BLOK 7
PEMICU 1
BADAN KU KOK GINI YA
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 8
DOSEN PENGAMPU
MEDAN
2021
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
Anggota :
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
Laporan Diskusi Pemicu 1 Blok 7 ini, kami persembahkan dan selesaikan dengan judul
“Badan Ku Kok Gini Ya…”
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik, dan saran yang membangun menjadi bekal kami dalam memperbaiki
kekurangan yang ada demi kecakapan makalah ini dan pengembangan pengetahuan tiap
anggota kelompok. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu kondisi dimana akumulasi lemak di jaringan tubuh sangat
tinggi yang diakibatkan oleh asupan kalori lebih banyak dibandingkan penggunaan dan
pengeluarannya. Obesitas dapat mengacu kepada kondisi sindrom metabolik dimana
merupakan sekelompok kondisi yang muncul akibat adanya resistensi insulin. Sindrom
metabolik terdiri dari dyslipidemia aterogenik, resistensi insulin dan peningkatan gula darah,
peningkatan tekanan darah, kondisi protrombotik, dan kondisi proinflamasi. Sindrom
metabolik juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit lainnya terutama penyakit
kardiovaskular dan asterosklerosis.
Adapun isi dari makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai hubungan obesitas,
sindrom metabolik dan resistensi insulin, faktor-faktor yang penyebabnya, patogenesis,
komplikasi penyakit yang memiliki kaitan erat terhadap satu dengan yang lain
Narasumber : dr. Rusdiana, M. Kes; dr. M. Aron Pase, M. Ked (PD)., Sp. PD; Dr. dr.
Yetty Machrina., M.Kes
Skenario :
Seorang laki-laki berusia 49 tahun, datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi
goyang. Pada pemeriksaan intra oral terlihat bahwa gigi depan bawah goyang. Dari
anamnesis diketahui pasien tidak pernah mengalami trauma pada giginya dan akhir-akhir
ini pasien sering merasa lesu dan sakit kepala. Os mengakui bahwa setiap hari makan
siang berupa makanan siap saji dan pekerjaan sehari-hari sering duduk di depan komputer
mengingat pekerjaannya sebagai pegawai bank dan jarang berolahraga. Dari hasil
pemeriksaan diketahui BB = 90 Kg dan TB = 165 cm.
More Info:
Pemeriksaan fisik diagnostik:
TD = 130/ 80 mmHg, frekuensi nadi = 80x/ menit, frekuensi nafas = 16x/ menit
- Darah rutin:
Hb: 14,5 gr/ dl; Leukosit: 7.500/ mm3; LED: 10 mm/jam; Trombosit: 165.000/ mm3
- Hitung jenis: 1/ 0/ 6/ 55/ 35/ 3
- KGD puasa: 110 mg/dl; KGD 2 jam pp: 160 mg/dl (normal: 70 - 100 mg/dl;
postprandial: 135 - 140 mg/dl)
- Kolesterol total: 270 mg/dl; Trigliserida: 203 mg/dl; LDL kolesterol: 194 mg/dl;
- HDL kolesterol: 35 mg/dl
Pertanyaan
1) Biokimia
2) Farmakologi
3) Penyakit Dalam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana patofisiologi timbulnya rasa lelah?
Rasa lelah merupakan hasil reaksi fungsional pusat kesadaran, yaitu otak (cortex cerebri).
Pusat kesadaran ini dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi)
yang bekerja terhadap talamus penyebab kecenderungan untuk tidur dan sistem penggerak
(aktivasi) dalam formasio retikularis yang merangsang pusat vegetatif konversi ergotropis
untuk bekerja. Rasa lelah sebagai hasil dari akumulasi produk sisa metabolisme (asam laktat
dan CO2) di otot dan di dalam aliran darah dapat menurunkan kontinuitas kerja otot. Asam
laktat bersifat membatasi aktivitas otot dan mempengaruhi serabut saraf dan sistem saraf
pusat, sehingga terjadi penghambatan dalam bekerja. Selain itu, kelelahan juga dapat terjadi
akibat kurangnya suplai darah yang mengandung O2 di dalam otot. 1,2
Kelelahan
Kelelahan juga merupakan suatu mekanisme pertahanan yang melindungi tubuh agar
tidak mencapai titik dimana ATP tidak dapat lagi diproduksi. Ketika ATP terurai, ADP dan
fosfat inorganik lokal meningkat dan menghambat pelepasan Ca2+, lalu terjadi penumpukan
asam laktat yang menghambat enzim kunci di jalur penghasil energi. Akumulasi K+ ekstrasel
akibat tidak dapat masuk ke dalam intrasel menyebabkan potensial membrane menurun.
Kelelahan yang terjadi di sentral terjadi ketika SSP tidak adekuat mengaktifkan neuron-
neuron motorik.3
2.2 Jelaskan fungsi dan mekanisme regulasi sekresi hormon Insulin dan Glukagon!
Hormon insulin dihasilkan oleh sel β Langerhans pada pankreas yang berfungsi untuk
menurunkan penyerapan glukosa, meningkatkan glikogenesis, dan menghambat
glikogenolisis. Insulin pada protein menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan
sintetis protein, sedangkan pada lemak insulin menurunkan kadar lemak darah dan
mendorong penyimpanan trigliserida. Peran utama insulin dalam metabolisme adalah sebagai
regulator utama dalam siklus absorptif dan pasca absorptif. Perangsang utama sekresi insulin
adalah glukosa dan asam amino. Insulin juga memiliki faktor pengendalian utama yaitu, asam
lemak bebas, keton, glukagon, sekretin, sulfonil, urea, tulbotamid, gliburit serta dihambat
oleh hormon epinefrin dan norepinefrin. 4
Pengontrol utama dalam sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung
antara sel β pankreas dan kadar glukosa darah untuk memastikan tingkat terendah
melepaskan insulin dalam kondisi istirahat, serta pengaturan positif guna memfasilitasi
respon kuat terhadap kondisi adanya peningkatan kadar glukosa darah. Glukosa merangsang
sekresi insulin melalui proses penggabungan eksitasi-sekresi dalam mekanisme regulasinya.
Secara spesifik, glukosa memasuki sel β dengan difusi terfasilitasi melalui GLUT-2, lalu
segera difosfolirasi menjadi glukosa-6 fosfat yang di oksidasi oleh sel β melalui aktivasi
glukokinase untuk membentuk ATP. Kemudian ATP akan menghambat kanal kalium yang
peka ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membran sel sehingga
akan membuka kanal kalsium berpintu listrik (voltage-gated Ca2+ channel) yang sensitif
terhadap perubahan voltase membran . Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium
ekstrasel ke sel β dan memicu untuk penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan
membran sel dan menyekresi insulin ke dalam cairan ekstraseluler melalui eksositosis. 4,5
Gambar Mekanisme Regulasi Sekresi Hormon
Insulin
Hormon glukagon diproduksi oleh sel α Langerhans pankreas yang memiliki fungsi
berbanding terbalik dengan insulin, yaitu menaikkan glukosa dalam darah, meningkatkan
glukoneogenesis dengan menstimulasi fosfolirasi glikogen yang akan mengakibatkan
peningkatan adenilat siklase membran, cAMP, fosforilase, serta peningkatan metabolisme
glikogenolisis. Peran utama glukagon dalam metabolisme adalah sebagai regulasi siklus
absorptif dan pasca absorptif bersama insulin sekaligus proteksi terhadap hipoglikemia. 5
Sekresi glukagon meningkat selama keadaan pasca absorptif dam menurun selama
keadaan absorptif. Glukagon akan mendorong katabolisme simpanan nutrien diantara waktu
makan untuk menjaga kadar glukosa dalam darah. Faktor utama yang merangsang sekresi
glukagon adalah konsentrasi glukosa darah pada pankreas. Dalam hal ini, sel α pankreas
meningkatkan sekresi glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah. Efek
hiperglikemik dari glukagon cenderung meningkatkan kadar gula glukosa kembali normal.
Sebaliknya, adanya peningkatan kadar glukosa darah, misalnya setelah makan akan
menghambat sekresi glukagon yang cenderung menurunkan kadar glukosa darah kembali
menjadi normal.4,5
Obesitas merupakan penimbunan triasilgliserol yang berlebih pada jaringan lemak akibat
asupan energi berlebih dibanding penggunaannya. Obesitas terjadi karena energi intake yang
didapat dari makanan atau lainnya lebih besar dari energi expenditure atau energi yang
dikeluarkan dengan BMI > 25 untuk overweight dan BMI > 30 untuk obesitas. Pada dasarnya
mekanisme terjadinya obesitas terjadi akibat faktor genetik, lingkungan, disregulasi
keseimbangan energi, seperti pengendalian rasa lapar dan kenyang, laju pengeluaran energi,
dan regulasi sekresi hormone. 6
Proses biokimiawi dalam pengendalian asupan makanan untuk menentukan rasa lapar
dan kenyang (selera, nafsu, dan frekuensi makan) dikomunikasikan ke sistem saraf pusat
melalui mediator hormon leptin dan sinyal transduksi lain. Dimulai dari korteks serebri yang
menginisiasi sinyal lapar agouti-related protein (AGRP) dan Neuropeptide-Y (NP-Y). Leptin
dikirim ke SSP untuk berikatan dengan reseptor di nukleus arkuatus hipotalamus,
merangsang sintesis POMC yang menghasilkan α-MSH kemudian akan berikatan dengan
reseptor di nukleus paraventrikular hipotalamus, menekan pusat lapar dan meningkatkan
metabolisme dengan memacu lipolisis di jaringan adiposa. Pada saat kadar leptin dan α-MSH
menurun, neuron pusat lapar di hipotalamus melepaskan AGRP yang sintesisnya ditekan oleh
leptin melalui ikatan dengan reseptornya. Berikatannya AGRP pada reseptor melanokortin-4
(MC4-R) akan menghambat rasa kenyang dan merangsang nafsu makan, kemudian menekan
katabolisme lemak sehingga simpanan lemak di adiposa dapat terisi kembali. 7 Selain itu,
terdapat hormon leptin yang berperan dalam nafsu makan dan dapat bekerja secara sentral
sebagai hormon metabolik melalui mekanisme umpan balik negatif untuk menekan nafsu
makan serta meningkatkan pembakaran kalori melalui peningkatan aktivitas tubuh.8
Mekanisme obesitas ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada nukleus arkuatus
hipotalamus, seperti adanya kelainan atau mutasi genetik sehingga leptin tidak dapat
berikatan dengan reseptornya, dan jumlah asupan makanan yang berlebih juga dapat
mengakibatkan resistensi leptin, dimana reseptor menjadi resisten (kebal) sehingga otak terus
mengirim sinyal lapar dan nafsu makan terus meningkat. 7 Adapun faktor lingkungan yang
menjadi mekanisme terjadinya obesitas antara lain, yaitu perilaku makan, dan pola makan,
kurangnya aktivitas tubuh seperti jarang berolahraga sehingga toleransi gerak badan terbatas
akibat penurunan aktivitas. Kemudian kondisi sosial ekonomi yang menyangkut gaya hidup,
mengonsumsi makanan cepat saji serta penggunaan beberapa jenis obat seperti thrioridazine,
paroxetine, valproate, gabapentine, insulin, sulfonylureas, dan lainnya. 6,7
Resistensi insulin adalah kondisi dimana terjadinya kegagalan organ target untuk
merespon aktivitas hormin insulin pada keadaan normal atau dengan kata lain, terjadinya
penurunan sensititas jaringan target terhadap efek metabolik insulin. Kondisi ini akan
mengganggu penggunaan dan penyimpanan karbohidrat sehingga kadar glukosa darah dan
sekresi insulin mengalami peningkatan. Penyebab utama resistensi insulin yang paling sering
terjadi adalah adanya kelainan pada jalur sinyal yang menghubungkan dengan reseptor
insulin. Selain itu, resistensi insulinjuga dapat disebabkan oleh mutasi pada reseptor insulin,
diabetes gestasional, akromegali, penyakit herediter, dan sebagainya. 9
Gangguan sinyal insulin dapat disebabkan oleh efek toksik dan akumulasi lipid di
jaringan akibat berat badan yang berlebih pada penderita obesitas. Obesitas menimbulkan
resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas dimana akumulasi dari
asam lemak bebas di jaringan menginduksi resistensi insulin pada hati dan otot. Mekanisme
induksi resistensi insulin oleh asam lemak terjadi karena adanya kompetisi asam lemak dan
glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin sehingga Insulin Reseptor Substrat (IRS)
tidak terfosforilasi dan terjadi penurunan terhadap sensitivitas reseptornya. Fosforilasi IRS
yang berkurang akan menyebabkan IRS tidak dapat bereaksi dengan PI 3- kinase. Aktivasi PI
3-kinase yang menurun menyebabkan vesikel pada GLUT4 tidak dapat berfusi dengan
permukaan sel dan terjadi penurunan oksidasi glukosa akibatnya, glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel. 9,5
Pada penderita obesitas dan overweight, terjadi kelainan jumlah dan fungsi reseptor
insulin. Obesitas merupakan komponen utama terjadinya sindrom metabolik. Obesitas
menyebabkan resistensi insulin, dimana resistensi insulin akan menyebabkan sindrom
metabolik. Adapun hubungannya dengan sindrom metabolik, resistensi insulin merupakan
bagian dari serangkaian kelainan pada sindrom metbolik sekaligus merupakan penyebab dari
sindrom metabolik. Dengan demikian, resistensi insulin merupakan salah satu gambaran
klinis utama pada sindrom metabolic yang memiliki risiko terhadap penyakit kardiovaskular.9
2.5 Jelaskan sindrom metabolik sebagai komplikasi obesitas (definisi, tanda-tanda dan
gejala)!
Metabolisme lipoprotein dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme eksogen, endogen,
dan jalur reverse cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan
metabolisme kolesterol LDL dan trigliserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport
dikhususkan ke metabolisme kolesterol-HDL. Metabolisme lipoprotein dibagi atas tiga jalur,
yaitu 13,14
Gambar Jalur
Metabolisme Lipoprotein
1. Jalur metabolisme eksogen
Lipid dalam usus yang berasal dari makanan yang dikonsumsi mulai dari rongga
mulut disebut lipid eksogen. Dalam usus halus (duodenum [pars descenden]), lipid
mengalami emulsifikasi oleh empedu menjadi partikel lebih kecil sehingga enzim pencernaan
lainnya dapat bekerja. Trigliserida akan dihidrolisis di usus oleh enzim lipase pancreas dan
lipase usus menjadi asam lemak bebas (FFA) dan monogliserida. Bersama empedu, asam
lemak bebas dan monogliserol dalam bentuk miselus masuk ke brush border enterosit untuk
diabsorbsi. Dalam enterosit, asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserida,
sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester; keduanya
bersama dengan fosfolipid dan apoprotein B-48 akan membentuk lipoprotein yang disebut
kilomikron nascent. Trigliserida dalam kilomikron akan dihidrolisis oleh enzim LPL
(diaktifkan oleh apoC-II) dari endotel kapiler di jaringan adiposa, jantung, otot rangka, dan
melepas FFA. FFA yang dilepas diambil oleh miosit dan adiposit, dioksidasi untuk
diesterifikasi dan disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa.13,14
Sebagian kolesterol ester akan dibawa oleh HDL untuk ditranspor ke hepatosit melalui
dua jalur, yaitu secara langsung yang diambil oleh hepatosit melalui scavenger receptor class
BI (Reseptor SR-BI) di permukaan sel dalam memediasi transfer selektif dari lipid ke dalam
sel. Secara tidak langsung, kolesterol ester HDL ditransfer ke lipoprotein yang berisi apo-B
(VLDL, IDL, LDL) untuk pertukaran dengan trigliserida oleh cholesterol ester transfer
protein (CETP). Kolesterol ester ditranspor ke hati setelah konversi VLDL ke IDL menjadi
LDL, kemudian diambil oleh reseptor LDL.15
2.7 Bagaimana perbandingan kadar lipid profile terhadap risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular?
Lipid profile atau panel lipid merupakan pengukuran yang mencakup kolesterol total,
HDL, LDL dan trigliserida sebagai kadar zat lemak dalam darah. Pemeriksaan profil lipid
atau penetapan kadar lipid-lipoprotein biasanya di hubungkan dengan proses yang
mendasarinya, yaitu aterosklerosis dan risiko penyakit kardiovaskular yang mencakup
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan perifer. Gangguan metabolik
dan klinik yang ditemukan memberikan risiko yang lebih besar terhadap penyakit
kardiovaskular. Dengan adanya peningkatan kadar trigliserida dan LDL serta penurunan
HDL akan berisiko kepada terjadinya aterosklerosis berkomplikasi menjadi penyakit
kardiovaskular. 16
Perbandingan kadar serum lipid yang diharapkan dan risikonya terhadap penyakit
kardiovaskular dapat dilihat sebagaimana berikut ini : 17
Jenis Lipid Nilai (mg/dL) Klasifikasi Risiko
Sedikit Tinggi
200-239 Waspada
(Borderline)
Sedikit Tinggi
40-59 Waspada
(Borderline)
≥ 60 Tinggi Optimal
Resiko Sangat
≥ 500 Sangat Tinggi
Tinggi
Pada pasien di skenario, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan profile lipidnya dengan
kolesterol total: 270 mg/dL; Trigliserida: 203 mg/dL; kolesterol LDL: 194 mg/dl yang tinggi
dan kadar kolesterol HDL : 35 mg/dL yang rendah bahwa pasien tersebut memiliki resiko
tinggi terjadinya panyakit kardiovaskular.
2.8 Jelaskan kriteria diagnostik sindrom metabolik secara klinis dan laboratorium !
Kriteria diagnostik sindrom metabolik secara klinis dapat dilihatdari pemeriksaan fisik
melalui pemeriksaan tanda vital untuk menilai tekanan darah, dan pengukuran lingkar
pinggang untuk menilai adanya obesitas sentral. Selain itu, pemeriksaan juga dapat diperluas
untuk mengidentifikasi adanya gejala dari penyakit kardiovaskular atau diabetes mellitus,
seperti neuropati, retinopati, akantosis nigrikans, dan xantoma atau xanthelasma.
Pemeriksaan secara laboratorium dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan gula darah dan
HbA1C, kadar kolestrol HDL, kadar trigliserida, serta fungsi ginjal (ureum, kreatinin, asam
urat). 10
Unsur Sindrom
WHO NCEP ATP-III IDF
Metabolik
Hipertensi TD > 140/90 mmHg TD > 130/85 mmHg TD > 130/85 mmHg
Ratio Lingkar
Pinggang : Lingkar Pinggang :
Lingkar Pinggang :
Obesitas L > 0.90 L > 102 cm L ≥ 90 cm
Abdominal/Sentral
P > 0.85 P > 88 cm P ≥ 80 cm
GD Puasa ≥ 100
Gangguan DM Tipe 2, TGT GD Puasa ≥ 110
mg/dL atau
Metabolisme Glukosa atau GDPT mg/dL
DM Tipe 2
1) Diabetes Tipe II
Jika seseorang dengan sindrom metabolik tidak menjaga kadar glukosa darahnya
akan mengeluarkan hormon resistin yang mendorong resistensi insulin dengan
mengganggu kerja insulin. Produksi resistin meningkat pada obesitas, dimana
sindrom metabolik mengacu kepada obesitas sebagai salah satu ciri-cirinya dan
sindrom metabolik ini merupakan pendahulu diabetes. 4
2) Penyakit Kardiovaskular
Seseorang penderita sindrom metabolik biasanya memiliki kolesterol dan tekanan
darah yang tinggi, dimana kondisi ini berkontribusi langsung pada penumpukan plak
di arteri sehingga menjadi sempit, sirkulasi darah terhambat sehingga dapat
menyebabkan stroke ataupun serangan jantung.16,20
3) Aterosklerosis
Akumulasi LDL berlebih di jaringan endotel akan berkembang menjadi plak yang
secara progresif mendorong lumen pembuluh darah dan mempersempit saluran,
sehingga menghambat pelepasan NO2 dalam relaksasi otot di dinding pembuluh darah.
Pada tahap sindrom metabolik akan mendorong Ca2+ mengendap di plak yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi keras dan tidak mudah berdilatasi. 16,20
4) Gangguan Fungsi Kognitif
Peran agregat trombosit yang kecil atau mikroemboli kolesterol dari plak karotis
dianggap sebagai salah satu mekanisme yang menimbulkan infark yang dapat
mengganggu fungsi kognitif tanpa menunjukkan gejala atau mencetuskan stroke.20
5) Sindrom PCOS
Komplikasi sindrom metabolic dapat menyebabkan sindrom lain, dimana PCOS
merupakan kondisi ketidak suburban ovarium akibat hormon yang tidak seimbang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelelahan adalah suatu mekanisme pertahanan yang melindungi tubuh agar tidak
mencapai titik di mana ATP tidak dapat lagi diproduksi karena ATP terurai ADP. Rasa lelah
merupakan hasil dari akumulasi produk sisa metabolism, yaitu asam laktat dan CO 2 di otot
dan di dalam aliran darah sehingga dapat menurunkan kontinuitas kerja otot. Hormon insulin
dan glukagon merupakan hormon yang bekerja secara antagonis, dimana insulin mencegah
kadar glukosa dalam darah tidak terlalu tinggi dan glucagon untuk mencegah kadar gula
darah yang terlalu rendah.
Pada dasarnya obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan energi yang masuk dan keluar
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama asupan makanan yang berlebih dan adanya
kerusakan terhadap pusat lapar atau terjadinya resistensi leptin. Obesitas merupakan
komponen utama terjadinya sindrom metabolik. Obesitas menyebabkan resistensi insulin,
dimana resistensi insulin akan menyebabkan sindrom metabolik. Resistensi insulin
merupakan bagian dari serangkaian kelainan pada sindrom metbolik sekaligus merupakan
penyebab dari sindrom metabolik. Dengan kata lain, resistensi insulin merupakan salah satu
gambaran klinis utama pada sindrom metabolik yang memiliki risiko terhadap penyakit
kardiovaskular.
Adapun ciri-ciri dan tanda-tanda seseorang menderita sindrom metabolik dapat dilihat
dari pemeriksaan fisik langsung ataupun melalui pemeriksaan laboratorium. Sindrom
metabolik menunjukkan kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah yang tinggi,
obesitas, dan dislipidemia, sehingga dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes tipe II, stroke, gagal jantung, penurunan fungsi kognitif dan
kematian mendadak.
DAFTAR PUSTAKA
17. Josten S, Mutmainah, Rusli B. Tes Trigliserida. Bagian Patologi klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. J Clin Path and Med Lab 2013; Vol 20(1): 1-5.
18. Zafar U. et al. Metabolic syndrome: An Update on Diagnostic Criteria, Pathogenesis,
and Genetic Links. J Hormones Athens 2018; Vol 17(3): 299-313.
19. Rohman MS. Patogenesis dan Terapi Sindroma Metabolik. J Kardiol Ind 2007; Vol
28(2): 160-68.
20. Wulandari M, Isfandiariz M. Kaitan Sindroma Metabolik dan Gaya Hidup dengan
Gejala Komplikasi Makrovaskular. J Berkala Epidemiologi 2013; Vol 1(2): 224-34.