Anda di halaman 1dari 8

Tugas Akhir

PHOBIA

Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas studi kasus mata kuliah Kesehatan Mental

Dosen Pembimbing: Tri Sutanti, S.Pd., M.Pd.

Di susun oleh kelompok 7:

Aisya Noorrahma 1900001164

Gea Nevea 1900001165

Afilia Nuryani 1900001166

Sungsang Aji Nugroho 1900001170

Khofifah Maulatunnisa 1900001178

KELAS 3D

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2021
1. PENDAHULUAN

Fobia spesifik merupakan sebuah ketakutan berlebih yang dimiliki individu terhadap objek
atau situasi tertentu. Halgin & Whitbourne (2009) mengungkapkan bahwa fobia spesifik adalah
ketakutan irasional dan menetap pada objek khusus, aktivitas, dan situasi yang menyebabkan
respons kecemasan secaratiba-tiba, menyebabkan gangguan signifikan dalam performa, dan
menghasilkan perilaku menghindar. Fobia spesifik adalah salah satu gangguan psikologis yang
umum dialami sekitar 7 sampai 11% dari populasi umum (APA dalam Nevid dkk., 2005).
Kessler (dalam Halgin & Whitbourne, 2009) mengungkapkan bahwa fobia spesifik dialami rata-
rata 13,2% dalam sampel komunitas.

Menurut Nevid, dkk (2003) untuk mencapai pada taraf gangguan psikologis, fobia tersebut
harus secara signifikan memengaruhi gaya hidup atau berfungsinya orang, atau menyebabkan
distres yang signifikan. Dalam lingkungan yang mengharuskan mereka berhadapan langsung
dengan stimulus penyebab fobia, tingkat kecemasan mereka meningkat dengan semakin
dekatnya stimulus atau berkurangnya kemungkinan untuk melarikan diri dari situasi menakutkan
tersebut (Halgin & Whitbourne, 2009).

Ketakutan berlebih yang dimiliki orang dengan fobia tidak sebanding dengan ancaman yang
timbul dari objek yang ditakuti. Nevid dkk. (2005) memaparkan bahwa pikiran-pikiran irasional
mengintensifkan keterangsangan otonomik, mengganggu rencana, memerbesar aversivitas
stimuli, mendorong tingkah laku menghindar, dan menurunkan harapan untuk efikasi diri (self-
efficacy). Menurut Bandura (Alwisol, 2004), fobia yang dipelajari dari pengamatan lingkungan,
menjadi eksis akibat efikasi diri yang rendah. Orang merasa tidak mampu menangani suatu
masalah yang mengancam sehingga muncul perasaan takut yang kronis.

Bandura (1997) menyatakan bahwa efikasi diri berguna untuk melatih control terhadap
stressor, yang berperan penting dalam keterbangkitan kecemasan. Penelitian Bandura (Baron &
Byrne, 2004) mengenai efikasi diri pada orang dengan fobia menunjukkan bahwa dengan
meningkatkan efikasi diri dapat membantu orang dengan fobia mengurangi rasa takut yang
dimiliki dan mengubah cara pandang individu dengan fobia menjadi lebih realistis, sehingga
mereka merasa nyaman dalam menghadapi objek ketakutannya.

2. KAJIAN LITERATUR
a. Konsep teoritis tentang topic gangguan mental (Phobia)
1.) Pengertian
fobia spesifik (specific phobia) adalah ketakutan irasional dan menetap pada objek yang
khusus, aktivitas, atau situasi yang menyebabkan respon kecemasan yang tiba-tiba,
menyebabkan gangguan yang signifikan dalam performa dan menghasilkan perilaku
menghindar. Beberapa orang memiliki ketakutan atau respon tidak menyenangkan
terhadap objek-objek, situasi, atau makhluk hidup. Akan tetapi, jika respon seseorang
terhadap sesuatu diantara hal yang dialami tersebut terlalu jauh di luar proporsi bahaya
yang mengancam oleh stimulus, orang tersebut memiliki fobia (Halgin & Whitbourne,
2009). Pada gangguan fobia, ketakutan yang dialami jauh melebihi penilaian tentang
bahaya yang ada.
2.) Faktor Penyebab
Seperti kondisi traumatis yang pernah dialami pada masa anak-anak, faktor lingkungan
keluarga dimana ada keluarga yang fobia terhadap hal yang sama, dan juga adanya faktor
lingkungan.
3.) Cara Mengatasi
“Berdasar Pendapat Bandura (1997), cara mengatsinya dengan efikasi diri ditandai
adanya perasaan yakin bahwa mereka mampu menangani secara efektif peristiwa dan
situasi dihadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri
yang dimiliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman, suka mencari
situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen
kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha kuat dengan apa yang dilakukan dan
meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan
strategi menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampunya setelah mengalami
kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka
mampu mengontrolnya.” Kemudian menggunakan metode hipnoterapi.
b. Hasil Penelitian tentang Phobia
PAS berusia 20 tahun, MAD berusia 20 tahun, dan partisipan terakhir adalah NNA
berusia 18 tahun. Partisipan PAS memiliki ketakutan berlebih pada laba-laba, ia merasa
kaki dan perut laba-laba adalah bagian tubuh yang dapat membuatnya ketakutan. PAS
memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan laba-laba yaitu laba-laba pernah
merayap di bagian kakinya dan melihat perut laba-laba yang hancur dan mengeluarkan
cairan yang dinilai menjijikkan. Partipan MAD memiliki ketakutan saat melihat jenazah
atau pergi menghadiri acara pemakaman (takziah). MAD beranggapan bahwa ketika
melihat jenazah terus maka jenazah tersebut akan bangkit. Responden terakhir yaitu
NNA, memiliki ketakutan berlebih pada ular. NNA menilai ular sangat menakutkan dan
bagian yang baginnya menakutkan adalah kulitnya, ia merasa jijik ketika melihat kulit
ular.
Fobia spesifik seringkali bermula pada masa kanak-kanak. Banyak anak yang
mengembangkan ketakutan terhadap objek atau situasi spesifik, tetapi hal ini akan
berlalu. Meskipun demikian, beberapa di antaranya terus berlanjut untuk
mengembangkan fobia kronis yang signifikan secara klinis (Merckelbach dalam Nevid,
dkk., 2005). Partisipan MAD dan NNA telah memiliki rasa takut yang berlebih sejak usia
kanak-kanak. Hal berbeda ditemukan pada PAS, ketakutan yang berlebih terhadap laba-
laba bermula sejak usianya kurang lebih 15 tahun, saat berada di bangku Sekolah
Menengah Atas (SMA).
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana bentuk metode hipnoterapi secara langsung
terhadap penanggulangan permasalahan phobia terutama menghadapi klien anak. Melalui
wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa anak bisa di hipnosis selama ia mampu
berkomunikasi dan berfikir abstrak sehingga bisa masuk ke gerbang bawah sadarnya dan
memberikan sugesti positif secara berulang-ulang terhadapperilaku yang ingin diubah
dan tujuan dari terapi ini bukan untuk melupakan dan menghilangkannya dari pikiran
namun untuk merubah persepsi salah yang mungkin selama ini mempengaruhi
perilakunya.
c. Analisis gangguan phobia ditinjau dari kesehatan mental
Fobia adalah rasa takut yang tidak masuk akal
d. Gambaran umum bentuk konseling kesehatan mental yang dijadikan alternatif untuk
mengatasi phobia.
Social Anxiety Disorder disebut juga sebagai social phobia (fobia sosial).Gangguan ini
adalah gangguan kecemasan dimana seseorang merasa takut berlebihan berada di
lingkungan social tanpa alas an yang jelas.Kecemasan ini disadari timbul dari perasaan
takut diamati,dikata katai sampai dikritik orang lain.Gejala yang dialami orang dengan
gangguan ini antara lain Intensitas rasa cemas setiap kali berada di keramaian,
menghindari keramaian atau lingkungan social,gejala fisik seperti jantung berdegup
cepat, berkeringat, gemetar, rasa malu berlebih, otot tegang, perut sakit, bahkan bisa jadi
sampai diare. Kecemasan tersebut ditimbulkankarena adanya prilaku individu yang
menjadi masalah sehingga perlu penangan yang tepat melalui perubahan prilaku.
Perubahan prilaku bertujuan untuk mengubah prilaku manusia yang bisa diamati dan
dapat diukur. (Palmer.2010). perubahan-perubahan itu dipilih sesuai kebutuhan masalah
yang dihadapi siswa dengan tujuan untuk melihat perubahan prilaku. Salah satu teknik
sebagai terapi prilaku adalah behavioral rehearsal. Behavioral rehearsal merupakan salah
satu di antara banyak teknik yang berasal dari terapi pilaku menurut Thorpe & Olson
(Brandle T. Elford:2016). Teknik sebagai terapi prilaku awalnya disebut behavioristic
psychodrama ( psikodrama behavioristik), adalah campuran terapi conditioned reflex
(refleks terkondisi) dari salter,teknik psikodrama dari moreno dan fixed role therapy
(terapi peran tetap) dari kelly (Elford:2016). Namun yang lebih sering digunakan adalah
behavior rehearsal (latihan/geladi prilaku) dengan klien yang perlu menjadi sadar
sepenuhnya akan dirinya.
e. Teknik behavior rehearsal diterapkan dalam bentuk bermain peran dimana klien
mempelajari suatu tipe perilaku baru di luar situasi konseling. behavior rehearsal
memasukkan beberapa komponen kunci yaitu: menirukan prilaku, menerima umpan balik
dari konselor, dan sering mempraktekkan/melatih perilaku yang diinginkan
(Elford:2016). Upaya yang dilakukan bersama dalam satu kelompok, dengan tujuan
untuk memberikan pengalaman belajar bersama dalam penangan masalah kecemasan
tersebut.Dari hasil kajian diatas maka kesimpulan yang diperoleh adalah: Strategi yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah siswa yang mengatasi masalah kecemasan
sosial adalah dengan melakukan latihan dalam bentuk gelati perilaku, dimana peristiwa
yang terjadi dalam kehidupan dimainkan atau diperankan oleh klien bersama konselor
sebagai upaya mengatasi kecemasan sosial. paya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kecemasan sosial melalui cara: mempraktekkan perilaku dicontohkan melalui modelling,
membangun motivasi klien melalui strategi-strategi reinforcement(penguatan) positif,
memberikan umpan balik konkrit terfokus; melakukan Berbincang sebagai orang
pertama, dengan menggunakan kata saya secara reguler.(

STUDY KASUS
A. Gambaran kasus
Profil singkat subyek :
Nama                                       : Muhammad Sidqi Wal Wafa
Jenis kelamin                           : Laki-laki
Usia                                         : 10 tahun
Gangguan abnormalitas          : Fobia
B. Identifikasi masalah
Alat pengukuran data yang digunakan adalah observasi,wawancara dan dokumentasi.
Teknik obseervasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi
nonsistematis, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman dalam melakukan
observasi, melainkan observasi secara bebas untuk mendapatkan data. Observasi
dilakukan untuk mengambil data terkait kebiasaan anak yang menghindari nasi ketika
jam –jam makan tiba.Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih
mendalam terkait fobia yang di alami oleh anak.Wawancara dilakukan kepada ibu
dari subjek penelitian yang mengetahui lebih detail tentang fobia subjek, serta
dilakukan kepada subjek untuk mengetahui alasan dia menghindari nasi.Penelitian ini
menggunakan teknik wawancara bebas dalam artian tidak terstruktur, sehingga data
yang di dapatkan lebih mendalam.Peneliti menggunakan teknik dokumentasi untuk
mendapatkan data tentang biodata pribadi anak dengan fobia nasi terutama data
tentang perkembangan fisiknya.
1. Hasil wawancara
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu dari siswa bernama Muhamad sidqi
walaupun dia tidak mau makan nasi sejak kecil Muhamad Sidqi suka makan, dia
porsi makannya termasuk banyak dan jarang sakit. Selain itu diaa suka makan
kudapan atau ngemil dan jajan. Muhamad sidqi termasuk anak yang aktif, seperti
kebanyakan anak lainnya dia suka bermain permainan yang meningkatkan
aktifitas fisik dengan teman-temannya seperti berenang dan sebagainya. Selain itu
dia memiliki kebiasaan tidur di lantai dan tidak suka tidur di atas dipan atau kasur
karena dia cepat dan mudah berkeringat.Menurut sang ibu Muhamad Sidqi akan
saat masih TK hingga awal SD akan menangis ketika ada nasi yang menempel di
badannya. Selanjutnya ketika dia mulai agak besar dia marah-marah ketika ada
temannya yang menggodanya dengan mencoba mendekatkan nasi ke badannya.
Untuk makanan yang dia makan dia ketika sarapan makan bubur sedangkan untuk
makan siang dan malam tidak tentu tapi dia sangat suka dengan mie ayam, yang
jelas dia tidak mau makan nasi dan mengambil makanan selain nasi yang ada di
meja makan. Hasil wawancara dengan siswa yaitu muhamad sidqi menunjukkan
bahwa dia tidak memiliki alasan pasti mengenai ketidak sukaannya terhadap nasi,
dia hanya merasa jijik ketika melihat nasi ada di depannya. Muhamad sidqi
menyatakan bentuk nasi seperti belatung sehingga dia tidak mau mendekati nasi.
2. Hasil observasi
Hasil observasi yang dilakukan terhadap siswa muhamad sidqi selama jam makan
siang, dia akan mengamati apa yang tersaji di meja makan sebelum memutuskan
untuk mengambil makanan. Setelah dia melihat menu yang tersaji maka dia akan
mengambil sayur atau lauk saja dan menghindari tempat dimana nasi
tersaji.Ketika ada nasi yang tercecer di sekitarnya maka dia akan memilih untuk
menghindari nasi tersebut agar tidak menyentuh badanya.
3. Hasil Dokumentasi
Hasil dokumentasi terhadap data perkembangan fisik dari muhamad Sidqi yaitu
memiliki tinggi badan 145 cm, berat badan 42 Kg, usia 11 tahun, kelas 5 SD, dan
memiliki golongan darah O. Secara fisik Muhamad sidqi cenderung terlihat
gemuk, dan tidak terlalu tinggi. Jika dihitung dengan BMI (Body Mass
Index,tinggi badan dan berat badanya masih tergolong ideal.
Pengaruh fobia nasi terhadap perkembangan fisik:
Jika melihat dari ciri-ciri fisik yang di miliki oleh Muhamad Sidqi maka gejala
phobianya terhadap nasi tidak banyak berpengaruh terhadap perkembanga
fisiknya. Tinggi badan dan berat badanyya masih tergolong ideal jika di hitung
menggunakan BMI (Body Mass Index ). Akan tetapi kebiasaannya memakan
makanan yang tidak sehat atau memiliki pengawet kemugkinan akan memiliki
pengaruh jangka panjang terhadap kesehatannya di kemudian hari. Jadi pada
dasarnya fobia nasi yang dimiliki oleh Muhamad sidqi tidak terlalu berpengaruh
terhadap perkembangan fisiknya.
Pengaruh fobia nasi terhadap emosi:
Ketika masih kecil dimana dia belum mampu banyak mengungkapkan isi hatinya
maka dia akan menangis jika ada nasi yang menempel di tubuhnya, seiring
dengan bertambahnya usia dan kemampuan kognitifnya ungkapan emosi itu
berubah menjadi sikap menghindar dari hal-hal yang berhubungan dengan nasi.
Akan tetapi jika keadaan memaksanya atau seseorang menggodanya dengan
menempelkan nasi pada tubuhnya reaksi itu berubah menjadi kemarahan dan
teriakan kepada orang tersebut, sehingga hal ini mungkin dapat berpengaruh
terhadap pola interaksi sosial dengan teman sebayanya. Muhamad sidki akan
cenderung menghindari siswa lain yang suka menggoda terkait dengan fobia yang
dimilikinya.
C. Dugaan Inti Masalah
Secara teoritis (Nevid, Rathus & Greene, 2005) beberapa penyebab fobia adalah
adanya proses classical conditioning dan operant conditioning atau proses modeling
(sudut pandang behavioristik), adanya distorsi kognitif berlebihan dan self efficacy
yang rendah saat berhadapan dengan stimulus fobianya (sudut pandang kognitif) dan
adanya gen tertentu yang berhubungan dengan neurotisisme yang membuat individu
cenderung mengembangkan gangguan kecemasan (sudut pandang biologis). Individu
dengan kecenderungan neurotik berkarakter pencemas atau tegang, irasional (merasa
hal buruk akan terjadi), cenderung menghindar, kaku, mudah depresi, moody,
emosional, pemalu, mudah merasa bersalah dan kurang percaya diri (Eysenck disitat
dalam Feist & Feist, 2009; Nevid, Rathus & Greene, 2005) dan rigid atau kurang
fleksibel menghadapi perubahan situasi (Horney, 2008). Hal-hal tersebut membuat
individu neurotik yang mengalami fobia lebih mudah terstimulasi, lebih cemas,
cenderung menghindar dan memiliki distorsi kognitif yang kuat karena cenderung
menggunakan pola yang sama dalam menanggapi segala sesuatu, termasuk
pengalamannya dengan stimulus fobia. Fobia pada subjek penelitian ini terbentuk
akibat adanya kecenderungan neurotik yang memicu keduanya menjadi lebih sensitif
dan cepat dalam memunculkan distorsi kognitif terkait stimulus fobianya setelah
mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dengan stimulus fobia tersebut, yang
diperkuat dengan adanya kelegaan ketika menghindari stimulus tersebut.
D. 1) Muhammad sidqi melihat nasi seperti belatung maka dia berperilaku jika melihat
nasi dia akan menghindar,dia akan menangis jika ada nasi yang menempel di
tubuhnya, seiring dengan bertambahnya usia dan kemampuan kognitifnya ungkapan
emosi itu berubah menjadi sikap menghindar dari hal-hal yang berhubungan dengan
nasi. Akan tetapi jika keadaan memaksanya atau seseorang menggodanya dengan
menempelkan nasi pada tubuhnya reaksi itu berubah menjadi kemarahan dan teriakan
kepada orang tersebut, hal ini mungkin dapat berpengaruh terhadap pola interaksi
sosial dengan teman sebayanya.
2.)a.Membantu sidqi mengurangi dan mengatasi masalah phobia nya
b. Mengetahui perubahan yang terjadi pada sidqi setelah melakukan konseling
3.) Pemberian teknik kognitif dalam CBT membantu subjek mengatasi penyebab
utama terbentuknya kondisi fobia yaitu adanya distorsi kognitif terhadap stimulus
fobia, dengan cara memodifikasinya dengan pikiran yang realistis, positif dan
rasional, sehingga penyebab fobia dari sudut pandang kognitif berhasil
diatasi.Membantu zidqi mengubah cara pola pikirnya yang negative menjadi
positif.Dengan meyakinkan bahwa nasi tidak menakutkan / menjijikan karena
bentuknya yang mirip dengan belatung.
4.) Melalui teknik kognitif ini, individu neurotik yang mengalami fobia akan dibantu
untuk mengendalikan distorsi kognitifnya tentang stimulus fobianya dengan cara
menguji distorsi kognitifnya sendiri, sehingga individu neurotik dapat menyadari dan
terdorong untuk mengubah distorsi kognitifnya dan dapat memandang situasi
berdasarkan realita.Dengan sidqi yang terus berpikir bahwa nasi tidak menakutkan
maka sedikit demi sedikit phobia nasi yang sidqi alami akan berkurang.
3. Pembahasan dan kesimpulan
Salah satu terapi yang bagus untuk mengatasi pobia anak adalah peran orang tua.
Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan paparan terhadap sesuatu yang menjadi
fobia seseorang secara bertahap. Orang tua sebaiknya menenangkan anaknya dengan
mengatakan apa yang anak” lihat menakutkan sebenarnya tidak menakutkan dan
membantunya untuk berpikir yang positif.
Peranan bimbingan konseling dalam mengatasi phobia sangat penting dan
dibutuhkan,dengan adanya bimbingan konseling setidaknya dapat membantu
anak”yang mengalami ketakutan karena phobianya,dengan melakukan konseling.
Kesimpulan
Muhamad Sidqi memiliki gejala fobia terhadap nasi, dia menghindar jika ada nasi di
sekitarnyadan marah jika ada nasi menempel dibadannya. Fobia terhadap nasi tidak
mengganggu perkembangan fisiknya akan tetapi makanan pengganti nasi yang tidak
tepat dapat berpengaruh terhadap kesehatannya dikemudian hari. Fobia nasi
berpengaruh terhadap perkembangan emosinya hanya ketika dia di hadapkan oleh
keadaan yang berhubungan dengan nasi tersebut yaitu menunjukkan reaksi
menghindar dan marah.Maka untuk mengurangi phobia nya terhadap nasi dilakukan
terapi dengan Teknik konseling CBT dengan merubah cara pola pikirnya yang
awalnya negative menjadi positive.Dengan Teknik konsleing CBT maka sedikit demi
sedikit pemikiran sidqi berubah dan phobia nya juga berkurang.

Referensi:
https://ejournal.iaiibrahimy.ac.id/index.php/arrisalah/article/download/126/140.
https://ejournal.iaiibrahimy.ac.id/index.php/arrisalah/article/download/126/140.
https://doi.org/10.23916/0020200525110

Anda mungkin juga menyukai