Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

BLOK 6

PEMICU 3
PASIEKU PUCAT SEKALI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8

DOSEN PENGAMPU

Dr. Tri Widyawati, M.Si,Ph.D

dr. Eka Roina Megawati, M.Kes

dr.T.Helvi, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
NAMA ANGGOTA KELOMPOK

 KETUA : Jesika Gihon Aprelia Siagan 200600194


 SEKRETARIS : Evan Yosia Purba 200600195

Anggota :

 Rahma Lubis 200600036


 Reza Aditya 200600037
 Reza Zulfahmi Lubis 200600038
 Yohana Violeta Br Sianipar 200600039
 Vanny Anastasya 200600040
 Tommy Gismas Simamora 200600041
 Supredo Putratama Manurung 200600042
 Sry Yanti Octavia Simanjuntak 200600043
 Siti Putri Patra 200600044
 Sisilia Natasha Marunduri 200600045
 Amelia Vanesia Br Pakpahan 200600191
 Fira Tasya Sasalbilla 200600192
 Siti Nazifah 200600193
 Paska Anggie Debora Sianturi 200600196
 Fidelia Siringoringo 200600197
 Nurmalia Sianturi 200600198
 Joshua H Samuel Tambunan 200600199
 Muhammad Husin Baihaqy 200600200
 Iftitah Aulia Irhan 200600242
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
Laporan Diskusi Pemicu 3 Blok 6 ini, kami persembahkan dan selesaikan dengan judul
Pasienku Pucat Sekali.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang membagi


pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dan turut membantu kami
dalam berdiskusi hingga menemukan jawaban dari permasalahan dari scenario pemicu ini
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik, dan saran yang membangun menjadi bekal kami dalam memperbaiki
kekurangan yang ada demi kecakapan makalah ini dan pengembangan pengetahuan tiap
anggota kelompok. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Medan, 19 April 2021

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Darah merupakan transportasi jarak jauh bahan-bahan antara sel dan lingkungan
eksternal maupun antar sel itu sendiri untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Fungsi darah
lainnya juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh
dari berbagai penyakit. Peran ini diperkuat dengan struktur darah yang memiliki ciri khas
seperti pada sel darah merah yang mengandung hemoglobin(HB) dan bentuk bikonkaf.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan
persediaan zat besi sebagai bahan yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin (Hb). Anemia
defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara
tropis atau negara dunia ketiga karena sangat berikatan erat dengan taraf sosial ekonomi.
Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak
kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.

Salah satu manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi ialah Angular cheilitis dimana
adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan. Hal ini disebabkan oleh infeksi jamur atau infeksi bakteri atau virus, dan
malnutrisi atau kekurangan gizi.

Anemia defisiensi besi dapat di diagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
pemberian zat besi secara oral, secara intramuskular dan transfusi darah.
1.2 Deskripsi Topik

Narasumber : dr Tri Widyawati, M.Si,Ph.D; dr. Eka Roina Megawati, M.Kes;


dr.T.Helvi, M.Kes

Judul Pemicu : Pasienku Pucat Sekali

Seorang wanita usia 46 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan sakit dalam mulut
yang berulang terutama dipermukaan lidah selama 5 tahun. Pada pemeriksaan klinis
dijumpai mukosa mulut pucat, adanya fissure pada sudut mulut. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar Hb 6,5. Hasil pemeriksaan apusan darah tepi:
mikrositik, hipokromik. Dokter mendiagnosa dengan Angular Cheilitis + Anemia
Defisiensi Besi (ADB).

Pertanyaan

1. Jelaskan tentang eritropoiesis dan factor yang mempengaruhinya


2. Jelaskan tentang sintesis haemoglobin !
3. Jelaskan fungsi eritrosit dan haemoglobin !
4. Jelaskan tentang patofisiologi nyeri lidah, mulut pucat dan fissure mulut pada kasus!
5. Bagaimana perawatan gigi mulut yang baik pada ADB?
6. Jelaskan farmakologi obat anemia defisiensi besi!

1.3 Learning issue

 Fisiologi: Fisiologi perdarahan


 Farmakologi: Obat anti pembekuan darah
 Anatomi: Anatomi sistem kardiovaskuler
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jelaskan tentang eritropoiesis dan faktor yang mempengaruhinya!

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang, tetapi pada
janin dan bayi terjadi juga di limfa. Pembentukan sel darah merah diawali dengan
pembentukan sel proeritroblas dari sel punca CFU-E. Begitu proeritroblas ini terbentuk, sel
ini akan membelah beberapa kali, sampai akhirnya membentuk banyak sel darah merah yang
disebut eritroblas basofil karena dapat dipulas dengan zat warna basa. Sel yang terdapat pada
tahap ini mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Selanjutnya, sel sudah dipenuhi oleh
hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34 persen sehingga nukleus memadat menjadi kecil
dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar dari sel dan retikulum endoplasma
direabsorbsi. Sel pada tahap ini disebut retikulosit karena masih mengandung sejumlah kecil
materi basofilik, yaitu aparatus Golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma lainnya.
Selama tahap retikulosit ini, sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke dalam kapiler
darah dengan cara diapedesis (terperas melalui pori-pori membran kapiler). Materi basofilik
yang tersisa dalam retikulosit normalnya akan menghilang dalam waktu 1 sampai 2 hari,
kemudian menjadi eritrosit matang.1

Produksi sel darah merah dipengaruhi oleh eritropoetin yang disebabkan oleh stimulus utama
kadar oksigen yang rendah pada jaringan (hipoksia). Tanpa adanya eritropoietin, keadaan
hipoksia tidak akan berpengaruh atau pengaruhnya sedikit sekali dalam perangsangan
produksi sel darah merah. Eritropoietin menimbulkan peningkatan produksi eritropoietin
yang nyata, dan eritropoietin selanjutnya akan memperkuat produksi sel darah merah sampai
hipoksia mereda.

Eritropoietin bekerja pada derivat sel punca tak-berdiferensiasi yang sudah ditakdirkan untuk
menjadi SDM, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel ini menjadi eritrosit matur.
Poliferasi dan maturase ini diatur oleh sitokin termasuk eritropoietin sebagai faktor yang
terpenting dalam mekanisme ini. Bila terjadi hipoksia, nefron ginjal akan merespon
memproduksi eritropoietin. Eritropoietin (EPO) merupakan suatu glikoprotein hormon
dengan berat molekul 30 – 39 kD yang akan terikat pada reseptor spesifik progenitor sel
darah merah yang selanjutnya memberi sinyal merangsang proliferasi dan diferensiasi.

Faktor yang mempengaruhi eritropoesis adalah sebagai berikut.1


a. Penurunan transportasi oksigen ke jaringan akan memicu kecepatan eritropoesis contohnya
saat terjadi pendarahan.

b. Kerusakan pada sebagian besar sumsum tulang akibat sebab apapun, terutama oleh terapi
dengan sinar-x, akan mengakibatkan hiperlasia sumsum tulang yang tersisa untuk memenuhi
kebutuhan sel darah merah dalam tubuh.

c. Di dataran yang sangat tinggi dengan jumlah oksigen udara yang sangat rendah, produksi
sel darah merah sangat meningkat.1

d. Berbagai penyakit pada sistem sirkulasi yang menyebabkan penurunan aliran darah
jaringan, dan terutama yang dapat menyebabkan kegagalan penyerapan oksigen oleh darah
sewaktu melewati paru, dapat juga meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah,
contohnya gagal jantung dan penyakit paru.

2.2 Jelaskan tentang sintesis haemoglobin !

Haemoglobin adalah molekul protein tetramerik terdiri dari protoporphyrin dan besi, yang
ditemukan di eritrosit (sel darah merah) semua vertebrata. Hemoglobin berperan dalam
proses respiratori, yaitu sebagai transport oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan-jaringan
tubuh dan membawa kembali karbondioksida. Hemoglobin juga berinteraksi dengan gas lain,
yaitu karbon monoksida (CO) dan nitric oksida (NO), yang memiliki peran biologis.2

Molekul ini memiliki dua bagian, yaitu 4 globin yang terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai β,
dan 4 bagian gugus non-protein yang mengandung besi (gugus hem).3 Sintesis hemoglobin
merupakan proses biokimia yang melibatkan beberapa zat gizi atau senyawa-antara yang
terkait dengan sintesis heme dan protein globin. Sintesis hemoglobin dimulai dalam
eritroblast sebesar 65% dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit sebesar
35%. Tahap pembentukan hemoglobin dimulai di dalam eritoblast dan terus berlangsung
sampai pada stadium normoblast dan retikulosit. Hem dari hemogloblin disintesis dari asam
asetat dan glisin, yang sebagian besar terjadi di mitokondria. 4 Proses sintesis ini terkait
dengan sintesis heme dan protein globin.

1. Sintesis Heme

Heme disintesis di dalam mitokondria sedangkan penggabungannya dengan globin terjadi


dalam sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang. Mekanisme sintesis hemoglobin diawali
dengan terbentuknya kondensasi antara suksinil Ko-A dan glisin untuk membentuk asam
aminilevulinat (ALA) yang dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase,
kemudian meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma.
Keberadaannya dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk
porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidrase. Enzim aminolevulinat
dehidrase (ALAD) ini menentukan berlanjutnya biosintesis heme karena apabila kinerja
enzim ini terhambat (mengalami oksidasi pada gugus SH) maka biosintesis akan terhenti dan
tidak dapat dilanjutkan lagi.

Mekanisme selanjutnya adalah 4 molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk


uroporfirinogen yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase menjadi
koproporfirinogen II, lalu membentuk protoporfirinogen II Protoporfirinogen III dioksidasi
oleh enzim protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporphyrin II. Oksidasi ini
menghasilkan sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang merupakan ciri khas porfirin.
Uroporfirinogen tipe 1, II, dan koproporfirinogen juga dapat dioksidasi oleh porfirin.

Tahap selanjutnya adalah terjadinya insersi ion Fe (dalam bentuk ferro) ke dalam cincin
porfirin dari protoporfirin. Proses tersebut dikatalisis oleh enzim ferokelatase untuk
menghasilkan heme. Proses ini terjadi di dalam mitokondria. Setelah molekul heme terbentuk
maka heme akan di keluarkan dari mitokondria menuju sitosol untuk bergabung dengan
rantai globin.

Rangkaian proses biosintesis heme tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
ketersediaan komponen-komponen penyusun heme (suksinil Ko-A, glisin, MRNA transkripsi
dan Fe) dan kinerja enzim ( ALA sintetase, d-ALAD, PB aminase, ferokelatase dan lainnya)
yang maksimal. Apabila salah satu dari faktor tidak terpenuhi, maka proses biosintesis akan
terhambat atau bahkan tidak berjalan. Sebagai akibatnya, maka akan menurunkan kadar
hemeglobin dalam eritrosit.

2. Sintesis Globin

Globin adalah sub-unit protein yang berbentuk globular (bulatan) yang menyusun molekul
hemoglobin. Rantai protein globin terdiri dari 2 jenis yaitu rantai alfa dan non-alfa (rantai
gamma). Kedua jenis rantai tersebut ada pada janin, setelah proses kelahiran maka rantai non-
alfa akan berdiferensiasi lagi manjadi non-alfa (rantai beta).

Biosintesis globin dimulai dari DNA yang berada di dalam sel induk penghasil eritrosit
(retikulosit). Bagian DNA yang menyimpan informasi untuk pembentukan globin tersebut
adalah gen globin. Gen-gen yang mengkode rantai alfa globin berada pada kromosom 16
sedangkan gen-gen yang mengkode rantai non-alfa globin berada pada kromosom 11.

Pada awal proses, gen globin akan diterjemahkan menjadi suatu untaian molekul yang
disebut mRNA dalam proses transkripsi. Proses tersebut terjadi di dalam nukleus sel
retikulosit. Selanjutnya, mRNA akan keluar dari nukleus menuju sitoplasma dan akan
diterima oleh ribosom. Ribosom ini akan memproses kode informasi yang dibawa oleh
mRNA untuk proses penggabungan bahan-bahan yang pembuatan globin (proses translasi).
Globin yang dihasilkan oleh ribosom masih belum sempurna dan akan dikirim ke badan
golgi. Di badan golgi ini, globin mengalami proses penyempurnaan hingga membentuk
globin yang utuh.2

Penggabungan heme dan globin

Rantai globin digabungkan oleh ribosom sitoplasmik. Hasil akhirnya adalah molekul globin
yang tetramer, yaitu dua rantai alfa globin dan dua rantai non-alfa globin. Dua rantai globin
yang berbeda (masing-masing dengan molekul heme individu) bergabung untuk membentuk
hemoglobin. Kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai non-alfa menghasilkan molekul
hemoglobin lengkap (total empat rantai per molekul).5

2.3 Jelaskan fungsi eritrosit dan haemoglobin !


Eritrosit berfungsi mengangkut hemoglobin dan seterusnya mengangkut oksigen dari paru-
paru ke jaringan. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai
fungsi lain.6 Fungsi utama eritrosit didukung oleh tiga sifat anatomik eritrosit itu sendiri,
yakni bentuknya yang cakram (bikonkaf) menjadikan permukaannya lebih luas untuk proses
difusi O2, memiliki membran yang lentur sehingga memudahkan transpor eritrosit ketika
melewati kapiler, dan adanya struktur hemoglobin.7
Eritrosit memiliki kandungan karbonik anhidrase yang berperan penting dalam menjaga
keseimbangan pH darah dan mengkatalisis reaksi air dengan CO 2. Selain itu, saat eritrosit
berada dalam tegangan di pembuluh yang sangat sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang
akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar. Eritrosit juga
melepaskan senyawa S-Nitosothiol saat Hb terdeoksigenasi, yang juga berfungsi melebarkan
pembuluh darah serta melancarkan arus darah agar dapat mensuplai oksigen pada daerah
tubuh yang kekurangan oksigen.6
Hemoglobin merupakan rangkaian protein yang terdapat di dalam eritrosit melaksanakan
fungsi utama mengikat dan mengangkut O2 dari paru-paru yang nantinya akan diedarkan oleh
eritrosit ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin dalam darah manusia merupakan penyangga
asam-basa dengan cara berikatan dengan ion hidrogen dari HCO3-.8,9

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga berfungsi membantu mengangkut CO2 dari sel
jaringan kembali ke paru-paru dan berikatan dengan nitrat oksida yang bersifat vasodilator.
Nitrat Oksida dilepaskan di jaringan untuk melemaskan dan melebarkan arteriol lokal.
Vasodilatasi membantu menjamin bahwa darah kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan
juga membantu menstabilkan tekanan darah.

2.4 Jelaskan tentang patofisiologi nyeri lidah, mulut pucat dan fissure mulut pada
kasus!

Anemia defisiensi besi merupakan suatu kondisi yang diklasifikasikan ke dalam anemia
mikrositik hipokrom yang biasanya ditandai dengan menurunnya saturasi dari transferrin dan
berkurangnya kadar ferritin serum sehingga sintesis hemoglobin terganggu. Anemia
defisiensi besi dapat disebabkan oleh fisiologis atau patologis. Fisiologis disebabkan
peningkatan zat besi yang dibutuhkan sebagai respons terhadap pertumbuhan dan
perkembangan termasuk masa bayi, remaja, dan kehamilan. Patologis disebabkan kehilangan
darah atau malabsorpsi, seperti pada wanita mengalami menstruasi berlebihan. Hilangnya
besi pada epitel serta beberapa enzim dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut,
faring dan gejala lainnya. 10,11

Nyeri lidah dan fissure mulut pada kasus disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Candida
albicans, yang dapat tumbuh berlebih pada orang dengan sistem imun yang lemah dan
defisiensi nutrisi, terutama zat besi sehingga dapat menyebabkan terganggunya sintesis
hemoglobin dan menyebabkan mukosa pucat. Secara umum, gambaran mikroskopik mukosa
mulut pada ADB yaitu adanya atrofi pada epitel, penipisan pada lamina propria, perubahan
struktur epitel dengan keratinisasi yang hilang, berkurangnya ketebalan kompartemen
maturasi dan meningkatnya kompartemen progenitor, serta adanya atrofi lidah yang
menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap yang disebabkan oleh hilangnya
papil lidah. 11,12

Defisiensi zat besi dalam plasma darah juga akan menghambat penyembuhan lesi dan dapat
menyebabkan Angular cheilitis yang merupakan lesi mulut ditandai adanya fisura, kemerahan
atau deskuamasi pada sudut mulut disertai rasa sakit, gatal, kering, sensasi terbakar,
terkadang disertai rasa gatal, dan mudah berdarah karena gerakan mulut seperti tertawa
ataupun berbicara. Angular cheilitis berkorelasi dengan defisiensi zat besi, vitamin B, dan
asam folat karena zat tersebut ditubuhkan oleh tubuh yang bersifat esensial. Fungsi zat besi
secara fisiologis meliputi proliferasi sel, penyembuhan luka, respon imunitas, dan
mempertahankan struktur protein dan membran sel. Zat besi dan nutrisi lainnya diperlukan
dalam transkripsi gen untuk replikasi sel, perbaikan sel, dan proteksi. 12,13

Angular cheilitis dapat terjadi karena ketidakseimbangan flora normal dalam mulut yang
dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang biak dengan lebih cepat sehingga terjadi
pertambahan jumlah bakteri Candida albicans dan stafilokokus aureus. 12,14

Bakteri Candida albicans juga menyebabkan kandidiasis mulut, seperti angular cheilitis yang
dapat ditemukan pada bagian posterior dorsal lidah yang meningkat jumlahnya akibat
terganggunya ekologi mulut atau terjadi perubahan mikrobiologi mulut karena adanya
malnutrisi besi, penggunaan antibiotik, gangguan sistem imun, penggunaan gigi tiruan dan
diabetes melitus.12,13.14

2. 5 Bagaimana perawatan gigi mulut yang baik pada ADB?

Menurut rekam medis dan pemeriksaan darah, klasifikasi pasien terbagi atas dua kategori,
yaitu pasien beresiko tinggi dan rendah. Berdasarkan kasus tersebut, prosedur bedah tidak
dapat diterapkan pada pasien beresiko tinggi karena gambaran klinis pasien yang
menunjukkan ADB kronis. ADB kronis dapat memicu perdarahan atau penyembuhan luka
yang lambat yang disebabkan oleh kekurangan zat besi. Zat besi berperan dalam produksi
hemoglobin yang cukup sehingga perawatan bedah harus ditunda terlebih dahulu sampai
keadaan pasien membaik.

Oleh karena itu, dokter dapat menerapkan rencana perawatan gigi mulut yang baik pada ADB
dengan memberikan Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE). Komunikasi antara dokter dan
pasien berupa pemberian informasi mengenai ADB, perawatan gigi dan mulut yang
dianjurkan, dan resiko perawatan. Selain itu, dokter dapat melakukan perawatan berupa
membersihkan rongga mulut dengan kasa perhidrol 3%, memberi resep obat kumur perhidrol
3% yang dikumur 2 kali sehari setelah menyikat gigi pagi setelah sarapan dan malam
sebelum tidur. Selain itu, penggunaan Nistatin yang dioleskan di mulut 3 kali sehari setelah
berkumur dengan perhidrol. Pemberian Zegase dilanjutkan 15 tablet untuk 5 hari. Antibiotika
spiramisin 3 kali sehari selama 5 hari. 15 Selain itu, dokter dapat memberikan resep lain seperti
mengonsumsi Emineton selama 15 hari dengan dosis dua tablet per hari.16
Selain pemberian suplemen penambah darah dan penyembuh angular cheilitis, dokter dapat
menyarankan pasien untuk mengonsumsi sayur seperti bayam merah, jus jambu merah, hari
ayam, buah bit, memperbanyak konsumsi air putih, mengurangi konsumsi teh, tidak
merokok, menjaga kebersihan mulut, dan menggunakan obat yang diberikan sesuai aturan.17

2.6. Jelaskan farmakologi obat anemia defisiensi besi!

 Administrasi secara oral


Pemberian secara oral lebih dianjurkan untuk perawatan anemia defisiensi zat besi
(ADB).

Nama Sediaan Kadar


Ferrous sulphate 20% (hydrated salt) dan 32% (dried salt) unsur zat besi.
Ferrous Sulpahte merupakan sediaan yang terjangkau
dalam perawatan ADB.
Ferrous gluconate 12% kandungan zat besi
Ferrous fumarate 33% kandungan zat besi
Sediaan lainnya dalam perawatan ADB yaitu ferrous succinate, iron choline citrate,
ferric ammonium citrate, dsb
Efek samping: mual, muntah, gangguan epigastrik, dispepsia, konstipasi, terasa besi,
diare, dan gigi menjadi berwarna.
 Administrasi secara parenteral
Nama Sediaan Injeksi
Iron sorbitol citric acid (Jectofer) Intramuskular
Iron dextran complex (Imferon) Intravena atau intramuskular. Dalam
menghindari kulit menjadi berwarna, injeksi
dilakukan secara intramuskular di daerah
bokong.
Ferric carboxymaltose dan ferrous Intravena. Sediaan ini memiliki risiko
sucrose hipersensitivitas yang rendah.
Efek samping: rasa nyeri yang dapat menyebabkan abses, dan perubahan warna kulit
di sekitar area suntikan. Pada sistemik, seperti pusing, pyrexia, mual, muntah,
arthralgia, urtikuria (biduran), dan reaksi anafilaksis.18

Terdapat beberapa cara dalam pemberian obat anemia defisiensi besi, antara lain adalah
sebagai berikut.

a. Sediaan Besi Oral/Preparat Besi Oral


Garam besi umumnya diberikan secara oral dan dapat diberikan secara oral maupun intravena
jika respon pengobatan oral tidak berjalan baik. Dosis oral untuk ADB sebesar 100-200 mg
per hari. Dosis oral yang diberikan dalam bentuk fero sulfat sebesar 200 mg (= 65 mg besi
elemental), diberikan 3 kali sehari dan dosis garam fero 200 mg satu atau dua kali sehari
hanya efektif untuk profilaksis atau untuk anemia defisiensi besi yang ringan. Efek samping
yang ditimbulkan adalah konstipasi sampai impaction feses.

b. Sediaan Kombinasi

Beberapa sediaan oral mengandung asam askorbat untuk membantu absorpsi besi dan asam
folat untuk penderita pada ibu hamil.

c. Sediaan Lepas Lambat

Diberikan satu kali sehari, tetapi sebenarnya tidak memberikan manfaat lebih baik, sebab besi
dilepaskan secara bertahap.

d. Sediaan Besi Pararenatal

Pemberian zat besi secara parenteral dilakukan ketika terapi oral tidak memungkinkan karena
pasien tidak dapat mentoleransi sediaan besi oral atau jika terjadi perdarahan hebat
berkelanjutan, dan malabsorpsi. Sediaan ini diberikan dalam dalam bentuk dekstran besi atau
sukrosa besi.19

Adapun farmakologi beberapa obat anemia defisiensi besi, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Fe (III) Hidroksa dalam Sukrosa


Diberikan pada pasien yang mengalami hemodialisis kronik yang sedang menjalani terapi
suplemen eritropoietin dan tidak dapat diberikan secara bersama dengan sediaan besi oral,
sebab absorbsi besi oral akan menurun.

Efek samping : Memiliki kontraindikiasi alergi, anafilaksis, mual, muntah dan diare.

Dosis : Untuk orang dewasa setara dengan total defisit besi (mg), ditentukan
berdasarkan kadar haemoglobin dan berat badan.

2. Besi Dekstran

Merupakan kompleks besi hidroksida dan dekstran yang mengandung 50 mg/ml besi dengan
kontraindikasi alergi, asma, dan eksim. Tidak boleh diberikan secara oral dalam 5 hari setelah
suntikan terakhir, sebab dapat meningkatkan risiko reaksi alergi.
Efek samping : Mual, diare, aritmia, urtikaria, ruam, dispnea, dan lainnya. Diberikan secara
injeksi intramuscular, IV lambat atau melalui infus dengan

Dosis : Memperhitungkan berat badan dan kekurangan zat besi yang diderita.

3. Fero Fumarat, Fero Glukonat, dan Fero Sulfat

Diberikan kepada penderita anemia defisiensi besi dengan peringatan pada kehamilan dan
sebaiknya dikonsumsi sesudah makan untuk mengurangi efek samping konstipasi,
gastrointestinal sampai impaction feses. Adapun dosis yang diberikan antara lain:

a. Fero Fumarat
- 1-2 tablet (200mg) 3x sehari
- Sirup 140 mg dengan besi 45mg/5mL dan 10-20mL 2x sehari
b. Fero Glukonat
- Profilaksis : 2 tablet sehari sebelum makan
- Terapeutik : 4-6 tablet sehari dalam dosis terbagi sebelum makan
c. Fero Sulfat
- Profilaksis : 1 tablet (200mg)/hari
- Terapeutik : 1 tablet (200 mg) 2-3x sehari
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Amerika Serikat:Saunders Elsevier ,
2006:413-7.

2. Wulandari RD. Kelainan pada sintesis hemoglobin: Thalassemia dan epidemiologi


thalassemia. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma 2016 ; Vol.5(2): 33-43.

3. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. Ed 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2018: 761-70.

4. Lanzkwosky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 6th ed. Iron Deficiency
Anemia. UK: Elsevier Academic Press, 2016: 331-47.

5. Notopoero PB. Eritropoietin Fisiologi, Aspek Klinik, dan Laboratorium. Indonesia Journal
of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2007; 14(1): 28-36.

6. Anamisa DR. Rancang Bangun Metode OTSU Untuk Deteksi Hemoglobin. Jurnal Ilmu
Komputer dan Sains Terapan2015;10(10):106-10.

7. Nasution M. Lesi Rongga Mulut. Ed 1. Medan: USU Press, 2018:42.

8. Anamisa DR. Rancang Bangun Metode OTSU Untuk Deteksi Hemoglobin. Jurnal Ilmu
Komputer dan Sains Terapan2015;10(10):106-10.

9. Debbian ASR, Rismayanthi C. Profil tingkat volume oksigen maskimal (vo 2 max) dan
kadar hemoglobin (hb) pada atlet yongmoodo akademi militer magelang. J Olahraga Prestasi
2016; 12 (2): 20.

10. Kadri H. Hemoprotein dalam Tubuh Manusia. Tinjauan pustaka. J Kesehatan Andalas
2012; Vol 1(1): 22-30.
11. Mersil S, Pradono SA. Manifestasi Klinis Rongga Mulut sebagai Penanda Awal Penyakit
Iron Deficiency Anemia (IDA). JITEKGI 2017; Vol 13(2): 1-4.

12. Wongsohardjo S. Kandidias Oral pada Penderita Anemia Defisiensi Besi (Fe) dan
Penatalaksanaannya. Maj Ked Gi 2012; Vol 19(1): 77-81.

13. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan Distribusi Penderita Angular


Cheilitis pada Bulan Oktober-Desember Tahun 2015. J Pust Kes 2017; Vol 5(1): 120-27.

14. Hakim L, Ramadhian R. Kandidiasis Oral. J Majority 2015; Vol 4(9): 53- 57.

15. Wongsohardjono SB. Kandidiasis oral pada penderita anemia defisiensi besi (Fe) dan
penatalaksanaannya. Maj Ked Gi 2012; 19(1): 78.

16. Mersil S, Pradono SA. Manifestasi klinis rongga mulut sebagai penanda awal penyakit
iron deficiency anemia (IDA). JITEKGI 2017; 13(2): 1-3.

17. Wongsohardjono SB. Kandidias oral pada penderita anemia defisiensi besi (fe) dan
penatalaksanaannya. Majalah Kedokteran Gigi. 2012; 19(1): 78.
18. Shanbhag T V, Shenoy S, Nayak V. Pharmacology for Dentistry. 2nd ed. New Delhi:
Elsevier; 2014. 252–5 p.
19. Pusat Informasi Obat Nasional. Badan POM RI. 9.1.1 Anemia Defisiensi Besi.
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-9-gizi-dan-darah/91-anemia-dan-gangguan-darah-lain/911-
anemia-defisiensi-besi. 12 April 2021.

Anda mungkin juga menyukai