Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TENTANG IBADAH SHOLAT PADA LANSIA

Disusun Oleh :

Kelompok B PPN UIN Jakarta

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020


Nama Anggota Kelompok

Alda Husna Alfita Nilna Camellia Rahmah

Ani Selfi Yulianti Nita Rahmawati

Aprilia Wulandari Novi Fitriani

Aulia Noor Azizah Nurhasanah

Cindy Karmila Nurul Fadillah

Cynthia Alya Tantianti Puji Astuti

Damayanti Qisthi Qonia

Desi Kurniawati Rachmawati Dewi

Desi Rahmawati Dewi Ranti Puspita Dewi

Desti Herawati Renita Mia Listanti

Dwi Murtiningsih Risna Dwi Astute

Elina Rutfika Aiman Hidayat

Faruq Ainul Yaqin Siti Ayu Ningsih

Fuja Amanda Siti Mutiarani Dewi

Herra Octaviany Sherly Mulya Pratiwi

Ibnu Syarifudin Hidayat Syifa Chairunisa

Jumia Asamsa Andawa Tamara Nur Putri

M. Gufron Afif Wafi Nusyifa H.Q

Mega Afriani Yunita Salamah

Nadela Achyari Divkandidar Basma Bonita


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
Ibadah Sholat Pada Lansia/

Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang


membantu dalam proses penulisan. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada
bapak Ns. Ibnu Abbas, M.Kep, Sp. Kep. Kom dan ibu Ns. Ummi M B., S.Kep selaku
clinical instructure yang telah membimbing dan membantu dalam penyelesaian makalah
ini, dan juga kepada teman-teman yang telah membantu penulis sehingga TAK ini dapat
berjalan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih sangat sederhana dan masih
mempunyai banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan ini dapat
diterima dan nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat positif membangung demi kesempurnaan proposal ini.

Jakarta, 1 Oktober 2019

Kelompok B PPN
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Definisi
Lansia Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lansia yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas. Lebih lanjut Maryam (2008) juga mendefinisikan lansia sebagai
seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan-perubahan dalam
sistem tubuhnya. Namun berbeda dengan definisi yang dikemukakan oleh Orimo
et al. (2006), peneliti asal Jepang, yang menjelaskan bahwa lansia merupakan
orang yang berusia lebih dari 75 tahun. Definisi tersebut berdasar pada hasil riset
yang telah dilakukannya dengan menemukan fakta bahwa:
a. lansia di Jepang yang berusia 65 tahun atau lebih ternyata masih bisa
melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan dan hambatan berarti;
b. arteri serebral pada lansia tampak belum mengalami penuaan dan penurunan
fungsi;
c. lansia penderita diabetes mellitus yang berumur 65 tahun masih menunjukkan
tingkat kemandirian yang tinggi untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi
definisi lansia dari penelitian tersebut memang tidak bisa digunakan secara
global karena faktor budaya dan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses
penuaan.

2. Batasan Lansia
WHO dalam Kunaifi (2009) membagi lansia menurut usia ke dalam empat
kategori, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
b. Lansia (elderly) : 60-74 tahun
c. Usia tua (old) : 75-89 tahun
d. Usia sangat lanjut (very old) : lebih dari 90 tahun

3. Teori Penuaan
Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007), yaitu:
a. Teori Wear and Tear Tubuh, sel mengalami kerusakan karena telah banyak
digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).
b. Teori Neuroendokrin.
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu
dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh
hipotalamus telah menurun.
c. Teori Kontrol Genetik.
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup kita
telah ditentukan secara genetik.
d. Teori Radikal Bebas.
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal
bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena
kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi
suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada
molekul lain.

4. Tahapan Proses Penuaan


Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila,
2007):
a. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu
hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini
dianggap usia muda dan normal.
b. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang
sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak
muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak
ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang
sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.
c. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid.
Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan,
vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh
mulai mengalami kegagalan.

5. Perubahan Fisik dan Psikososial Pada Lansia


a. Perubahan Fisik pada Lansia Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan
fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah :
1) Sel Perubahan
Sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah sel,
terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan
berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak,
otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya
mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-
10%.
2) Sistem Persyarafan.
Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat
menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk
bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra,
berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf 6
penciuman dan perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuan.
3) Sistem Pendengaran.
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya
presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi
pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran
timpani. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan pendengaran
pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4) Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola),
terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat
dan susah melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan
warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi
adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan
juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi
lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang
suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam
cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera. Sementara cahaya
menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk
membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi
kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia
terjatuh.
5) Sistem Kardiovaskuler.
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah
menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang
mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat,
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor
yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui antara lain
temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik kurang lebih
35°C, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan
refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjadi rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas,
berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon
dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang,
sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi
emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot
pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
8) Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30
tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap
terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar nenurun,
asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun, peristaltik 8 lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan
menurun, aliran darah berkurang.
9) Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang
merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urine,
darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang
disebut nefron (tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron
menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah,
sehingga kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air
seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang
menyebabkan retensi urine.
10) Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi
semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya
pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi hormon
kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.
11) Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung
kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan
rambut menipis dan berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat
menurunnya cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang.
12) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan
densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang
menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga
gerakan menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor, aliran darah ke
otot berkurang sejalan dengan proses menua. Semua perubahan tersebut
dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek,
penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih
cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang
lansia susah atau terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.
b. Perubahan Psikososial pada Lansia Berdasarkan beberapa evidence based yang
telah dilakukan terdapat perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia
antara lain:
1) Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa
lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan
ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang dapat
memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya:
a) merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti dari
suami atau istri, dan atau anaknya;
b) kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu
komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan teman, atau
masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena tidak
mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks
hidupnya;
c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup
(suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak
tinggal satu rumah.
2) Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe
pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi
kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi.
Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas berat menghadapi
kematian dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena
banyak tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas karena
sendirian dan tidak akan ada yang menolong saat sekarat nantinya.
3) Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut Jayanti,
Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a) jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi
depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan
laki-laki, serta model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari;
b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah
menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang
terdekat yaitu pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan kesendirian; dan
c) rendahnya dukungan sosial. Berdasarkan konsep lansia dan proses
penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia rentan sekali menghadapi
berbagai permasalahan baik secara fisik maupun psikologis. Kane,
Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan permasalahan yang sering
dihadapi lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering disebut Sindrom
Geriatri (Geriatric Syndrome). Keempat belas masalah tersebut adalah:
1) Immobility (penurunan/ketidakmampuan mobilisasi);
2) Instability (ketidakseimbangan, risiko jatuh);
3) Incontinence (inkontinensia urin/alvi, tidak mampu menahan buang
air kecil/besar);
4) Intelectual Impairment (penurunan fungsi kognitif, demensia);
5) Infection (rentan mengalami infeksi);
6) Impairment of Sensory/Vision (penurunan penglihatan,
pendengaran);
7) Impaction (sulit buang air besar);
8) Isolation (rentan depresi/stres sehingga lebih sering menyendiri);
9) Inanition (kurang gizi);
10) Impecunity (penurunan penghasilan);
11) Iatrogenesis (efek samping obat-obatan);
12) Insomnia (sulit tidur);
13) Immunedeficiency (penurunan daya tahan tubu);
14) Impotence (impotensi).
B. Sholat
1. Definisi
Asal makna shalat berasal dari kata ash-shalat (‫ الصالة‬,) yang berarti
berdoa. Shalat menurut bahasa merupakan berdoa atau memohon kebaikan
(Baduwailan dan Hishshah, 2010). Secara hakikat shalat berarti berharap
kepada Allah yang dapat menimbulkan perasaan takut, kebesaran, dan
kesempurnaan kepada-Nya (Zaitun dan Habiba, 2013). Menurut istilah shalat
merupakan suatu sarana komunikasi antara manusia dengan Allah swt, sebagai
bentuk ibadah yang di dalamnya tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang dimulai dari takbiratul ihram dan di akhiri dengan salam
(Labib, 2001).
Beberapa pendapat mengenai pengertian shalat fardhu antara lain,
pertama, menurut para ulama fikih shalat adalah suatu perkataan dan perbuatan
tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (Ahmad dan
Hishshah, 2010). Kedua, menurut ahlul 22 haqiqah shalat adalah
menghadapkan hati kepada Allah swt yang dapat menumbuhkan dalam hatinya
rasa rakut, rasa keagungan, dan kesempurnaan terhadap kekuasaanNya
(Baduwailan dan Hishshah, 2010). Ketiga, menurut Ibnu rif’ah ash-shilawy
(2009) shalat adalah tiang agama, seseorang yang mengerjakan shalat berarti ia
menegakkan agama dan bagi yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan
agama.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas
melaksanakan shalat fardhu adalah suatu bentuk ibadah yang dilakukan secara
terus-menerus (kontinuitas), khusyuk (sungguh-sungguh), tepat pada waktunya
(semangat) meliputi shalat zuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh serta di
dalamnya terdapat perkataan dan perbuatan tertentu sehingga menimbulkan
perasaan takut di hati, rasa keagungan dan kesempurnaan kepada-Nya, yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat
yang telah ditentukan syara’.
2. Waktu Pelaksanaan Shalat Fardhu
Waktu pelaksanaan shalat fardhu antara lain:
a. Shalat zuhur yaitu shalat yang dikerjakan empat rakaat, waktunya dari
matahari condong ke barat hingga adanya bayangan suatu benda sama
panjang dengan benda aslinya.
b. Shalat ashar yaitu shalat yang dikerjakan empat rakaat, waktunya dari
bayangan suatu benda sama panjang dengan benda aslinya hingga
terbenamnya matahari.
c. Shalat maghrib yaitu shalat yang dikerjakan tiga rakaat, waktunya dari
terbenamnya matahari sampai hilangnya mega merah.
d. Shalat isya yaitu shalat yang dikerjakan empat rakaat, waktunya dari
hilangnya mega merah sampai menjelang terbit fajar.
e. Shalat subuh yaitu shalat yang dikerjakan dua rakaat, waktunya dari
terbitnya fajar hingga terbitnya matahari (Ash-Shilawy, 2009).

3. Manfaat Shalat Terhadap Kesehatan Tubuh


a. Tekanan darah menjadi stabi
yaitu melaksanakan shalat fardhu secara teratur dan benar
mempunyai kemampuan untuk menjaga tekanan darah agar tetap stabil. Hal
ini dikarenakan, masing-masing gerakan dalam shalat mempunyai khasiat
tersendiri, sehingga bagi orang yang selalu melaksanakan shalat secara
teratur dan benar maka dapat menjaga dirinya dari berbagai penyakit
(Baduwailan dan Hishshah, 2010).
b. Penguat tulang
Susunan tulang pada manusia akan mengalami peleburan dan
pengeroposan sesuai dengan perubahan pada setiap tahapan umur manusia.
Pada tahap ini terdapat beberapa faktor yaitu fisiologis dan patologis. Faktor
tesebut dapat memberikan pengaruh terhadap tulang baik dari segi kekuatan
maupun segi kerapuhannya. Seseorang yang melaksanakan shalat secara
teratur tanpa disadari mereka telah berolahraga, karena pada setiap gerakan
shalat 25 tersebut dapat mempengaruhi terhadap kesehatan pada tubuh
manusia (Shaleh dan Ahmed, 2013).
c. Menghindari varises
Varises adalah pelebaran yang terjadi pada pembuluh balik atau
pembuluh vena. Penyakit varises disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
faktor genetis dan hormonal. Varises ini sering terjadi pada saat seseorang
sedang menstruasi, kehamilan trimester I dan II serta penggunaan obat-
obatan kontrasepsi. Apabila hal tersebut tidak dilakukan pencegahan maka
akan menyebabkan kurangnya tonus vena. Seseorang yang mengalami
obesitas dapat memicu terjadinya varises. Hal ini dikarenakan orang yang
mempunyai kelebihan berat badan struktur venanya kurang baik dan
struktur darahnya tinggi. Selain itu, faktor usia juga dapat menyebabkan
varises, karena pada usia tua terjadi fibroelastis pembuluh darah vena
sehingga kelenturannya berkurang dan tonus otot berkurang. Varises dapat
dicegah dengan berolahraga secara rutin agar dapat mempertahankan berat
badan yang normal (Elzaky, 2011) . Melalui shalat ini seseorang dapat
mencegah penyakit varises karena gerakan shalat mencegah dan
mengurangi terjadinya varises. Dalam hal ini, shalat berperan untuk
mempelancar aliran darah, sehingga dapat memperkuat dinding urat nadi
yang sudah lemah (Baduwailan dan Hishshah, 2010).
d. Meningkatan sistem kekebalan tubuh
yaitu shalat dapat membantu melenturkan dan mengurangi
persendian yang kaku. Semakin rutin melaksanakan shalat fardhu, maka
jiwanya akan menjadi tenang dan berdampak positif pada sistem kekebalan
tubuh (Baduwailan dan Hishshah, 2010).
e. Antisipasi terhadap gangguan jantung
yaitu jantung berfungsi untuk memompa darah dan mengalirkan
darah ke seluruh tubuh manusia. Seseorang yang sedang ruku’ dan bersujud,
jantung akan lebih 27 mudah memompa darah ke seluruh tubuh (otak, mata,
hidung, telinga, dan sebagainya) (Baduwailan dan Hishshah, 2010). Kedua
gerakan ini dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi pada bagian
kepala. Gerakan ruku’ dan sujud memiliki manfaat dalam mencegah dan
mengobati gangguan kesehatan, seperti aliran darah tidak berjalan dengan
lancar, pembekuan darah pada pembuluh darah otak, dan pembekuan pada
pembuluh darah paru-paru (Saleh dan Ahmed, 2013).
4. Hikmah Mengerjakan Shalat
a. Mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
Mengerjakan shalat secara khusyuk, ikhlas, dan rutin, dapat
memperbaiki baik dari perkataan maupun perilaku, sehingga terhindar dari
perbuatan keji dan mungkar (Syarifuddin, 2003). Sebagaimana terdapat
dalam surat Al-Ankabut ayat 45:
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al
kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Departemen Agama, 2012).
b. Memperoleh ketenangan dalam jiwanya
Shalat merupakan bentuk dzikir manusia kepada Allah. Shalat yang
dikerjakan secara rutin akan mendatangkan ketenangan dalam jiwanya,
menghilangkan stress, dan kecemasan yang terjadi dalam diri seseorang
(AshShilawy, 2009). Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Ra’du
ayat 28:
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram (Departemen Agama, 2012).
c. Dapat menanamkan disiplin terhadap waktu
Allah swt memerintahkan manusia untuk mengerjakan shalat fardhu
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan-Nya. Perintah tersebut dilakukan
agar manusia terbiasa untuk mengerjakan shalat fardhu dengan tepat waktu.
Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Huud ayat 114:
Artinya: Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi
dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orangorang yang ingat
(Departemen Agama, 2012).
d. Dapat menjaga kesadaran dan mengendalikan diri
Seseorang yang mengerjakan shalat fardhu secara rutin maka dirinya
akan selalu mengingat Allah sehingga dapat menumbuhkan kesadaran
dalam diri manusia bahwa Allah selalu menjaganya dari hawa nafsu (Ash-
Shilawy, 2009). Sebagaimana yang tercantum dalam surat At-Thoha ayat
14:
Artinya: Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku. Maka sembahlah 31 aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat aku (Departemen Agama, 2012).
e. Menjadikan pribadi muslim yang kuat dan tangguh
Bagi seorang Muslim kekuatan merupakan bagian dari kebaikan
yang dapat dijadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menolong
seseorang dari kemungkaran. Apabila manusia mendapat musibah dan
cobaan ia tidak mudah putus asa akan tetapi selalu berusaha untuk
menyelesaikan permasalahannya (Mustafa, 2007). Sebagaimana yang
tercantum dalam surat Al-Ma’arij ayat 19-23:
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia
mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat yang 32 mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. (Departemen
Agama, 2012).
f. Shalat dapat menghapus dosa
Melaksanakan shalat secara rutin dapat membersihkan dosa pada
diri seseorang seperti perumpaan air yang membersihkan kotoran yang
menempel di badan seseorang (Karim, 2008). Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh sahabat Jabir, dia berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Perumpaan shalat lima waktu sebagai sungai yang mengalir di depan
rumah salah satu dari kalian kemuan mandi darinya setiap hari lima kali
(HR. Muslim dalam kitab Al Masaji, Sub. Berjalan menuju shalat
menghapus segala kesalahan, 1/463, no: 668)”.
5. Manfaat Senam Dengan Gerakan Shalat
a. Mengangkat kedua tangan
Mengangkat kedua tangan ketika shalat dengan cara menyejajarkan
kedua pundaknya, mengarahkan dua telapak tangan ke 33 kiblat, dan siku
menyamping dapat melindungi dan menjadi terapi dari gangguan
pembungkukan. Mengangkat kedua tangan ini dapat dijadikan untuk
melatih otot dan urat-urat jari, karena kegiatan ini dilakukan dalam tujuh
belas rakaat sehingga dapat melancarkan sirkulasi darah (Mustafa, 2007).
b. Rukuk
Gerakan rukuk dilakukan dengan membungkukkan badan kearah
depan dan posisi kedua tangan bertumpu pada tumit. Manfaat dari gerakan
rukuk adalah dapat menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang
belakang sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf sehingga dapat
melancarkan aliran darah dalam tubuh (Saleh dan Ahmed, 2012).
c. Duduk
Gerakan duduk ini ada dua macam yaitu duduk tasyadud awal dan
duduk di antara dua sujud. Duduk tasyadud awal dapat disebut juga dengan
duduk pembakaran. Manfaat dari duduk tasyadud awal adalah dapat
mencegah pengapuran, karena ketika 34 seseorang duduk lipatan paha dan
betis bertemu sehingga akan mengaktifkan kelenjar keringat dan dapat
mencegah terjadinya pengapuran. Sedangkan manfaat dari duduk di antara
dua sujud adalah dapat menyeimbangkan sistem elektrik dan saraf
keseimbangan tubuh (Wrangsongko, 2006).
d. Sujud
Gerakan sujud dilakukan dengan cara meletakkan bagian kepala ke
alas lantai, hingga dahi dan ujung hidung menyentuh alas lantai. Disamping
itu, jari-jari kaki dibengkokkan dan kedua telapak tangan juga menyentuh
alas lantai, sehingga aliran darah ke kepala akan mengalir dengan optimal.
Manfaat gerakan sujud adalah dapat mencegah terjadinya kaku pada kedua
kaki. Selain itu, gerakan sujud ini dapat pula bermanfaat bagi wanita. Hal
ini dikarenakan, gerakan sujud dapat menempatkan rahim pada posisinya
sehingga mencegah terjadinya kerusakan dan kelainan (Yanto, 2012).
e. Salam
Manfaat gerakan salam adalah untuk membantu dalam memperkuat
otot-otot, memperbaiki otot-otot yang mengerut, menjauhkan leher dari
kekeringan dan ketegangan. Penolehan ke kanan dan ke kiri pada waktu
salam dapat menjaga elastisitas dinding pembuluh darah. Selain itu, gerakan
salam dapat menghalangi sirkulasi darah yang ada di dalam tubuh, seperti
pembengkokan (Ath-Tharsyah, 2007).

6. Syarat-Syarat Shalat
a. Beragama Islam
b. Sudah baligh dan berakal
c. Suci dari hadas
d. Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
e. Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat dan lutut, sedang wanita
seluruh anggota badannya kecuali muka dan dua belah telapak tangan
f. Masuk waktu yang telah ditentukan untuk masing-masing shalat
g. Menghadap kiblat
h. Mengetahui mana yang rukun dan yang sunat (Rifa’i, 2017)

7. Rukun Shalat
a. Niat
b. Takbiratul ihram
c. Berdiri tegak bagi yang berkuasa ketika shalat fardhu. Boleh sambil duduk
atau berbaring bagi yang sedang sakit
d. Membaca surat Al-Fatihah pada tiap-tiap raka’at
e. Ruku’ dengan thuma’ninah
f. I’tidal dengan thuma’ninah
g. Sujud dua kali dengan thuma’ninah
h. Duduk antara dua sujud dengan thuma’ninah
i. Duduk tasyahhud akhir dengan thuma’ninah
j. Membaca tasyahudd akhir
k. Membaca shalawat Nabi pada tasyahhud akhir
l. Membaca salam yang pertama
m. Tertib: berurutan mengerjakan rukun-rukun tersebut (Rifa’i, 2017).

8. Yang Membatalkan Shalat


Shalat itu batal (tidak sah) apabila salah satu syarat rukun-rukunnya
tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Dan shalat itu batal
dengan hal-hal seperti:
a. Berhadas
b. Terkena najis yang tidak dimaafkan
c. Berkata-kata dengan sengaja walaupun dengan satu huru yang memberikan
pengertian
d. Terbuka auratnya
e. Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat
f. Makan atau minum meskipun sedikit
g. Bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah atau berjalan sekali yang
bersangatan
h. Membelakangi kiblat
i. Menambah rukun yang berupa perbuatan, seperti rukun dan sujud
j. Tertawa terbahak-bahak
k. Mendahului imamnya dua rukun
l. Murtad, artinya keluar dari Islam (Rifa’i, 2017).

9. Sunat Dalam Melakukan Shalat


Waktu mengerjakan shalat ada dua sunat, yaitu sunat Ab’ad dan sunat Hai’at:
a. Sunat Ab’adl
1) Membaca tasyahhud awal
2) Membaca shalawat pada tasyahhud awal
3) Membaca shalawat atas keluarga Nabi saw pada tasyahhud akhir
4) Membaca qunut pada shalat shubuh dan shalat witir dalam pertengahan
bulan Ramadhan, hingga akhir bulan Ramadhan
b. Sunat Hai’at
1) Mengangkat kedua belah tangan ketika takbiratul ihram, ketika akan
ruku’ dan ketika berdiri dari ruku’
2) Meletakkan telapak tangan yang kanan di atas pergelangan yang kiri
ketika berdekap (sedakep)
3) Membaca do’a iftitah sehabis takbiratul ihram
4) Membaca ta’awwudz ketika hendak membaca fatihah
5) Membaca amin sesudah membaca fatihah
6) Membaca surat Al-Qur’an pada dua raka’at permulaan (raka’at pertama
dan kedua) sehabis membaca fatihah
7) Mengeraskan bacaan fatihah dan surah pada raka’at pertama dan kedua
pada shalat maghrib, ‘isya dan shubuh selain ma’mum
8) Membaca takbir ketika gerakan naik turun
9) Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud
10) Mambasa “Sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari ruku’ dan
membaca “Rabbana lakal hamdu.............” ketika i’tidal
11) Meletakkan telapak tangan diatas paha waktu duduk bertasyahhud awal
dan akhir, dengan membentangkan yang kiri dan menggenggamkan
yang kanan kecuali jari telunjuk
12) Duduk iftirasy dalam semua duduk shalat
13) Duduk tawarruk (bersimpuh) pada waktu duduk tasyahhud akhir
14) Membaca salam yang kedua
15) Memalingkan muka ke kanan dan kekiri masing-masing waktu
membaca salam pertama dan kedua (Rifa’i, 2017)

10. Makruh Shalat


Orang yang sedang shalat dimakruhkan:
a. Menaruh telapak tangannya di dalam lengan bajunya ketika takbiratul
ihram, ruku’ dan sujud
b. Menutup mulutnya rapat-rapat
c. Terbuka kepalanya
d. Bertolak pinggang
e. Memalingkan muka ke kiri dan ke kanan
f. Memejamkan mata
g. Menengadah ke langit
h. Menahan hadas
i. Berludah
j. Mengerjakan shalat diatas kuburan
k. Melakukan hal-hal yang mengurangi ke khusyu’an shalat (Rifa’i, 2017)

11. Perbedaan Laki-Laki Dan Wanita Dalam Shalat


Laki-Laki Wanita
1. Merenggangkan dua siku 1. Merapatkan satu anggota kepada
tanggungannya dari kedua anggota lainnya
lambungnya waktu ruku’ dan sujud 2. Meletakkan perutnya pada dada,
2. Waktu ruku’ dan sujud mengangkat dua pahanya ketika ruku’ dan sujud
perutnya dari dua pahanya 3. Merendahkan suaranya/bacaannya
3. Menyaringkan suaranya/bacaannya di hadapan laki-laki, yakni bukan
di tempat keras muhrimnya
4. Bila menderita sesuatu 4. Bila menderita sesuatu bertepuk
membaca/tasbih, yakni membaca tangan, yakni tangan yang kanan di
“Subhaanallah” pukulkan pada punggung telapak
5. Auratnya dalam shalat barang antara tangan kiri
pusat dan lutut 5. Auratnya dalam shalat seluruh
tubuhnya, kecuali muka dan dua
belah telapak tangan
(Rifa’i, 2017)

12. Tata Cara Mengerjakan Shalat


a. Berdiri tegak menghadap kiblat dan niat mengerjakan shalat. ikap ini
dilakukan sejak sebelum takbiratul ihram. Cara melakukannya adalah
sebagai berikut :
1) Posisi badan harus tegak lurus dan tidak membungkuk, kecuali jika
sakit.
2) Tangan rapat di samping badan.
3) Kaki direnggangkan, paling lebar selebar bahu.
4) Semua ujung jari kaki menghadap kiblat
5) Pandangan lurus ke tempat sujud.
6) Posisi badan menghadap kiblat. Akan tetapi, jika tidak mengetahui arah
kiblat, boleh menghadap ke arah mana saja. Asal dalam hati tetap
berniat menghadap kiblat.
Niat Sholat Sendiri, Menjadi Makmum dan Imam
a) Bacaan Doa Niat Sholat Subuh
‫إِّ َما ًما( هلل تَعَالَى‬/‫صبْح َركَعتَي ِّْن ُم ْستَ ْقبِّ َل ْال ِّق ْبلَ ِّة أَدَا ًء ) َمأ ْ ُم ْو ًما‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلى فَ ْر‬
ُّ ‫ض ال‬
Ushallii fardash-Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati (adaaan)
[makmuuman / imaaman] lillaahi ta’aalaa.
Artinya : “Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Shubuh sebanyak
dua raka’at dengan menghadap kiblat, (Sebagai) [makmum / imam],
karena Allah Ta’ala”.
b) Bacaan Doa Niat Sholat Dzuhur
‫إِّ َما ًما( هلل تَعَالَى‬/‫ت ُم ْست َ ْقبِّ َل ْال ِّق ْبلَ ِّة أَدَا ًء ) َمأ ْ ُم ْو ًما‬
ٍ َ ‫ظ ْه ِّر أ َ ْربَ َع َركَعا‬
ُّ ‫ض ال‬ َ ُ‫ا‬
َ ‫ص ِّل ْي فَ ْر‬
Ushallii fardhazh-Zhuhri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati
(adaaan) [makmuuman / imaaman] lilaahi ta’aalaa.
Artinya : “Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Dzuhur sebanyak
empat raka’at dengan menghadap kiblat, (Sebagai) [makmum / imam],
karena Allah Ta’ala”.
c) Bacaan Doa Niat Sholat Ashar
‫إِّ َما ًما( هلل تَعَالَى‬/‫ت ُم ْست َ ْقبِّ َل ْال ِّق ْبلَ ِّة أَدَا ًء ) َمأ ْ ُم ْو ًما‬
ٍ َ ‫ص ِّرأ َ ْربَ َع َركَعا‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلى فَ ْر‬
ْ َ‫ض الع‬
Ushallii fardhal ‘Ashri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati (adaaan)
[makmuuman / imaaman] lilaahi ta’aalaa.
Artinya : “Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Ashar sebanyak
empat raka’at dengan menghadap kiblat, (Sebagai) [makmum / imam],
karena Allah Ta’ala”.
d) Bacaan Doa Niat Sholat Maghrib
‫ ِّإ َما ًما( هلل تَ َعالَى‬/‫ت ُم ْستَ ْق ِّب َل ْال ِّق ْبلَ ِّة أَدَا ًء ) َمأ ْ ُم ْو ًما‬ َ َ‫ب ثَال‬
ٍ َ ‫ث َركَعا‬ ِّ ‫ض ال َم ْغ ِّر‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلى فَ ْر‬
Ushallii fardhal Maghribi tsalaatsa raka’aatin mustaqbilal qiblati
(adaaan) [makmuuman / imaaman] lilaahi ta’aalaa.
Artinya : “Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Maghrib sebanyak
tiga raka’at dengan menghadap kiblat, (sebagai) [makmum / imam]
karena Allah Ta’ala”.
e) Bacaan Doa Niat Sholat Isya
‫ ِّإ َما ًما( هلل تَ َعالَى‬/‫ت ُم ْستَ ْق ِّب َل ْال ِّق ْبلَ ِّة أَدَا ًء ) َمأ ْ ُم ْو ًما‬
ٍ َ ‫ض ال ِّعشَاء ِّأ َ ْربَ َع َركَعا‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلى فَ ْر‬
Ushallii fardhal Isyaa’i arba’a raka’aatin mustaqbilal
qiblati (adaaan) [makmuuman / imaaman] lilaahi ta’aalaa.
Artinya : “Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Isya’ sebanyak
empat raka’at dengan menghadap kiblat, (sebagai) [makmum / imam]
karena Allah Ta’ala”.
b. Takbiratul Ihram (gerakan mengangkat kedua tangan)
Menurut kebanyakan ulama caranya adalah sebagai berikut.
1) Telapak tangan sejajar dengan bahu.
2) Ujung jari-jari sejajar dengan puncak telinga.
3) Ujung ibu jari sejajar dengan ujung bawah telinga.
4) Jari-jari direnggangkan.
5) Telapak tangan menghadap ke arah kiblat, bukan menghadap ke atas
atau ke samping.
6) Lengan direnggangkan dari ketiak (sunah bagi laki-laki). Untuk
perempuan ada yang menyunahkan merapatkannya pada ketiak. Namun,
boleh juga merenggangkannya.
7) Bersamaan dengan mengucapkan kalimat takbir.
Catatan : Mengangkat tangan ketika salat terdapat pada empat
tempat, yaitu takbiratulihram, saat hendak rukuk, saat iktidal (bangun dari
rukuk), dan saat bangun dari rakaat kedua (selesai tasyahud awal)
untuk berdiri meneruskan rakaat ketiga.
‫للَاُ ا ّ ْكبّ ُر‬
‫ّه‬
Allahu’akbar
Artinya : “Allah Maha Besar”
Mengucapkan Takbir “Allahu’akbar” sembari mengangkat tangan
ketika mengawali ibadah sholat, dan ketika seseorang sudah melakukan
takbiratul ihram pertanda bahwa tidak boleh melakukan hal hal diluar sholat
yang berarti seseorang sudah masuk dalam ibadah Sholat sehingga harus
diam dan hanya mengucapkan bacaan bacaan sholat yang akan dibaca
nantinya.
c. Gerakan sedekap dalam shalat
Sedekap dilakukan sesudah mengangkat tangan takbiratulihram. Adapun
caranya adalah sebagai berikut.
1) Telapak tangan kanan diletakkan di atas pergelangan tangan kiri, tidak
digenggamkan.
2) Meletakkan tangan boleh di dada. Boleh juga meletakkannya di atas
pusar. Boleh juga meletakkannya di bawah pusar.
d. Ketika bersedekap, doa yang pertama dibaca adalah doa iftitah

e. Membaca surat Al-Fatihah, kemudian membaca ayat Al-Qur’an


f. Ruku’ dan thuma’ninah
Rukuk artinya membungkukkan badan. Adapun cara melakukannya adalah
sebagai berikut.
1) Angkat tangan sambil mengucapkan takbir. Caranya sama seperti
takbiratulihram.
2) Turunkan badan ke posisi membungkuk.
3) Kedua tangan menggenggam lutut. Bukan menggenggam betis atau
paha. Jari-jari tangan direnggangkan. Posisi tangan lurus, siku tidak
ditekuk.
4) Punggung dan kepala sejajar. Punggung dan kepala dalam posisi
mendatar. Tidak terlalu condong ke bawah. Tidak pula mendongah ke
atas.
5) Kaki tegak lurus, lutut tidak ditekuk.
6) Pinggang direnggangkan dari paha
7) Pandangan lurus ke tempat sujud.
Sesudah posisi ini mantap, kemudian membaca salah satu doa rukuk.
Adapun bacaan rukuk sebagai berikut :
‫ي ْالعَ ِّظي ِّْم َوبِّ َح ْم ِّد ِّه‬
َ ِّ‫س ْب َحانَ َرب‬
ُ
Subhaana rabbiyal azhiimi wa bi hamdih – 3 X (Tiga Kali)
Artinya : “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung Dan Dengan Memuji-
Nya.
g. Gerakan I’tidal dan thuma’ninah
‫س ِّم َع هللاُ ِّل َم ْن َح ِّمدَه‬
َ
sami’allahu liman hamidah
Artinya : Allah mendengar orang yang memuji-Nya.
Iktidal adalah bangkit dari rukuk. Posisi badan kembali tegak. Ketika
bangkit disunahkan mengangkat tangan seperti ketika takbiratulihram.
Bersamaan dengan itu membaca kalimat “sami’allahu liman hamidah”.
Badan kembali tegak berdiri, Tangan rapat di samping badan. Ada juga
yang kembali ke posisi bersedekap seperti halnya ketika membaca surat Al
Fatihah. Perbedaan ini terjadi karena beda pemaknaan terhadap hadis
dalilnya. Padahal dalil yang digunakan sama. Namun, jumhur ulama sepakat
bahwa saat iktidal itu menyimpan tangan rapat di samping badan.
Sesudah badan mantap tegak berdiri, barulah membaca salah satu doa
iktidal.
Bacaan Doa I’TIDAL
ِّ ‫ت َو ِّم ْل ُء االَ ْر‬
ُ‫ض َو ِّم ْل ُء َما شِّئتَ ِّم ْن َش ْي ٍئ َب ْعد‬ َ ‫َربَّنَا لَكَ ْال َح ْمد ُ ِّم ْل ُء الس‬
ِّ ‫َّموا‬
Rabbanaa lakal hamdu Mil ussamaawaati wamil-ul ardhi wamil-u
maasyi’ta min syai-in ba’du.
Artinya : “Ya Allah ya Tuhan kami, bagi-Mu-lah segala puji, sepenuh langit
dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki sesudah
itu.”
h. Sujud dan thuma’ninah
Kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan sujud seraya membaca
“Allahu Akbar” dengan kedua lutut terlebih dulu, yakni meletakkan Dahi
dan Hidung, Kedua Telapak Tangan, kedua lutut dan Kedua Kaki menempel
di lantai (Tempat Sholat).
ُ‫ا َ ْكبَ ُر َلَا‬
Allahu’akbar
Artinya : “Allah Maha Besar”
Bacaan Doa SUJUD dalam Sholat
‫ي األ َ ْعلَى َو ِّب َح ْم ِّد ِّه‬
َ ‫س ْب َحانَ َر ِّب‬
ُ
Subhaana rabbiyal a’la wa bi hamdihi. 3x
Artinya : “Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi, dan dengan segala puji
bagi-Nya.” 3x
Sujud artinya menempelkan kening pada lantai. Menurut hadis riwayat
Jamaah, ada tujuh anggota badan yang menyentuh lantai ketika sujud, yaitu:
1) wajah (kening dan hidung),
2) dua telapak tangan,
3) dua lutut, dan
4) dua ujung telapak kaki.
Cara melakukan sujud adalah sebagai berikut.
1) Turunkan badan dari posisi iktidal, dimulai dengan menekuk lutut
sambil mengucapkan takbir.
2) Letakkan kedua lutut ke lantai.
3) Letakkan kedua telapak tangan ke lantai.
4) Letakkan kening dan hidung ke lantai.
5) Talapak tangan dibuka, tidak dikepalkan. Akan tetapi, jari-jarinya
dirapatkan, dan ini satu-satunya gerakan di mana jari-jari tangan
dirapatkan, sementara dalam gerakan lainnya jari-jari ini selalu
direnggangkan.
6) Jari-jari tangan dan kaki semuanya menghadap ke arah kiblat. Ujung
jari tangan letaknya sejajar dengan bahu.
7) Lengan direnggangkan dari ketiak (sunah bagi laki-laki). Untuk
perempuan ada yang menyunahkan merapatkannya pada ketiak.
Namun, boleh juga merenggangkannya.
8) Renggangkan pinggang dari paha.
9) Posisi pantat lebih tinggi daripada wajah.
10) Sujud hendaknya dilakukan dengan tenang. Ketika sudah mantap
sujudnya, bacalah salah satu doa sujud
i. Gerakan duduk antara dua sujud dan thuma’ninah
‫ا ّ ْك ّب ُر‬
Allahu’akbar
Artinya : “Allah Maha Besar”
Kemudian bangun dari sujud dengan mengucapkan “Allaahu Akbar”,
untuk kemudian melakukan duduk di antara dua sujud. Pada saat sudah
duduk dengan sempurna [menduduki kaki kiri, dengan telapak kaki kanan
berdiri dan jarinya terletak di alas (lantai/tanah) menghadap kiblat]
Duduk antara sujud adalah duduk iftirasy, yaitu:
1) Bangkit dari sujud pertama sambil mengucapkan takbir.
2) Telapak kaki kiri dibuka dan diduduki.
3) Telapak kaki kanan tegak. Jari-jarinya menghadap ke arah kiblat.
4) Badan tegak lurus.
5) Siku ditekuk. Tangan sejajar dengan paha.
6) Telapak tangan dibuka. Jari-jarinya direnggangkan dan menghadap ke
arah kiblat
7) Telapak tangan diletakkan di atas paha. Ujung jari tangan sejajar
dengan lutut.
8) Pandangan lurus ke tempat sujud.
9) Setelah posisi tumakninah, baru kemudian membaca salah satu doa
antara dua sujud.
Bacaannya Sebagai Berikut :
DUDUK DIANTARA DUA SUJUD
ُ ‫ار ُز ْقنِّ ْي َوا ْه ِّدنِّ ْي َو َعافِّنِّ ْي َواع‬
‫ْف َعنِّ ْي‬ ْ ‫ارفَ ْعنِّ ْي َو‬ ْ ‫ب ا ْغ ِّف ْر ِّل ْي َو‬
ْ ‫ار َح ْمنِّ ْي َواجْ ب ُْرنِّ ْي َو‬ ِّ ‫َر‬
Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii warzuqnii wahdinii wa ‘aafinii
wa’fu ‘annii.
Artinya : “Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku,
angkatlah derajatku, berikanlah rejeki kepadaku, berikanlah petunjuk
kepadaku, berilah kesehatan kepadaku dan ampunilah aku.”
j. Duduk tasyahhud akhir
Dalam Rukun Sholat tidak tertuliskan Tasyahhud Awal atau Tahiyat awal
karena itu sebenarnya ada dalam Sunah Sholat yaitu pada Madzhab Imam
Syafi’i disebut sebagai Sunah ab’adh yaitu perkara yang disunahkan dalam
shalat, dan apabila meninggalkannya (baik disengaja maupun tidak), sunah
melakukan sujud sahwi, untuk mengganti kekurangan tersebut. Jadi
Tasyahud awal tidak disebutkan dalam rukun Sholat, jadi yang masuk
dalam Rukun adalah Tasyahhud Akhir. Tasyahhud Awal hanya dilakukan
pada Sholat yang lebih dari dua rakaat, yaitu pada salat
zuhur, asar, magrib, dan isya. Ketika seseorang melakukan Sholat maka
Tasyahhud Akhir harus ada, Tata cara Duduknya harus ada dan juga Bacaan
Tasyahhud Akhir juga harus ada.
1) Duduk Tasyahhud Akhir (Duduk Tawarruk)
Bangkit dari sujud membaca takbir dan duduk dalam posisi Tasyahhud
Akhir yaitu duduk Tawarruk.
‫للَاُ ا ّ ْكبّ ُر‬
‫ّه‬
Allahu’akbar
Artinya : “Allah Maha Besar”
Setelah sujud yang ke dua kemudian melakukan Doa Tahiyat
Akhir dengan cara duduk tasyahhud (tahiyat) akhir. Adapun tata
cara duduk pada Tasyahhud Akhir ini hendaknya orang yang sholat
duduk pada pangkal pahanya yang kiri dengan posisi kaki kiri yang keluar
dari bagian bawahnya, sementara telapak kaki kanan dalam posisi tegak.
Tasyahud akhir adalah duduk tawaruk. Caranya adalah.
1) Bangkit dari sujud kedua, yaitu pada rakaat terakhir salat, sambil membaca
takbir.
2) Telapak kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan. Jadi, panggul duduk
menyentuh lantai.
3) Telapak kaki kanan tegak. Jari-jarinya menghadap ke arah kiblat.
4) Badan tegak lurus.
5) Siku ditekuk. Tangan sejajar dengan paha.
6) Telapak tangan dibuka. Jari-jarinya direnggangkan dan menghadap ke arah
kiblat.
7) Telapak tangan diletakkan di atas paha. Ujung jari tangan sejajar dengan
lutut.
8) Disunahkan memberi isyarat dengan telunjuk, yaitu telapak tangan kanan
digenggamkan. Kemudian telunjuk diangkat (menunjuk). Dalam posisi ini
kemudian membaca doa tasyahud, selawat, dan doa setelah tasyahud akhir.
Bacaan TASYAHUD AKHIR :
Doa Bacaan Sholat – TASYAHUD AKHIR

َّ ‫ اَل‬.ُ‫ي َو َرحْ َمةُ هللاِّ َوبَ َركَاتُه‬


‫سالَ ُم‬ ُّ ‫سالَ ُم َع َليْكَ أَيُّ َها النَّ ِّب‬ َّ ‫ص َل َواتُ ال‬
َّ ‫ اَل‬.ِّ‫ط ِّيبَاتُ ِّهلل‬ َّ ‫اركَاتُ ال‬ َ َ‫اَلت َّ ِّحيَّاتُ ْال ُمب‬
ِّ‫س ْو ُل هللا‬ُ ‫ أ َ ْشهد ُ ا َ ْن الَ ِّإ َلهَ ِّإالَّ هللاُ َوا َ ْش َهد ُ أَ َّن ُم َح َّمدًا َر‬. َ‫صا ِّل ِّحيْن‬
َّ ‫َعلَ ْينَا َو َعلَى ِّع َبا ِّد هللاِّ ال‬
At-tahiyyaatul mubaarakatush-shalawaatuth-thayyibaatulillaahi.
Assalaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuhu.
Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiina. Asyhadu an laa
ilaaha illallaahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaahi.
Artinya : “Segala kehormatan, keberkahan, rahmat dan keselamatan
(shalawat), serta kebaikan hanyalah kepunyaan Allah. Keselamatan, rahmat
dan berkah dari Allah semoga tetap tercurah atasmu, wahai Nabi
(Muhammad). Keselamatan, rahmat dan berkah dari Allah semoga juga
tercurah atas kami, dan juga atas seluruh hamba Allah yang shaleh. Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan allah.”
k. Membaca shalawat Nabi
Ketika melakukan Tasyahhud Akhir maka kemudian berikutnya membaca
Shalawat, minimal membaca Bacaannya shalawat :
َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد‬
yang lebih sempurna yaitu Shalawat Ibrahimiah :
‫ع َلى‬
َ ْ‫ َوبَ ِّارك‬.‫علَى اَ ِّل إِّب َْرا ِّهي ِّْم‬
َ ‫ع َلى إِّب َْرا ِّهي ِّْم َو‬
َ َ‫صلَّيْت‬
َ ‫ َك َما‬،ٍ‫ع َلى ا َ ِّل ُم َح َّمد‬
َ ‫علَى ُم َح َّم ٍد َو‬
َ ‫اَللَّ ُه َّم ص َِّل‬
‫ فِّى ا ْل َعالَ ِّم ْينَ إِّنَّكَ ح َِّم ْي ٌد‬. ‫ع َلى ا َ ِّل إِّب َْرا ِّهي ِّْم‬
َ ‫علَى إِّب َْرا ِّهي ِّْم َو‬ َ َ‫ كَ ََ َما ب‬،ٍ‫علَى ا َ ِّل ُم َح َّمد‬
َ َ‫اركْت‬ َ ‫ُم َح َّم ٍد َو‬
‫َم ِّج ْي ٌد‬
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin. Wa ‘alaa aali Muhammadin kamaa
shallaita ‘alaa Ibraahiim, wa ‘alaa aali Ibraahiim, wa baarik ‘ala
Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin, kamaa baarakta ‘alaa Ibraahiim
wa ‘alaa aali Ibraahiim, fil ‘aalamiina innaka hamiidun majiidun.
Artinya : Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan (Shalawat) untuk
Nabi Muhammad. Dan juga limpahkanlah rahmat dan keselamatan
(shalawat) kepada keluarga Muhammad, sebagaimana telah Engkau
limpahkan rahmat dan keselamatan (shalawat) kepada Ibrahim dan kepada
keluarga Ibrahim. Limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan
kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan
keberkahan kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Di seluruh alam
semesta, sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji lagi Maha Agung
(Mulia).
l. Salam
Gerakan salam adalah menengok ke arah kanan dan kiri. Menengok
dilakukan sampai kira-kira searah dengan bahu. Jika jadi imam dalam salat
berjamaah, salam dilakukan sampai terlihat hidung oleh makmum.
Menengok dilakukan sambil membaca salam. Adapun bacaan salam sebagai
berikut :
ِّ‫سالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللا‬
َّ ‫ال‬
salam ke arah kanan dan kiri seraya mengucapkan: “ASSALAAMU
‘ALAIKUM WA RAHMATULLAH, ASSALAAMU ‘ALAIKUM WA
RAHMATULLAH (Semoga keselamatan dan rahmat Allah limpahkan
kepadamu)
(Rifa’i, 2017).
13. Cara Praktis Sholat Saat Sakit
a. Kondisi pertama adalah orang yang sakit dalam keadaan tidak bisa
berdiri, maka mereka boleh mengerjakan shalatnya sambil duduk, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Ketika mengerjakan ruku' caranya adalah dengan duduk
membungkun sedikit, seperti terlihat pada gambar di bawah ini
2) Ketika mengerjakan sujud, caranya adalah seperti cara mengerjakan
sujud biasa

1)

b.

b. Cara shalat ketika keadaan orang sakit tidak dapat berdiri dan tidak dapat
duduk. Maka shalat orang yang sakit dalam keadaan demikian adalah
mereka boleh mengerjakan shalatnya dengan cara dua belah kakinya
diarahkan ke arah kiblat, kepalanya ditinggikan dengan alas bantal dan
mukanya diarahkan ke arah kiblat. Dengan ketentuan ketika ruku' dan
sujudnya adalah sebagai berikut:
a. Cara mengerjakan ruku'nya adalah cukup mengerjakan kepala ke
muka.
b. Cara sujudnya adalah dengan cara menggerakkan kepala lebih ke
muka dan lebih ditundukkan seperti terlihat pada gambar di bawah
ini.
c. Jika duduk seperti biasa dan berbaring seperti gambar pada cara shalat
orang sakit dengan berbaring miring juga tidak dapat dilakukan, maka
seseorang tersebut boleh mengerjakan shalatnya dengan berbaring dengan
seluruh anggota badan dihadapkan dihadapkan kiblat. Dimana cara
melakukan ruku' dan sujudnya adalah dengan cara cukup menggerakkan
kepala menurut kemampuannya. Seperti terlihat pada gambar di bawah
ini:

14. Keringanan Sholat Bagi Orang Sakit


a. SHOLAT DENGAN BERDIRI / DUDUK / BERBARING :
Apabila seseorang hendak memulai sholat, maka ia berdiri menghadap
Kiblat atau kearah Kiblat, sebagaimana Allooh ‫ سبحانه وتعالى‬berfirman
dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 238-239 :

Artinya:
(238) “Peliharalah segala sholat-(mu), dan (peliharalah) sholat wusthoo.
Berdirilah karena Allooh (dalam sholatmu) dengan khusyu`.
(239) Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka sholatlah sambil
berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka
sebutlah Allooh (sholatlah), sebagaimana Allooh telah mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Apabila ia tidak sanggup untuk berdiri akibat suatu udzur (antara
lain sakit, dan sebagainya) maka ia dapat sholat dengan duduk ataupun
berbaring, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al
Bukhoory no: 1117, dari Shohabat ‘Imron bin Hushoin ‫رضي هللا عنه‬, beliau
berkata:

b. Dibolehkan untuk tidak shalat berjamaah di masjid


Shalat berjama’ah wajib bagi lelaki. Namun dibolehkan bagi lelaki untuk
tidak menghadiri shalat jama’ah di masjid lalu ia shalat di rumahnya jika
ada masyaqqah (kesulitan) seperti sakit, hujan, adanya angin, udara
sangat dingin atau semacamnya. Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma:
ّ ‫اردّ ِة أّ ْو ْال ّم ِط‬
‫ير ِة ِفي‬ ِ ‫الر ّحا ِل ” فِي ال َّل ْيلّ ِة ْال ّب‬ ّ ‫ ” أّ َّل‬: ‫ ث ُ َّم ّيقُو ُل ّعلّى ِإثْ ِر ِه‬، ُ‫ّكانّ ّيأ ْ ُم ُر ُم ّؤ ِذهنًا ي ُّؤ ِذهن‬
‫ص ُّلوا فِي ِ ه‬
‫س ّف ِر‬
َّ ‫ال‬
Artinya : “Dahulu Nabi memerintahkan muadzin beradzan lalu di
akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-
rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan dalam safar” (HR.
Bukhari no. 616, Muslim no. 699).
Dan kondisi sakit terkadang menimbulkan masyaqqah untuk pergi ke
masjid. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ketika beliau sakit parah,
beliau tidak shalat di masjid, padahal beliau yang biasa mengimami
orang-orang. Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:
‫مريض‬
ٌ ‫ع ِل ّم نفاقُهُ أو‬ ٌ
ُ ‫منافق قد‬ ‫صال ِة إَل‬ ُ َّ‫لقد ّرأيتُنا وما يتخل‬
َّ ‫ف عن ال‬
Artinya :
“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak
shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit” (HR.
Muslim no. 654).”

c. Dibolehkan menjamak sholat


Menjamak shalat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah (kesulitan).
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu beliau mengatakan:

‫غير‬
ِ ‫والعشاء بالمدين ِة من‬
ِ ‫ب‬
ِ ‫ والمغر‬، ‫والعصر‬
ِ ‫الظهر‬
ِ ‫جمع رسو ُل هللاِ ص َّلى هللاُ عليه وسلَّ ّم بين‬
‫مطر‬
ٍ ‫خوفٍ وَل‬

Artinya :
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjamak shalat Zhuhur dan
shalat Ashar, dan menjamak shalat Maghrib dan Isya, di Madinah
padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan” (HR. Muslim no.
705).”

d. Dibolehkan shalat semampunya jika kemampuan terbatas


Jika orang yang sakit sangat terbatas kemampuannya, seperti orang sakit
yang hanya bisa berbaring tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya,
namun masih berisyarat dengan kepala, maka ia shalat dengan sekedar
gerakan kepala.
Dari Jabir radhiallahu’anhu beliau berkata:

Artinya :
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam suatu kala menjenguk orang
yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia sedang shalat di atas
bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan menjauhkannya.
Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan shalat di atas kayu
tersebut. Kemudian Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya.
Lalu Nabi bersabda: shalatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak
mampu maka shalatlah dengan imaa` (isyarat kepala). Jadikan kepalamu
ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu“ (HR. Al Baihaqi dalam Al
Kubra 2/306, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu Shalatin Nabi, 78).”

Makna al-imaa` dalam Lisanul Arab disebutkan:

‫ اإلشارة باألّعْضاء كالرأْس واليد والعين والحاجب‬:‫اإليما ُء‬

“Al-Imaa` artinya berisyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan,


mata, dan alis.”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin mengatakan :

ً‫ فيغمض قليال‬،‫فإن كان َل يستطيع اإليماء برأسه في الركوع والسجود أشار في السجود بعينه‬
‫ ويغمض تغميضا ً للسجود‬،‫للركوع‬

Artinya :

“Jika orang yang sakit tidak sanggup berisyarat dengan kepala untuk
rukuk dan sujud maka ia berisyarat dengan matanya. Ia mengedipkan
matanya sedikit ketika rukuk dan mengedipkan lebih banyak ketika
sujud.”

e. Dibolehkan tidak menghadap kiblat jika tidak mampu dan tidak ada yang
membantu
Menghadap kiblat adalah syarat shalat. Orang yang sakit hendaknya
berusaha tetap menghadap kiblat sebisa mungkin. Atau ia meminta
bantuan orang yang ada disekitarnya untuk menghadapkan ia ke kiblat.
Jika semua ini tidak memungkinkan, maka ada kelonggaran baginya
untuk tidak menghadap kiblat.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan:


Artinya : “Orang yang sakit jika ia berada di atas tempat tidur, maka ia tetap
wajib menghadap kiblat. Baik menghadap sendiri jika ia mampu atau pun
dihadapkan oleh orang lain. Jika ia tidak mampu menghadap kiblat, dan tidak ada
orang yang membantunya untuk menghadap kiblat, dan ia khawatir waktu shalat
akan habis, maka hendaknya ia shalat sebagaimana sesuai keadaannya”

3) Dibolehkan sholat menggunakan pampers atau terpasang kateter


Orang yang sakit tentunya memiliki keadaan yang beragam dan
bervariasi, sehingga tidak memungkinkan kami merinci tata cara shalat
untuk semua keadaan yang mungkin terjadi pada orang sakit. Namun
prinsip dasar dalam memahami tata cara orang sakit adalah hendaknya
orang sakit berusaha sebisa mungkin menepati tata cara shalat dalam
keadaan sempurna, jika tidak mungkin maka mendekati sempurna.
Allah Ta’ala berfirman:

ّ ّ‫للَاّ ّما ا ْست‬


‫ط ْعت ُ ْم‬ َّ ‫فّاتَّقُوا‬

Artinya :

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah semaksimal kemampuanmu” (QS.


At Taghabun: 16).

Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi menerangkan apa yang
perlu diperbuat oleh orang yang terkena salasul baul : siapa yang terkena
penyakit salasul baul yang berkelanjutan (air kencing yang terus keluar
tanpa bisa ditahan) bila masuk waktu sholat ia melakukan istinja,
mengenakan sesuatu pada kemaluannya yang bisa menahan tetesan kecing
kemudian dia berwudhu dan melaksanakan sholat, beginilah yang ia
lakukan setiap sholat. Yang perlu ditekankan adalah disini bahwa sholat
perlu menggangi popok dengan yang baru dan suci, sehingga tidak
menggunakan yang sudah najis.

C. Thaharoh
1. Hukum Thaharah
Thaharah berarti kebersihan dan kesucian dari berbagai kotoran atau bersih
dan suci dari kotoran atau najis yang dapat dilihat (najis hissi) dan najis ma’nawi
(yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan kemaksiatan (Imam, 2009).
Sedangkan dalam buku yang lain secara etimologi “thaharah” berarti “kebersihan”
ketika dikatakan saya menyucikan pakaian maka yang dimaksud adalah saya
membersihkan pakaian. Dalam buku Fiqh ibadah secara bahasa ath-
thaharah berarti bersih dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata maupun tidak
(Prof. Whbah, 2010).

Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan As-Sunnah. Allah


SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala
kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.”
Dan juga di dalam Surat Al-Mudatstsir ayat 4 dan Al-Baqarah ayat 222.
Allah SWT juga berfirman,
“Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Surat Al-Mudatstsir: 4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-
orang yang menyucikan diri.” (Surat Al-Baqarah: 222).
Sedangkan Rasulullah S.A.W bersabda dalam hadist yang berbunyi “Kunci
salat adalah bersuci”. Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda, “Salat tanpa
wudhu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian
adalah sebagian dari iman.” (HR Muslim). Bukti pentingnya thaharah misalnya
saja, setiap orang yang akan mengerjakan salat dan tawaf diwajibkan terlebih
dahulu untuk melakukan Thaharah,sepertih berwudlu, tayamum jika tidak ada air,
atau juga mandi.
2. Najis dan jenis-jenisnya
Najis adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mejijikan yang bisa menghalangi
sahnya sholat. Adapun sesuatu yang dinyatakan najis oleh syara’antara lain:
a. Bangkai, yaitu binatang yang mati tanpa disembeli, ataupun disembelih tetapi
tidak menurut syari’at islam.
b. Darah.
c. Nanah dan muntah.
d. Sesuatu (benda) yang keluar alat kelamin (qubul) dan anus (dubur), kecuali air
mani.
e. Anjing dan babi.
f. Air susu binatang yang diharamkan.
g. Minum keras.
h. Bagian tubuh binatang yang dipotong, sedangkan bagian lain dari binatang itu
masih hidup.
Adapun najis itu sendiri dalam tingkatannya dapat dikategorikan ke dalam tiga
jenis, yaitu:
a. Najis berat (mughallazhah), yaitu najis yang hanya bisa suci dan bersih dengan
cara membasuh sebanyak 7 kali, dimana salah satu dari basuhan tersebut harus
dicampur dengan debu yang suci. Contohya adalah arang yang disentuh atau
dijilat oleh anjing dan babi.
b. Najis sedang (mustawassithah), yaitu najis yang mensucikannya adalah dengan
cara mensucinya sampai hilang warna, baud an rasanya. Contohnya adalah
kotoran atau air kencing anak bayi yang sudah berumur dua tahun ke atas,
ataupun berumur dibawah 2 tahun tetapi sudah mengkonsumsi makanan dan
minuman lain, selain susu ibu.
c. Najis ringan (mukhaffafah), yaitu najis yang cara mensucikannya adalah cukup
dengan memercikan air ke bagian yang terkena najis. Contuhnya dalah air
kencing bayi yang berumur dibawah 2 tahun, yang ia belum memakan
(mengkonsumsi) apapun kecuali air susu ibu (ASI).
Di luar ketiga jenis najis diatas, ada satu lagi jenis najis yang dimaafkan (ma’fu),
yakni tidak perlu untuk disucikan, antara lain:
a. Najis yang sangat kecil atau sedikit sehingga tidak bisa diketahui keberadaanya
dengan mata telanjang.
b. Darah dan nanah kecil (sedikit) yang melekat pada tubuh atau pakaian.
c. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir.
d. Debu atau kotoran disepanjang jalan yang menempel ke tubuh dan pakaian kita
ketika kita melakukan perjalanan
e. Darah kutu.
f. Darah bisul yang keluar dengan sendirinya.

3. Jenis-Jenis Air
Air adalah allat utama untuk bersuci. Kalau air tidak ada, barulah boleh
mempergunakan alat bersuci lain yang sah menurut sara’. Dalam kaitannya
sebagai alat untuk bersuci, memakai air dikelompokkan ke dalam 4 kelompok,
yaitu:
a. Air mutlak, yaitu air yang masih murni atu air yang masih dalam wujud
penciptaannya, dimana ia tidak tercampur oleh zat atau sesuatu pun yang
terpisah darinya. Air mutlak ini disebut dengan “thahirun muthahhirun”, yaitu
sesuatu yang suci lagi mensucikan. Air mutlak ini meliputi: (1). Air hujan
(ma’ul nahari). (2). Air sumur (ma’ul bi’ri). (3). Air laut (ma’ul bahari). (4)
Air sungai (ma’un nahari). (5). Air salju (ma’uts tsalji). (6) Air dari mata air
(mau’ul ‘aini). (7) air embun (ma’ul barad). Hadis rasul (yunita)
b. Air Musyammas, yaitu murni (air mutlak) yang dipanaskan dengn matahari di
atas wadah yang terbuat dari logam atau sepuan emas. Air musyammas
hukumnya makruh digunakan untuk bersuci.
c. Air musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci, meskipun ia tidak
berubah warna, rasa ataupu baunya. Air ini tidak sah (tidak boleh) digunakan
untuk bersuci.
d. Air mutanajjis, yaitu air yang sudah terkena atau tercemar najis, yang volume
air tersebut kurang dari dua kulah (±216 liter). Tapi jika air tersebut melebihi
dua kulah dan tidakberubah warna, rasa ataupun baunya meskipu terkena najis,
maka air tersebut tetep boleh dipergunakan untuk bersuci. ( Rifa’I, 2017).
4. Wudhu dan Tata Caranya

Secara bahasa wudhu‟ berarti husnu/keindahan dan


nadhofah/kebersihan. Wudhu‟ untuk sholat dikatakan sebagai wudhu‟ karena ia
membersihkan anggota wudhu‟ dan memperindahnya. Sedangkan pengertian
menurut istilah dalam syari‟at, wudhu‟ adalah peribadatan kepada Allah
„azza wa jalla dengan menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara
yang tertentu di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan
kedua kaki.
Adapun sebab yang mewajibkan wudhu‟ adalah hadats, yaitu apa saja yang
mewajibkan wudhu‟ atau mandi. Hadats terbagi menjadi dua macam: hadats
besar, yaitu segala yang mewajibkan mandi; dan hadats kecil, yaitu semua yang
mewajibkan wudhu‟.
a. Fardhu wudhu’
Fardhu (rukun) wudhu‟ ada 6 (enam), yaitu :
1) Membasuh muka (termasuk berkumur dan memasukkan
dan mengeluarkan air ke dan dari hidung)
2) Membasuh kedua tangan sampai kedua siku,
3) Mengusap (menyapu) seluruh kepala
4) Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki,
5) Tertib (berurutan),
6) Muwalah (tidak diselingi dengan perkara-perkara yang lain).
b. Sunnah wudhu
Yang termasuk sunnah-sunnah wudhu‟ adalah :
1) Bersiwak sebelum berwudhu‟
2) Membasuh dua telapak tangan sebanyak tiga kali
3) Bersungguh-sungguh dalam memasukkan air ke dalam hidung kecuali bagi
yang berpuasa
4) Mendahulukan anggota wudhu‟ yang kanan
5) Mengulangi setiap basuhan dua kali atau tiga kali
6) Menyela-nyela antara jari-jemari (tangan dan kaki)
7) Menyela-nyela jenggot yang lebat.
8) Menyempurnakan wudhu‟
c. Tatacara wudhu
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat kita
simpulkan tata cara wudhu‟ Nabi shallallahu „alaihi was sallam secara
ringkas sebagai berikut :
a. Niat berwudhu‟ (dalam hati) untuk menghilangkan hadats
b. Membaca basmallah
c. Membasuh dua telapak sebanyak tiga kaliBerkumur sebanyak tiga kali,
menghirup air ke hidung (Istinsyaq) sebanyak tiga kali, dan
menyemprotkan air (istin-tsar) dari hidung ke sebelah kiri
d. Membasuh muka sebanyak tiga kali.
Batasan muka dimulai dari tumbuhnya rambut kepala –menurut
kebiasaan- hingga ke bagian ujung dua tulang rahang dan dagu.
e. Membasuh dua tangan beserta siku sebanyak tiga kali.
Batasan tangan dimulai dari ujung jari-jari tangan (berikut kuku-
kukunya) sampai lengan atas. Sebelum kedua tangan dibasuh, terlebih
dahulu menghilangkan sesuatu yang melekat pada keduanya seperti
lumpur dan celupan yang tebal yang melekat pada kuku agar air sampai
ke kulit.
f. Menyapu seluruh kepala berikut dua telinga sebanyak satu kali sapuan
dengan air yang baru dan bukan air dari sisa basuhan tangan.
Cara menyapu kepala ialah meletakkan kedua tangan yang sudah
dibasahi degan air yang baru pada bagian depan kepala, lalu melintaskan
keduanya sampai tengkuk lalu mengembalikan keduanya ke tempat
semula, lalu memasukkan dua jari telunjuk kedua lubang telinga dan
menyapu bagian luar telinga dengan dua ibu jari.
g. Membasuh dua kaki beserta dua mata kaki sebanyak tiga kali.
Mata kaki ialah dua tulang yang menonjol pada bagian bawah betis. Bagi
orang yang tangan atau kakinya diamputasi, maka cukup membasuh
bagian yang tersisa dari siku atau kaki.
Setelah selesai berwudhu‟ dengan cara-cara tadi, maka arahkanlah
pandangan ke langit (atas) dan ucapkanlah doa, sebagaimana yang
diriwayatkan dari Rasulullah. Doa yang dibaca Nabi setelah selesai
wudhu‟, diantaranya adalah:
Asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah wa
asyhadu anna muhammadan „abduhu wa rasuuluh, allahummaj „alnii
minattawwaabiinaa waj‟alnii minal mutathahhiriin. Subhaanakallahumma
wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain
Allah yang Maha Esa, Yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku
sebagai bagian dari golongan orang-orang yang (selalu) bertobat serta
jadikanlah aku sebagai bagian dari golongan orang-orang yang selalu
bersuci. Maha suci Engkau ya Allah. Dengan memuji-Mu, bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Aku memohon ampunan dan
bertobat kepada-Mu.” (HR. Muslim, Tirmidzi).

d. Pembatalan Wudhu
1) Pembatal pertama: Kencing, buang air besar, dan kentut
2) Pembatal kedua: Keluarnya mani, wadi, dan madzi
Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya,

berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan

mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket,

keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima‟

(bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima‟. Madzi tidak

menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika

muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa

memiliki madzi.

Adapun mani, sebagaimana dijelaskan oleh ulama Syafi‟iyah, bisa

dibedakan dari madzi dan wadi dengan melihat ciri-ciri mani yaitu:

a) baunya khas seperti bau adonan roti ketika basah dan seperti bau
telur ketika kering,
b) airnya keluar dengan memancar,
c) keluarnya terasa nikmat dan mengakibatkan futur (lemas).

Jika salah satu syarat sudah terpenuhi, maka cairan tersebut

disebut mani. Wanita sama halnya dengan laki-laki dalam hal ini. Namun

untuk wanita tidakdisyaratkan air mani tersebut memancar sebagaimana

disebutkan oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan diikuti oleh Ibnu

Sholah.

Wadi dan madzi najis. Sedangkan mani -menurut pendapat

yang lebih kuat- termasuk zat yang suci. Cara mensucikan pakaian

yang terkena madzi dan wadi adalah dengan cara diperciki. Sedangkan

mani cukup dengan dikerik.

Jika keluar mani, maka seseorang diwajibkan untuk mandi.

Mani bisa membatalkan wudhu berdasarkan kesepakatan para ulama

dan segala sesuatu yang menyebabkan mandi termasuk pembatal

wudhu.

3) mbatal ketiga: Tidur lelap (dalam keadaan tidak sadar)


Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur lelap yang tidak
lagi dalam keadaan sadar. Maksudnya, ia tidak lagi mendengar suara,
atau tidak merasakan lagi sesuatu jatuh dari tangannya, atau tidak
merasakan air liur yang menetes. Tidur seperti inilah yang
membatalkan wudhu‟, baik tidurnya dalam keadaan berdiri, berbaring,
ruku‟ atau sujud. Karena tidur semacam ini yang dianggap
mazhonnatu lil hadats, yaitu kemungkinan muncul hadats.
Sedangkan tidur yang hanya sesaat yang dalam keadaan
kantuk, masih sadar dan masih merasakan merasakan apa-apa, maka
tidur semacam ini tidak membatalkan wudhu. Inilah pendapat yang
bisa menggabungkan dalil-dalil yang ada.
4) Pembatal kelima: Memakan daging unta
5. Taharah Bagi Orang Sakit
1) Orang sakit wajib sesuci dengan air, wudhu untuk hadats kecil, dan mandi
untuk hadats besar.
2) Apabila dia tidak dapat sesuci dengan air, karena sakit, atau khawatir sakitnya
akan bertambah parah dan lama sembuhnya bila terkena air, maka dia boleh
bertayammum.
3) Cara bertayammum adalah : menepuk tanah dengan kedua telapak tangan, lalu
diusapkan keseluruh wajah, kemudian tangan yang satu mengusap tangan yang
lain sampai pergelangan tangan.
4) Apabila orang yang sakit tidak bisa melakukan sesuci sendiri, maka dapat
diwudhukan, dan ditayammumkan orang lain.
5) Apabila di beberapa bagian anggota yang mesti disucikan terdapat luka, maka
cukup dibasuh dengan air, tapi apabila basuhan itu membahayakan, maka
cukup diusap dengan tangan yang basah, apabila usapan itu juga
membahayakan maka bertayammum.
6) Apabila pada bagian anggota badan ada yang patah, yang dibalut dengan kain
pembalut atau digips, maka bagian tersebut cukup diusap dengan air ( tidak
usah dibasuh ), dan tidak perlu tayammum, karena usapan itu pengganti dari
basuhan.
7) Boleh bertayammum pada tembok, atau apa saja yang suci, yang berdebu,
apabila tembok yang diusap itu dari sesuatu yang tidak sejenis tanah ( misalnya
cat ), maka tidak boleh dijadikan sebagai alat tayammum. Kecuali tembok itu
berdebu.
8) Jika tidak mungkin tayammum di atas tanah, tembok atau apapun yang
berdebu, maka boleh meletakkan tangan di tempat atau di sapu tangan untuk
tayammum.
9) Apabila tayammum untuk suatu shalat, dan tidak batal ( masih suci sampai
waktu shalat yang lain ) maka tidak perlu bertayammum lagi untuk shalat yang
keduanya, karena dia masih suci dan tidak ada yang membatalkan
tayamumnya.
10) Orang sakit diwajibkan membersihkan badannya dari najis. Apa bila tidak
mampu ( tidak mungkin ) maka shalatlah apa adanya. Shalatnya tersebut sah
dan tidak perlu mengulanginya.
11) Orang sakit diwajibkan shalat dengan pakaian yang suci. Apabila pakaiannya
terkena najis, maka pakaian tersebut wajib dicuci atau diganti dengan pakaian
yang suci. Namun apabila tidak mampu, maka shalatlah apa adanya, shalatnya
tersebut sah dan tida perlu mengulang.
12) Orang sakit diwajibkan shalat di atas tempat yang suci. Apabila tempatnya
terkena najis, maka alas tempat shalat itu wajib dicuci atau di ganti dengan
tempat lain atau digelari dengan sesuatu yang suci, namun apabila itu
semuanya tidak memungkinkan, maka ia shalat apa adanya (sesuai dengan
kemampuan ) shalatnya sah dan tidak harus mengulang.
13) Orang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya hanya karena tidak
mampu sesuci, ia harus melakukan sesuci sesuai dengan kemampuannya,
kemudian shalat pada waktunya walaupun pada badannya, tempatnya, atau
pakainnya terdapat najis yang tidak mampu dihilangkan. ( Aziz, 2007).

Menurut pendapat lain


Pertama: Bersuci orang yang sakit:
1) Orang yang sakit wajib melakukan kegiatan bersuci seperti orang yang sehat
berupa bersuci dengan air dari hadats kecil dan besar, berwudhu dari hadats
kecil dan mandi dari hadats besar.
2) Sebelum berwudhu, ia harus terlebih dahulu beristinja dengan air atau
istijmar dengan batu, atau yang serupa dengan batu terhadap orang yang
kencing atau buang air besar.
a) Istijmar harus dengan tiga biji batu yang suci
b) Istijmar tidak boleh dengan kotoran, tulang, makanan dan segala sesuatu
yang dihormati.
c) Yang paling utama adalah istijmar dengan batu atau yang serupa seperti
tissu (sapu tangan), tanah, dan semisalnya, kemudian diteruskan dengan
air, karena batu menghilangkan benda najis dan air mensucikannya, maka
lebih sempurna.
d) Manusia diberi pilihan di antara istinja dengan air atau istijmar dengan
batu dan semisalnya. Jika ia ingin salah satunya maka air ٣ lebih utama
karena ia lebih mensucikan tempat dan menghilangkan benda ('ain) atau
bekas. Ia lebih membersihkan.
e) Jika ia hanya ingin memakai batu saja, cukup tiga biji batu apabila sudah
bisa membersihkan tempat. Jika belum membersihkan, ia menambah
empat dan lima hingga benar-benar bersih dan yang utama adalah dalam
bilangan ganjil.
f) Tidak boleh istijmar dengan tangan kanan, kecuali Jika tangan kiri
terputus atau patah atau sakit atau yang lainnya maka, istijmar dengan
tangan kanannya diperbolehkan.
g) Apabila orang yang sakit tidak mampu berwudhu dengan air karena
lemah atau karena takut bertambah sakit, atau terlambat sembuhnya,
maka ia boleh bertayammum.
h) Tayammum: adalah memukul kedua telapak tangannya di atas tanah
yang suci satu kali pukulan, kemudian mengusap mukanya dengan
bagian dalam telapak tangannya, dan mengusap kedua telapak tangannya.
i) Boleh bertayammum dengan sesuatu yang suci yang ada debunya,
sekalipun tidak berada di atas tanah. Maka jika debu beterbangan di
dinding atau semisalnya, maka ia boleh bertayammum pada dinding
tersebut.
j) Jika ia masih suci dari tayammum yang pertama, ia boleh shalat (yang
kedua) dengannya sama seperti wudhu, sekalipun beberapa kali shalat. Ia
tidak wajib mengulangi tayammumnya, karena ia adalah pengganti
wudhu, dan pengganti sama seperti hukum yang diganti.
k) Tayammum batal dengan segala hal yang membatalkan wudhu, mampu
menggunakan air atau adanya air bagi yang tidak mendapatkan air.
3) Apabila sakitnya ringan dan berwudlu menggunakan air atau bisa
menggunakan air hangat tidak berbahaya atasnya dan tidak menyebabkan
terlambat sembuh, bertambah sakit dan tidak khawatir ٤ sesuatu yang jelek,
seperti sakit kepala, sakit gusi dan semisalnya, maka tidak boleh
bertayammum baginya, karena boleh dan tidaknya bertayamum di karenakan
untuk menolak bahaya atasnya, dan jika ia sudah menemukan air maka ia
harus menggunakan air.
4) Apabila orang yang sakit susah berwudhu atau bertayammum sendiri, ia
diwudhukan atau ditayammumkan oleh orang lain dan cukuplah hal itu
baginya.
5) Orang yang terluka, dengan luka bernanah, atau patah, yang berbahaya jika
terkena air, lalu ia dalam keadaan junub, ia boleh bertayammum. Jika ia bisa
membasuh yang sehat dari tubuhnya, ia harus melakukan hal itu dan
bertayammum untuk yang lain.
6) Barangsiapa yang luka di salah satu anggota bersuci (seperti di tangan), maka
ia membasuhnya dengan air. Jika ia merasa sulit membasuhnya atau
berbahaya, ia mengusapnya dengan air saat membasuh anggota wudhu yang
ada luka menurut urutan tertib wudhu. Jika ia susah mengusapnya atau
berbahaya, ia boleh bertayammum dan cukuplah untuknya.
7) Orang yang memakai pembalut (karena luka atau patah), yaitu orang yang di
salah satu anggota tubuhnya ada yang patah yang sedang di Gips, maka ia
cukup mengusapnya dengan air, sekalipun ia tidak meletakkan dalam keadaan
suci (maksudnya: tidak berwudhu saat memakainya).
8) Apabila orang yang sakit ingin shalat, ia harus bersungguh-sungguh menjaga
kesucian badan, pakaian, dan tempat shalatnya dari segala najis. Jika ia tidak
mampu, ia shalat apa adanya dan tidak mengapa atasnya.
9) Apabila orang sakit menderita silsil baul (kencing terus menerus) dan belum
sembuh dengan pengobatannya, maka ia harus ber istinja, berwudhu untuk
setiap shalat setelah masuk waktunya, mencuci yang mengenai badannya dan
menjaga pakaiannya tetap suci untuk shalat jika tidak memberatkannya. Dan
jika tidak bisa niscaya dimaafkan darinya, dan ia menjaga semaksimal
mungkin agar air seninya tidak ٥ mengenai pakaian, tubuhnya atau tempat
shalatnya dengan membungkus zakarnya dengan sesuatu yang bisa menahan
air seni. (A. gazali, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

 Agazali, Muhammad Iqbal. 2010. Cara bersuci dan shalat orang yang sakit.
Indonesia: islam house
 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2013. Fiqh
Ibadah (Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji), Penerjemah: Kamran As’at
Irsyady, dkk. Jakarta: Bumi Aksara
 Ash-Shilawy, Ibnu Rif’ah. 2009.Panduan Lengkap Ibadah Shalat cetakan pertama.
Yogyakarta: Citra Risalah
 Aziz, abdul bin Abdullah bin baz Muhammad bin shaleh al-‘usaimin. 2007.
Tuntutan thaharah dan shalat. Penerjemah : ali makhtum assalamy. Indonesia:
Islam House
 Baduwailan, Ahmad Salim dan Hishshah binti Rasyid. 2010. Berobatlah dengan
Shalat dan Alquran cetakan pertama. Solo: Aqwam
 Baits, Ammi Nur. 2015. Untukmu Yang Sedang Sakit: Doa & Dzikir Amalan.
Yogyakarta: Yufid Publishing
 Departemen Agama RI. 2012. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: CV
Diponegoro
 Elzaky, Jamal Muhammad. 2011. Mukjizat Kesehatan Ibadah cetakan pertama.
Jakarta: Syuruq
 Karim, Muslih Abdul. 2008. Panduan Pintar Shalat. Jakarta: Qultum Media
 Mustafa, Bisri. 2007. Menjadi Sehat Dengan Shalat. Yogyakarta: Optimus
 Rifa’i, Moh. 2017. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT Karya Toha
 Saleh, Amir dan Ahmed Saleh. 2013. Sehat Shalat. Bandung: Salamadani
 Sulaiman Rasjid. 2012. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
 Syafrida dan Nurhayati Zein. 2015. Fiqh Ibadah. Pekanbaru: CV. Mutiara Pesisir
Sumatra
 Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz bin Baz. 2011. Sifat Wudhu &
Shalat Nabi SAW, Penerjemah: Geis Umar Bawazier Jakarta: al-Kautsa’
 Syekh Syamsuddin Abu Abdillah. 2010. Terjemahan Fathur Qarib Pengantar
Fiqih Imam Syafi’i. Surabaya : Mutiara Ilmu
 Zaitun dan Siti Habiba. 2013. Implementasi Shalat Fardhu Sebagai Sarana
Pembentuk Karakter Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung
Pinang. Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Anda mungkin juga menyukai