BLOK 6
PEMICU 3
PASIEKU PUCAT SEKALI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
DOSEN PENGAMPU
dr.T.Helvi, M.Kes
MEDAN
2021
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
Anggota :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
Laporan Diskusi Pemicu 3 Blok 6 ini, kami persembahkan dan selesaikan dengan judul
Pasienku Pucat Sekali.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik, dan saran yang membangun menjadi bekal kami dalam memperbaiki
kekurangan yang ada demi kecakapan makalah ini dan pengembangan pengetahuan tiap
anggota kelompok. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Darah merupakan transportasi jarak jauh bahan-bahan antara sel dan lingkungan
eksternal maupun antar sel itu sendiri untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Fungsi darah
lainnya juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh
dari berbagai penyakit. Peran ini diperkuat dengan struktur darah yang memiliki ciri khas
seperti pada sel darah merah yang mengandung hemoglobin(HB) dan bentuk bikonkaf.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan
persediaan zat besi sebagai bahan yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin (Hb). Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara
tropis atau negara dunia ketiga karena sangat berikatan erat dengan taraf sosial ekonomi.
Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak
kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.
Salah satu manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi ialah Angular cheilitis dimana
adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan. Hal ini disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan
malnutrisi atau kekurangan gizi.
Anemia defisiensi besi dapat di diagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
pemberian zat besi secara oral, secara intramuskular dan transfusi darah.
1.2 Deskripsi Topik
Seorang wanita usia 46 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit dalam mulut
yang berulang terutama dipermukaan lidah selama 5 tahun. Pada pemeriksaan klinis
dijumpai mukosa mulut pucat, adanya fissure pada sudut mulut. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar Hb 6,5. Hasil pemeriksaan apusan darah tepi:
mikrositik, hipokromik. Dokter mendiagnosa dengan Angular Cheilitis + Anemia
Defisiensi Besi (ADB).
Pertanyaan
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang, tetapi pada
janin dan bayi terjadi juga di limfa. Pembentukan sel darah merah diawali dengan
pembentukan sel proeritroblas dari sel punca CFU-E. Begitu proeritroblas ini terbentuk, sel
ini akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya membentuk banyak sel darah merah yang
disebut eritroblas basofil karena dapat dipulas dengan zat warna basa. Sel yang terdapat pada
tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Selanjutnya, sel sudah dipenuhi oleh
hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34 persen sehingga nukleus memadat menjadi kecil
dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari sel dan retikulum endoplasma
direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil
materi basofilik, yaitu aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya.
Selama tahap retikulosit ini, sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler
darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler). Materi basofilik
yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari,
kemudian menjadi eritrosit matang.1
Produksi sel darah merah dipengaruhi oleh eritropoetin yang disebabkan oleh stimulus utama
kadar oksigen yang rendah pada jaringan (hipoksia). Tanpa adanya eritropoietin, keadaan
hipoksia tidak akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan
produksi sel darah merah. Eritropoietin menimbulkan peningkatan produksi eritropoietin
yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah merah sampai
hipoksia mereda.
Eritropoietin bekerja pada derivat sel punca tak-berdiferensiasi yang sudah ditakdirkan untuk
menjadi SDM, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel ini menjadi eritrosit matur.
Poliferasi dan maturase ini diatur oleh sitokin termasuk eritropoietin sebagai faktor yang
terpenting dalam mekanisme ini. Bila terjadi hipoksia, nefron ginjal akan merespon
memproduksi eritropoietin. Eritropoietin (EPO) merupakan suatu glikoprotein hormon
dengan berat molekul 30 – 39 kD yang akan terikat pada reseptor spesifik progenitor sel
darah merah yang selanjutnya memberi sinyal merangsang proliferasi dan diferensiasi.
b. Kerusakan pada sebagian besar sumsum tulang akibat sebab apapun, terutama oleh terapi
dengan sinar-x, akan mengakibatkan hiperlasia sumsum tulang yang tersisa untuk memenuhi
kebutuhan sel darah merah dalam tubuh.
c. Di dataran yang sangat tinggi dengan jumlah oksigen udara yang sangat rendah, produksi
sel darah merah sangat meningkat.1
d. Berbagai penyakit pada sistem sirkulasi yang menyebabkan penurunan aliran darah
jaringan, dan terutama yang dapat menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh darah
sewaktu melewati paru, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah,
contohnya gagal jantung dan penyakit paru.
Haemoglobin adalah molekul protein tetramerik terdiri dari protoporphyrin dan besi, yang
ditemukan di eritrosit (sel darah merah) semua vertebrata. Hemoglobin berperan dalam
proses respiratori, yaitu sebagai transport oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan-jaringan
tubuh dan membawa kembali karbondioksida. Hemoglobin juga berinteraksi dengan gas lain,
yaitu karbon monoksida (CO) dan nitric oksida (NO), yang memiliki peran biologis.2
Molekul ini memiliki dua bagian, yaitu 4 globin yang terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai β,
dan 4 bagian gugus non-protein yang mengandung besi (gugus hem).3 Sintesis hemoglobin
merupakan proses biokimia yang melibatkan beberapa zat gizi atau senyawa-antara yang
terkait dengan sintesis heme dan protein globin. Sintesis hemoglobin dimulai dalam
eritroblast sebesar 65% dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit sebesar
35%. Tahap pembentukan hemoglobin dimulai di dalam eritoblast dan terus berlangsung
sampai pada stadium normoblast dan retikulosit. Hem dari hemogloblin disintesis dari asam
asetat dan glisin, yang sebagian besar terjadi di mitokondria. 4 Proses sintesis ini terkait
dengan sintesis heme dan protein globin.
1. Sintesis Heme
Tahap selanjutnya adalah terjadinya insersi ion Fe (dalam bentuk ferro) ke dalam cincin
porfirin dari protoporfirin. Proses tersebut dikatalisis oleh enzim ferokelatase untuk
menghasilkan heme. Proses ini terjadi di dalam mitokondria. Setelah molekul heme terbentuk
maka heme akan di keluarkan dari mitokondria menuju sitosol untuk bergabung dengan
rantai globin.
Rangkaian proses biosintesis heme tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
ketersediaan komponen-komponen penyusun heme (suksinil Ko-A, glisin, MRNA transkripsi
dan Fe) dan kinerja enzim ( ALA sintetase, d-ALAD, PB aminase, ferokelatase dan lainnya)
yang maksimal. Apabila salah satu dari faktor tidak terpenuhi, maka proses biosintesis akan
terhambat atau bahkan tidak berjalan. Sebagai akibatnya, maka akan menurunkan kadar
hemeglobin dalam eritrosit.
2. Sintesis Globin
Globin adalah sub-unit protein yang berbentuk globular (bulatan) yang menyusun molekul
hemoglobin. Rantai protein globin terdiri dari 2 jenis yaitu rantai alfa dan non-alfa (rantai
gamma). Kedua jenis rantai tersebut ada pada janin, setelah proses kelahiran maka rantai non-
alfa akan berdiferensiasi lagi manjadi non-alfa (rantai beta).
Biosintesis globin dimulai dari DNA yang berada di dalam sel induk penghasil eritrosit
(retikulosit). Bagian DNA yang menyimpan informasi untuk pembentukan globin tersebut
adalah gen globin. Gen-gen yang mengkode rantai alfa globin berada pada kromosom 16
sedangkan gen-gen yang mengkode rantai non-alfa globin berada pada kromosom 11.
Pada awal proses, gen globin akan diterjemahkan menjadi suatu untaian molekul yang
disebut mRNA dalam proses transkripsi. Proses tersebut terjadi di dalam nukleus sel
retikulosit. Selanjutnya, mRNA akan keluar dari nukleus menuju sitoplasma dan akan
diterima oleh ribosom. Ribosom ini akan memproses kode informasi yang dibawa oleh
mRNA untuk proses penggabungan bahan-bahan yang pembuatan globin (proses translasi).
Globin yang dihasilkan oleh ribosom masih belum sempurna dan akan dikirim ke badan
golgi. Di badan golgi ini, globin mengalami proses penyempurnaan hingga membentuk
globin yang utuh.2
Rantai globin digabungkan oleh ribosom sitoplasmik. Hasil akhirnya adalah molekul globin
yang tetramer, yaitu dua rantai alfa globin dan dua rantai non-alfa globin. Dua rantai globin
yang berbeda (masing-masing dengan molekul heme individu) bergabung untuk membentuk
hemoglobin. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai non-alfa menghasilkan molekul
hemoglobin lengkap (total empat rantai per molekul).5
Selain mengangkut O2, hemoglobin juga berfungsi membantu mengangkut CO2 dari sel
jaringan kembali ke paru-paru dan berikatan dengan nitrat oksida yang bersifat vasodilator.
Nitrat Oksida dilepaskan di jaringan untuk melemaskan dan melebarkan arteriol lokal.
Vasodilatasi membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan
juga membantu menstabilkan tekanan darah.
2.4 Jelaskan tentang patofisiologi nyeri lidah, mulut pucat dan fissure mulut pada
kasus!
Anemia defisiensi besi merupakan suatu kondisi yang diklasifikasikan ke dalam anemia
mikrositik hipokrom yang biasanya ditandai dengan menurunnya saturasi dari transferrin dan
berkurangnya kadar ferritin serum sehingga sintesis hemoglobin terganggu. Anemia
defisiensi besi dapat disebabkan oleh fisiologis atau patologis. Fisiologis disebabkan
peningkatan zat besi yang dibutuhkan sebagai respons terhadap pertumbuhan dan
perkembangan termasuk masa bayi, remaja, dan kehamilan. Patologis disebabkan kehilangan
darah atau malabsorpsi, seperti pada wanita mengalami menstruasi berlebihan. Hilangnya
besi pada epitel serta beberapa enzim dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut,
faring dan gejala lainnya. 10,11
Nyeri lidah dan fissure mulut pada kasus disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Candida
albicans, yang dapat tumbuh berlebih pada orang dengan sistem imun yang lemah dan
defisiensi nutrisi, terutama zat besi sehingga dapat menyebabkan terganggunya sintesis
hemoglobin dan menyebabkan mukosa pucat. Secara umum, gambaran mikroskopik mukosa
mulut pada ADB yaitu adanya atrofi pada epitel, penipisan pada lamina propria, perubahan
struktur epitel dengan keratinisasi yang hilang, berkurangnya ketebalan kompartemen
maturasi dan meningkatnya kompartemen progenitor, serta adanya atrofi lidah yang
menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap yang disebabkan oleh hilangnya
papil lidah. 11,12
Defisiensi zat besi dalam plasma darah juga akan menghambat penyembuhan lesi dan dapat
menyebabkan Angular cheilitis yang merupakan lesi mulut ditandai adanya fisura, kemerahan
atau deskuamasi pada sudut mulut disertai rasa sakit, gatal, kering, sensasi terbakar,
terkadang disertai rasa gatal, dan mudah berdarah karena gerakan mulut seperti tertawa
ataupun berbicara. Angular cheilitis berkorelasi dengan defisiensi zat besi, vitamin B, dan
asam folat karena zat tersebut ditubuhkan oleh tubuh yang bersifat esensial. Fungsi zat besi
secara fisiologis meliputi proliferasi sel, penyembuhan luka, respon imunitas, dan
mempertahankan struktur protein dan membran sel. Zat besi dan nutrisi lainnya diperlukan
dalam transkripsi gen untuk replikasi sel, perbaikan sel, dan proteksi. 12,13
Angular cheilitis dapat terjadi karena ketidakseimbangan flora normal dalam mulut yang
dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dengan lebih cepat sehingga terjadi
pertambahan jumlah bakteri Candida albicans dan stafilokokus aureus. 12,14
Bakteri Candida albicans juga menyebabkan kandidiasis mulut, seperti angular cheilitis yang
dapat ditemukan pada bagian posterior dorsal lidah yang meningkat jumlahnya akibat
terganggunya ekologi mulut atau terjadi perubahan mikrobiologi mulut karena adanya
malnutrisi besi, penggunaan antibiotik, gangguan sistem imun, penggunaan gigi tiruan dan
diabetes melitus.12,13.14
Menurut rekam medis dan pemeriksaan darah, klasifikasi pasien terbagi atas dua kategori,
yaitu pasien beresiko tinggi dan rendah. Berdasarkan kasus tersebut, prosedur bedah tidak
dapat diterapkan pada pasien beresiko tinggi karena gambaran klinis pasien yang
menunjukkan ADB kronis. ADB kronis dapat memicu perdarahan atau penyembuhan luka
yang lambat yang disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi berperan dalam produksi
hemoglobin yang cukup sehingga perawatan bedah harus ditunda terlebih dahulu sampai
keadaan pasien membaik.
Oleh karena itu, dokter dapat menerapkan rencana perawatan gigi mulut yang baik pada ADB
dengan memberikan Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE). Komunikasi antara dokter dan
pasien berupa pemberian informasi mengenai ADB, perawatan gigi dan mulut yang
dianjurkan, dan resiko perawatan. Selain itu, dokter dapat melakukan perawatan berupa
membersihkan rongga mulut dengan kasa perhidrol 3%, memberi resep obat kumur perhidrol
3% yang dikumur 2 kali sehari setelah menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam
sebelum tidur. Selain itu, penggunaan Nistatin yang dioleskan di mulut 3 kali sehari setelah
berkumur dengan perhidrol. Pemberian Zegase dilanjutkan 15 tablet untuk 5 hari. Antibiotika
spiramisin 3 kali sehari selama 5 hari. 15 Selain itu, dokter dapat memberikan resep lain seperti
mengonsumsi Emineton selama 15 hari dengan dosis dua tablet per hari.16
Selain pemberian suplemen penambah darah dan penyembuh angular cheilitis, dokter dapat
menyarankan pasien untuk mengonsumsi sayur seperti bayam merah, jus jambu merah, hari
ayam, buah bit, memperbanyak konsumsi air putih, mengurangi konsumsi teh, tidak
merokok, menjaga kebersihan mulut, dan menggunakan obat yang diberikan sesuai aturan.17
Terdapat beberapa cara dalam pemberian obat anemia defisiensi besi, antara lain adalah
sebagai berikut.
b. Sediaan Kombinasi
Beberapa sediaan oral mengandung asam askorbat untuk membantu absorpsi besi dan asam
folat untuk penderita pada ibu hamil.
Diberikan satu kali sehari, tetapi sebenarnya tidak memberikan manfaat lebih baik, sebab besi
dilepaskan secara bertahap.
Pemberian zat besi secara parenteral dilakukan ketika terapi oral tidak memungkinkan karena
pasien tidak dapat mentoleransi sediaan besi oral atau jika terjadi perdarahan hebat
berkelanjutan, dan malabsorpsi. Sediaan ini diberikan dalam dalam bentuk dekstran besi atau
sukrosa besi.19
Adapun farmakologi beberapa obat anemia defisiensi besi, dapat dilihat sebagai berikut:
Efek samping : Memiliki kontraindikiasi alergi, anafilaksis, mual, muntah dan diare.
Dosis : Untuk orang dewasa setara dengan total defisit besi (mg), ditentukan
berdasarkan kadar haemoglobin dan berat badan.
2. Besi Dekstran
Merupakan kompleks besi hidroksida dan dekstran yang mengandung 50 mg/ml besi dengan
kontraindikasi alergi, asma, dan eksim. Tidak boleh diberikan secara oral dalam 5 hari setelah
suntikan terakhir, sebab dapat meningkatkan risiko reaksi alergi.
Efek samping : Mual, diare, aritmia, urtikaria, ruam, dispnea, dan lainnya. Diberikan secara
injeksi intramuscular, IV lambat atau melalui infus dengan
Dosis : Memperhitungkan berat badan dan kekurangan zat besi yang diderita.
Diberikan kepada penderita anemia defisiensi besi dengan peringatan pada kehamilan dan
sebaiknya dikonsumsi sesudah makan untuk mengurangi efek samping konstipasi,
gastrointestinal sampai impaction feses. Adapun dosis yang diberikan antara lain:
a. Fero Fumarat
- 1-2 tablet (200mg) 3x sehari
- Sirup 140 mg dengan besi 45mg/5mL dan 10-20mL 2x sehari
b. Fero Glukonat
- Profilaksis : 2 tablet sehari sebelum makan
- Terapeutik : 4-6 tablet sehari dalam dosis terbagi sebelum makan
c. Fero Sulfat
- Profilaksis : 1 tablet (200mg)/hari
- Terapeutik : 1 tablet (200 mg) 2-3x sehari
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Amerika Serikat:Saunders Elsevier ,
2006:413-7.
3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. Ed 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2018: 761-70.
4. Lanzkwosky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 6th ed. Iron Deficiency
Anemia. UK: Elsevier Academic Press, 2016: 331-47.
5. Notopoero PB. Eritropoietin Fisiologi, Aspek Klinik, dan Laboratorium. Indonesia Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2007; 14(1): 28-36.
6. Anamisa DR. Rancang Bangun Metode OTSU Untuk Deteksi Hemoglobin. Jurnal Ilmu
Komputer dan Sains Terapan2015;10(10):106-10.
8. Anamisa DR. Rancang Bangun Metode OTSU Untuk Deteksi Hemoglobin. Jurnal Ilmu
Komputer dan Sains Terapan2015;10(10):106-10.
9. Debbian ASR, Rismayanthi C. Profil tingkat volume oksigen maskimal (vo 2 max) dan
kadar hemoglobin (hb) pada atlet yongmoodo akademi militer magelang. J Olahraga Prestasi
2016; 12 (2): 20.
10. Kadri H. Hemoprotein dalam Tubuh Manusia. Tinjauan pustaka. J Kesehatan Andalas
2012; Vol 1(1): 22-30.
11. Mersil S, Pradono SA. Manifestasi Klinis Rongga Mulut sebagai Penanda Awal Penyakit
Iron Deficiency Anemia (IDA). JITEKGI 2017; Vol 13(2): 1-4.
12. Wongsohardjo S. Kandidias Oral pada Penderita Anemia Defisiensi Besi (Fe) dan
Penatalaksanaannya. Maj Ked Gi 2012; Vol 19(1): 77-81.
14. Hakim L, Ramadhian R. Kandidiasis Oral. J Majority 2015; Vol 4(9): 53- 57.
15. Wongsohardjono SB. Kandidiasis oral pada penderita anemia defisiensi besi (Fe) dan
penatalaksanaannya. Maj Ked Gi 2012; 19(1): 78.
16. Mersil S, Pradono SA. Manifestasi klinis rongga mulut sebagai penanda awal penyakit
iron deficiency anemia (IDA). JITEKGI 2017; 13(2): 1-3.
17. Wongsohardjono SB. Kandidias oral pada penderita anemia defisiensi besi (fe) dan
penatalaksanaannya. Majalah Kedokteran Gigi. 2012; 19(1): 78.
18. Shanbhag T V, Shenoy S, Nayak V. Pharmacology for Dentistry. 2nd ed. New Delhi:
Elsevier; 2014. 252–5 p.
19. Pusat Informasi Obat Nasional. Badan POM RI. 9.1.1 Anemia Defisiensi Besi.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-9-gizi-dan-darah/91-anemia-dan-gangguan-darah-lain/911-
anemia-defisiensi-besi. 12 April 2021.