Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn.

B DENGAN
GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN (HNP) DI DESA SUKA DAMAI KEC. HINAI
TAHUN 2021

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3

1. Andi Sahputra (200202002) 7. Debora Anzelina S (200202011)


2. Pebriantris (200202042) 8. Yusita Ningsih (200202072
3. Ilham Wahyu (200202074) 9. Mellin Widya (200202036)
4. Tri epipanias gea (200202061) 10. Alisya (200202001)
5. Hafizuddin (200202022) 11. Marlina (200202035)
6. Wahyuli Rohayati (200202063) 12. Sriana f Sianturi (200202042)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada Tn.B Dengan Gangguan Sistem Neurologi Dengan
Masalah Keperawatan (Hnp) Di Desa Suka Damai Kec. Hinai Tahun 2021”.

Penulisan Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
tugas Keperawatan Gerontik, Asuhan Keperawatan ini dapat diselesaikan berkat
bantuan pihak terkait. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik secara moral maupun
material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Martha Lena simamora, M.Kep, selaku ketua Program Studi Ners
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns, Jek Amidos Pardede, M.Kep., Sp. J selaku Koordinator Profesi Ners
dan sebagai Koordinator Pengajar Keperawatan Jiwa
5. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
6. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini, sehingga
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata penulis mengucapkan
terimah kasih.
Medan, 15 juni
2021
Penulis

2
Kelompok 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus
yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervetebralis/diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Hernia diskus (cakram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab
utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Herniasi dapat parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra
L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan
mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang
berhubungan dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia nukleus
pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang
mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1        Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia
dengan penyakit HNP
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
yang mengalami gangguan rasa nyaman (HNP)
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia
yang mengalami risiko jatuh.
1.3  Manfaat

3
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Teori dan
Asuhan Keperawatan, terutama Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hernia
Nukleus Pulposus.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam
dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan
lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi
lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa
vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai
berikut:

5
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal
1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities)
ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun,
keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof.
Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65
tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri
dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old
(75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada
lansia meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental,
perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke
semua organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan
integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan,
bertambahnya fat-to-lean body mass ratio dan berkuranya cairan
tubuh.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
kering dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya

6
jaringan adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam akibat
menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel yang
memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal
dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Fungsi kulit sebagai
proteksi sudah menurun
1) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya
aktifitas otot.

2) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,
pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos
tidak begitu terpengaruh.

3) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac
output, berkurangnya heart rate terhadap respon stres,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat
akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn.
Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah
tebal, fibrosis.

4) Sistem perkemiha
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai
50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu
mempekatkan urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN

7
meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang
melemah, frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan pada pria akibatnya retensi urin meningkat,
pembesaran prostat (75% usia di atas 65 tahun), bertambahnya
glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood flow, berat
ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun,
kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal
menurun.

5) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen
arteri menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal
oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.

6) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltik melemah sehingga
dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan absorbsi menurun,
produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun
pada lambung.

7) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.

8) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi

8
terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya gelap),
berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya
sensitivitas terhadap warna yaitu menurunnya daya
membedakan warna hijau atau biru pada skala dan depth
perception).

9) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran
timpani menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin,
perubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi tuba
eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.

10) Sistem syaraf


Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel
kortikol, reaksi menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap
sentuhan, berkurangnya aktifitas sel T, hantaran neuron motorik
melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.

11) Sistem endokrin


Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH,
TSH, FSH dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal
metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron,
menurunnya sekresi hormon gonads yaitu progesteron, estrogen
dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,
parathormon.

12) Sistem reproduksi


Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie
dan uterus, atropi payudara, testis masih dapat memproduksi,
meskipun adanya penurunan berangsur-angsur dan dorongan

9
seks menetap sampai di atas usia 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat
menopause.

13) Daya pengecap dan pembauan


Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan
pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula,
garam, mentega, asam, setelah usia 50 tahun.
c. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya
kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu
penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor
yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya
dengan bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya
dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana,
mempersiapkan diri untuk pensiun dengan menciptakan minat untuk
memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja

10
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang
akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan
psikososial yang lain adalah merasakan atau sadar akan kematian,
kesepian akibat pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan
hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan
ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan kematian pasangan
hidup.
e. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang
membutuhkan kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan
memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan
menetap bila tidak ada penyakit.
f. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal
ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut
Fowler: universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan keadilan.
2.2 Definisi Hernia Nukleus Pulposus
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk
sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini
digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus
disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus.
(Brunner & Suddarth, 2002).
HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus
untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus

11
yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervetebralis/diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Hernia diskus (cakram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab
utama nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
Herniasi dapat parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra
L4-L5, L5-S1 atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan
mungkin sebagai dampak trauma atau perubahan degeneratif yang
berhubungan dengan proses penuaan. (Doenges, dkk, 2000).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hernia nukleus
pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang
mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh.

A. EPIDEMIOLOGI HNP (DI DUNIA/DI INDONESIA)


Herniasi diskus intervertebralis atau hernia nukleus pulposus sering terjadi
pada pria dan wanita dewasa dengan insiden puncak pada dekade ke 4 dan ke
5. Kelainan ini banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak
membungkuk dan mengangkat. HNP pada daerah lumbal lebih sering terjadi
pada usia sekitar 40 tahun dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. HNP
servikal lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun. HNP torakal lebih sering
pada usia 50-60 tahun dan angka kejadian pada wanita dan pria sama.
Hampir 80% dari HNP terjadi di daerah lumbal. Sebagian besar HNP
terjadi pada diskus L4-L5 dan L5-S1. Sedangkan HNP servikal hanya sekitar
20% dari insiden HNP. HNP servikal paling sering terjadi pada diskus C6-C7,
C5-C6, C4-C5. Selain pada daerah servikal dan lumbal, HNP juga dapat
terjadi pada daerah torakal namun sangat jarang ditemukan. Lokasi paling
sering dari HNP torakal adalah diskus T9-T10, T10-T11, T11-T12. Karena
ligamentum longitudinalis posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada
bagian tengahnya, maka protrusi diskus cenderung terjadi ke arah
posterolateral, dengan kompresi radiks saraf.

12
B. ANATOMI-FISIOLOGI ORGAN TERKAIT
Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari
servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan
peredam kejut (shock absorber).
Diskus intervertebralis terdiri dari dua bagian utama yaitu: nukleus
pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel
fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus
pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.
Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
1. Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga
bentuknya seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring)
2. Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
3. Daerah transisi.
Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil
sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula
sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari
proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi
(80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus
berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan/beban.
Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara
progresif dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi
perubahan degenerasi yang ditandai dengan penurunan vaskularisasi
kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam nucleus sehingga
diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.

Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:

13
1. Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang
berat, yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan
disangga oleh sendi L5-S1.
2. Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi
sangat tinggi. Diperkirakan hamper 57% aktivitas fleksi dan
ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1
3. Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior  hanya separuh menutupi
permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering
adalah postero lateral.

C. ETIOLOGI
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya HNP adalah sebagai berikut :
1. Riwayat trauma
2. Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama.
3. Sering membungkuk.

14
4. Posisi tubuh saat berjalan.
5. Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6. Struktur tulang belakang.
7. Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Spasme otot.
3. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
4. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas.
5. Deformitas.
6. Penurunan fungsi sensori, motorik.
7. Konstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
8. Tidak mampu melakukan aktifitas yang biasanya dilakukan.
E. PATOFISIOLOGI
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat
sirkumferensial. Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi,
resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya
presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak
menegakan badan waktu terpleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus puposus dapat mencapai ke korpus
tulang belakang diatas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus
vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus
schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan
kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian
disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau
siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama arteria radipularis yang

15
berada dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral
tidak aka nada radiks yang terkena jika tempat herniasinya berada di tengah.
Pada tingkat L2 dan terus ke bawah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka
herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis mengalami
lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP
sentral dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid,
parestesia , dan retansi urine . sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada
rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-
tengah area bokong dan betis , belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan
ekstensi jari kelima kaki berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP
lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri tekan didapatkan di punggung bawah,
bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral dan di dorsum perdis.
Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek patella negatif.
Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising ),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi
pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda
laseque positif).
Gejala yang sering muncul adalah :
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun ) nyeri menjalar sesuai dengan
distribusisaraf skiatik.
b. Sifat nyeri khasdari posisi terbaring ke duduk,nyeri mulai dari
pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke
tungkai bawah.
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan
pinggang saat batuk atau mengejan , berdiri, atau duduk untuk
jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristirahat
berbaring.

16
d. Penderita sering mengeluh kesemutan ( parostesia) atau baal
bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi
persyarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-L1 (garis antara dua Krista iliaka)
ditekan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen foto lumbosakral :
a. Tidak banyak ditemukan kelainan.
b. Kadang-kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas
vertebra.
c. Penyempitan diskus intervertebralis.
d. Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis, norplasma,
atau infeksi progen.
2. Cairan serebrospinal :
a. Biasanya normal.
b. Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi.
3. EMG (elektromigrafi)
a. Terlihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu.
b. Kecepatan konduksi menurun.
4. Iskografi : Pemeriksaan diskus di lakukan menggunakan kontras untuk
melihat seberapa besar daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis.
5. Elektroneuromiografi (ENMG) : Untuk mengetahui radiks yang terkena
atau melihat adanya polineuropati.
6. Tomografi scan : Melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya
termasuk diskus intervertebralis.
7. MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila
secara klinis tidak didapatkan pada MRImaka pemeriksaan CT scan dan
mielogram dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat derajat
gangguan pada diskus vertrebralis.
8. Mielografi. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalui
tindakan lumbal pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan

17
apabila diketahui adanya penyumbatan hambatan kanalis spinalis yang
mungkin disebabkan HNP.
9. Pemariksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik
untuk menilai komplikasi cidera tulang belakang terhadap orang lain.
G. KOMPLIKASI
1. Kelemahan dan atropi otot
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3. Kehilangan kontrol otot sphinter
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
5. Perdarahan
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi konservatif
a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama
beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi
setengah duduk , tungkai dalam sikap refleks pada sendi panggul dan
lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memekai pegas/per, dengan
demikian tempat tidur harus di papan yang lurus dan ditutup dengan
lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung
bawah mekanik angkut. Lama tirah baring bergantung pada berat
ringannya gannguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien
memerlukan tirah baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tirah
baring, klien melakukan latihan atau dipasang korset untuk
mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi funsi-
fungsi otot.
b. Medikamentosa
1) Simptomatik
a) Analgesik (salisilat, parasetamol),
b) Kortikosteroid (prednison, prednisolon),
c) Anti−inflamasi non−steroid (AINS) seperti piroksikan,

18
d) Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
e) Obat penenang minor (diazepam,klordiasepoksid).
2) Kausal; Kolagenese.
c. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan
mengurangi lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif
tidak memberikan hasil yang nyata , kambuh berulang, atau terjadi defisit
neurologis.

3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
b. Agar tidak menggantungkan diri dengan orang lain dalam melakukan
kegitan sehari-hari (the activity of daily living).
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih,
dan sebagainya.

Trauma dan stres fisik

Rupture diskus
I. PATHWAY
Aliran darah ke diskus berkurang, respon beban yang berat, ligamentum longitudinalis post menyempit

Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebra yang berdekatan

Nucleus pulposus keluar melalui serabut-serabut annulus yang robek Blok saraf parasimpatis

Jepitan saraf spinal


Kelumpulahan otot
pernapasan
Kerusakan jalur simpatetik desending Reaksi peradangan

Iskemian dan hipoksemia


Reaksi peradangan
Kehilangan Terputus
kontrol jaringan
tonus saraf di
vasomotor 19
medulla
persarafan spinal
simpatis ke
jantung
Gangguan pola napas

Syok Edema Reaksi


pembengkakan hipoventilasi
spinal anestetik

Gagal napas
Paralis dan Respon Penekanan Ileus
paralegia nyeri saraf dan paralitik,
Reflek hebat pembuluh gangguan Kematian
spinal dan akut darah fungsi rectum
Kerusakan
dan kandung
mobilitas koma
Mengaktif- fisik penurunan
Nyeri
kan fungsi gangguan
akut
system jaringan eliminasi urin Penurunan tingkat
saraf Kelemahan dan alvi kesadaran
simpatis fisik umum

Ketidakmampuan resiko trauma


Konstriksi prawatan diri (ADL) Disfungsi persepsi
(cidera)
Penekanan spasial dan
pembuluh
jaringan Kemam- kehilangan sensorik
darah
setempat Intake nutrisi Perubahan proses
puan
tidak adekuat keluarga, Kecemasan
Resiko batuk ↓ Perubahan persepsi
klien dan keluarga,
infark sensorik
Resiko Resiko penurunan
miokard Perubahan
kerusakan pelaksanaan ibadah
pemenuhan koping individu
integritas spiritual
nutrisi tidak efektif,
kulit
Risiko Resiko ketidak
Gangguan ketidakber- patuhan terhadap
kardiovaskular sihan jalan penatalaksanaan
napas

J. DOKUMENTASI ASKEP (PENGKAJIAN-EVALUASI)


TEORITIS
1. Pengkajian
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan
gangguan system persarafan sehubungan dengan HNP bergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya. Pengkajian keperawatan HNP meliputi anamnesis riwayat

20
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnosis, dan pengkajian
psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama,suku bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah
sakit, nomor registrasi, diagnosis medis. HNP terjadi pada umur
pertengahan, kebnyakan pada jenis kelamin pria dan pekerja atau
aktifitas berat ( mengangkat benda berat atau mendorong benda berat).
Keluhan utama yang sering alas an klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah nyeri pada punggung bawah.
P : Adanya riwayat trauma ( mengangkat atau mendorong benda
berat).
Q : Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti di sayat, mendenyut,
seperti kena api, nyeri tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran
nyeri. Apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (refered
pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul,semakin lama
semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktoe
pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang batuk atau mengedan,
berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri
berkurang bila diibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas posisi
berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke
bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. Nyeri
bertambah bila ditekan L2- S1(Garis antara dua Kristal iliaka).
R : letak atau lokasi nyeri, minta klien menunjukkan nyeri dengan
setepat-tepatnya sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan
cermat.
S : pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan
aktivitas tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meradakan rasa
nyeri dan memperberat nyeri. Aktivitas yang menimbulkan rasa
nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu, dan gerakan
yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti
analgesic, berapa lama klien menggunakan obat tersebut.

21
T : sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat
menetap, hilang timbul, semakin lama semakin nyeri. Nyeri
pinggang bawah intermiten ( dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun).

Riwayat penyakit saat ini :

Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong


benda yang berat. Pengkajian yang didapat keluhan paraparesis flasid,
parestesia, dan retensi urine. Keluhan nyeri pada punggung bawah,
ditengah-tengah area pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak
kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang
terlibat.

Pengkajian riwayat mentruasi, adneksitis dupleks kronis, yang


juga bisa menimbulkan nyeri panggung bawah yang keluhannya
hamper mirip dengan keluhan nyeri HNP sangat diperlukan untuk
menegakkan masalah klien lebih komprehensif dan memberikan
dampak terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.

Riwayat penyakit dahulu :

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi apakah klien pernah


menderita tuberkulosis tulang, osteomielitis, keganasan (mieloma
multipleks), dan metabolik (osteoporosis) yang semua penyakit ini
sering berhubungan dengan kejadian dan meningkatkan risiko herniasi
nucleus pulposus (HNP).

Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat


hipertensi, riwayat cedera tulang belakang, diabetes militus, dan
penyakit jantung. Pengkajian ini berguna sebagai data untuk
melakukan tindakan lainnya dan menghindari komplikasi.

Riwayat penyakit keluarga :

22
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita
hipertensi dan diabetes melitus.

b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu
dilakukan untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat,
dan respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit
seperti ketakutan akan kecacatan , rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami gangguan pada tulang belakang. Semakin lama klien
menderita paraparese tersebut,maka mungkin akan bermanifestasi pada
koping yang tidak efektif.
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena
klien mengalami kesulitan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidak
mampuan dalam status ekkonomi. Pola persepsi dan konsep diri yang
ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini akan memberi dampak pada status
ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNP yang memerlukan biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga. Perawat juga melakukan pengkajian
terhadap fungsi neurologis dan dampak gangguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan

23
oleh defisit neurologis dalam hubunganya dengan peran social klien
dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi klien dengan
gangguan neurobiologis di dalam dukungan sistem individu.
c. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien , pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem dan terarah (B1-B6) dengan focus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) dan dihubungkan
dengan keluhan klien.
d. Keadaan umum
Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya
paraparese.
B1 (BREATHING)
Jika terjadi area yang terkena HNP adalah sistem saraf
spinal thoracal (T1-T12), maka akan terjadi gangguan pada system
pernafasan dan biasanya yang ditemukan pada pemeriksaan:
Inspeksi, klien terlihat sesak nafas, dan frekuensi
pernafasan meningkat.
Palpasi, ditemukan taktil fremitus yang tidak seimbang
kanan dan kiri.
Auskultasi, ditemukan adanya bunyi nafas tambahan (pada
klien yang mengalami asma bronchial akibat gangguan pada saraf
spinal thorakal).
B2 (BLOOD)
Gangguan kardiovaskular dan perubahan tekanan darah
dapat terjadi pada kasus HNP yang mengenai saraf spinal thoracal
(T1-T12) dan saraf spinal cervikal atas (C1-C2).
B3 (BRAIN)

24
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan
lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainya.
Inspeksi umum, kurvatura yang berlebihan, pendataran
arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring atau
asimetris,muskulaturparavertebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung. Pelvis
dan tungkai selama bergerak.
e. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, biasanya
juga terjadi penurunan kesadaran apabila yang terkena saraf spinal
cervical atas (C1 Dan C2) yang menuju pada area CNS.
f. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik. Status mental klien yang telah lama menderita HNP
biasanya mengalami perubahan.

g. Pemeriksaan saraf cranial


1) Saraf I. Biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan biasanya normal.
3) Saraf III, IV, dan VI. Klien bisanya tidak mengalami
gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
4) Saraf V. Pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisi
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.

25
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
ada fasikulasi, indra pengecapan normal
h. Sistem motorik
1) Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah,
kaki, ibu jari, dan jari lainnya dengan meminta klien melakukan
gerak fleksi dan ekstensi blalju menahan gerakan tersebut.
2) Ditemukan atropi otot pada pada maleolus atau kaput fibula
dengan membandingkan kanan kiri.
3) Fakulasi (konraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-
otot tertentu.
i. Pemeriksaan refleks
1) Refleks Achilles pada HNP L4-L5.
2) Refleks lutut/patella pada HNP lateral L4-L5.
j. Sistem sensorik
Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa
dalam, dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan dermatom yang
terganggu sehingga dapat ditentukan pula radiks yang terganggu.
Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus
sehingga tidak tidak membingungkan klien. Palpasi dilakukan pada
daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri.
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan
karakteristik, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi
pada ginjal. Gangguan pada sistem perkemihan biasa terjadi jika
terkena pada saraf spinal lumbal.
B 5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
asupan nutrisi yang kurang. Lakukan pemeriksaan rongga mulut
dengan melakukan penilaian ada tidak nya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah.hal ini dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Gangguan sistem pencernaan dapat terjadi jika terkena saraf spinal

26
thorakal (mempersarafi usus kecil) dan lumbal (usus besar). Jika area
sakral dan koksigeal yang yang mengalami hernia, biasanya akan
menimbulkan gangguan pada sphinkter karena saraf spinal ini
mempersarafi otot-otot disekitarnya termasuk sphinkter ani eksternal.
B6 (BONE)
Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan
badan karna adanya nyeri, kelemahan, kehilangan sensorik, dan mudah
lelah menyababkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Inspeksi, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus
lumbal, adanya angulus, pelvis yang miring serta asimetris, maskulatur
paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal. Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan
pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak. Palpasi,
ketika meraba kolumna vertebralis, cari kemungkinan adanya deviasi
kelateral atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan, rasa
nyerinya kearah yang paling terasa nyeri.

K. Resiko Jatuh Definisi


Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor
berperan di dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut
seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah,
kekakuan sendi, sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti
lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan
kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai / tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 ).
1. Prevalensi
Berdasar survai di masyarakat AS, Tinetti ( 1992 ) mendapatkan
sekitar 30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya,
separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.

27
Reuben dkk ( 1996 ) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS
pada umum lebih dari 65 tahun berkisar ⅓ populasi lansia setiap tahun,
dengan rata-rata jatuh 0,6/orang. Insiden di rumah – rumah perawatan
(nursing home) 3 kali lebih banyak ( Tinetti, 1992 ). 5 % dari penderita
jatuh ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Kane dkk ( 1994 ) mendapatkan dari survai masyarakat di AS ⅓
lansia umur lebih dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan
sekitar 1/40 memerlukan perawatan rumah sakit. Sedangkan di rumah –
rumah perawatan sekitar 50% penghuninya mengalami jatuh dengan
akibat antara 10 – 25%nya memerlukan perawatan di rumah sakit.

2. Morbiditas
Kecelakan merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika
Serikat tahun 1992, dan no.5 pada 1994 untuk penderita lansia, 2/3 nya
akibat jatuh. Kematian akibat jatuh sangat sulit diidentifikasi karena
sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter pemeriksanya, sebaliknya
jatuh juga bisa merupakan akibat penyakit lain misalnya serangan
jantung mendadak. (Tinetty, 1992).
Fraktur kolum femoris merupakan merupakan komplikasi utama
akibat jatuh pada lansia, diderita oleh 200.000 lebih lansia di AS
pertahun, sebagian besar wanita. Di estimasikan 1% lansia yang jatuh
akan mengalami fraktur kolum femoris, 5% akan mengalami fraktur
tulang lain seperti iga, humerus, pelvis dan lain-lain, 5% akan mengalami
perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius seperti
subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering
merupakan komplikasi akibat jatuh.( Kane et al, 1994 ).
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan
dengan proses menua dan osteoporosis. Wanita mempunyai risiko tinggi
dibanding laki – laki untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat
jatuh.Risiko untuk terjadinya perlukaan akibat jatuh merupakan efek

28
gabungan dari penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar
kekuatan terbantingnya (Reuben, 1996).
3. Faktor Resiko
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus
dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
a. Sistem sensori
Yang berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ),
pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan
atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan.
Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran.
Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karpena
adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses manua. Neuropati
perifer dan penyakit degeneratif leher akan mengganggu fungsi
proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan sensorik tersebut
menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami sensasi
abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke,
Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, sering diderita oleh lansia
dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak
baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992).
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan
meningkatkan risiko jatuh.
d. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994;
Campbell, 1987; Brocklehurs, 1987 ).
e. Faktor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang
benar – benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap
terjadinya jatuh.Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan
gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan proses menua yang

29
fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut
antara lain disebabkan oleh:
1) Kekakuan jaringan penghubung
2) Berkurangnya massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus / lapang pandang
5) Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
1) Penurunan range of motion ( ROM ) sendi
2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan
ekstremitas bawah
3) Perpanjangan waktu reaksi
4) Kerusakan persepsi dalam
5) Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua perubahan tersebut mengakibatkan
kelambanan gerak, langkah yang pendek, penurunan irama, dan
pelebaran bantuan basal.Kaki tidak dapat menapak dengan kuat
dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi
bila terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian tiba
– tiba, sehingga memudahkan jatuh.
4. Penyebab Jatuh Pada Lansia
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan
beberapa faktor, antara lain: ( Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992;
campbell, 1987; Brocklehurs, 1987 ).
a. Kecelakaan : merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50%
kasus jatuh lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset,
tersandung.
b. Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan
akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda –
benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau
vertigo, hipotensi orthostatic, hipovilemia / curah jantung rendah,

30
disfungsi otonom, penurunan kembalinya darah vena ke jantung,
terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi
sesudah makan.
c. Obat – obatan
1) Diuretik / antihipertensi
2) Antidepresen trisiklik
3) Sedativa
4) Antipsikotik
5) Obat – obat hipoglikemia
6) Alkohol
d. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
1) Kardiovaskuler : – aritmia
2) stenosis aorta
3) sinkope sinus carotis
4) Neurologi : – TIA
5) Stroke
6) Serangan kejang
7) Parkinson
8) Kompresi saraf spinal karena spondilosis
9) Penyakit serebelum
10) Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
11) Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
a) Drop attack ( serangan roboh )
b) Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba
c) Terbakar matahari
5. Faktor Lingkungan Yang Sering Dihubungkan Dengan Kecelakaan
Pada Lansia
a. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak
stabil, atau tergeletak di bawah
b. tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok
c. tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang

31
d. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun
e. Karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk
pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah
tergeser
f. Lantai yang licin atau basah
g. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan)
h. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara
penggunaannya.
6. Faktor Situasional Yang Mungkin Mempresipitasi Jatuh
( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan
aktivitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti
posisi. Hanya sedikit sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia
melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau
olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak
kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau
terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada
lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba – tiba dia ingin
pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10%
terjadi di tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih
banyak dibanding saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung /
menabrak benda perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau
tak rata, penerangan ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh.
Eksaserbasi akut dari penyakit kronik yang diderita lansia juga
sering menyebabkan jatuh, misalnya sesak nafas akut pada penderita
penyakit paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba – tiba pada
penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain – lain.

32
7. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti :
( Kane, 1994; Van – der – Cammen, 1991 )
a. Perlukaan ( injury )
1) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek
atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
2) Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ),
humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
3) Hematom subdural
b. Perawatan rumah sakit
1) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi )
2) Risiko penyakit – penyakit iatrogenic
c. Disabilitas
1) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
2) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri,
dan pembatasan gerak
3) Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing
home )
4) Kematian
8. Pencegahan
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan
karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan
tetap memberatkan.
Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain : ( Tinetti,
1992; Van – der – Cammen, 1991; Reuben, 1996 )
a. Identifikasi faktor
resiko
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan
assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan
penyakit sistemik yang sering mendasari / menyebabkan jatuh.

33
Keadaan leingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus
cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin,
bersih dari benda – benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah
tangga yangsudah tidak aman ( lapuk, dapat bergeser sendiri )
sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan / tempat aktifitas
lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan
pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka.WC sebaiknya dengan
kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
Obat – obatan yang menyebabkan hipotensi postural,
hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat
selektif dan dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan
keluargannya tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat
tertentu.
Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat,
tripod, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi
ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi
badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan ( gait )
Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan
badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah
posisi.Penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh pada lansia.Bila goyangan badan pada saat berjalan
sangat berisiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh
rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan ( gait ) juga harus
dilakukan dengan cermat apakah penderita mengangkat kaki dengan
benar pada saat berjalan, apakah kekuatan otot ekstremitas bawah
penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus
dikoreksi bila terdapat kelainan / penurunan.
c. Mengatur / mengatasi fraktur situasional

34
Faktor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi
akut, penyakit yang dideriata lansia dapat dicegah dengan
pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara periodik.Faktor situasional
bahaya lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan
lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang berupa
aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan
penderita.Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa
jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh
melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasil
pemeriksaan kondisi fisik.Bila lansia sehat dan tidak ada batasan
aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik
sangat melelahkan atau beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh.

35
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Asuhan Keperawatan Kasus
Tn. B Berusia 60 tahun datang kerumah sakit PUTRI BIDADARI
dengan keluhan Nyeri daerah punggung kaki kebas, kesemutan atau rasa
menyengat dan terbakar yang tidak nyaman, otot lemas atau tegang kaki
mati rasa, leher kaku.Hasil dari TTV nya adalah TD:  160/90 mmHg, Nadi
90x/menit, RR 19x/menit, dan suhunya 37oC. Setelah dilakukan
pemeriksaan saraf untuk mengetahui refles otot dan pemeriksaan CT Scan
atau MRI untuk mengetahui kondisi tulang belakang dan hasil
pemeriksaan menunjukkan bahwa Tn. B terdiagnosa HNP (Hernia
Nukleus Pulposus).
A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien
a. Nama : Tn.B
b. Umur : 60 Tahun
c. Alamat : Desa Suka Damai Kec. Hinai
d. Pendidikan : D1 STAN
e. Tanggal pengkajian : Selasa,15 juni 2021
f. Jenis kelamin : Laki-Laki
g. Suku : Jawa
h. Agama : Islam
i. Status perkawinan : Menikah

2. Keluhan utama :
Klien merasa nyeri pagian punggung otot lemas atau tegang kaki mati
rasa, leher kaku

3. Riwayat penyakit sekarang :


Klien datang kerumah sakit dengan keluhan otot lemas atau tegang kaki
mati rasa, leher kaku

36
4. Riwayat penyakit dahulu : -

5. Riwayat penyakit keluarga :


Anak klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
penyakit seperti itu sebelumnya dan tidak ada penyakit keturunan.

6. Riwayat obat-obatan : -

7. Riwayat psikologis :
Klien merasa malu jika keluar rumah karena meras tubuhnya tidak bugar
seperti masa muda lagi

8. Riwayat Pekerjaan : Klien dulunya adalah seorang pegai negeri


perpajakan

9.   Pemeriksaan fisik (Review of System)


 B1 (breathing)
RR : 19 x/menit, normal tidak ada gangguan
 B2 (blood)
TD : 160/90 mmHg (peningkatan tekanan darah), nadi :
90x/menit
 B3 (brain)
 Tingkat kesadaran :compos mentis
 B4 (bladder)
BAK > 10 x/hari, bau urin menyengat
 B5 (bowel) : -
 B6 (bone &integumen)
 Kelemahan ekstremitas karena bolak-balik pergi ke toilet, kulit
kering dan lecet-lecet        
10. Tinjauan sistem
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.

37
c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.
e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.
i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
j. Sistem kardiovaskuler : TD 160/90 mmHg
k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising
usus, makan 3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB 1x
sehari.
l. Sistem perkemihan : BAK lancar 5-7 x sehari

11. Pengkajian Psikososial dan spritual


a. Psikososial
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling
ngobrol dengan teman satu kamarnya dan penghuni wisma lain.
b. Masalah emosional
Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi
tidak banyak pikiran.
c. Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu
sehari di panti. Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan di
panti.

38
12. Pengkajian Fungsional Klien
a. KATZ Indeks
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih
bisa dilakukan secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau
bantuan dari orang lain di antaranya yaitu makan, kontinensia
(BAK,BAB), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan
mandi, pasien tidak menggunakan alat bantu berjalan.

b. Modifikasi dari bartel indeks

No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan


Bantuan
1 Makan 10 Frekuensi: 3x sehari
Jumlah: secukupnya
Jenis, nasi, sayur, lauk
2 Minum 10 Frekuensi: 6-8 kali
sehari
Jumlah: secangkir
kecil
Jenis: air putih, dan
susu
3 Berpindah dari satu 15 Mandiri
tempatketempat lain
4 Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi: 3x
menyisir rambut, gosok
gigi).
5 Keluar masuk toilet 5 Frekuensi: 2-3 kali
(mencuci pakaian, menyeka
tubuh, meyiram)
6 Mandi 15 2x sehari pada pagi
hari dan sore hari
sebelum Ashar.
7 Jalan dipermukaan datar 10 Setiap ingin
melakukan sesuatu
misalnya mengambil
minum atau ke kamar
mandi.
8 Naik turun tangga 10 Baik tapi harus pelan-
pelan
9 Mengenakan pakaian 10 Mandiri dan rapi
10 Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi: 1x sehari
Konsistensi: padat
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari

39
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan 10 Jenis: rekreasi keluar
waktu luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam
kategori mandiri

13. Pengkajian Status Mental Gerontik


a. Short Portable Status Mental Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 09 Siapa nama ibu anda?
Jumla Jumlah 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
h dari setiap angka baru, semua secara menurun

Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1
sehingga disimpulkan Tn.B memiliki fungsi intelektual utuh.

40
b. MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun : 2019
b. Musim : Hujan
c. Tanggal: 07
d. Hari : Senin
e. Bulan : Dovember
Orientasi 5 5 Diamana kita sekarang?
a. Negara : Indonesia
b. Provinsi: DIY
c. Kota : Yogyakarta
d. Di : PSTW Budi Luhur
e. Wisma : Anggrek
2 Registras 3 3 Sebutkan nama tiga obyek (oleh pemeriksa) 1
i detik dan mengatakan asing-masing obyek.
a. Meja, Kursi, Bunga.
*Klien mampu menyebutkan kembali
obyek yang di perintahkan
3 Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari angka 100
dan kemudian dikurangi 7 sampai 5 kali / tingkat:
kalkulasi (93, 86, 79, 72, 65)
*Klien dapat menghitung pertanyaan
semuanya.
4. Menging 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek
at pada no 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point
masing-masing obyek.
*Klien mampu mengulang obyek yang
disebutkan

5 Bahasa 9 8 Tunjukkan pada klien suatu benda dan


tanyakan nama pada klien
a. Missal jam tangan
b. Missal pensil
Minta klien untuk mengulangi kata berikut:
“tidak ada, jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar
nilai satu poin
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,
tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai

41
Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.

Total 29
Nilai

Interpretasi hasil : 29 (>23)


Keterangan : Terdapat aspek fungsi mental
baik

14. Pengkajian Depresi Geriatrik (YESAVAGE)


PERTANYAAN J S
AWABAN SKOR

YA/ TIDAK
Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda? 0
Ya
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan atau minat 1
atau kesenangan anda? Ya
Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? T 0
idak
Apakah anda merasa sering bosan? T 0
idak
Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? 0
Ya
Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada T 0
anda? idak
Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup anda? 0
Ya

42
Apakah anda merasa sering tidak berdaya? T 0
idak
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi 1
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru? Ya
Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan T 0
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang? idak
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini 0
menyenangkan? Ya
Apakah anda merasa berharga? 1
Ya
Apakah anda merasa penuh semangat? 0
Ya
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? T 0
idak
Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada T 0
anda? idak
Jumlah 3
Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya

Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga disimpulkan Tn.B kemungkinan depresi.

15. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus


Persepsi 1 2 3 4
Sensori
Terbatas Sangat Tidak
penuh terbatas Agak terbatas
Terbatas
K J
elembapan Lembab Sangat Kadang arang

43
konstan lembab lembab Lembab
A J
ktifitas Di tempat Dikursi Kadang jalan alan Keluar
tidur

Mobilisasi Imobil Sangat Kadang Tidak


penuh terbatas terbatas Terbatas
N S
utrisi Sangat jelek Tidak Adekuat empurna
Adekuat
G S
erakan/ Masalah Masalah Tidak Ada empurna
cubitan Resiko Masalah
T
otal skor = 22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi
Kesimpulan : Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan total
skor : 22 sehingga disimpulkan klien tidak mengalami resiko dekubitus.
16. Pengkajian Risiko Jatuh : Test Skala Keseimbangan Berg
a. Pengkajian Skala Resiko Jatuh
dengan Postural Hypotensi
Reach Test (FR test) Hasil
Mengukur tekanan darah lanisa dalam tiga Diperoleh hasil
posisi yaitu: pengukuran dalam tiga posisi pada Ny.
a. Tidur
K sebagai berikut:
b. Duduk
c. Berdiri a. Tidur : 130/70 mmHg
Catatan jarak antar posisi b. Duduk : 140/90 mmHg
c. Berdiri : 140/90 mmHg
pengukuran kurang lebih 5 – 10 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn.B diperoleh hasil skoring total = 20 mmHg maka dapat
dikatakan bahwa Tn. S memiliki resiko jatuh mengingat usia Tn.B juga sudah
semakin tua dan kemunduruan fungsi organ karena usia tua serta penyakit yang di

44
derita.

b. Fungsional reach test (FR Tests)


Reach Test (FR test) Hasil
1. Minta lansia untuk 1. Lansia dapat berdiri sendiri
menempel ditembok tanpa bantuan / mandiri.
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh <
mencondongkan badannya 6 ichi (5,5 inchi)
ke depan tanpa
melangkahkan kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung
lansia dan biarkan
kecondongan terjadi selama
1 – 2 menit.

KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Tn.B diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi,
maka dapat dikatakan bahwa Tn.B memiliki resiko jatuh.

c. The Time Up Ana Go (TUG Test)


Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa Klien masuk
dalam kategori varable mobility yaitu dengan jumlah score 24 detik.

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
3. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis,
anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
4. Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi,
5. Resiko jatuh

ASUHAN KEPERAWATAN HNP

NO Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional


1 Nyeri berhubungan Klien mengatakan tidak
dengan penjepitan terasa nyeri. Kaji keluhan Nyeri
saraf pada diskus - Lokasi nyeri minimal nyeri, lokasi, merupakan
intervetebralis - Keparahan nyeri lamanya pengalaman

45
berskala 0 serangan, faktor subyektif dan
- Indikator nyeri verbal pencetus / yang harus
dan noverbal (tidak memperberat. dijelaskan oleh
menyeringai) Tetapkan skala pasien.
0 – 10 Identifikasi
karakteristik
nyeri dan
Pertahankan faktor yang
tirah baring, berhubungan
posisi semi merupakan
fowler dengan suatu hal yang
tulang spinal, amat penting
pinggang dan untuk memilih
lutut dalam intervensi
keadaan fleksi, yang cocok
posisi telentang dan untuk
mengevaluasi
Gunakan logroll keefektifan
(papan) selama dari terapi
melakukan yang diberikan
perubahan
posisi Untuk
menghilangka
n stres pada
Batasi aktifitas otot-otot
selama fase akut punggung
sesuai dengan
kebutuhan
Logroll
Berikan (Papan)
relaksan otot mempermudah
yang melakukan

46
diresepkan, mobilisasi
analgesik, dan
agen Untuk
antiinflamasi menghindari
dan evaluasi adanya cidera
keefektifan

Tindakan Agen-agen ini


penghilangan secara
rasa nyeri sistematik
noninvasif dan menghasilkan
nonfarmakologi relaksasi
s (posisi, umum dan
balutan (24-48 menurunkan
jam), distraksi inflamasi.
dan relaksas
Tindakan ini
memungkinka
n klien untuk
mendapatkan
rasa kontrol
terhadap nyeri.
2. Gangguan Tujuan :
mobilitas fisik Klien mampu Berikan / bantu Dapat
berhubungan melaksanakan aktivitas pasien untuk meningkatkan
dengan fisik sesuai dengan melakukan kemampuan
hemiparese/hemipl kemampuannya latihan rentang pasien untuk
egia KH : gerak pasif dan melakukan
Tidak terjadi kontraktur aktif rentang gerak
sendi pasif dan aktif
- Bertabahnya kekuatan
otot Berikan Untuk
- Klien menunjukkan perawatan kulit menghindari

47
tindakan untuk dengan baik, adanya
meningkatkan mobilitas masase titik tekanan pada
yang tertekan area
setelah rehap penonjolan
perubahan tulang
posisi. Periksa
keadaan kulit Penggunaan
dibawah brace analgetik yang
dengan periode berlebihan
waktu tertentu. dapat
menutupi
Kolaborasi gejala, dan ini
dalam menyulitykan
pemberian defisit
analgetik sesuai neurologis
progran dan lebih lanjut
efektivitasnya
Pasien yang
Rujuk pasien mengalami
untuk konsultasi kehilangan
psikologis bila fungsi tubuh
kelemahan permanen akan
motorik, merasa sedih.
sensorik, dan Semakin besar
fungdi seksual makna
terjadi kehilangan,
permanen semakin dalam
lama reaksi
kesedihan ini
Kolaborasi dialami.
dengan ahli
fisioterapi untuk Menurunkan

48
latihan fisik resiko
klien terjadinnya
iskemia
jaringan akibat
sirkulasi darah
yang jelek
pada daerah
yang tertekan
3.  Cemas Tujuan : Berikan Menurunkan
berhubuangan Rasa cemas klien akan lingkungan yang stimulasi yang
dengan prosedur berkurang/hilang. nyaman berlebihan
operasi, diagnosis, KH :Klien mampu dapat
prognosis, anestesi, mengungkapkan Catat derajat mengurangi
nyeri, hilangnya ketakutan/kekuatiranny. ansietas kecemasan
fungsi - Respon klien tampak
tersenyum.
Libatkan Pemahaman
keluarga dalam bahwa
proses perasaan
keperawatan normal dapat
membantu
klien
meningkatkan
beberapa
perasaan
Diskusikan control emosi.
mengenai
kemungkinan Peran serta
kemajuan dari keluarga
fungsi gerak sangat
untuk membantu
mempertahanka dalam
n harapan klien menentukan

49
dalam koping
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari

Diskusikan
mengenai
kemungkinan
kemajuan dari
fungsi gerak
untuk
mempertahanka
n harapan klien
dalam
memenuhi
kebutuhan Menunjukkan
sehari-hari kepada klien
bahwa dia
Berikan support dapat
sistem (perawat, berkomunikasi
keluarga atau dengan efektif
teman dekat dan tanpa
pendekatan menggunakan
spiritual) alat khusus,
sehingga dapat
mengurangi
Reinforcement rasa cemasnya.
terhadap potensi
dan sumber Menunjukkan
yang dimiliki kepada klien
berhubungan bahwa dia

50
dengan dapat
penyakit, berkomunikasi
perawatan dan dengan efektif
tindakan tanpa
menggunakan
alat khusus,
sehingga dapat
mengurangi
rasa cemasnya

Dukungan dari
bebarapa
orang yang
memiliki
pengalaman
yang sama
akan sangat
membantu
klien.

Agar klien
menyadari
sumber-
sumber apa
saja yang ada
disekitarnya
yang dapat
mendukung
dia untuk
berkomunikasi
.

51
Diagnosa 4 : Resiko jatuh

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x12 jam Tn.B tidak


mengalami jatuh, dengan kriteria:

1. Mampu mengidentifikasi bahaya lingkungan


yang dapat meningkatkan cedera

2. Mampu menggunakan alat bantu untuk


menghindari cidera

3. Mampu mempraktekan gerakan latihan


keseimbangan

Intervensi: Rasional:
Kolaborasi:Ambil urine untuk kultur Menentukan adanya ISK, yang
penyebab atau gejala komplikasi
dan sensivitas

52
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau
jaringan melalui lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah
massa setengah cair yang terbuat dari serat elastis putih yang
membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis.
b) Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis
menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis. Nah,jadi
HNP adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-
ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus)
mengalami tekanan dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan
terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang belakang kita.

B. Saran
a. Bagi petugas kesehatan
1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya perawat juga
harus memperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada
klien khususnya lansia yang mengalami HNP untuk menerapkan
Terapi Fisioterapi untuk dilakukan sehari-hari.
2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat 
mengurangi resiko jatuh
b. Bagi lansia
1) Bagi lansia Fisioterafi ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri
untuk lansia saat lansia mengalami HNP.

53
DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. http://minepoems.blogspot.com/2009/07/pregabalin.html. diakses


tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB.

Anonim B. http://belibis-a17.com/2009/11/17/hernia-nukleus-pulposus-hnp-
lumbalis/. diakses tanggal 16 Mei 2011, pukul 17.00 WIB.

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasiikasi


2009-2011. Jakarta : EGC.

Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan
Rencana Asuhan. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000

54

Anda mungkin juga menyukai