Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PERUBAHAN SISTEM PADA LANSIA

Dosen Pembimbing:
Bayu Purnama Atmaja, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
Kelompok I

Helda Aprilia NIM 1114190635


Nur Syarifah NIM 1114190641
Rovita Usnul Ado NIM 1114190642
Siska Rahmawati NIM 1114190644

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Dialah satu-satunya Dzat yang memberikan perlindungan dunia dan
akhirat kelak. Dialah sesungguhnya Maha pemberi petunjuk yang tiada dapat
menyesatkan.Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt
yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan,
dan motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bayu Purnama Atmaja, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen pembimbing
mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan masukan dan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik.
2. Orang tua serta saudara-saudara tercinta atas do’a, motivasi, dan
harapannya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan
lancar.
3. Teman-teman yang telah memberikan motivasi dan masukan yang baik
kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan laporan ini dengan lancar.
Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan
yang setimpal dari Allah Swt. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamin.

Simpang Empat, Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lanjut usia (lansia) menurut World Health Organization (WHO) adalah
seseorang yang usianya mencapai 60 tahun keatas. Sutikno, 2015
mengemukakan lansia adalah kelompok usia yang sensitif mengalami
perubahan yang diakibatkan proses penuaan. Proses penuaan tersebut akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada lansia, salah satu permasalahannya
adalah adanya perubahan fisiologis yang akan berdampak pada masalah
psikolog (kesehatan mental).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2016).
Sunaryo et al, 2016 mengatakan perubahan-perubahan yang terjadi pada
lansia meliputi perubahan fisik (perubahan sel, sistem pernafasan, sistem
persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskular,
sistem genital urinaria, sistem endokrin dan metabolik, sistem pencernaan,
sistem musculoskeltal, sistem kulit, sistem reproduksi dan kegiatan seksual,
dan sistem pengaturan tubuh), perubahan mental dan perubahan psikososial.
Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi
18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai
36 juta jiwa. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan karena terjadi
kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya pelayanan kesehatan
dengan baik.

4
Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih
dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat penduduk
Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk
lansia dibandingkan bayi atau balita. Sedangkan sebaran penduduk lansia pada
tahun 2010, Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan
yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan
yang cukup besar antara lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan.
Perkiraan tahun 2020 jumlah lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar
28.822.879 (11,34%), dengan sebaran lansia yang tinggal di perkotaan lebih
besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal
di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Perubahan Sistem Pengindraan, Cardiovaskuler, Integumen,
Muskuloskeletal, dan Pernafasan Pada Lansia?
1.3. Tujuan
1.3.1. Umum
Untuk mengetahui Bagaimana Perubahan Sistem Pengindraan,
Cardiovaskuler, Integumen, Muskuloskeletal, dan Pernafasan pada
Lansia
1.3.2. Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana definisi Lansia
2. Untuk mengetahui bagaimana perubahan pada sistem pengindraan
3. Untuk mengetaahui bagaimana perubahan pada sistem
cardiovaskuler
4. Untuk mengetahui bagaimana perubahan pada sistem integumen
5. Untuk mengetahui bagaimana perubahan pada sistem
muskuloskeletal
6. Untuk mengetahui bagaimana perubahan pada sistem pernafasan

5
1.4. Manfaat
a. Penulis
Semoga dengan pembuatan makalah ini penulis dapat menambah wawasan
dan pengalaman tentang Bagaimana Perubahan Sistem Pengindraan,
Cardiovaskuler, Integumen, Muskuloskeletal, dan Pernafasan Pada Lansia

b. Institusi

Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta


menentukan metode dan media pembelajaran yang tepat.
c. Masyarakat
Semoga dengan ada nya penyusunan makalah ini masyarakat dapat
memahami Bagaimana Perubahan Sistem Pengindraan, Cardiovaskuler,
Integumen, Muskuloskeletal, dan Pernafasan Pada Lansia

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Lansia


Lanjut usia (lansia) menurut World Health Organization (WHO) adalah
seseorang yang usianya mencapai 60 tahun keatas. Sutikno, 2015 mengemukakan
lansia adalah kelompok usia yang sensitif mengalami perubahan yang diakibatkan
proses penuaan. Proses penuaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-
perubahan pada lansia, salah satu permasalahannya adalah adanya perubahan
fisiologis yang akan berdampak pada masalah psikolog (kesehatan mental).
Menurut Rahayuni, Utami & Swedarma (2015) proses menua adalah proses
biologis yang tidak dapat dihindari oleh setiap individunya, berjalan terus-
menerus dan berkesinambungan. Proses menua merupakan proses perubahan yang
terjadi, perubahan tersebut berupa penurunan fisik, mental, psikososial dan
perubahan peran sosial pada lansia. Lansia dapat mengalami penurunan aktivitas
dikarenakan keterbatasan mobilitas, kelemahan fisik dan penurunan status sosial
dan keadaan ini cenderung akan berdampak pada kesehatan. Goldman & Klatz,
2007 dalam Pangkahila, 2013 mengemukakan faktor yang menyebabkan proses
penuaan antara lain: aktivitas berlebihan, hormonal, genetik dan radikal bebas.

2.2 Perubahan yang Terjadi Pada Lansia


Perubahan fisiologi yang ada pada lansia antara lain ada perubahan
muskuloskletal dan perubahan pada sistem persyarafan (Lee, Lee & Khang,
2013). Menurut Nugroho Wahyudi, 2000 dalam Sunaryo et al, 2016 mengatakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik
(perubahan sel, sistem pernafasan, sistem persyarafan, sistem pendengaran, sistem
penglihatan, sistem kardiovaskular, sistem genital urinaria, sistem endokrin dan
metabolik, sistem pencernaan, sistem musculoskeltal, sistem kulit, sistem
reproduksi dan kegiatan seksual, dan sistem pengaturan tubuh), perubahan mental
dan perubahan psikososial.

7
Perubahan sistem sensoris yang terjadi pada lansia adalah penurunan pada
persepsi sensoris yang dimiliki pada setiap indra dan merupakan kesatuan
integrasi dari persepsi sensori (Sunaryo et al, 2016).
1. Perubahan Pada Sistem Pengindraan
a. Penglihatan
Pada proses menua akan terjadi perubahan penglihatan dan fungsi
mata. Perubahan-perubahan penglihatan yang terjadi adalah sebagai berikut.
Pertama, terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan
akomodasi sehingga lansia akan kesulitan dalam membaca huruf-huruf kecil
dan kesulitan dalam melihat dengan jarak pandang dekat. Kedua, penurunan
ukuran pupil sehingga terjadinya penyempitan lahan pandang dan dapat
mempengaruhi penglihatan 18 perifer pada tingkat tertentu. Ketiga,
perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dan dapat menimbulkan katarak sehingga penglihatan lansia
menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran dalam membaca dan
memfokuskan penglihatan, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya,
berkurangnya penglihatan pada malam hari, gangguan dalam persepsi
kedalaman (stereopsis) dan perubahan pada sistem warna. Keempat,
penurunan produksi air mata sehingga mata berpotensi sindrom mata kering
(Sunaryo et al, 2016).
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan
akomodasi, kontraksi pupil akibat penuaan,dan perubahan warna serta
kekeruhan lensa mata (katarak). Ukuran pupil menurun (miosis pupil)
dengan penuaan karena sfinkter pupil mengalami sklerosis. Sensivitas
terhadap cahaya sering terjadi, menyebabkan lansia sering mengedipkan
mata terhadap cahaya terang atau ketika berada di luar pada siang hari yang
cerah.
b. Pendengaran
Kehilangan pendengaran pada lansia atau biasa dikenal dengan
presbikusis. Perubahan pendengaran yang terjadi pada lansia adalah sebagai

8
berikut. Pertama, penurunan fungsi sensorineural pada telinga bagian dalam
sehingga lansia akan mengalami kehilangan pendegaran secara bertahap.
Kedua, telinga bagian tengah terjadinya pengecilan daya tangkap membran
timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan ligament menjadi
lemah dan kaku sehingga lansia akan mengalami gangguan konduksi suara.
ketiga, telinga bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal, kulit menjadi
lebih tipis dan kering, peningkatan keratin sehingga lansia akan mengalami
gangguan konduksi suara (Sunaryo et al, 2016).
Pada orang berusia lebih dari 65 tahun, antara 28 dan 55% mengalami
gangguan pendengaran dalam derajat yang berbeda. Diantara mereka yang
berusia lebih dari 80 tahun, 66% mengalami gangguan pendengaran.
Diperkirakan 90% orang yang berada dalam institusi mengalami masalah
pendengaran. Penurunan pendengaran sensori terjadi saat telinga bagian
dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik ( sraf pendengaran,
batang otak atau jalur 10 kortikal pendengaran). Penggunaan alat bantu
dengar dapat memudahkan komunikasi, mengurangi perasaan kesepian dan
isolasi sosial dn mengembalikan perasaan memiliki kontrol pada klien.
c. Perabaan
Perubahan pada perabaan pada lansia dipengaruhi oleh perubahan
penglihatan dan perubahan pendengaran. Perubahan akan sentuhan dan
sensasi taktil pada lansia akibat proses penuaan yang diakibatkan oleh
berkurangnya 19 kontak fisik dengan lansia (Sunaryo et al, 2016).Lansia
terjadi kehilangan sensasi dan propiosepsi serta resepsi informasi yang
mengatur pergerakan tubuh dan posisi (Mauk,2010).
Sentuhan merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris
atau menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologis. Rangsangan perkutan
diperkirakan dapat merangsang produksi endofrin yang dapat menyebabkan
penurunan rasa nyeri. Sebagai contoh pijatan dengan mengusap bagian
punggung secara lambat, suatu prosedur yang umum digunakan dalam ilmu
keperawatan, tidak hanya dapat menimbulkan efek fisiologis tetapi juga
psikologis.

9
d. Pengecapan
Perubahan yang terjadi pada pengecapan akibat proses menua yaitu
penurunan jumlah dan kerusakan papila (kuncup-kuncup perasa lidah)
sehingga berkurangnya sensitivitas rasa (manis,asam, pahit dan asin)
(Sunaryo et al, 2016).
e. Penciuman
Perubahan yang terjadi pada penciuman akibat proses menua adalah
penurunan atau kehilangan sensasi penciuman sehingga terjadinya
penurunan sensivitas bau pada lansia (Sunaryo et al, 2016).
Untuk mengkaji ketajaman penciuman klien diminta untuk menutup
kedua matanya dan mengidentifikasi bau dibandingkan dengan orang yang
lebih muda.
2. Perubahan Pada Sistem Cardiovakuler
Perubahan struktur yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat
proses menua adalah sebagai berikut. Pertama, penebalan dinding ventrikel
kiri karena peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat-serat
elastis sehingga ketidakmampuan jantung untuk distensi dan penurunan
kekuatan kontraktil. Kedua, jumlah sel-sel peace maker mengalami penurunan
dan berkas his kehilangan serat konduksi yang membawa impuls ke ventrikel
sehingga terjadinya disritmia. Ketiga, sistem aorta dan arteri perifer menjadi
25 kaku dan tidak lurus karena peningkatan serat kolagen dan hilangnya serat
elastis dalam lapisan medial arteri sehingga penumpulan respons baroreseptor
dan penumpulan respon terhadap panas dan dingin. Keempat, vena merengang
dan mengalami dilatasi sehingga terjadinya oedema pada ekstremitas bawah
dan penumpukan darah (Sunaryo et al, 2016).
Biasanya, ukuran jantung sesorang tetap proporsio nal dengan berat
badan. Adanya suatu hipertrofi atau atrofi yang terlihat jelas berarti tidak
normal, tetapi hal tersebut lebih merupakan tanda dari penyakit jantung.2
Ukuran ruang-ruang jantung tidak berubah dengan penuaan. Ketebalan
dinding ventrikel kiri cenderung sedikit meningkat dengan penuaan karena
adanya pe ningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat serat elastis.

10
Oleh karena itu, penuaan pada jantung menjadi kurang mampu untuk distensi,
dengan ke kuatan kontraktil yang kurang efektif.
Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi
kaku dan tidak lurus. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen
dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Dari sudut pandang
fungsional atau penampilan, perubahan utama yang berhubungan dengan
penuaan dalam sistem kardiovaskular adalah penurunan kemam puan untuk
meningkatkan keluaran sebagai respons ter hadap peningkatan kebutuhan
tubuh. Fungsi jantung yang lebih dekat terhadap keterbatasan fisiologisnya
pada kondisi biasa, meninggalkan sedikit cadangan ke kuatan. Curah jantung
pada saat beristirahat tetap sta bil atau sedikit menurun seiring bertambahnya
usia," 3 dan denyut jantung istirahat juga menurun.
3. Perubahan Pada Sistem Integumen
Proses penuaan yang terjadi pada lansia akan mengakibatkan
perubahan kolagen dan penurunan jaringan elastis, sehingga penampilan
lansia akan terlihat keriput. Penurunan kelejar eksokrin, aktivitas eksokrin
dan kelenjar sebasea akan mengakibatkan tekstur kulit kering. Degenerasi
menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total,
menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB
per dekade dengan penambahan massa lemak 2% dekade. Massa air
berkurang 2,5% per dekade (Sunaryo et al, 2016).
Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel
secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohest sel mengalami penurunan.
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan
seseorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah
sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan ke dalaman rete ridge.
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami
penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.
Konsekuensi fisiolo uk gis dari perubahan ini termasuk penundaan atau pene
kanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka

11
lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respons inflamasi, dan
penurunan absorpsi kulit terhadap zat-zat topikal
Secara Umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring
dengan peningkatan usia. Hal ini tu rut berperan lebih lanjut terhadap
kelemahan kulit dan penampilan kulit yang kendur/menggantung di atas tu-
lang rangka. Pertumbuhan kuku menjadi berkurang dengan pe ningkatan usia,
dan kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilau, dan cepat mengalami
kerusakan. Perubahan pada kulit yang berhubungan dengan penuaan dini
karena sinar matahari merupakan bukti yang paling jelas dalam daerah kulit
yang terpajan sinar UV matahari. Penuaan dini karena sinar matahari, atau
dermatoheliosis, adalah suatu kondisi pada kulit akibat dari sinar UV yang
merusak. Wajah, leher, lengan, dan tangan paling banyak menunjukkan
perubahan ini. Perubahan ekstrinsik pada kulit yang ditambah de ngan
perubahan intrinsik ini pada akhirnya dapat me nyebabkan perubahan
intrinsik menjadi lengkap. Perubahan tahap akhir lebih lanjut akibat penuaan
dini karena sinar matahari termasuk penurunan respons perlindungan kulit
terhadap sinar matahari karena dis tribusi melanin berkurang dan menjadi
tidak beraturan.
a. Stratum Korneum
Perubahan yang terjadi pada stratum korneum (lapisan terluar dari
epidermis) akibat proses menua adalah kohesi sel dan waktu regerasi sel
menjadi lebih lama sehingga apabila lansia terjadinya luka, maka waktu
yang di perlukan untuk sembuh lebih lama dan pelembapan pada stratum
korneum berkurang, pada kulit lansia terlihat lebih kasar dan kering
(Sunaryo et al, 2016).
b. Epidermis
Perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses menua adalah
sebagai berikut. Pertama, jumlah sel basal menjadi lebih sedikit,
perlambatan dalam proses perbaikan sel dan penurunan jumlah
kedalaman rate ridge sehingga terjadinya pengurangan kontak epidermis
dan dermis yang mengakibatkan mudah terjadi pemisah antarlapisan

12
kulit, meyebabkan kerusakan dan merupakan faktor prediposisi
terjadinya infeksi. Kedua, penurunan jumlah melaosit sehingga
perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya
pigmentasi yang tidak merata pada kulit. Ketiga, penurunan jumlah sel
langerhans sehingga menyebabkan penurunan kompentensi imun yang
mengakibatkan respon terhadap pemeriksaan kulit terhadap alergen
berkurang. Keempat, kerusakan struktur nukleus keratinosit sehingga
mengakibatkan perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan
pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit
papilomotosa (Sunaryo et al, 2016).
c. Dermis
Perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua adalah
sebagai berikut. Pertama, volume dermal mengalami penurunan sehingga
penipisan dermal dan jumlah sel berkurang sehingga lansia rentan
terhadap penurunan termoregulasi dan penurunan absorbsi kulit terhadap
zat-zat topikal. Kedua, penghancuran serabut elastisitas dan jaringan
kolagen pada enzim-enzim sehingga adanya perubahan dalam
penglihatan karena adanya kantong dan penglihatan disekitar mata,
turgor kulit menghilang. Ketiga, vaskularisasi menurun dengan sedikit
pembulu darah kecil sehingga kulit tampak lebih pucat dan kurang
mampu melakukan termoregulasi (Sunaryo et al, 2016).
d. Subkutis Perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua
adalah sebagai berikut. Pertama, lapisan jaringan subkutan mengalami
penipisan sehingga penampilan kulit yang kendur atau menggantung di
atas tulang rangka. Kedua, distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh
sehingga adanya gangguan fungsi perlindungan dari kulit (Sunaryo et al,
2016).
e. Bagian Tambahan Pada Kulit
Perubahan pada tambahan pada kulit adalah seperti rambut, kuku,
korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea
akibat proses menua adalah sebagai berikut. Pertama, berkurangnya

13
folikel rambut sehingga rambut bertambah uban dan penipisan rambut
pada kepala. Pada wanita, akan mengalami peningkatan rambut pada
wajah sedangkan pada pria, rambut dalam hidung dan telinga semakin
jelas, lebih banyak dan kaku. Kedua, pertumbuhan kuku melambat
sehingga kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilau, dan cepat
mengalami kerusakan. Ketiga, corpus pacini (sensasi tekan) dan korpus
meissner (sensasi sentuhan) menurun sehingga beresiko untuk terbakar,
mudah mengalami nekrosis karena rasa terhadap tekanan berukurang.
Keempat, kelenjar keringat sedikit sehingga penurunan respons dalam
keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering. Kelima, penurunan
kelenjar apokrin sehingga bau badan lansia berkurang (Sunaryo et al,
2016).

4. Perubahan Pada Sistem Muskuloskeletal


Pada proses menua akan mengakibatkan perusakan dan pembentukan
tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada
wanita, vitamin D dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae
menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan sering patah, baik
akibat benturan ringan maupun spontan (Sunaryo et al, 2016).
Perubahan normal muskuloskeletal terkait usia pada lansia termasuk
penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurang
an kekuatan, dan kekakuan sendi-sendi. Perubahan pada tulang, otot, dan
sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan, kelemahan, dan lam
batnya pergerakan yang menyertai penuaan.
a. Sistem Skeletal
Pada proses menua, jumlah masa tubuh mengalami penurunan.
Perubahan yang terjadi pada skeletal akibat proses menua adalah sebagai
berikut. Pertama, penurunan tinggi badan secara progresif karena
penyempitan diskus intervetbral dan penekanan pada kolumna vetebralis
sehingga postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan

14
barrelchest. Kedua, penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular
yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan
lengkungan sehingga adanya peningkatan terjadinya resiko fraktur
(Sunaryo et al, 2016).
Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang universal
terjadi di antara semua ras dan pada kedua jenis kelamin dan terutama
ditujukan pada penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada
kolumna spinalis.' Bahu menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih
lebar, ditunjukkan oleh peningkatan diameter anteroposterior dada. Ketika
manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk
mempertajam kon tur tubuh dan memperdalam cekungan di sekitar kelo
pak mata, aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan tu lang (vertebra, krista
iliaka, tulang rusuk, skapula) menjadi lebih menonjol.
b. Sistem Muskular
Pada proses menua pada sistem muscular adalah sebagai berikut.
Pertama, waktu untuk kontraksi dan relaksasi memanjang sehingga adanya
perlambatan waktu bereaksi, pergerakan yang kurang aktif. Kedua,
perubahan kolumna vetebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan sendi,
penyusutan sklerosis tendon dan otot, perubahan degenaratif
ekstrapiramidal sehingga peningkatan fleksi (Sunaryo et al, 2016).
Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu
kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup
dan penurunan penggunaan sistem neuromuskular adalah penyebab utama
untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan
jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh.
Regenerasi jaringan otot melambat dengan penambahan usia, dan jaringan
atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa.
c. Sendi
Perubahan yang terjadi pada sendi pada proses menua adalah sebagai
berikut. Pertama, pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen sehingga

15
akan nyeri, inflamasi, penurunan mobilitas sendi dan deformitas. Kedua,
kekakuan ligament dan sendi sehingga akan mengakibatkan peningkatan
resiko cedera (Sunaryo et al, 2016).
Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sen di, sebagian besar
terjadi pada sendi-sendi yang mena han berat, dan pembentukan tulang di
permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen
yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat. secara progresif yang
jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan
mobilitas sendi, dan deformitas.
d. Esterogen
Perubahan yang terjadi pada proses menua adalah penurunan hormon
estrogen sehingga akan kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak
pada pengeroposan tulang (Sunaryo et al, 2016).
e. Perubahan Pada Sistem Neurologis
Perubahan neurologis yang terjadi pada lansia adalah berat otak akan
menurun 10-20%. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel sel lain
dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadinya penebalan atrofi cerebral (berat
otak menurun 10%) antara usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur
tonjolan dendrit di neuron hilang di susul membengkaknya batang dendrit
dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada
semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang
terbentuk sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom (mitokondria).
Perubahan-perubahan yang terajadi adalah sebagai berikut. Pertama,
konduksi saraf perifer yang lebih lambat sehingga refleks tendon dalam
yang lebih lambat dan meningkatnya waktu reaksi. Kedua, peningkatan
lipofusin sepanjang neuron-neuron sehingga vasokontriksi dan vasodilatasi
yang tidak sempurna sehingga bahaya kehilangan panas tubuh (Sunaryo et
al, 2016). Ketiga, perubahan pada sistem vestibular bersamaan dengan
penglihatan dan propioseptor membantu dalam mempertahankan
keseimbangan fisik tubuh atau equilibrium. Gangguan pada sistem

16
vestibular dapat mengarah kepada vertigo yang dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan (Muak, 2017)
5. Perubahan Pada Sistem pernafasan
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas,
berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon
dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang,
sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi
emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot
pernapasan menurun seiring pertambahan usia. Perubahan yang terjadi pada
proses menua adalah sebagai berikut. Pertama, paru-paru kecil dan kendur,
hilangnya rekoil elastis dan pembesaran alveoli sehingga penurunan daerah
permukaan untuk difusi gas. Kedua, penurunan kapasitas vital menurul PaO2
residu sehingga penurunan saturasi oksigen dan peningkatan volume. Ketiga,
pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi sehingga dispnea saat
aktivitas. Keempat, klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada
kondisi pengembangan sehingga emfisema sinilis, pernafasan abdominal,
hilangnya suara paru pada bagian dasar. Kelima, hilangnya tonus otot thoraks,
kelelahan kenaikan dasar paru sehingga etelektasis. Keenam, kelenjar mukus
kurang produktif sehingga akumulasi cairan, sekresi kental dan sulit
dikeluarkan. Ketujuh, penurunan sensitivitas sfingter esofagus sehingga
adanya hilangnya haus dan silia kurang aktif. Kedelapan, penurunan
sensitivitas komoreseptor sehingga tidak ada perubahan dalam PaC𝑂2 dan
kurang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa. (Sunaryo et al, 2016).
Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan
terhadap perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia
dan menurunnya refleks batuk dan muntah mengubah ke terbatasan fisiologis,
dan kemampuan perlindungan pada sistem pulmonal.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Proses menua merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat dihindarkan,
yang akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
menggantikan dan mempertahankan struktur fungsi secara normal, ketahanan
terhadap injury termasuk adanya infeksi. Proses menua sudah mulai berlangsung
sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit
demi sedikit. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda,
baik dalam hal pencapaian puncak maupun saat menurunnya.

1.2 Saran

18
Sebaiknya mahasiswa/i mampu mempelajari dan memahami tentang
Bagaimana Perubahan Sistem Pengindraan, Cardiovaskuler, Integumen,
Muskuloskeletal, dan Pernafasan Pada Lansia

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai