Anda di halaman 1dari 11

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK

BLOK 3 – PERILAKU DAN KOMUNIKASI

PEMICU 2:

Lala yang Panik

Disusun Oleh:

Kelompok III – Naomi Sugianti

210600068

Fasilitator:

Dr. Essie Octiara, drg., Sp.KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

NOVEMBER 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan adalah hal yang normal di dalam kehidupan karena kecemasan sangat
dibutuhkan sebagai pertanda akan bahaya yang mengancam. Namun ketika kecemasan terjadi
terus-menerus, tidak rasional, dan intensitasnya meningkat, maka kecemasan dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari dan disebut sebagai gangguan kecemasan.

Kita pasti akan menemui pasien yang memiliki rasa cemas yang tinggi di klinik
dokter gigi. Hal ini menuntut dokter gigi untuk dapat memahami dengan baik seperti apa
penanganan pada pasien dengan kecemasan yang tinggi di mana hal ini juga berguna untuk
mengembangkan diagnosis pada pasien. Pasien yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi
harus diberi perhaLalan khusus. Sebagai dokter gigi kita juga harus mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi hal tersebut dan juga faktor-faktor yang memengaruhi tingkah laku pasien
selama perawatan dan tindakan perawatan yang tepat dan efisien

1.2 Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Lala yang Panik


Penyusun : dr.Surya Husada, Sp.KJ., dr.Dessy Mawar, Sp.KJ.,Suri MuLala Siregar M.
Psi, Psikolog
Hari/ Tanggal : Senin, 22 November 2021
Pukul : 13.30-15.30 WIB
Seorang pasien bernama Lala, wanita, usia 16 tahun, datang ke praktek dokter gigi bersama
dengan kakak kandungnya dengan keluhan sakit gigi pada gigi belakang kanan atas. Pasien
terlihat pendiam, bicara hanya jika ditanya, saat berbicara suaranya cepat, dengan nada
yang sering bergetar. Lala juga tampak gelisah, sering tidak memperhatikan ucapan dari
dokter, sering melihat ke sekeliling ruangan praktek, sesekali mengusap-usap kedua
tangannya, tampak berkeringat di wajahnya. Sewaktu ditanyakan pada kakaknya, dikatakan
kalau Lala dalam 3 tahun belakangan ini memang sering terlihat cemas dan gelisah,
terutama jika sedang tampil di depan orang ramai (publik) atau berbicara dengan orang
yang baru dikenal. Lala mengatakan bahwa ia merasa takut kalau nantinya akan terlihat
salah dan akhirnya akan diejek dan dipermalukan oleh orang lain. Akibatnya ia selalu
menghindari hal tersebut. Bahkan ia tak mau makan atau minum di tempat yang terbuka
dan memakai fasilitas-fasilitas publik seperti toilet umum. Akan tetapi kalau bersama
keluarga dan teman-teman dekatnya rasa panik tersebut tak pernah dirasakannya.
Kakaknya mengatakan bahwa semenjak kecil Lala memang orangnya pendiam, pemalu
dan hanya memiliki sedikit teman akrab. Hal ini membuat Lala kesulitan dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari sebagai seorang mahasiswi di sebuah universitas. Menurut
informasi Lala pernah beberapa kali diejek oleh teman - temannya ketika tampil di depan
kelas karena penampilannya yang pemalu.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Gangguan mental apakah yang dialami oleh Lala? Apa alasannya? (Psikiatri)
2. Atrup, Fatmawati D. Hipnoterapi teknik Regression Therapy untuk menangani
penderita Glossophobia siswa sekolah menengah pertama. J PINUS 2018; 3(2): 138-
47.

Gangguan mental yang dialami oleh Lala adalah gangguan kecemasan dengan
kategori fobia sosial. Fobia sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial yang asing atau
ramai sehingga mereka berusaha menghindarinya, atau menghadapinya tetapi dengan distres
yang amat berkecamuk. Orang dengan fobia sosial sering kali merasa cemas secara
berlebihan dan merasa takut dihina atau dipermalukan oleh orang lain, sehingga membuatnya
menghindari situasi sosial. Sosial fobia juga memengaruhi penderita secara fisiologis,
misalnya, berkeringat, suara gemetar, tubuh gemetar atau bergetar, tangan dingin dan basah,
karena mereka merasa takut atau malu terlihat bodoh. Fobia sosial umumnya disebabkan oleh
adanya pengalaman sosial yang kurang menyenangkan, sifat pemalu, atau trauma psikologis
di masa kanak-kanak. Fobia jenis ini menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya,
seperti kualitas untuk mencapai sasaran pendidikan.1
Deskripsi tersebut serupa dengan deskripsi kasus, di mana Lala mengalami beberapa hal yang
merupakan ciri dari fobia sosial, seperti:
a) secara emosional
Lala dalam 3 tahun belakangan ini memang sering terlihat tidak percaya diri, cemas
berlebihan dan gelisah, terutama jika sedang tampil di depan orang ramai (publik) atau
berbicara dengan orang yang baru dikenal, sebab ia merasa takut kalau nantinya akan terlihat
salah dan akhirnya akan diejek dan dipermalukan oleh orang lain.
b) secara fisik
Lala menunjukkan sikap gelisah, sering tidak memperhatikan ucapan dari dokter, sering
melihat ke sekeliling ruangan praktek, sesekali mengusap-usap kedua tangannya, tampak
berkeringat di wajahnya, dan saat berbicara suaranya cepat, dengan nada yang sering
bergetar.
c) dari sisi perilaku
Lala tak mau makan atau minum di tempat yang terbuka dan memakai fasilitas-fasilitas
publik seperti toilet umum. Lala merupakan orang yang pendiam, pemalu dan hanya memiliki
sedikit teman akrab. Hal ini membuat Lala kesulitan dalam melakukan aktivitasnya sehari-
hari sebagai seorang mahasiswi di sebuah universitas.
d) dari sisi pengalaman sosial
Lala pernah beberapa kali diejek oleh teman - temannya ketika tampil di depan kelas karena
penampilannya yang pemalu.

3. Apakah yang dimaksud dengan gangguan panik?(Psikiatri)

4. Halgin, Richard P. Psikologi abnormal: Perspektif klinis pada gangguan psikologis.


6th ed. Jakarta: Salemba Humanika, 2012: 55-7.
5. Burke D. What you need to know about panic disorder. 24 September 2021.
https://www.healthline.com/health/panic-disorder (18 November 2021).

Gangguan panik adalah jenis gangguan kecemasan yang ditandai, oleh 'serangan
panik' berulang-ulang, yaitu periode terpisah dari perasaan ketakutan yang intens dan
berhubungan dengan gejala fisik seperti jantung berdebar, sesak napas, berkeringat, gemetar,
nyeri dada, sensasi tersedak atau tercekik, menggigil, mual, mulut kering, pusing, dan
kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki.2,3 Beberapa kriteria yang menunjukkan pasien
mengalami gangguan panik adalah:
 Serangan panik terjadi secara tiba-tiba tanpa alasan pasti dalam kurun waktu 1 bulan,
hingga membuat penderita mengalami perubahan perilaku, termasuk menghindari
situasi pemicu kepanikan.3
 Serangan panik sering terjadi tanpa sebab yang jelas.3
 Serangan panik tidak disebabkan oleh penggunaan NAPZA atau pengobatan kondisi
medis tertentu.3
 Serangan panik bukan merupakan gejala dari gangguan mental lain, seperti post-
traumatic stress disorder atau gangguan obsesif kompulsif.3

6. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menimbulkan gangguan mental tersebut?


7. Seedat S. Social anxiety disorder. South African J Psychiatry 2013; 19(3): 192-6.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan fobia sosial adalah sebagai berikut.


a) Psikologis kejiwaan
Penyebab utama fobia sosial tentunya adalah kondisi psikologis kejiwaan penderita. Orang
yang mengalami fobia sosial biasanya adalah orang yang merasa dirinya rendah, tidak
percaya diri, bermental lemah, dan takut akan penolakan terhadap dirinya sendiri.4
b) Genetik
Orang yang menderita fobia sosial juga dapat disebabkan oleh genetik yang didapat dari
keluarganya. Sebuah penilitan di Shanghai, Cina, mengemukakan bahwa keturunan dari
keluarga yang memiliki riwayat fobia sosial memiliki presentase besar mengidap fobia sosial
juga. Hal ini diakibatkan oleh tidak stabilnya hormon serotonin, hormon yang bertugas untuk
mengatur suasana hati. Kurangnya hormon serotonin dalam tubuh dapat menyebabkan
timbulnya gangguan kecemasan.4
c) Struktur otak
Rasa takut sangat dipengaruhi oleh bagian otak yang disebut amygdala. Amygdala yang
terlalu aktif akan membuat seseorang mengalami rasa takut yang lebih kuat. Kondisi ini dapat
meningkatkan resiko munculnya kecemasan secara berlebihan saat berinteraksi dengan orang
lain.4
d) Trauma masa lalu
Ada juga penyebab fobia sosial lainnya yaitu trauma masa lalu yang sangat membekas di
pikiran. Pada penderita fobia sosial ini biasanya terjadi akibat suatu kejadian tidak
mengenakkan pada kehidupan sosial dimasa lalunya, yang akhirnya memberi luka pada hati
dan pikirannya. Luka ini kemudian membuat mereka merasa was-was dan takut saat akan
bersosialisasi dengan orang lain.4
e) Karakter dan pribadi masing-masing orang
Penyebab fobia sosial yang terakhir sebenarnya bukan disebabkan oleh psikologis, gen,
maupun trauma. Tapi memang karena hal tersebut merupakan karakter dan pribadi orang
tersebut. Ada orang yang memang suka bersosialisasi dengan orang lain, tetapi ada juga
orang yang merasa takut dan tidak suka bersosialisasi dengan orang lain, contohnya
introvert.4

8. Berdasarkan teori belajar bagaimana proses terbentuknya prilaku cemas pada diri
Lala? (Psikologi)
Berdasarkan teori belajar, proses terbentuknya perilaku cemas pada diri Lala masuk dalam
Classical conditioning. Terminologi Classical conditioning ialah sebagai berikut.
 Unconditioned Stimulus (UCS): stimulus yang menghasilkan respon alami tanpa proses
belajar.
 Unconditioned Response (UCR): respon alami terhadap UCS.
 Conditioned Stimulus (CS): stimulus yang dipasangkan dengan UCS hingga
menghasilkan respon yang identik/mirip dengan UCR.
 Conditioned Response (CR): respon yang dihasilkan akibat hadirnya CS.
Classical conditoning adalah suatu bentuk dari belajar, dimana stimulus netral/conditioned
stimulus (CS) dipasangkan dengan unconditioned stimulus (UCS) untuk menghasilkan
conditioned response yang identik atau mirip dengan unconditioned response.
Dalam kasus di atas:
 UCS / stimulus tanpa proses belajar: sikap Lala yang pendiam dan pemalu.
 UCR/ respon alami: susah berinteraksi dan tidak banyak memiliki teman dekat.
 CS/ respon identik: beberapa kali diejek oleh kawannya karena sikap yang pemalu dan
pendiam
 CR/ respon akibat CR: mengalami gangguan kecemasan sosial dengan timbulnya perilaku
cemas dalam interaksi sosial.
9. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien tersebut ditinjau dari :
a) Berdasarkan pendekatan psikososial hal – hal apa yang dapat dilakukan untuk
mengurangi prilaku panik yang muncul pada diri Lala (Psikologi)
b) Lestari F. Terapi kognitif perilaku untuk menangani serangan panik di depan umum.
Procedia: Studi kasus dan intervensi psikologi 2014; 2(1): 8-12.

Hal yang penting dilakukan dalam penatalaksanaan Lala berdasarkan pendekatan


psikososial adalah dengan intervensi psikososial, yaitu terapi perilaku-kognitif (cognitive
behavioural therapy) yang bertujuan untuk mengurangi atau mengubah pikiran-pikiran negatif
yang selama ini mengganggu aktivitas pasien. Diawali dengan terapi perilaku yakni teknik
relaksasi dengan tujuan mengurangi ketegangan dan kecemasan sehingga pasien akan siap untuk
proses terapi selanjutnya. Tahap berikutnya ialah restrukturisasi kognitif yang bertujuan agar
pasien mampu mengidentifikasi pikiran-pikiran negatif terkait dengan permasalahan yang sedang
dihadapinya. Melalui terapi kognitif pasien juga diajak untuk menentang keyakinan yang salah
yaitu dengan mengajak pasien untuk mempertanyakan pemikiran negatif tersebut setelah melalui
proses identifikasi.5
Pandangan dalam terapi kognitif bahwa masa lalu bukanlah fokus penting dalam terapi,
karena terapi kognitif lebih banyak bekerja pada status kognitif masa kini untuk diubah dari
negatif menjadi positif. Terapi kognitif berusaha untuk menghargai masa lalu pasien sebagai
bagian dari hidup pasien dan mencoba membuat pasien menerima masa lalunya, untuk tetap
berusaha melakukan perubahan pada pola pikir masa kini demi mencapai perubahan untuk masa
yang akan datang. Diharapkan pula pasien mampu berpikir positif dan rasional dalam
menghadapi permasalahan nya, dengan strategi atau cara yang mengganti maupun merubah
persepsi pasien dari situasi yang ada dengan melihat dari perspektif yang berbeda. Oleh sebab itu,
hal-hal yang dapat dilakukan dalam terapi ini adalah:
a. mengubah asumsi negatif dan tidak realistis pada diri manusia.
b. mengidentifikasi gejala dan respon otonomik tubuh ketika rasa cemas datang.
c. menghilangkan perilaku pengaman, dan
d. menangani reaksi negatif pasien berupa adanya pemusatan perhatian pada diri
sendiri dan pembentukan perspektif orang lain.5
c) Berdasarkan farmakologi bagaimana penatalaksanaan pada pasien tersebut
(Psikiatri)
d) Micheli L, Ceccarelli M, D’Andrea G, Tirone F. Depression and adult neurogenesis:
Positive effects of the antidepressant fluoxetine and of physical exercise. Brain Res
Bulletin 2018; 143:181-193.

Penatalaksanaan pasien berdasarkan farmakologi dilakukan apabila Lala tak mampu lagi
menghilangkan gangguannya melalui psikososial dan harus berdasarkan penggunaan obat
untuk penyembuhan penyakit. Salah satu jenis obat-obatan yang dapat dipakai adalah obat
antidepresan. Selain mengatasi depresi, obat antidepresan juga dapat digunakan untuk
mengatasi fobia sosial, seperti fluoxetine. Fluoxetine merupakan obat antidepresan Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yang bekerja dengan cara meningkatkan zat alami
serotonin di dalam otak. Saat jumlah serotonin meningkat, gangguan emosi dan gangguan
mental juga bisa teratasi. Fluoxetine merupakan obat resep dan bisa dikonsumsi oleh anak
usia ≥ 7 tahun.6

10. Apa yang dapat dilakukan oleh dokter gigi pada Lala? (Psikiatri)
11. Amir H. Penanganan ansietas pada praktek kedokteran gigi. J B-Dent 2016; 3(1): 39-
45.

Dokter gigi dapat melakukan atau memberikan penanganan Cognitive Behavioural Therapy
(CBT) atau Exposure Therapy dengan beberapa tahapan.
1. Pemberian informasi
Pada tahapan ini, dokter gigi harus menjelaskan kepada pasien mengenai tahapan perawatan
yang akan dilakukan dengan tujuan utama ialah untuk membangun komunikasi, mendapatkan
kepercayaan dan perhatian Lala, serta membangun kerja sama yang baik.7
2. Relaksasi
Pada pasien dengan tingkat kecemasan yang cukup tinggi, relaksasi diperlukan agar seluruh
tubuh dan otot-otot dapat rileks dan menurunkan kecemasan. Metode yang sering digunakan
adalah mengingistruksikan pasien untuk menarik napas dan menghembuskannya pelan-pelan
sambil pasien berhitung sampai 4.7
3. Distraksi
Distraksi dilakukan untuk memecah fokus anak terhadap kecemasan yang sedang dirasakan
dengan cara mengajak anak berbicara dan melibatkan anak dalam aktivitas yang membuat
berpikir, sehingga lupa terhadap perasaan cemasnya.7
4. Reinforcement/penghargaan
Sistem penghargaan dapat mendorong anak untuk memberanikan diri menerima perawatan,
biasanya metode ini akan efektif bila penghargaan yang diberikan merupakan hal yang sangat
disukai anak. Konsultasikan kepada orang tua atau keluarga yang menemani penghargaan apa
yang sebaiknya diberikan pada anak, sehingga metode ini dapat membuahkan hasil yang
optimal.7
5. Keterlibatan orangtua
Pada anak dengan kecemasan yang sangat tinggi, keberadaan orang tua atau anggota keluarga
disekitar mereka dapat memberikan kelegaan pada anak sehingga dapat menurunkan
kecemasan.7

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa fobia sosial sangat rawan
terjadi pada usia remaja akibat adanya ketakutan terhadap situasi sosial yang asing atau ramai
sehingga mereka berusaha menghindarinya, atau menghadapinya tetapi dengan distres yang
amat berkecamuk. Fobia sosial dapat disebabkan oleh psikologis kejiwaan, genetik, struktur
otak, trauma masa lalu, serta karakter dan pribadi masing-masing orang.
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan tersebut dapat melalui dua alternatif, yang
pertama berdasarkan pendekatan psikososial adalah dengan intervensi psikososial, yaitu terapi
perilaku-kognitif (cognitive behavioural therapy) dan yang kedua berdasarkan farmakologi yang
dilakukan apabila Lala tak mampu lagi menghilangkan gangguannya melalui psikososial dan
harus berdasarkan penggunaan obat untuk penyembuhan penyakit. Salah satu jenis obat-
obatan yang dapat dipakai adalah obat antidepresan, seperti fluoxetine. Fluoxetine merupakan
obat antidepresan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yang bekerja dengan cara
meningkatkan zat alami serotonin di dalam otak.

Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian dan kesabaran seorang dokter gigi dalam
mengatasi pasien yang mengalami gangguan tersebut. Adanya komunikasi yang baik dengan
pasien dapat meningkatkan kepercayaan pasien terhadap dokter gigi, sehingga kecemasan
yang dirasakan pasien diharapkan dapat berkurang dan perawatan dapat dilakukan dengan
kerja sama yang baik antara pasien dan dokter gigi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atrup, Fatmawati D. Hipnoterapi teknik Regression Therapy untuk menangani


penderita Glossophobia siswa sekolah menengah pertama. J PINUS 2018; 3(2): 138-
47.

2. Halgin, Richard P. Psikologi abnormal: Perspektif klinis pada gangguan psikologis.


6th ed. Jakarta: Salemba Humanika, 2012: 55-7.
3. Burke D. What you need to know about panic disorder. 24 September 2021.
https://www.healthline.com/health/panic-disorder (18 November 2021).
4. Seedat S. Social anxiety disorder. South African J Psychiatry 2013; 19(3): 192-6.
5. Lestari F. Terapi kognitif perilaku untuk menangani serangan panik di depan umum.
Procedia: Studi kasus dan intervensi psikologi 2014; 2(1): 8-12.
6. Micheli L, Ceccarelli M, D’Andrea G, Tirone F. Depression and adult neurogenesis:
Positive effects of the antidepressant fluoxetine and of physical exercise. Brain Res
Bulletin 2018; 143:181-193.
7. Amir H. Penanganan ansietas pada praktek kedokteran gigi. J B-Dent 2016; 3(1): 39-
45.

Anda mungkin juga menyukai