Anda di halaman 1dari 8

Clinical Science Session

SOCIAL PHOBIA

Preseptor:
Arifah Nur Istiqomah, dr. SpKJ

Disusun oleh :
Indra Permana Surachman (130112100116)
Mochamad Rezza (130112100023)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2010
PENDAHULUAN
Istilah Phobia (Fobia) mengacu kepada ketakutan yang berlebihan terhadap
suatu objek, lingkungan sekitar, atau suatu situasi yang spesifik. Kata Phobia
sendiri didefinisikan sebagai ketakutan tidak rasional yang menciptakan pola
menghindari secara sadar terhadap subjek, aktifitas, atau situasi. Phobia terbagi
menjadi Specific Phobia dan Social Phobia. Specific Phobia adalah ketakutan
yang sangat kuat, berlangsung terus-menerus terhadap suatu objek, sedangkan
Social Phobia adalah suatu ketakutan yang kuat terhadap suatu situasi atau
keadaan tertentu.
Orang yang menderita social phobia memiliki ketakutan berlebih mengalami
hal yang memalukan pada berbagai macam keadaan sosial, seperti berbicara di
depan umum, kencing di WC umum, dan berbicara dengan lawan jenis.

EPIDEMIOLOGI
Berbagai penelitian melaporkan bahwa kejadian social phobia terjadi sekitar 3-
13 % dari keseluruhan populasi. Perempuan lebih rentan mengalami social phobia
dibandingkan laki-laki, tetapi pada beberapa penelitian malah terjadi sebaliknya.
Usia yang paling sering mengalami gejala ini adalah umur 5 tahun dan 35 tahun.

KOMORBIDITAS
Orang dengan fobia social dapat memiliki riwayat gangguan kecemasan
lainnya, gangguan mood, gangguan penggunaan substansi tertentu, dan bulimia
nervosa. Bisa juga ada tambahan avoidant personality disorder.

ETIOLOGI
Berdasarkan teori Watson, phobia muncul karena adanya kecemasan yang
terjadi karena adanya stimulus menakutkan yang alami diikuti dengan stimulus
netral. Hasilnya adalah ketika seseorang terbiasa menerima stimulus menakutkan,
maka ketika orang tersebut mendapatkan stimulus netral akan berpikir terjadi
sesuatu yang menakutkan.
Berbeda dengan Watson, Freud berhipotesis bahwa fungsi utama dari
kecemasan adalah untuk peringatan terhadap diri sendiri terhadap adanya tekanan
yang tidak disadari dan menjadi mekanisme pertahanan untuk serangan yang tidak
menyenangkan. Freud menilai bahwa phobia adalah hasil dari konflik yang tidak
terselesaikan ketika masa kecil.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak-anak memiliki ciri yang
ditandai dengan pola konsisten dari inhibisi perilaku. Sifat ini biasanya muncul
pada anak dengan orang tua yang mengalami panic disorder, dan berkembang
menjadi sifat malu yang parah ketika beranjak dewasa. Beberapa orang tua
bahkan memperlakukan anaknya dengan kurang perhatian, banyak penolakan, dan
lebih overprotective.
Selain faktor lingkungan, terdapat pula faktor neurokimia. Keberhasilan
penggunaan farmakoterapi pada penderita social phobia memunculkan hipotesis
penyebab social phobia. Yang pertama adalah penderita social phobia
memproduksi epinefrin dan norepinefrin yang lebih banyak dibandingkan dengan
bukan penderita social phobia. Yang kedua adalah teori mengenai adanya
peningkatan aktifitas dopaminergic yang dapat menyebabkan social phobia.
Selain hal diatas, terdapat pula pengaruh genetik terhadap kemunculan social
phobia. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa orang yang memiliki first-
degree relatives yang mengalami social phobia lebih rentan 3 kali lipat untuk
menderita social phobia dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki first-
degree relatives.

DIAGNOSIS
Menurut kriteria diagnosis DSM-IV-TR diketahui bahwa social phobia
berkaitan erat dengan panic attacks.
Table 16.3-6 DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia
A. A marked and persistent fear of one or more social or performance
situations in which the person is exposed to unfamiliar people or to
possible scrutiny by others. The individual fears that he or she will act in a
way (or show anxiety symptoms) that will be humiliating or embarrassing.
Note: In children, there must be evidence of the capacity for age-
appropriate social relationships with familiar people and the anxiety must
occur in peer settings, not just in interactions with adults.
B. Exposure to the feared social situation almost invariably provokes anxiety,
which may take the form of a situationally bound or situationally
predisposed panic attack.
Note: In children, the anxiety may be expressed by crying, tantrums,
freezing, or shrinking from social situations with unfamiliar people.
C. The person recognizes that the fear is excessive or unreasonable.
Note: In children, this feature may be absent.
D. The feared social or performance situations are avoided or else are endured
with intense anxiety or distress.
E. The avoidance, anxious anticipation, or distress in the feared social or
performance situation(s) interferes significantly with the person's normal
routine, occupational (academic) functioning, or social activities or
relationships, or there is marked distress about having the phobia.
F. In individuals under age 18 years, the duration is at least 6 months.
G. The fear or avoidance is not due to the direct physiological effects of a
substance (e.g., a drug of abuse, a medication) or a general medical
condition and is not better accounted for by another mental disorder (e.g.,
panic disorder with or without agoraphobia, separation anxiety disorder,
body dysmorphic disorder, a pervasive developmental disorder, or
schizoid personality disorder).
H. If a general medical condition or another mental disorder is present, the
fear in Criterion A is unrelated to it (e.g., the fear is not of stuttering,
trembling in Parkinson's disease, or exhibiting abnormal eating behavior in
anorexia nervosa or bulimia nervosa).

Specify if:
   Generalized: if the fears include most social situations (also consider the
additional diagnosis of avoidant personality disorder)

GAMBARAN KLINIS
Fobia dikarakteristikkan oleh bangkitan kecemasan yang hebat ketika pasien
mengalami situasi tertentu atau objek atau bahkan ketika pasien mengantisipasi
terhadap paparan objek atau situasi tertentu. Orang dengan fobia akan berusaha
menghindari rangsangan fobianya; beberapa mengalami kesulitan yang berat
dalam menghindarinya. Beberapa pasien bahkan menggunakan alcohol sebagai
penghilang fobianya. Lebih jauh lagi, sekitar 1/3 dari pasien fobia social
mengalami major depressive disorder.
Penemuan utama pada pemeriksaan status mental yaitu adanya ketakutan yang
tidak rasional dan ego-dystonic terhadap situasi tertentu, aktifitas, atau objek;
pasien mampu menjelaskan bagaimana cara mereka menghindari fobianya.
Depresi umum terlihat dan terjadi pada 1/3 dari seluruh kasus pasien fobia.

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Fobia social harus dapat dibedakan dari rasa takut ysatang wajar dan perasaan
malu yang normal. Kondisi medis non-psikiatrik yang dapat menyebabkan fobia
seperti penggunaan obat-obatan halusinogen dan simpatomimetik, tumor pada
system saraf pusat dan penyakit serebrovaskular. Skizofrenia juga termasuk
diagnosa banding dari fobia social, karena pasien skizofrenia dapat memiliki
gejala fobia sebagai bagian dari psikosisnya. Pasien fobia sadar akan penyakit
yang dideritanya, hal ini berbeda dengan pasien skizofrenia yang tidak sadar akan
penyakitnya.
Diagnose banding lainnya antara lain panic attack, agoraphobia, dan avoidant
personality disorder. Pada serangan panic bisa tejadi tidak terduga, tidak perlu
adanya stimulus tertentu atau usaha antisipasi terhadap stimulus seperti pada
pasien fobia. Pasien dengan agoraphobia sering merasa nyaman dengan kehadiran
orang lain ketika mengalami kecemasan; pasien dengan fobia social akan lebih
cemas dari sebelumnya jika ada orang lain yang berusaha mendekatinya. Gejala
dan tanda pada pasien dengan fobia social seperti wajah memerah, kejang otot,
cemas tentang meneliti dengan teliti. Membedakan antara fobia social dengan
avidant personality disorder memerlukan wawancara dan riwayat psikiatrik yang
mendalam.
Diagnosa banding lainnya adalah major depressive disorder dan schizoid
personality disorder. Wawancara psikiatrik diperlukan untuk membedakan
depresi dengan fobia social. Ketakutan yang menyeluruh menjadi cirri khas pasien
schizoid.
PROGNOSIS
Fobia social cenderung berawal pada akhir masa kanak-kanak atau awal
remaja. Memiliki kecenderungan menjadi kelainan kronik yang bias mengganggu
kehidupannya baik berupa akademik atau sekolah, pekerjaan, maupun
perkembangan sosialnya.

PENGOBATAN
Terapi Perilaku
Menurut penelitian yang ada, terapi ini yang paling efektif dalam pengobatan
fobia. Kuncinya yaitu komitmen pasien terhadap pengobatan, secara jelas
mengidentifikasi masalah dan tujuan, dan adanya strategi lain untuk
mengadaptasikan perasaannya. Desensitisasi sistemik merupakan teknik terapi
perilaku yang dirumuskan oleh Joseph Wolpe. Dalam teknik ini, pasien
dikenalkan dengan perangsang fobianya secara bertahap mulai dari yang paling
rendah hingga hal yang paling ditakutinya. Ketika rangsangan yang satu sudah
tidak ditakuti, beralih ke rangsangan berikutnya yang lebih kuat, begitu
seterusnya.
Teknik lainnya melibatkan paparan terhadap rangsangan fobia baik melalui
khayalan maupun desensitisasi in vivo. Dilakukan dengan paparan langsung atau
khayalan semampu pasien hingga batas toleransi, berlanjut sampai tidak merasa
takut lagi.

Insight-Oriented Psychotherapy
Membuat pasien mengerti asal fobianya, fenomena yang dialaminya,
kemampuan untuk bertahan dan mampu melihat cara yang sehat dalam mengatasi
rasa cemas akibat stimulus fobianya.
Terapi lainnya
Hypnosis, pengobatan penunjang, terapi keluarga dapat membantu terapi
kelainan fobia.
Penggunaan baik psikoterapi dan farmakoterapi secara bersamaan memberikan
hasil yang lebih baik daripada terapi sendirian. Obat-obatan yang biasa digunakan
seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) sebagai obat pilihan
pertama, benzodiazepines, venlafaxine (effexor), dan buspirone (buSpar).
Pemberian antagonis β-adrenergik reseptor bias diberikan sebelum terjadi
paparan dengan rangsangan. Psikoterapi menggunakan kombinasi metode
perilaku dan kognitif, termasuk latihan ulang kognitif, desensitisasi, ulangan
selama sesi, dan beberapa tugas pekerjaan rumah.
Daftar Pustaka
1. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science/ Clinical Psychiatry. 9th ed. Maryland: William &
Wilkins; 2003.

Anda mungkin juga menyukai