Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

MULTI BUDAYA
KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Multi Budaya di Program Studi
Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh :
AFILIA NURYANI 1900001166

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan
puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Komunikasi Antar Budaya”.
Disusunnya makalah ini bertujuan agar pembaca lebih mengetahui tentang “Komunikasi antar
budaya”. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik, saran, dan masukan yang bersifat
positif demi penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa membantu
segala usaha yang telah dilakukan. Aamiin.

Yogyakarta,10 April 2020

Penyusun,

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………………..…1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………2
A. Pengertian Komunikasi dan Budaya……………………………………………………………………………..2
B. Komunikasi Antar Budaya……………………………………………………………………………………………3
C. Fungsi Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………………………4
D. Tujuan Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………………………5
E. Faktor Terjadinya Komunikasi Antar Budaya………………………………………………………………...5
F. Peranan Bahasa dalam Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………6
G. Perbedaan Komunikasi Antar Budaya dan Lintas Budaya……………………………………………….6
H. Manfaat Mempelajari Komunikasi Antar Budaya……………………………………………………………6
I. Konteks Komunikasi Antar Budaya……………………………………………………………………………….7
J. Pendekatan Dalam Komunikasi Antar Budaya……………………………………………………………….9
K. Prinsip-Prinsip Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………….10
L. Hambatan Komunikasi Antar Budaya……………………………………………………………………………12
M. Keefektifan Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………………..13
N. Paradigma Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………………..14
O. Contoh Komunikasi Antar Budaya…………………………………………………………………………………16

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………….….…..19


A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………..…19

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………….……….20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi sebagai proses pertukaran simbol verbal dan nonverbal antara pengirim
dan penerima untuk merubah tingkah laku kini melingkupi proses yang lebih luas.
Jumlah simbol-simbol yang dipertukarkan tentu tidak bisa dihitung dan dikelompokkan
secara spesifik kecuali bentuk simbol yang dikirim, verbal dan nonverbal. Memahami
komunikasi pun seolah tak ada habisnya. Mengingat komunikasi sebagai suatu proses
yang tiada henti melingkupi kehidupan manusia.
Dengan belajar memahami komunikasi antarbudaya berarti memahami realitas budaya
yang berpengaruh dan berperan dalam komunikasi. Kita dapat melihat bahwa proses
perhatian komunikasi dan kebudayaan yang terletak pada variasi langkah dan cara
berkomunikasi yang melintasi komunitas atau kelompok manusia.
Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi bagaimana menjajaki
makna, pola-pola tindakan, juga tentang bagaimana makna dan pola-pola itu
diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik,
proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi manusia
(Liliweri, 2004: 10).
Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya merupakan suatu pola
yang komprehensif yang bersifat kompleks dan abstrak. Telah banyak aspek dari budaya
turut menentukan perilaku komunikatif.
Terdapat beberapa alasan menggapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi
dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya : budaya adalah suatu
perangkat yang rumit dimana nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang
mengandung pandangan atas keistimewaan sendiri.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi dan Budaya


 Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin
communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini
maksudnya adalah “sama makna”. Yang dimaksud “sama makna” adalah tujuan inti dari
dibangunnya komunikasi yang baik, yaitu adanya persamaan persepsi (sudut pandang)
dan cara berpikir (pemahaman) dalam setiap interaksi sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman saat berkomunikasi.
Carl I. Holand berpendapat bahwa “komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang komunikator menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal)
untuk mengubah perilaku orang lain (komunikati). Sedangkan, Harold Lasswell
mengemukakan definisi dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut: “who says(siapa yang mengatakan)?, what in (apa yang dikatakan)?,
which channel (melalui saluran atau media apa yang digunakan)?, to whom (untuk siapa
pesan tersebut disampaikan)?, dan terakhir with what effect (bagaimana pengaruhnya)?”
(Deddy Mulyana, 2013:68-69).
Dari dua definisi di atas terdapat inti dari definisi komunikasi, yaitu pesan yang ingin
disampaikan oleh sumber kepada penerima harus dapat diterima dengan baik dan dapat
memberi pengaruh seperti yang diharapkan agar tidak muncul kesalahpahaman dalam
pemahaman makna.
Pada awalnya komunikasi hanya memiliki tiga unsur penting, yaitu sumber, pesan
(informasi), dan penerima.
Namun, unsur-unsur tersebut berkembang hingga menjadi lebih banyak, antara lain
sumber yang juga bisa menjadi penerima (komunikan), pesan atau informasi, penerima
sekaligus sumber (komunikator atau komunikati), efek atau pengaruh dari komunikasi,
media atau saluran yang digunakan, adanya feedback atau respon yang didapat, adanya
gangguan baik dari internal maupun eksternal, dan terakhir lingkungan atau konteks dari
komunikasi.
Fungsi komunikasi sendiri dalam komunikasi antar budaya apabila dikaitkan dengan
fungsi komunikasi menurut William I. Gorden, yaitu komunikasi sosial, komunikasi
ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental (Deddy Mulyana, 2013: 5).
Budaya
Istilah budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya merupakan suatu perkembangan dari kata
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara
budaya dengan kebudayaan. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 169), budaya
bisa diartikan sebagai; 1) pikiran, akal budi; 2) adat isitiadat; 3) sesuatu mengenai

2
kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); dan 4) sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan yang sudah sukar diubah (Djoko Widagdho, 2010).
Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan,
adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Budaya memiliki unsur-unsur yang berkaitan secara langsung dengan persepsi kita saat
berkomunikasi (Rini Darmastuti, 2013: 33-35), yaitu:
1.) Kepercayaan, nilai, dan sikap. Unsur ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi
kita saat berkomunikasi karena dapat menjadi penghalang persamaan persepsi apabila
memiliki kepercayaan, nilai, dan sikap yang berbeda dari sumber (komunikator).
2.) Pandangan dunia. Yang dimaksud dalam unsur ini adalah bagaimana persepsi dunia
pada suatu hal dapat mempengaruhi kita berkomunikasi.
3.) Organisasi sosial. Organisasi apa yang kita ikuti menjadi tempat atau lingkungan yang
dapat mempengaruhi persepsi kita akan suatu hal dan dapat membentuk perilaku maupun
persepsi yang baru.
4. ) Tabiat manusia. Unsur ini merupakan unsur yang dibawa sedari kecil yang menjadi
kebiasaan dan sulit untuk diubah serta, menjadi salah satu faktor utama yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi.
5.) Orientasi kegiatan. Kegiatan yang kita lakukan sehari-hari juga dapat memberi
pengaruh persepsi kita dalam memandang suatu hal.
6.) Persepsi tentang diri dan orang lain. Unsur ini sangat dipengaruhi dari latar belakang
yang kita miliki karena secara tidak langsung menanamkan stereotip dan prasangka yang
sedari dulu sudah ada.

B. Komunikasi Antar Budaya


Istilah antar budaya diperkenalkan oleh Edward T. Hall pada tahun 1959 lewat
bukunya yang berjudul “The Silent Languange”, tetapi Hall tidak menerangkan secara
mendalam tentang pengaruh budaya terhadap proses komunikasi antar pribadi. Setelah
Hall dilanjutkan oleh ahli lainnya seperti David Berlo yang menulis buku berjudul “The
Process of Communication” pada tahun 1960, Berlo dalam bukunya mentikberatkan pada
kajian kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. (Rini Darmastuti, 2013: 58)
Larry A Samovar, dkk dalam bukunya Communication between Cultures (terjemahan,
2010: 13) mendefinisikan tentang komunikasi antar budaya sebagai satu bentuk
komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan
sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi (dalam Rini Darmastuti, 2013:
63). Menurut Stewart(1974), komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi
dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-
nilai, adat, dan kebiasaan (dalam Daryanto, 2016: 207).
Jadi, definisi dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan
komunikator (partisipan) yang memiliki perbedaan budaya baik dari segi bahasa, nilai-
nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang negara atau
bangsa yang sama.
3
Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah proses pengalihan pesan yang
dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal
dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu.
Unsur-unsur dari komunikasi antar budaya adalah unsur gabungan dari unsur
komunikasi dan unsur budaya, yaitu komunikator(partisipan), pesan(informasi yang
berupa bahasa verbal dan nonverbal), persepsi (makna), efek(pengaruh), dan budaya
(kepercayaan, nilai, sikap, kebiasaan).
• Dimensi-dimensi komunikasi antar budaya (Teori Komunikasi, 2016: 209-210) :
1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan. Dimensi ini merujuk pada
berbagai tingkat kompleksitas dari organisasi sosial.
2) Konteks sosial tempat terjadinya komunikasi antar budaya. Dimensi ini merujuk pada
latar belakang pengalaman atau kegiatan individu yang berbeda.
3) Saluran yang dilalui oleh pesan komunikasi anarbudaya. Dimensi ini merujuk pada
saluran atau media apa yang digunakan saat berkomunikasi.
Budaya dan komunikasi saling memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Karena
berjalannya suatu komunikasi yang baik didukung dengan saling mengenal dan
memahami budaya yang lain apabila tidak, akan muncul kesalahpahaman dan sebaliknya.
Berkembangnya suatu budaya juga didukung melalui komunikasi yang benar agar pesan
yang disampaikan melalui budaya (lambang atau simbolik) dapat tersampaikan dengan
baik.

C. Fungsi Komunikasi Antar Budaya


Adapun beberapa fungsi dari komunikasi antarbudaya di antaranya :
1. Menyatakan Identitas Sosial: Dengan adanya komunikasi antarbudaya, individu tersebut
dapat menunjukkan identitas sosialnya sendiri.
2. Menyatakan Intergasi Sosial: Komunikasi antarbudaya dapat menyatukan dan
mempersatukan antar pribadi dalam interaksi tersebut. (Baca juga: Komunikasi
Pertanian)
3. Menambah Pengetahuan: Komunikasi antarbudaya pun dapat memberikan wawasan yang
baru, bahkan wawasan yang belum pernah diketahui oleh individu tersebut.
4. Hubungan Interaksi: Selain itu, komunikasi antarbudaya juga dapat menciptakan
hubungan yang komplementer serta hubungan yang selaras.

Di dalam komunikasi antar budaya pun juga terdapat fungsi sosial, di antaranya :

1. Pengawasan: Pada umumnya, kegiatan komunikasi antarbudaya terjadi ketika


komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan. Fungsi ini lebih banyak
digunakan oleh media masa.
2. Penghubung: Komunikasi antarbudaya ini dapat juga dijadikan sebagai jembatan bagi
setiap individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Biasanya, Beda individu atau
lebih akan menyampaikan presepsi mereka yang berbeda-beda.

4
3. Sosialisasi Nilai: Di sini, fungsi komunikasi antar budaya dapat memberikan ajaran dan
perkenalan nilai-nilai dari suatu kebudayaan suatu masyarakat lain.
4. Menghibur: Dalam hiburan pun juga ada kegiatan komunikasi antar budaya. Hal ini
dapat ditemukan seperti di saat menonton tarian, nyanyian, bahkan drama sekaligus.
D. Tujuan Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya terjadi bertujuan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian.
Seperti halnya ketika ada dua individu yang sedang berkomunikasi, namun kedua
individu tersebut menggunakan bahasa yang berbeda-beda karena kebudayaan yang
berbeda.
Sehingga, komunikasi antarbudaya inilah yang akan berperan sebagai alat untuk
mengurangi tingkat keidakpastian logika maupun definisi dari topik yang sedang
dibicarakan. Bahkan, komunikasi antarbudaya pun juga bertujuan sebagai alat efektifitas
komunikasi. Agar informasi yang disampaikan itu dapat dimengerti secara efektif, maka
diperlukan adanya komunikasi antarbudaya ini.
E. Faktor Terjadinya Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor di antaranya :
 Mobilitas
Perjalanan dari negara satu ke negara lain sudah bukan menjadi hal yang khusus lagi,
alias, kegiatan ini sudah menjadi kegiatan umum yang kerap kali dilakukan oleh
masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya peluang-peluang bisnis yang menggiurkan dan
pendidikan yang menjamin. Sehingga terjadilah mobilitas yang luas dan terjadilah
berbagai budaya yang menyatu pada satu wilayah. (Baca juga: Pola Komunikasi
Organisasi)
 Ekonomi
Faktor ekonomi pun juga mempengaruhi adanya komunikasi antarbudaya. Seperti pada
contohnya, negara Indonesia yang memiliki ekonomi berkembang akan mengalami
ketergantungan dengan negara yang memiliki tingkat perekonomian tinggi. Sehingga,
terjadilah perpindahan pekerjaan dan terjadilah penyatuan budaya dalam satu tempat.
 Teknologi
Teknologi akhir-akhir ini tumbuh semakin pesat. Sehingga teknologi pun mampu
membawa kultur luas masuk ke suatu wilayah yang dapat mempengaruhi budaya bangsa.
Oleh karena itu, teknologi pun mampu membuat komunikasi antarbudaya ini menjadi
lebih mudah dan praktis. Bahkan cepat atau lambat, teknologi dapat memberikan dampak
akan terjadinya pertukaran budaya secara besar-besaran.
 Imigrasi
Sudah tidak aneh lagi, ketika kita berjalan di rumah sendiri, kita melihat orang asing di
sekeliling kita. Hal itu terjadi karena adanya kegiatan imigrasi untuk suatu kepentingan.
Sehingga, terjadilah penyatuan budaya atau biasa disebut dengan akulturasi. Akulturasi
tersebut menyebabkan terjadinya komunikasi antarbudaya
 Politik

5
Kepentingan politik pun juga ikut andil memberikan dampak munculnya komunikasi
antarbudaya. Seperti halnya saat Raja Arab berkunjung ke Indonesia, atau sebaliknya,
saat Presiden Jokowi berkunjung ke Negara Australia. Kunjungan negara inilah yang
mendatangkan komunikasi antar budaya.
F. Peranan Bahasa dalam Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antar budaya acapkali terdengar sukar untuk dilakukan. Karena
kebudayaan atau pola hidup mereka yang berbeda akan membuat kesalahpahaman di
antara kedua individu. Sehingga, perlu adanya sesuatu yang dapat menurunkan tingkat
kesalahpahaman di antara kedua individu agar tidak terjadi pertikaian. Hal itu dapat
ditemukan pada bahasa baik verbal maupun nonverbal.
Peranan bahasa saat ini merupakan alat yang sangat berperan penting dalam
komunikasi antarbudaya. Contohnya, orang pesisir yang memiliki pola hidup keras kerap
kali berbicara dengan kencang, sehingga dapat membuat orang salah mengartikan.
Dikiranya orang tersebut sedang marah-marah, padahal sebenarnya tidak. Sehingga,
keberadaan bahasa di sinilah diperlukan.
Dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa kebangsaan, maka
kesalahpahaman akan menurun dan perlahan menghilang. Karena, bahasa sendiri yang
dapat memilah mana marah, mana senang, dan mana yang sedih. Dan juga, bahasa
merupakan simbolik dari rasa.
G. Perbedaan Komunikasi Antar Budaya dan Lintas Budaya
Komunikasi antarbudaya merupakan sesuatu yang memiliki arti umum pada
komunikasi antar individu yang mempunyai latar belakang atau pola hidup yang berbeda.
Namun, seringkali terdengar bahwa komunikasi antar budaya memiliki pengertian yang
sama dengan komunikasi lintas budaya.
Padahal, komunikasi lintas budaya sendiri lebih fokus pada perbedaan fenomena
komunikasi dalam budaya antar individu. Seperti, gaya komunikasi laki-laki berbeda
dengan perempuan. Sehingga, terjadilah persilangan antar bahasa pada komunikasi antara
laki-laki dan perempuan. Itulah yang disebut sebagai komunikasi lintas budaya.
Sedangkan untuk komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antara dua
individu yang memiliki pola hidup atau tata cara hidup yang berbeda. Oleh karena itu,
perbedaan terletak pada sisi lain dari hasil persilangan antar budaya. Kemudian,
komunikasi lintas budaya dapat dilihat dari hasil persilangan komunikasinya.
H. Manfaat Mempelajari Komunikasi Antar Budaya
Berbeda halnya dengan komunikasi antar budaya yang terletak pada pola hidup atau
cara hidup seseorang yang berbeda-beda dan membuat kesalahpahaman antar individu
ketika berkomunikasi. Sehingga, perlu adanya mempelajari komunikasi antarbudaya ini.
Karena, dengan mempelajari komunikasi antarbudaya ini, akan mendapatkan manfaat
dalam berkomunikasi ketika menemukan orang dengan pola hidup yang berbeda. Agar
tidak terjadi kesalahpahaman bahkan pertikaian ketika berkomunikasi dengan orang
tersebut.

6
Kemudian, Manfaat lain juga dapat dirasakan disaat kita sebagai orang ketiga yang
melihat kedua orang sedang bertikai karena komunikasi mereka saling salah paham.
Maka, di sanalah kita dapat menjadi jembatan di antara keduanya
I. Konteks Komunikasi Antar Budaya
Menurut Tubbs dan Moss (1996:236) setiap kali komunikasi KAB terjadi, perbedaan
kerangka rujukan (frame of reference) peserta komunikasi membuat komunikasi lebih
rumit dan lebih sulit dilakukan, terutama karena peserta mungkin tidak menyadari semua
aspek budaya lainnya. Sebenarnya kajian komunikasi antar budaya akan menunjukan
aspek-aspek perilaku komunikasi kita sendiri yang tidak kita sadari sebagai “khas”,
seperti sikap kita terhadap waktu, jarak dalam melakukan komunikasi, dan lain-lain.
Menurut Devito (1997:473) dalam mempelajari komunikasi antarbudaya kita perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
a) Orang dari budaya berbeda berkomunikasi secara berbeda.
b) Melihat cara perilaku masing-masung budaya sebagai sistem.
c) Cara kita berpikir tentang perbedaan budaya.
Adapun konteks komunikasi antarbudaya dapat meliputi komunikasi antar pribadi,
diantara dua orang (dyad), antara tiga orang (triads), komunikasi gender yakni antara
beda jenis kelamin (antara sesama perempuan, atau antara perempuan dan laki-laki),
komunikasi kelompok, kemunikasi organisasi, komunikasi massa, termasuk
antarkhalayak atau lintas khalayak yang berbeda budaya. Jika kita memahami konsep
konteks komunikasi dengan baik dan benar maka akan membantu kita menyelesaikan
semua masalah interaksi, kompetisi, dan konflik antarbudaya.
Salah satu kunci untuk menentukan komunikasi antarbudaya yang efektif adalah
pengakuan terhadap faktor-faktor pembeda yang mempengaruhi peserta komunikasi,
apakah itu etnik, ras, atau kelompok kategori, yang memiliki kebudayaan tersendiri.
Perbedaan itu meliputi nilai, norma, kepercayaan, sikap, bahasa, dan persepsi, semuanya
sangat menentukan pola-pola komunikasi antar budayayang akan menghasilkan
kesalahpahaman, prasangka, stereotip, dan sikap diskriminasi. Kesimpulannya, kita perlu
memahami situasi dan kondisi di mana proses komunikasi antarbudaya itu beroperasi.
Dengan kata lain, kita harus menjawab pertanyaan: in what and what context, contact,
interactions, or communications.
Adapun konteks komunikasi antarbudaya dapat meliputi:
a) Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dengan seseorang secara informal dan
tidak berstruktur, yang terjadi diantara dua atau tidak orang. Dalam kenyataannya,
proses komunikasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor personal maupun kelompok.
Dan faktor-faktor personal yang mempengaruhi komunikasi antarpribadi antara lain
adalah faktor kognitif seperti konsep diri, persepsi, sikap, orientasi diri, dan harga
diri. Konteks komunikasi antarpribadi meliputi komunikasi antarpribadi yang
dilakukan dua atau tiga orang yang berbeda latar belakang kebudayaan.
b) Komunikasi Kelompok
7
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi di antara sejumlah orang, komunikasi
antarbudaya sring terjadi di dalam konteks kelompok yang anggotanya berbeda latar
belakang kebudayaan. Termasuk dalam pengertian konteks komunikasi kelompok
adalah operasi komunikasi antarbudaya dikalangan in group maupun out group
communication.
c) Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang kepada sejumlah
orang dalam situasi pertemuan seperti rapat, seminar lokakarya, dan simposium.
Komunikasi publik menggunakan komunikasi pesan secara baik, dalam bentuk
tulisan maupun lisan, yang dimulai dengan proses satu arah kemudian dibuka dialog
antara pembicara dengan audiens. Kemudian hubungan komunikasi publik dengan
komunikasi antarbudaya yaitu adanya latar belakang budaya yang berbeda dari
masing-masing audiens. Karena itu, efektivitas seluruh proses komunikasi publik
ditentukan oleh komunikasi antarbudaya.
d) Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok
yang bersifat impersonal atau komunikasi yang berstruktur yang dilakukan oleh
pribadi atau kelompok dalam satu organisasi. Organisasi merupakan wadah yang
mempekerjakan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kebudayaan yang berbeda. Karena itu,
komunikasi antarbudaya juga berproses dalam konteks komunikasi organisasi.
e) Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan massa yang umumnya
dilakukan oleh media massa, seperti surat kabar, majalah, buku, radio dan televisi.
Khlayak dalam komunikasi massa merupakan orang atau kelompok yang berbeda
latar belakang budaya dan tersebar di berbagai ruang geografis yang luas. Dampak
kehadiran lembaga, pesan dan media yang berasal dari latar belakang kebudayaan
yang berbeda sangat besar terhadap perubahan sikap khalayak. Karena itu,
pemahaman terhadap konsep komunikasi antarbudaya sangat membantu untuk
menganalisis konteks komunikasi massa.
f) Konteks Pendidikan
Arnold William dan Lynne McClure dalam buku Communication Training and
Development (2000) menjelaskan relasi yang erat antara komunikasi dengan
pengembangan pendidikan dan pelatihan keterampilan. Menurut mereka dalam
bukunya bagaimana mengembangkan sebuah pendidikan dan pelatihan bagi orang
dewasa yang berasal dari berbagai kebudayaan dan komunikasi pendidikan yang
berwawasan antarbudaya perlu memperhatikan aspek-aspek belajar orang dewasa.
Menurut sebagian para ahli memandang dalam proses belajar para peserta didik
dibutuhkan proses pelatihan komunikasi antarbudaya secara terus-menerus. Karena
efektivitas komunikasi antarbudaya dikelas sangat ditentukan oleh aspek bahasa dan
psikologi sosial budaya.
8
g) Komunikasi Gender
Laurie P. Arliss dan Deborah J. Borisoff dalam Women and Men Communicating:
Challanges And Changes (1999) menulis betapa pentingnya tingkat pemahaman dan
usaha meningkatkan efektivitas komunikasi sebagai syarat penting bagi penciptaan
keadilan dan keseimbangan antarmanusia, terutama yang berwawasan gender.
Keduanya menggarisbawahi pendapat bahwa perbedaan jenis kelamin itu berkaitan
erat dengan relasi antarpribadi dan lingkungan profesional. Barbara Bate dan Judy
Bowker dalam Communication And The Sexes (2000) bahwa pengalaman efektif
kalau kita memahami perbedaan bahasa antara laki-laki dan perempuan, juga
perbedaan menggunakan pesan verbal dan nonverbal, derajat kedekatan laki-laki dan
perempuan yang diizinkan oleh budaya, peran keluarga, tingkat pendidikan
perempuan dan laki-laki, organisasi tempat kerja, maupun jenis pekerjaan, tampilan
media, dan isu yang berkaitan tentang gender.
h) Konteks Bisnis
Bisnis merupakan kegiatan yang diharapkan mendatangkan keuntungan bagi
individu, kelompok, bahkan keuntungan bagi bangsa dan negara. Untuk memperoleh
keuntungan bersama itu semua pihak membutuhkan pembicaraan, negosiasi,
perundingan bersama utuk menentukan barang dan jasa yang dibutuhkan, harga yang
pantas, metode dan teknik pengiriman dan penerimaan, strategi bisnis seperti
menghadapi persaingan, dialog tentang skala ekonomi, serta peredaran uang dan
sebagainya. Seperti halnya tentang komunikasi bisnis antarbudaya dalam sebuah
seminar bahwa hubungan dagang antara orang Johor dan Singapura sangat
dipengaruhi olehperbedaan latar belakang etnik dan ras, dan bukan bersumber dari
kepentingan ideal bisnis barang dan jasa.[6] Dalam konteks komunikasi bisnis
antarbudaya dapat diketahui bagaimana kita terlibat dalam komunikasi yang
didominasi oleh budaya bisnis tersebut, budaya mana ditentukan oleh pelaku bisnis
maupun barang dan jasa yang diperjual belikan.

J. Pendekatan Dalam Komunikasi Antar Budaya


Martin dan Nakayama (1997:26) menegaskan bahwa ada tiga pendekatan dalam
mempelajari komunikasi antarbudaya, yakni pendekatan fungsionalis, pendekatan
interpretatif, dan pendekatan kritis:
1. Pendekatan Fungsionalis
Pendekatan fungsionalis ini atau yang dikenal dengan pendekatan ilmu sosial (sosial
science) beranjak dari disiplin ilmu psikologi dan sosial. Pendekatan ini menyatakan
bahwa pada dasarmnya kebiasaan manusia itu dapat diketahui melalui penampilan luar
dan dapat digambarkan. Oleh karena itu, kebiasaan manusia dapat diprediksi dan dapat
dikenali melalui perbedaan-perbedaan budaya.
2. Pendekatan Interpretatif
9
Pendekatan interpretatif (interpretive approach) ini menegaskan bahwa pada dasarnya
manusia itu mengkonstruk dirinya dan reaalitas yang berada di luar dirinya. Pendekatan
ini meyakini bahwa baik budaya dan komunikasi itu bersifat subjektif. Oleh karena itu,
pendekatan ini memberikan arahan bagaimana menggambarkan dan memahami
kebiasaan manusia serta bukan bermaksud untuk memprediksi kebiasaan.
3. Pendekatan Kritis
Pendekaatan kritis (critical approach) pada dasarnya memiliki kesamaan dalam
pendekatan interpretatif yaitu memandang manusia dalam kacamata subjek. Namun,
pendekatan ini memberikan metode untuk mengetahui bagaimana konteks makro
misalnya kekuatan sosial dan politik memberikan pengaruh terhadap komunikasi. Oleh
karena itu, pendekatan kritis tidak sekadar mempelajari kebiasaan manusia, tetapi dengan
mempelajari bagaimana kekuasaan sosial atau politik itu berfungsi dalam situasi budaya
tertentu akan memberikan manusia itu solusi dalam menyikapi kekuasaan tersebut.
Pendekatan-pendekatan diatas pada dasarnya beranjak dari asumsi dasar tentang sifat
alamiah manusia, kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, bahasa bahkan terhadap konsepsi
tentang budaya dan komunikasi itu sendiri. Martin dan Nakayama (1997:37) juga
memandang bahwa mendekati budaya dan komunikasi bisa dari berbagai sisi. Budaya
tidak hanya mempengaruhi komunikasi, tetapi budaya juga bisa dipengaruhi oleh
komunikasi itu sendiri.
K. Prinsip-Prinsip Komunikasi Antar Budaya
a. Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak
disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang
tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif
kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik
semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang
dan berpikir tentang dunia.

b. Bahasa sebagai cermin budaya


Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan
komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar
perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin
sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah
paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
c. Mengurangi Ketidakpastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dan ambiguitas
dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian ini
sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku
orang lain. Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih
10
banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi
secara lebih bermakna.
d. Kesadaran diri dan perbedaan antar budaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para
partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya,
kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan
hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita
terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
e. Interaksi awal dan perbedaan antar budaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur
berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu
terdapat kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini
khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
f. Memaksimalkan hasil interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya terdapat tindakan-tindakan yang berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting
bagi komunikasi antarbudaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang
mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil yang
positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi.
Bila memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri dan mengurangi
komunikasi. Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang perilaku mana yang akan
menghasilkan hasil positif. Pelaku akan mencoba memprediksi hasil dari, misalnya,
pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, dan sebagainya.

L. Hambatan Komunikasi Antar Budaya


Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah
segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif.
Contoh dari hambatan komunikasi antarbudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di
Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti
sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya
berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi

11
antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat
kita lalui. Hambatan-hambatan tersebut adalah:
1. Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan
diri, dan juga media fisik.
2. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada
antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-
beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan
mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4. Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya
adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau
apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat
menjadi hambatan komunikasi.
5. Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki
pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga
konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
6. ) Emosi (Emotional
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi
pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar
dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan
penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata
yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi
dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh
penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah
marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja
pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada
penerima pesan.
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain
sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir,
karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan
mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.
12
M. Keefektifan Komunikasi Antar Budaya
Sebagaimana sebuah aktivitas komunikasi yang efektif apabila terdapat persamaan
makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian juga halnya dengan
komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih sulit mengingat adanya unsur
perbedaan kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasinya. Itulah sebabnya, usaha
untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam praktiknya bukanlah merupakan suatu
persoalan yang sederhana. Terdapat banyak masalah-masalah potensial yang sering
terjadi di dalamnya, seperti yang telah di jabarkan diatas.
Komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif menurut Schramm harus
memperhatikan empat syarat, yaitu:
1. Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia .
2. Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan sebagaimana yang kita
kehendaki.
3. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita
bertindak.
4. Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama
orang dari budaya yang lain.
Sedangkan De Vito mengemukakan konsepnya tentang efektivitas komunikasi sangat
ditentukan dari sejauh mana seseorang mempunyai sikap:
1. Keterbukaan;
Sikap keterbukaan yang dimaksud De Vito, meliputi:
a. Sikap seseorang komunikator yang membuka semua informasi tentang pribadinya
kepada komunikan, sebaliknya menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari
komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi;
b. Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan
yang datang dari komunikan;
c. Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator
merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suasana situasi tertentu.
2. Empati;
Perasaan empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami
orang lain seperti ia memahami dirinya sendiri. Jadi ia berpikir, merasa, berbuat terhadap
orang lain sebagaimana ia berpikir, merasa dan berbuat terhadap dirinya sendiri.
3. Memberi dukungan
Memberi dukungan ialah suatu situasi kondisi yang dialami komunikator dan komunikan
terbebas atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang.
4. Merasa seimbang;
Merasa keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dan komunikan
dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, merasa dan bertindak
N. Paradigma Komunikasi Antar Budaya
Sebelum menjelaskan paradigma dari komunikasi antar budaya kita terlebih dahulu harus
memahami tentang arti paradigma. Dalam bahasa inggris paradigma disebut paradigm.
13
Paradigma berasal dari bahasa Latin, yaitu para dan deigma. Secara etimologis, para
berarti di samping atau di sebelah dan deigma memiliki arti memperlihatkan yang berarti
model, contoh, ideal. Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas Kuhn dalam bukunya “The Structure of Scientific
Revolution”. Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi
teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga menjadi sumber hukum,
metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan
itu sendiri.
Menurut Muhammad Adib, dalam bukunya filsafat ilmu ia mengemukakan bahwa ada
empat paradigma ilmu yang dikembangkan untuk ilmu pengetahuan, antara lain.
a. Paradigma Positivisme (Positivistik). Yaitu aliran yang menyatakan bahwa ilmu alam
adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan memandang bahwa suatu
pernyataan dikatakan ilmu pengetahuan apabila sebenarnya dapat dibuktikan secara
empiris.
b. Paradigma Post-Positivisme. Yaitu aliran yang memperbaiki kelemahan positivisme
yang hanya mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek dan memandang bahwa
suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia
(peneliti).
c.Paradigma Critical Theory (Paradigma Teori Kritis). Yaitu aliran yang digunakan
untuk mengkritik, mengubah masyarakat keseluruhan, tidak hanya memahami dan
menjelaskannya, dan berpengaruh terhadap perubahan sosial dalam mengubah sistem dan
struktur tersebut menjadi lebih adil.
d. Paradigma Konstruktivisme. Yaitu aliran yang menekankan bahwa pengetahuan
adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif
dengan membuat struktur, kategori, konsep, skema, yang diperlukan untuk membentuk
pengetahuan.
Pada komunikasi antarbudaya, paradigma lahir karena adanya kelemahan dalam
penelitian komunikasi antar budaya yang dilakukan. Tulsi B. Saral pada tahun 1979
(dalam Komunikasi Antarbudaya, 1996: 245-246) menyebutkan lima kelemahan
penelitian komunikasi antarbudaya saat itu :
1. Dalam budaya barat, tekanan terlalu banyak pada penggunaan indera visual dan
auditif; padahal bangsa-bangsa berbeda dalam mengindera stimuli. Orang Afrika Barat
misalnya, kurang begitu mengandalkan indera visual; dan lebih percaya pada indera
auditif.
2. Hampir semua studi komunikasi antarbudaya terbatas pada apa yang dipersepsi atau
diekspresikan. Ini terjadi karena car berpikir Barat yang materilistik (ingat klasifikasi
Weltanschauung dari Asante) menafsirkan pengalman-pengalaman mistis.
3. Penelitian juga bertumpu pada pada yang dianggap sebagai objective truth. Pandangan
dunia tentang realitas tunggal menguasai asumsi-asumsi penelitian.
4. Para teorisi Barat cenderung memisahkan jiwa dari tubuh, individu dan lingkungan,
kesadaran individu dari kesadaran kosmis.
14
5. Kebanyakan studi komunikasi didasarkan pada model linear yang mekanistis. Model
ini sangat cocok untuk melukiskan komunikasi antar budaya yang holistik.
Lima kelemahan di atas ditujukan kepada penelitian-penelitian terdahulu yang
didominasi oleh paradigma positivistik (positivisme). Oleh karena itu, muncullah
paradigma baru yang membantu memperbaiki kelemahan paradigma positivistik,
paradigma tersebut adalah paradigma naturalistik.
Paradigma positivistik membentuk kita untuk memahami ilmu pengetahuan hanya
pada sesuatu yang dapat diukur berdasarkan bilangan yang nyata. Seperti yang sudah
dijelaskan di atas, paradigma positivistik adalah paradigma yang mengacu pada logika-
empiris atau bisa dijelaskan bahwa suatu kajian dipandang sebagai ilmu pengetahuan
apabila dapat dibuktikan melalui observasi, nilai kuantifikasi, dan merumuskan
generalisasi dan hasil pengamatan secara nyata. Karena konsep ini merujuk kepada
konsep sosial maka, peneliti mengambangkan skala-skala pengukuran dengan
variabelnya adalah sikap. Untuk komunikasi antar budaya misalnya, kita dapat
mengguanakn skala world-minded attitudes dari Sampson dan Smith atau
internationalism dari Free dan Cantrill. Dengan mengubah konsep menjadi variabel
dijelaskan dalam apa yang lazim disebut operasionalisasi.
Padahal dalam kenyataannya konsep merupakan hal yang tidak dapat diukur dan
dinyatakan dengan bilangan. Konsep merupakan suatu pandangan yang hanya bisa
dijelaskan dengan kalimat dan ada di pikiran kita. Dengan penjelasan yang sudah ada kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam positivistik sebuah pandangan dinyatakan
ilmu pengetahuan (konsep) yang realistis apabila dapat dibuktikan secara kuantitatif dan
logika-empiris. Padahal konsep merupakan hal yang tak memiliki batas dan tidak bisa
dibatasi karena setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi
suatu hal.
Paradigma naturalistik adalah paradigma yang beranggapan bahwa realitas adalah
hasil konstruksi kita; karena setiap orang mengkonstruksi realitas kita mengenal banyak
realitas (Komunikasi Antarbudaya, 1996: 247). Tujuan penelitian tidak lagi hanya untuk
memperoleh pengatahuan nomothetik (hukum-hukum yang dapat digeneralisasikan),
tetapi juga mencari dan mengembangkan pengetahuan idiografik (penjelasan tentang
kasus-kasus). Pengamat dan objek yang diamaati melakukan hubungan tinbal balik
karena saling mempengaruhi. Paradigma naturalistik menjadi lebih relevan untuk
melakukan penelitian komunikasi antar budaya karena melihat konsep tidak hanya dari
sudut pandang peneliti, tetapi juga dari sudut pandang objek yang diteliti.
Paradigma positivistik hanya melihat pecahan-pecahan realitas tentu saja sulit untuk
melihat konteks. Penelitian paradigma naturalistik yang menempatkan proses itu menjadi
satu-satunya alternatif. Tetapi dengan bergabungnya metode penelitian paradigma
positivistik dan paradigma naturalistik dapat lebih efektif dalam pengujian dan
pembuatan konsep melalui verifikasi dan logika-empiris hasil dari observasi yang
dilakukan.

15
Dalam beberapa buku lain paradigma dijelaskan dengan kata lain asumsi dasar. Alo
Liliweri (2003: 15) memberikan asumsi-asumsi dalam rangka memahami kajian
komunikasi antarbudaya sebagai berikut.
1.Komunikasi antar budaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan
persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2.Dalam komunikasi antar budaya terkandung isi dan relasi antar pribadi.
3.Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.
4.Komunikasi antar budaya bertujuan untuk mempengaruhi tingkat ketidakpastian.
5.Komunikasi berpusat pada kebudayaan.
6.Efektivitas antar budaya merupakan tujuan komunikasi.
O. Contoh Komunikasi Antar Budaya
1. Membangun identitas
Identitas sangat penting dalam komunikasi antarbudaya. Membangun dan
menyatakan identitas diri merupakan salah satu fungsi pribadi dalam komunikasi
antarbudaya.Keluarga berperan besar dalam menyampaikan pesan-pesan dan
pengetahuan tentang sejarah latar belakang keluarga, informasi tentang sifat budaya
yang dianut, perilaku khusus, kebiasaan, tradisi, dan bahasa yang berkaitan dengan
kelompok etnis atau budaya sendiri. Ketidakmampuan memahami budaya sendiri
dapat menjadi penyebab kegagalan dalam komunikasi antarbudaya.
2. Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi keluarga menggambarkan kecenderungan keluarga untuk
mengembangkan cara-cara berkomunikasi antar anggota keluarga yang stabil dan
dapat diprediksi.
Prinsip dasarnya adalah hubungan keluarga dibangun berdasarkan coorientation di
antara anggota keluarga. Pola komunikasi keluarga mengarah pada perbedaan jenis
keluarga dan memprediksi jumlah proses keluarga dan hasil psikososial bagi keluarga
dan individu anggota keluarga (Baca juga : Etika Komunikasi Antarbudaya).
3. Pola komunikasi antara suami istri
Contoh komunikasi antarbudaya dalam keluarga yang paling banyak diminati para
peneliti adalah terkait dengan gaya komunikasi atau interaksi antara suami dan istri
dalam suatu pernikahan antarbudaya.
Dalam pernikahan antarbudaya, terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi
oleh pasangan suami istri yang terkait dengan teman, pandangan
politik,keuangan,seks, anak-anak, nilai-nilai, kebiasaan makan minum, peran-
gender,sikap terhadap waktu, agama, tempat peristirahatan, stress, etnosentrisme, dan
lain-lain.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pasangan suami istri umumnya
mengembangkan cara-cara atau sistem guna menjaga keseimbangan hubungan dalam
pernikahan.
Misalnya, mengabaikan budaya sendiri dan menerima budaya pasangan; suami atau
istri memberikan kesempatan atau porsi yang sama kepada satu sama lain terkait
dengan kepercayaan dan kebiasaan budaya guna meminimalisir perbedaan lintas
16
budaya; menghilangkan budaya sendiri akibat perbedaan budaya; dan pasangan suami
istri menegosiasikan hubungan mereka karena adanya perbedaan budaya (Baca juga :
Tujuan Komunikasi Antarbudaya).
4. Gaya komunikasi orang tua
Orang tua memiliki pengaruh yang besar pada cara keluarga berkomunikasi. Hal ini
disebabkan orang tua merupakan model perilaku bagi anak-anaknya dan orang tua
menyosialisasikan anak-anak mereka dengan cara mengajarkan kepada mereka cara
berkomunikasi.
Sosialisasi yang dilakukan orang tua menunjukkan pentingnya komunikasi dalam
keluarga sekaligus mempengaruhi gaya komunikasi dan perilaku anak-anak.
Menurut para ahli, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan oleh orang tua
untuk mengatur perilaku anak yaitu pendekatan yang berpusat pada orang dan
pendekatan yang berpusat pada posisi.
Pendekatan yang berpusat pada orang memungkinkan anak-anak untuk
mengembangkan keterampilan berkomunikasi yang dapat memicu kemampuannya
mengembangkan sikap empati dan mengambil sudut pandang orang lain ketika
berperilaku.
Di lain pihak, pendekatan yang berpusat pada posisi memungkinkan anak-anak untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi yang dapat memicu kemampuannya
mengidentifikasi aturan dan norma-norma dengan tidak mempertimbangkan sudut
pandang orang lain (Baca juga : Akulturasi Komunikasi Antarbudaya).
5. Praktek pengasuhan anak
Contoh komunikasi antarbudaya selanjutnya adalah terkait dengan praktek
pengasuhan anak. Praktek pengasuhan anak mengacu pada peran orang tua dalam
mengajarkan anak-anak tentang sejarah rasial atau warisan budaya mereka,
mempersiapkan anak-anak untuk menyadari dan mengatasi diskriminasi, mewaspadai
orang-orang dari ras lain ketika bersosialisasi, dan sosialisasi terkait perlakuan yang
sama terhadap orang lain yang berbeda budaya (Baca juga : Unsur Komunikasi
Antarbudaya).
6. Komunikasi pernikahan antarbudaya
Kehadiran konflik dalam suatu keluarga antarbudaya adalah hal yang wajar. Hal ini
dikarenakan masing-masing pasangan membawa budaya mereka masing-masing
ketika melakukan pernikahan antarbudaya. Namun, konflik yang dihadapi pernikahan
antarbudaya begitu kompleks.
Selain karena hambatan bahasa sebagai alat komunikasi, permasalahan lain yang
dihadapi pernikahan antarbudaya adalah perbedaan dalam peran gender, pengasuhan
anak, manajemen konflik, ekspresi emosi, nilai-nilai, perilaku sosial, dan lain
sebagainya. Komunikasi merupakan kunci untuk mengatasi pemasalahan yang ada.
Cara mengatasinya adalah dengan membuat keputusan terkait dengan bahasa yang
akan digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain dan berkomunikasi dengan anak-

17
anak. Dalam keluarga antarbudaya, strategi satu orang tua dan satu bahasa merupakan
cara untuk mengatasi kendala bahasa.
7. Sosialisasi rasial
Sosialisasi rasial dimaknai sebagai proses perkembangan dimana anak-anak
memperoleh perilaku, persepsi, nilai, dan sikap kelompok etnis, dan datang untuk
melihat diri mereka sendiri dan orang lain sebagai anggota kelompok. Sosialisasi
rasial mencakup sosialisasi budaya, egalitarianisme, dan lain-lain (Baca juga :
Penggunaan Dialek Dalam Komunikasi).
8. Sosialisasi gender
Di semua keluarga, orang tua bertugas menyampaikan peran gender yang dapat
diterima secara budaya kepada anak-anaknya. Ahli sosiologi mengidentifikasi empat
cara orang tua menyosalisasikan peran gender kepada anak-anaknya yaitu
membentuk pemahaman tentang gender melalui mainan dan kegiatan, membedakan
interaksi mereka dengan anak-anak berdasarkan jenis kelamin anak, berfungsi sebagai
model gender yang utama, dan mengkomunikasikan harapan dan gender yang ideal
(Baca juga : Komunikasi Gender).
9. Sosialisasi bahasa
Peran bahasa dalam komunikasi antarbudaya sangat penting karena membantu proses
pembentukan dan pengembangan identitas dan membantu proses sosialisasi dan
pewarisan nilai-nilai budaya. Keluarga bertugas mengenalkan bahasa dari budaya
yang melatarbelakanginya kepada anggota keluarga. Selain itu, keluarga juga
mengajarkan cara menggunakan bahasa tersebut. Pelatihan berkomunikasi dilakukan
melalui pengamatan, peniruan, dan latihan.
10. Sosialisasi hubungan antarbudaya
Keluarga adalah tempat pertama bagi anak-anak untuk belajar beradaptasi dan
menerima perbedaan budaya. Misalnya berteman dengan anak yang berbeda
suku,ras,agama

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Definisi dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan
komunikator (partisipan) yang memiliki perbedaan budaya baik dari segi bahasa,
nilai-nilai, adat maupun kebiasaan, tetapi masih memiliki kesamaan latar belakang
negara atau bangsa yang sama. Penekanan pada komunikasi antar budaya adalah
proses pengalihan pesan yang dilakukan seseorang melalui saluran tertentu kepada
orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan
menghasilkan efek tertentu.
Mempunyai fungsi :Menyatakan Identitas Sosial, Menambah Pengetahuan,dan
Pengawasan. Komunikasi antarbudaya terjadi bertujuan untuk mengurangi tingkat

18
ketidakpastian. Seperti halnya ketika ada dua individu yang sedang berkomunikasi,
namun kedua individu tersebut menggunakan bahasa yang berbeda-beda karena
kebudayaan yang berbeda. Komunikasi antarbudaya ini dapat terjadi karena adanya
beberapa factor: Mobilitas,Teknologi,Ekonomi,Imigrasi,dan Politik.
Konteks komunikasi antarbudaya dapat meliputi komunikasi antar pribadi, diantara
dua orang (dyad), antara tiga orang (triads), komunikasi gender yakni antara beda
jenis kelamin (antara sesama perempuan, atau antara perempuan dan laki-laki),
komunikasi kelompok, kemunikasi organisasi, komunikasi massa, termasuk
antarkhalayak atau lintas khalayak yang berbeda budaya. Jika kita memahami konsep
konteks komunikasi dengan baik dan benar maka akan membantu kita menyelesaikan
semua masalah interaksi, kompetisi, dan konflik antarbudaya.

DAFTAR PUSTAKA

https://pakarkomunikasi.com/komunikasi-antar-budaya

Nasrullah, Ruli 2012., Komunikasi Antarbudaya di Era Siber. Jakarta: Kencana


Prenadamedia Group, 2012.

Sihabudin, Ahmad, 2013., Komunikasi Antarbudaya Satu Perspektif Multidimensi


Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Liliweri, Alo, 2002., Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta:


PT LkiS Printing Cemerlang, 2002.

19
Mulyana Deddy, Rakhmat Jalaluddin. Komunikasi antarbudaya (panduan berkomunikasi
dengan orang-orang berbeda budaya). Bandung: PT remaja rosdakarya, 2003

Nurudin. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta: PT raja Grafindo persada 2008


Cangara Hafied. pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT raja Grafindo persada 2003

iliweri, Alo. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yokyakarta: Pustaka Pelajar. 2004
http://www.kriwiiiil.files.wordpress.com

Andriana, LusianaLubis. Komunikasi Antar Budaya. Pdf. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi :Universitas Sumatera. 2005.

Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.

Darmastuti, Rini. 2013. Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta :


Buku Litera.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 1996. Komunikasi Antarbudaya. Bandung :


Rosda.

Daryanto dan Muijo Rahardjo. 2016. Teori Komunikasi. Yogyakarta : Gava Media.
Widagdho, Djoko. 2010. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara.

20

Anda mungkin juga menyukai