pengikutnya berkiblat. Nilai dasar itu

3
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahmat, Komunikasi antarbudaya; Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), Hlm. 20.

4
membuat para pengikutnya melihat dari mereka ke dalam dan mengatur
bagaimana caranya mereka melihat keluar. Nilai dasar itu merupakan
filosofi hidup yang mengantar anggotanya ke mana dia harus pergi.4

2. Hakikat Proses Komunikasi


Komunikasi tidak dapat dipandang sekedar sebagai sebuah
kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi
komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan
manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbarui.
Oleh karena itu kita menyebut komunikasi itu sebagai proses. Sehingga
komunikasi itu dinamik, selalu berlangsung dan sering berubah-ubah.
Jadi pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses
komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional
serta dinamis.
Komunikasi antarbudaya interaktif adalah komunikasi yang
dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal
balik (two way communication) namun berada pada tahap rendah, yakni
belum masuk dalam tahap saling mengerti, memahami perasaan dan
tindakan bersama.
Sedangkan komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting,
yaitu:
a. Keterlibatan emosional yang tinggi yang berlangsung terus
menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan
b. Peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan
dengan masa lalu, kini dan yang akan datang.
c. Partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran
tertentu.

Selanjutnya, masing-masing komunikasi tersebut akan mengalami


proses yang bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam
konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah
4
Allo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 137.

5
berdasarkan waktu, situasi dan kondisi tertentu. Karena proses
komunikasi yang dilakukan komunikasi antarbudaya maka kebudayaan
merupakan dinamisator atau penghidup bagi proses komunikasi tersebut.5

3. Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya


Dalam prosesnya, komunikasi antarbudaya memiliki beberapa unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Komunikator
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang
memprakarsai komunikasi, artinya seorang komunikator itu
mengawali pengiriman pesan tertentu kepada komunikan. Bahwa
karakteristik komunikator itu ditentukan oleh latar belakang etnis, ras,
faktor demografis seperti umur dan jenis kelamin, hingga ke latar
belakang sistem politik. Selain itu secara makro perbedaan
karakteristik antarbudaya ditentukan oleh faktor nilai dan norma
hingga ke arah mikro yang mudah dilihat dalam wujud kepercayaan,
minat dan kebiasaan. Kemudian juga dipengaruhi faktor kemampuan
berbahasa seseorang tersebut.
b. Komunikan
Komunikan dalam komunikasi antarbudaya adalah pihak yang
menerima pesan tertentu, artinya dia menjadi tujuan atau sasaran
komunikasi dari pihak lain (komunikator). Apabila komunikan memiliki
berasal dari kebudayaan tertentu, ini diharapkan mempunyai perhatian
penuh untuk merespon dan menerjemahkan pesan yang dialihkan.
Sehingga komunikan menerima (memahami makna) pesan dari
komunikator dan memperhatikan (attention) serta menerima pesan secara
menyeluruh (comprehension). Maka dengan begitu komunikan telah
mencapai sukses dalam pertukaran pesan.
c. Pesan/Simbol

5
Ibid., 24-25.

6
Dalam proses komunikasi, pesan merupakan isi, ide atau gagasan,
perasaan yang dikirimkan komunikator kepada komunikan dalam bentuk
simbol. Simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud
tertentu. Sedangkan dalam komunikasi antarbudaya pesan adalah apa
yang ditekankan atau yang dialihkan oleh komunikator kepada
komunikan.6
d. Media

Media dalam komunikasi antarbudaya merupakan tempat, saluran


yang dilalui oleh pesan atau simbol yang dikirim. Oleh para ilmuwan
saluran tersebut dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Sensory channel atau saluran sensoris, yakni saluran yang


memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indera, yaitu mata,
telinga, tangan, hidung dan lidah.

2) Institutionalized means atau saluran yang sudah sangat dikenal dan


digunakan manusia, misalnya percakapan, tatap muka, material cetakan
dan media elektronik.

e. Efek atau Umpan Balik

Manusia mengkomunikasikan pesan dengan harapan agar tujuan dan


fungsi komunikasi tercapai. Jikalau dalam komunikasi antarbudaya, tujuan
dan fungsinya antara lain memberikan informasi, menjelaskan atau
menguraikan tentang sesuatu, memberikan hiburan, memaksakan
kehendak atau mengubah sikap komunikan. Dalam proses tersebut kita
menghendaki reaksi balikan, atau disebut dengan umpan balik. Umpan
balik tersebut merupakan tanggapan balik dari komunikan kepada
komunikator terhadap pesan-pesan yang telah disampaikan.7

f. Suasana (Setting dan Context)

6
Ibid., 26-28.
7
Ibid., 28-30.

7
Suasana atau setting of communication merupakan faktor penting
dalam komunikasi antarbudaya, yakni tempat (ruang, space) dan waktu
(time) serta suasana (sosial psikologis) ketika komunikasi antarbudaya.

g. Gangguan (Noise atau Interference)


Segala sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar
antara komunikator dengan komunikan atau paling fatal adalah
mengurangi makna pesan antarbudaya merupakan gangguan dalam
komunikasi antarbudaya. Menurut De Vito (1997) gangguan digolongan
menjadi tiga macam, yaitu: 1) Fisik, berupa interfensi dengan transmisi
fisik isyarat atau pesan lain, misalnya desain mobil yang ia lihat.

f. Suasana (Setting dan Context)


Suasana atau setting of communication merupakan faktor penting
dalam komunikasi antarbudaya, yakni tempat (ruang, space) dan waktu
(time) serta suasana (sosial psikologis) ketika komunikasi antarbudaya.

g. Gangguan (Noise atau Interference)


Segala sesuatu yang menjadi penghambat laju pesan yang ditukar
antara komunikator dengan komunikan atau paling fatal adalah
mengurangi makna pesan antarbudaya merupakan gangguan dalam
komunikasi antarbudaya.

Menurut De Vito (1997) gangguan digolongan menjadi tiga macam,


yaitu:
1) Fisik, berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan
lain, misalnya desain mobil yang ia lihat.

2) Psikologis, Interfensi kognitif atau mental, misalnya seperti


prasangka.

3) Semantik, berupa pembicara dan pendengar memberi arti


berlainan, misalnya seseorang yang berbicara dengan bahasa yang
berbeda.8
8
Ibid., 24-31.

8
B. Etika Komunikasi Antar Umat Beragama
1. Pengertian Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat (Achmad Charris Zubair, 1980:13). Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral) (W.J.S Poerwadarminta, 1991: 278). Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia “etika” berarti ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas
atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Tim Penyusun Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1990:237). Dari pengertian pengetahuan kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku
manusia.

Sementara itu, dalam Encyclopedia Britanica (1982:976), etika


didefinisikan sebagai berikut: “Ethics is the branch of philosophy that is
concerned with what ismorally good on bad, right and wrong, a synonym for
it is moral philosophy.” Artinya, etika adalah cabang filsafat mengenai
kesusilaan baik dan buruk, benar dan salah, etika merupakan sinonim dari
filsafat moral.

Adapun arti etika dari segi terminology (istilah) yaitu sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai
dengan sudut pandangnya masing-masing. Ahmad Amin (dalam Abudin
Nata, 2010:90), misalnya mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dila- kukan oleh
manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya diperbuat.

9
Sedangkan Menurut Soegarda Poerbakawatja (dalam Zaenal Muti’in
Bahaf, 2009:219) etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai,
ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia
semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan.

Sementara itu, pengertian etika menurut Ki Hajar Dewantara adalah ilmu


yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia,
terutama yang berkaitan dengan gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangan dan perasaan, sehingga dapat mencapai tujuannya dalam
bentuk perbuatan (Abudinn Nata, 1996:88). Jadi yang dimaksud dengan Etika
adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia atau tidak lain adalah
aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya
dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

2. Pengertian Komunikasi

Selanjutnya komunikasi yaitu berasal dari bahasa Inggris yaitu


“communication” yang berarti: perhubungan, kabar, perkabaran (S.
Wojowarsito dan W.J.S. Poerwadarminta, 1974:25). Istilah tersebut,
menurut Anwar Arifin, (1984:14) berasal dari bahasa latin yaitu
“communicatio” artinya pemberitahuan, memberi bahagian, pertukaran
dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya. Kata sifatnya yaitu communis yang berarti “bersifat umum
dan terbuka, bersama-sama”. Sedangkan kata kerjanya adalah
“communicara” yang berarti “bermusyawarah”, berunding dan berdialog”.

10
3. Etika Komunikasi dalam Perspektif Islam

Komunikasi pada hakekatnya adalah kesamaan makna terhadap suatu


pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
Komunikasi adalah suatu aktivitas manusia yang saling berinteraksi antara
satu orang maupun lebih, konsep tentang komunikasi tidak hanya berkaitan
dengan masalah cara berbicara efektif saja melainkan juga etika bicara.

Dalam pandangan agama islam komunikasi memiliki etika, agar jika kita
melakukan komunikasi dengan seseorang maka orang itu dapat memahami
apa yang kita sampaikan. Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak
langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud
adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi ber-akhlak al-karimah atau
beretika. Komunikasi yang berakhlak al- karimah berarti komunikasi yang
bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).

Semenjak memasuki era reformasi, masyarakat Indonesia berada dalam


suasana merdeka, bebas bicara tentang apa saja, terhadap siapapun, dengan
cara bagaimanapun. Hal ini terjadi, setelah mengalami kehilangan kebebasan
bicara selama 32 tahun di masa Orde Baru. Memasuki era reformasi orang
menemukan suasana kebebasan komunikasi sehingga tidak jarang cara
maupun muatan pembicaraan bersebrangan dengan etika ketimuran, bahkan
etika Islam, sebagai agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia.

Kemudian realitasnya, tidak sedikit perselisihan, percekcokan,


permusuhan, dan pertengkaran muncul karena perkataan yang tidak
terkontrol. Bahkan tidak sedikit pertumpahan darah mengerikan yang berawal
dari pekerjaan lidah yang membabi buta. Perlu diketahui Allah SWT tidaklah
suka yang berlebih-lebihan, maka jika berkomunikasi atau berbicara,
berbicaralah sewajar-wajarnya, yang mengandung dorongan atau motivasi
dan jangan berbicara bila hanya untuk menyinggung perasaan seseorang.
Karena apa yang kita bicarakan baik maupun buruk semua itu akan kita

11
pertanggung jawabkan di akhirat nanti.Islam memberikan perhatian khusus
terhadap pembicaraan, bahkan dipandang salah satu perkara yang akan
menyelamat-kan manusia, baik didunia dan diakhirat.

Etika komunikasi yang di maksud dalam kajian ini adalah etika yang
berdimensi moral dan bersumber dari ajaran suci. Berkaitan dengan etika
komunikasi tersebut, bagaimanapun juga seorang muslim harus berpedoman
pada sumber utama Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sebab akhlak
Nabi sebagimana dinyatakan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad Adalah Al-Qur’an (M. Quraish Shihab, 1996:259). Pembicaraan
dimaksud adalah pembicaraan yang beretika, sehingga proses komunikasi
berjalan dengan baik serta terjalin hubungan yang harmonis antara
komunikator dengan komunikan.

C. Strategi Komunikasi Antar Umat Beragama


1. Bentuk Komunikasi antar Umat Beragama Dalam Menciptakan
Kerukunan
Adapun bentuk komunikasi antarbudaya dalam menjalin
kerukunan antar umat beragama terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:9
a. Komunikasi Personal
1) Tatap Muka (face to face communication)
Dalam proses komunikasi, lebih banyak ditemukan komunikasi
personal secara langsung (tatap muka). Komunikasi yang terjadi secara
tatap muka berlangsung secara dialogis saling menatap antar personal
(komunikator dan komunikan) sehingga terjadi kontak pribadi.
Contohnya seperti masyarakat yang berbeda agama sedang bertemu di
jalan tidak diragukan lagi salah satu dari mereka menegur terlebih
dahulu dan kemudian mendapatkan umpan balik maka terjadilah
komunikasi personal. Komunikasi personal yang dilakukan masyarakat
memiliki berlatar belakang budaya yang berbeda-beda sangatlah efektif.

9
Effendi, Onong. Uchyana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: Penerbit PT Remaja
Rusdakarya, 2001). Hlm. 125.

12
Karena bentuknya dialog dan langsung mendapatkan feedback sehingga
komunikator dapat segera mengubah gaya komunikasinya.
Komunikasi seperti ini dapat terjadi, contohnya ketika warga yang
beragama Islam bertanya secara lisan kepada warga Kristen yang
berbeda budaya, kedua orang disini melaksanakan fungsi yang sama
yakni sebagai komunikator dan komunikan. Para pelaku komunikasi
disini memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
pengirim pesan, namun pada waktu yang lain berlaku sebagai penerima
pesan.
Umpan balik dalam komunikasi ini sangat penting, karena dengan
adanya umpan balik dapat terlihat apakah komunikasinya berhasil atau
gagal. Hal tersebut terjadi secara terus menerus memutar sehingga
mendapati sebuah kesamaan pemahaman diantara keduanya.
Dalam pelaksanaanya komunikasi ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya masalah-masalah yang akan timbul pada masyarakat yang
berbeda latar belakang budayanya. Dimana biasanya jenis komunikasi
personal ini terjadi jika salah satu masyarakat bersuku Jawa ataupun
Bali sedang berbelanja di warung, ataupun hanya dengan sapaan jika
bertemu dijalan dan hal-hal lainya yang menyangkut tentang
komunikasi personal.
2) Dengan menggunakan media (mediated communication)
Kemudian komunikasi personal juga menggunakan media,10
namun hanya diwaktu tertentu saja. Seperti hal-hal yang
menyangkut urusan pribadi antar umat beragama yang berbeda
tersebut. Sehingga komunikasi personal bermedia ini tidak
berlangsung sering seperti secara tatap muka. Seperti ketika ada
salah satu anggota keluarga berada di luar kota, atau antara
komunikan dengan komunikator saling bertukar pesan melalui
pesan whatshap atau bermain game online bersama.

10
Ibid. Hlm. 126.

13
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok ialah komunikasi yang terjadi antara
seseorang dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok orang
dalam situasi tatap muka.82 Komunikasi kelompok terbagi menjadi 2
yaitu:
I. Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication)
Komunikasi kelompok kecil ini terjadi secara dua arah,
sehingga antara komunikator dengan komunikan ini nantinya dapat
berganti peran karena respon terhadap pesan ini langsung
disampaikan oleh komunikan. Dapat dicontohkan komunikasi
antara kepala desa dengan tokoh agama dan ketua rukun tetangga
(RT) dalam membahas masalah peningkatan kerukunan yang harus
dijaga, arisan, latihan karawitan, sinoman dan lain sebagainya.
Komunikasi kelompok tersebut biasanya terjadi dalam sebuah
kegiatan-kegiatan seperti halnya bercocok tanam, gotong royong
dalam membersihkan dukuh, acara hajatan dan yang lainya.
Komunikasi kelompok kecil tersebut misalnya, komunikasi yang
biasanya terjadi saat proses musyawarah antarumat beragama
dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dihadapi.
Dalam musyawarah tersebut terjadi proses komunikasi dengan
umpan balik antara tokoh masyarakat dengan tokoh agama dan
masyarakat dalam menyampaikan argumen serta tanggapan tentang
penyelesaian suatu masalah.
II. Komunikasi Kelompok Besar (Large Group Communication)

Komunikasi kelompok besar ini terjadi secara satu arah,


sehingga komunikan ini hanya menerima pesan dari komunikator
tanpa dapat memberikan respon secara langsung.83 Seperti ketika
pengajian seperti tahlilan dan yasinan yang diadakan oleh tokoh
agama Islam. Maupun oleh tokoh agama Kristen ketika khutbah
setelah ibadah di gereja. Komunikasi kelompok besar ini juga
terjadi ketika latihan sinoman, yakni saat pelatih memberikan

14
intruksi kepada para pemain gamelan maupun penyanyinya tanpa
ada respon secara verbal (bahasa) yang diberikan oleh komunikan.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disebutkan, disini bisa


disimpulkan bahwa begitulah adaptasi antar umat beragama dalam menciptakan
kerukunan dan seperti itulah akulturasi yang terjadi pada masyarakat.

D. Strategi Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama


1. Teori Konflik
Pengertian Konflik
Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari kata kerja bahasa
Latin, configere yang bererti saling memukul. Perkembangan sosiologis
mengantarkan konflik pada arti sebagai interaksi sosial antara dua orang
atau lebih (bisa juga kelompok) yang salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya. Dengan kata lain, Adon Nasrullah Jamaludin mengutip dari
buku Chris Mitchell mengatakan bahwa, konlik dapat diartikan sebagai
hubungan antardua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang
memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.11
Konflik muncul dalam setiap identitas Stratifikasi sosial dan setiap
stratifikasi adalah posisi yang pantas di perjuangkan oleh manusia dan
kelompoknya.12 Konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri
yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya

11
Adon Nasrullah Jamaludin. Agama & Konflik Sosial (Bandung: Pustaka Setia, 2015), Hlm.33-
34.
12
Novri Susan. Pengantar Sosiologi Konflik (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Hlm. 28.

15
masyarakat itu sendiri: Hal ini dapat dilihat pada faktor penyebab konflik
berikut:13
a. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda.
b. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
c. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
2. Macam-Macam Konflik

Menurut Elly M. Setiadi dalam buku Adon Nasrullah Jamaludin


mengatakan ada beberapa jenis dan macam konflik yaitu sebagai berikut:14

1. Konflik gender, perbedaan laki-laki dan perempuan tidak dilihat pada


aspek lahiriah, tetapi lebih beroreantasi pada aspek sosiokultural.
Pada struktur masyarakat tradisional, istilah gender tidak
memunculkan persoalan, tetapi pada masyarakat modern, istilah
gender menjadi permasalahan yang cukup penting, terutama isu-isu
emansipasi yang diluncurkan kaum wanita. Pandangan ini masalah
gender kadang-kadang menjadi konflik di masyarakat.
2. Konflik rasial dan antarsuku. Konflik ini lebih mengedepankan aspek
rasial (ras) di antara sebagian kelompok manusia dan konflik
antarsuku yang ada di suatu tempat atau daerah, seperti konflik
antarsuku atau etnis di papua, Maluku, Ambon, Poso dan lainnya.
3. Konflik antaragama. Agama dipandang sebagai perekat ikatan sosial,
tetapi juga menjadi disintegrasi sosial. Konflik antaragama
disebabkan perbedaan kenyakinan agama, munculnya agama baru,
aliran sesat, pendirian rumah ibadah dan lainnya.
4. Konflik antar-golongan. Demokratisasi tidak hanya berdampak
positif, tetapi juga mengantarkan berbagai konflik antar golongan.
Masyarakat secara tidak langsung terdiferensiasi dalam berbagai
golongan yang sangat rawan dengan pergolakan sosial. Pemicunya
13
Ibid. Hlm.30.
14
Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Hlm. 37.

16
adalah satu golongan memaksakan kehendaknya kepada golongan
lain.
5. Konflik kepentingan. Konflik ini indentik dengan konflik politik
artinya, realitas politik selalu diwarnai oleh dua kelompok yang
mempunyai kepentingan masing-masing sehingga berbenturan
6. Konflik antarpribadi, disebut juga konflik antarindividu, dipicu
adanya perbedaan kepentingan dan ketidakcocokan antarindividu.
7. Konflik antarkelas sosial. Konflik ini berupa konflik yang bersifat
vertikal, yaitu konflik ini berupa konflik yang bersifat vertikal, yaitu
konflik antarkelas sosial atas dan kelas sosial bawah. Konflik ini
dipicu oleh perbedaan kepentingan yang berbeda.
8. Konflik antarnegara. Konflik yang terjadi antardua negara atau lebih
dipicu oleh perbedaan tujuan negara dan upaya pemaksaan kehendak
suatu negara kepada negara lainnya.
3. Upaya Untuk Mengatasi Konflik
Adapun bentuk penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yakni
konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan). Urutan ini berdasarkan
kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang
tidak formal lebih dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama
membawa hasil.26 Menurut Nasikun, bentuk-bentuk pengendalian konflik
ada enam yaitu:
1. Konsiliasi (conciliation) yaitu Pengendalian semacam ini terwujud
melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya
pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-
pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka
pertentangkan.
2. Mediasi (mediation) yaitu Bentuk pengendalian ini dilakukan bila
kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untk
memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya
menyelesaikan pertentangan mereka.

17
3. Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan,
dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan.
Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter
memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila
salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding
kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan
nasional yang tertinggi.
4. Perwasitan yaitu Di dalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan
bersepakat untuk memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.

4. Konflik Antar Umat Beragama


Secara umum, konflik keagamaan bisa diartikan sebagai pertikaian
antarberagama, baik antar sesama penganut agama itu sendiri maupun
antar agama satu dengan agama lainnya. 15 Rumusan ini masih dianggap
umum. Hal ini dikarenakan definisi konflik keagamaan tidak hanya
dilatarbelakangi oleh motif ekonomi, politik, dan kekuasaan. Berbagai
tindakan protes atau kekerasan terkait konflik keagamaan banyak berasal
dari sumber cultural dan ideologis agama itu sendiri dan lebih bersifat
ekspresif atau simbolik; misalnya sebagai ekpresi dari apa yang dipahami
suatu komunitas agama sebagai “ketaatan” terhadap ajaran agama atau
sebagai simbol solidaritas terhadap komunitas. Artinya, setiap konflik
keagamaan memiliki bentuk kekhasannya masing-masing. Suatu bentuk
konflik keagamaan muncul pada waktu dan lokasi tertentu, sementara
bentuk lainnya terjadi pada waktu dan tempat yang lain.

Strategi Komunikasi dalam Menyelesaikan Konflik Antarumat Beragama

Untuk mencegah konflik yang terjadi dalam kehidupan antar umat beragama,
maka perlu diadakannya beberapa mekanisme yang dapat di pilih, misalnya:

15
Adon Nasrullah Jamaludin, Agama & Konflik Sosial, Hlm. 132.

18
Membentuk forum yang berasal dari berbagai bagian masyarakat untuk
diadakannya musyawarah agar kiranya menemukan titik damai, Mengirim
sesepuh dari marga, suku, atau kelompok adat dengan yang dimaksud adalah
golongan tua dengan maksud sebagai utusan untuk melakukan dialog
perdamaian, sebagai pembuktian agar tidak akan terulang lagi nilai-nilai
sentimentil pada diri masyarakat, mengundang tokoh-tokoh agama dari lintas
agama untuk melakukan intervensi, dengan tujuan menyediakan ruang untuk
mengumpulkan seluruh masyarakat dari lintas agama sebagai wujud
persatuan, memanfaatkan ritual yang ada dengan tujuan untuk membawa
orang bersama-sama memperhatikan nilai-nilai yang ada.

Strategi komunikasi dalam menyelesaikan konflik dapat dilakukan melalui


komunikasi organisasi. Komunikasi ini dapat dijalankan guna menghentikan
konflik yang terjadi antar umat beragama. Dalam komunikasi organisasi dikenal
adanya struktur informal dan formal, maka dalam komunikasinya yang ketiga
adalah komunikasi antar pribadi, karena semua faktor yang telah dibahas yang
berhubungan dengan komunikasi antarpribadi juga berlaku untuk komunikasi
dalam organisasi. Selain itu komunikasi organisasi juga merupakan suatu disiplin
studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat.

Maka dalam hal ini, seorang public relation memiliki tugas yaitu salah
satunya ialah untuk menangani konflik. Adapun strategi yang dilakukan seorang
humas dalam menyelesaikan konflik antarumat beragama adalah sebagai berikut:

1. Strategi komunikasi Melalui Konsiliasi

Strategi komunikasi Humas dalam menyelesaikan konflik agama


menggunakan komunikasi melalui konsiliasi. Konsiliasi dalam hal ini
adalah usaha Humas untuk mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian pada kasus
konflik antar umat bergama yang terjadi.

Dengan memiliki wawasan yang luas mengenai strategi


komunikasi dalam menyelesaikan konflik agama. Humas mampu dalam

19
menyelesaiakan konflik agama yang terjadi. Dalam hal ini Humas hanya
sebagai konsiliator. Humas dalam hal ini dan memiliki tanggung jawab
secara penuh untuk membantu kasus konflik yang terjadi.

2. Strategi Komunikasi Melalui Jalur Negoisasi/Musyawarah


Dalam kasus konflik agama ini Humas berperan penting dalam
membantu menyelesaikan konflik agama itu melalui strategi komunisasi
yaitu negosiasi. Dalam menyelesaikan konflik agama Humas
menggunakan strategi komunikasi melalui negosiasi melalui tahap
musyawarah.
Selanjutnya musyawarah yang dapat dilakukan oleh tokoh agama,
Humas, serta pihak yang berkepentingan, bahwa bentuk penyelesaian
melalui negosiasi ini mengharapkan win-win solution artinya dimana
kedua belah pihak sama-sama diuntungkan tidak ada pihak lain yang
dirugikan.
Negoisasi merupakan komunikasi langsung yang didesain untuk
mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak mempunyai
kepentingan yang sama atau berbeda. Komunikasi tersebut dibangun oleh
para pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.16
3. Strategi Komunikasi Melalui Mediasi
Prosedur penengahan dimana seseorang bertindak sebagai
“penengah” untuk berkomunikasi antara pihak, sehingga pandangan
mereka yang berbeda atas permasalahan yang sedang terjadi tersebut dapat
dipahami dan akan didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya
suatu perdamaian tetap berada ditangan para pihak sendiri. Dengan
demikan, sebagai humas dianggap sebagai penengah bagi pihak yang
berkonflik untuk sengat penting berkomunikasi untuk mencapai
perdamaian. Salah satu cara untuk mencapai itu adalah dengan jalur
mediasi.

16
Gatot Soermartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2006), Hlm. 123.

20
Mediasi yang merupakan suatu proses informal yang ditujukan
untuk memungkinkan para pihak yang berkonflik mendiskusikan
perbedaan-perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga
yaitu hakim mediasi. Mediator merancang dan memimpin diskusi serta
bertindak sebagai penengah untuk memfasilitasi kemajuan kearah
penyelesaian.

E. Konsep Penyelesaian Konflik Antar Umat Beragama


Sudah tidak asing lagi di Indonesia kerap terjadi konflik keagamaan,
disebabkan karna perbedaan pendapat setiap orang atau kubu tertentu. Setiap
agama memiliki cara beribadah yang berbeda beda, perbedaan itu
dipersatukan dengan Pancasila.

Akan tetapi seringkali masih terjadi konflik antar umat beragama, hal itu
terjadi karena kita kurang memahami nilai nilai yang terkandung dalam
pancasila. Sebenarnya semua itu adalah hal yang wajar, tinggal bagaimana
cara kita menyikapi hal tersebut.

Peranan agama dalam kehidupan sehari hari itu sangatlah penting, supaya
kita bisa membatasi atau bahkan tidak melakukan hal hal yang dilarang oleh
agama.

Dan peranan agama juga berpengaruh bagi masyarakat sekitar supaya


tidak mucul rasa mencurigai suatu agama tersebut dan hal itu dapat
menumbuhkan kerukunan antar umat beragama.Konflik antar umat beragama
muncul sejak dulu. Konflik agama terjadi karna perbedaan konsep yang
dijalankan oleh pemeluk agama itu sendiri.

Munculnya penilaian satu kelompok dengan kelompok lainnya biasanya


menjadi pemicu konflik umat beragama, setiap orang boleh memiliki
pendapat/penilaian sendiri tetapi alangkah baiknya kita tidak memprovokasi
atau terprovokasi oleh orang lain supaya konflik dapat berkurang. Apabila
kita merasa ingin mengetahui lebih dalam salah satu agama, maka tanya lah
pada pemimpin dari agama tersebut.

21
Apa itu konflik? Konflik yaitu berasal dari kata kerja latin “configere”.
Artinya saling memukul. Secara sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih. Di mana salah satu pihak berusaha
yang ingin menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya.

Lalu apa itu konflik beragama? Kata agama dapat juga didefinisikan
sebagai perangkat nilai nilai atau norma norma ajaran moral spiritual
kerohanian yang mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan manusia,
baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. 17 Jadi bisa diartikan,
konflik agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama,
maupun dengan agama lain.

Berikut adalah upaya-upaya penyelesainnya:

a. Masyarakat harus mempunyai rasa kehormatan antara agama satu dengan


yang lain.
b. Masyarakat harus mempererat tali persahabatan dan berusaha mengenal lebih
jauh antara satu dengan yang lain.
c. Mempunyai kesadaran bahwa setiap agama yang dianut masyarakat
membawa misi kedamaian.
d. Masyarakat yang baru saja pindah ke daerah lain harus berbaur atau membaur
ke masyarakat sekitar.
e. Dalam masyarakat harus ada keadilan dan rasa ketidakadilan itu harus
dihilangkan agar tidak menimbulkan rasa kebencian.

17
Deska Chaniago, “Upaya-upaya Mengatasi Konflik Beragama", Kompasiana, 3.

22
BAB III

PENUTUP
F. Kesimpulan
Kerukunan umat beragama tidak terlepas dari komunikasi yang intens dan
perlu dengan adanya strategi komunikaasi yang efektif. Untuk menciptakan
ukhuwwah wathaniyyah perlu adanya strategi, langkah-langkah, hambatan dan
faktor pendukung komunikasi. Inti dari strategi komunikasi adalah perencanaan
yang paling efektif dalam penyampaian pesan sehingga mudah difahami oleh
komunikan (mad’u/ pendengar) dan bisa menerima apa yang telah disampaikan
sehingga bisa mengubah sikap atau perilaku seseorang. Komunikasi antarumat
beragama adalah terciptanya kerukunan dari adanya sikap toleransi, tolong
menolong sesama manusia dan sikap saling mengerti.

G. Saran
Penulis berharap hubungan antarumat beragama semakin langgeng ke
depannya. Proses komunikasi yang terjadi di antara keduanya sangat baik dan
mengarah pada pengertian bersama.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat sederhana dan jauh dari
kata kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini bisa menjadi referensi
awal bagi siapa pun yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian
berkaitan dengan bagaimana etika dan strategi komunikasi antarumat beragama.
Kepada tokoh agama dari masing-masing agama agar lebih sering lagi
membiarkan interprestasi ajaran-ajaran agama kepada penganut agama masing-
masing. Agar para penganut agama lebih memahami makna dan ajaran

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. (2010), Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers).

23
Adon Nasrullah Jamaludin. (2015). Agama & Konflik Sosial (Bandung: Pustaka
Setia).

Anwar Arifin. (1984). Strategi Komunikasi; Sebuah Pengantar Ringkas.


(Bandung: CV. Armico).

Dr. Yusuf Zainal Abidin, M.M. (2015). Manajemen Komunikasi; Filosofi, Konsep
dan Aplikasi (Bandung: Pustaka Setia)

Effendi, Onong. Uchyana. (2001). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung:
Penerbit PT Remaja Rusdakarya).

Gatot Soermartono. (2006). Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. (Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama).

Mulyana, Deddy. 92001). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Rosda Karya.

———. (2010). Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar (Bandung: Rosdakarya).

———. (2014). Komunikasi Antarbudaya; Panduan Komunikasi dengan Orang-


Orang Berbeda Budaya. (Bandung: Rosdakarya).

M. Quraish Shihab. (1997). Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan. Cet. X.
Bandung: Mizan.

Nina W. Syam. (2009). Sosiologi Komunikasi. (Bandung: Humaniora).

Onong Uchjana Effendy. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung:
Citra Aditya Bakti).

Syaiful Rohim. (2016). Teori Komunikasi Perspektif Ragam dan Aplikasi Edisi
Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta).

S. Wojowarsito dan W.J.S. Poerwadarminta. (1974). Kamus Lengkap Inggris


Indonesia- Indonesia Inggris. Cet. II. (Jakarta: Hasta).

Referensi Artikel:

24
https://www.kompasiana.com/deskachaniago5266/5f35ef8fd541df6d491efeb2/
upaya-upaya-mengatasi-konflik-beragama?page=3&page_images=1

25

Anda mungkin juga menyukai