Anda di halaman 1dari 12

Tugas individu

Psikologi Klinis

(Tugas ini diajukan untuk memenuhi matakuliah psikologi klinis)

Dosen pembimbing : DRA.Hj.A.Retno Riani,M.Si

NAMA : FITRIYANTI SETIONINGGRUM

NPM : 1531080136

PRODI : PSIKOLOGI B/5

FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Phobia Terhadap
Cicak(herpethophobia)”. Tak lupa pula terima kasih saya sampaikan kepada Ibu
DRA.Hj.A.Retno Riani,M.Si selaku dosen Psikologi Klinis yang memberi motivasi dan
petunjuk untuk menatap masa depan dan bersedia bertukar pemahaman terhadap tema
laporan yang saya susun ini. Untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu hingga tugas saya dapat terselesaikan.

Dalam laporan yang saya buat ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya
mengharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun sehingga kedepannya bisa lebih
baik lagi dan bisa menambah manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, November 2017

Saya (Fitriyanti Setioninggrum)

2
Judul : STUDY KASUS ANXIETAS FOBIK (HERPETOPHOBIA)

A. Pengantar
1. Definisi phobia

Fobia adalah rasa takut berlebihan terhadap sesuatu. Ketakutan tersebut dapat timbul
saat menghadapi situasi, berada di suatu tempat, atau ketika melihat hewan tertentu. Dalam
kondisi fobia yang parah, penderitanya akan berusaha menghindar dari objek yang dapat
memicu ketakutan.Fobia sebenarnya termasuk ke dalam penyakit gangguan kecemasan.
Kondisi ini dapat membuat penderitanya depresi, panik, serta membatasi kegiatan.

Beda fobia dengan rasa takut biasa adalah rasa takut yang dirasakan oleh seorang
penderita fobia adalah hal yang sebenarnya tidak menyeramkan untuk sebagain besar orang.
Sehingga bagi sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap fobia sulit dimengerti.

Ada perbedaan “bahasa” antara pengamat fobia dengan seorang pengidap fobia.
Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara seorang pengidap fobia biasanya
menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa lucu jika seseorang berbadan besar, takut
dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus. Sementara di bayangan mental seorang
pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang sangat besar, berwarna, sangat
menjijikkan ataupun menakutkan.

2. Gejala-gejala phobia

Tanda fobia pada diri seseorang dapat mudah dikenali dari reaksi takut berlebihan yang
diperlihatkannya ketika melihat objek atau menghadapi situasi tertentu. Selain rasa takut yang
berlebihan, fobia juga bisa disertai dengan serangan panik yang ditandai dengan:

 Disorientasi atau bingung.


 Pusing dan sakit kepala.
 Mual.
 Dada terasa sesak dan nyeri.
 Sesak napas.
 Detak jantung meningkat.

3
 Tubuh gemetar dan berkeringat.
 Telinga berdenging.
 Sensasi ingin selalu buang air kecil.
 Mulut terasa kering.
 Menangis terus-menerus dan takut ditinggal sendirian (terutama pada anak-anak).

3. Faktor-faktor penyebab terjadinya phobia

1. Faktor Penyebab Phobia Karena Biologis

Phobia disebabkan karena adanya peningkatan tonus saraf otonomi simpatik dan
perubahan sistem hantar transmisi di otak. Seperti adanya perubahan norefinefrin, serotonin
dan gamma amino butirik asid (GABA) yang berpengaruh pada lokus sereleus di batang otak
sebagai pusat sistem saraf otonom, yang juga berpengaruh pada pusat emosi di sistem limbik
dan korteks otak pre-frontalis.

2. Faktor Penyebab Phobia Karena Keturunan atau Genetika

Perkembangan otak seseorang seperti rasa malu, kecemasan, dan juga rasa nervous
merupakan salah satu yang ter-influence dari faktor keturunan. Jadi ketika orang tua memiliki
fobia, besar kemungkinan diturunkan pada anaknya atau orang yang terlahir dari keluarga
yang mengidap phobia, sangat rentan terkena fobia.

3. Faktor Penyebab Phobia Karena Psikososial

Phobia timbul akibat reflek yang dibiasakan, kecemasan ditimbulkan oleh rangsangan
alami yang menakutkan. Seperti kebiasaan orang tua yang menakut-nakuti anak dengan
sesuatu yang tidak masuk akal. Kita memberikan imajinasi kepada anak bahwa hal tersebut
sangat menakutkan. Hal tersebut memang cukup efektif untuk menakuti anak tapi dampak
buruknya jika ketakutan anak tersebut dibawa sampai dia dewasa.

4. Faktor Penyebab Phobia Karena Trauma

Trauma akan hal yang pernah dialami pada masa lalu dan masih ditakuti sampai sekarang,
hal ini pun menjadi phobia. Pengalaman buruk yang menakutkan dan menyedihkan atau
merasa tertekan juga dapat menimbulkan trauma yang mengakibatkan phobia. Contohnya,

4
sewaktu kecil pernah dipatuk ayam betina dan sampai sekarang masih takut dengan ayam.
Bahkan lebih parahnya menjadi takut pada semua ayam.

5. Faktor Penyebab Phobia Karena Geli atau Jijik

Karena merasa geli atau jijik juga bisa membuat kita phobia. Geli dengan bulu binatang,
ulat, cacing, dan lain-lain. Bukan hanya wanita saja yang geli dengan benda-benda diatas.
Pria pun banyak yang merasa phobia dengan kegelian. Penampilan maco, ada ulat dia lari.
Tidak ada salahnya pria phobia, karena ini memang tidak dibuat-buat takutnya.

6. Faktor Penyebab Phobia Karena Lingkungan

Berada dilingkungan yang tidak aman dan tenang seperti dilingkungan yang sedang
terjadi konflik atau peperangan dapat mengakibatkan trauma yang menjadi penyebab phobia.
Misalnya phobia pada suara keras, phobia suara tembakan, dan lainnya.

4.teori-teori tentang phobia

Teori Psikoanalisis. Menurut Freud, fobia merupakan pertahanan terhadap kecemasan


yang disebabkan oleh impuls-impuls id yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id
yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki koneksi simbolik
dengannya. Berbagai objek atau situasi ini—sebagai contoh, lift atau tempat tertutup—
kemudian menjadi stimuli fobik. Dengan menghindarinya seseorang dapat menghindar dari
konflik-konflik yang ditekan. Fobia adalah cara ego untuk menghindari konfrontasi dengan
masalah sebenamya, yaitu konfik masa kecf yang ditekan. Sebagai contoh, Freud menduga
bahwa Little Hans, yang disebutkan sebelumnya, tidak berhasf mengatasi konflik Oedipal
sehingga ketakutannya yang intens pada ayahnya dialihkan ke kuda dan ia menjadi fobik
untuk keluar rumah.

Teori Behavioral. Teori behavioral berfokus pada pembelajaran sebagai cara


berkembangnya fobia. Beberapa tipe pembelajaran mungkin berperan. Avoidance
Conditioning. Penjelasan utama behavioral tentang fobia adalah reaksi semacam itu
merupakan respons avoidance yang dipelajari. Dalam sejarah, demonstrasi Watson dan
Rayner (1920) mengenai pengondisian terhadap suatu rasa takut atau fobia yang terlihat jelas
pada Little Albert dianggap sebagai model mengenai bagaimana fobia dapat terjadi.
5
Formulasi avoidance conditioning dilandasi oleh teori dua faktor yang diajukan oleh Mowrer
(1947) dan menyatakan bahwa fobia berkembang dari dua rangkaian pembelajaran yang
saling berkaitan.

1. Melalui classical conditioning seseorang dapat belajar untuk takut pada suatu stimulus
netral (CS) jika stimulus tersebut dipasangkan dengan keadian yang secara intrinsik
menyakitkan atau menakutkan (UCS)

2. Seseorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan
melarikan diri dari atau menghindari CS. Jenis pembelajaran yang kedua ini diasumsikan
sebagai operant conditioning; respons dipertahankan oleh konsekuensi mengurangi ketakutan
yang menguatkan.

Mungkin ketiadaan suatu UCS bukan merupakan hal penting karena kunci atas
ketakutan yang dikondisikan adalah UCR (Forsyth & Eilert, 1998). Yaitu, seseorang yang
mengalami episode ketegangan fsiologis yang mendalam (UCR), karena beberapa alasan
yang tidak disadarinya, dapat secara salah menyimpulkan bahwa situasi yang tidak berbahaya
telah menyebabkan ketegangan dan ketakutan tersebut sehingga dapat menimbulkan fobia.
Namun, jika situasi yang dihadapi seseorang tidak bersifat traumatis, tidak terdapat UCS
yang jelas.

Modeling. Selain belajar untuk takut terhadap sesuatu sebagai akibat pengalan yang
tidak menyenangkan dengannya, ketakutan dapat dipelajari dengan meniru reaksi orang lain.
Dengan demikian, beberapa fobia dapat terjadi melalui modeling bukan melalui pengalaman
yang tidak menyenangkan terhadap objek atau situasi yang ditakuti. Seperti disampaikan
sebelumnya  berbagai macam perilaku, termasuk respons-respons emosional, dapat dipelajari
dengan menyaksikan suatu model. Pembelajaran terhadap rasa takut dengan mengamati
orang lain secara umum disebut sebagai vicarious learning.

Vicarious learning juga dapat terjadi melalui instruksi verbal; yaitu, reaksi fobik dapat
dipelajari melalui deskripsi yang diberikan orang lain tentang apa yang mungkin terjadi selain
melalui observasi terhadap ketakutan orang lain. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-
hari, orang tua dapat berulang kali memperingatkan anaknya agar tidak melakukan beberapa
aktivitas yang membahayakan.

6
Pembelajaran yang Dipersiapkan (prepared learning). lsu lain yang tidak dibahas
dalam model pembelajaran avoidance adalah bahwa orang-orang cenderung hanya takut pada
objek atau situasi tertentu, seperti laba-laba, ular, dan ketinggian, namun tidak pada objek
lain, seperti domba (Marks, 1969). Fakta bahwa stimulus tertentu yang netral, disebut stimuli
yang dipersiapkan, lebih mungkin dibanding stimuli lain untuk menjadi stimuli yang
dikondisikan secara klasik yang mungkin berperan terhadap kecenderungan ini. Sebagai
contoh, tikus belajar menghubungkan rasa dengan kondisi mual bukan dengan sengatan bila
keduanya diberikan bersamaan (Garcia, McGowan, & Green, 1972). Beberapa ketakutan bisa
saja sangat mencerminkan classical conditioning, namun hanya pada stimuli yang secara
fisiologis memang sensitif bagi suatu organisme (Seligman, 1971). Eksperimen pengondisian
yang menunjukkan extinction rasa takut secara cepat mungkin menggunakan berbagai CS
yang tidak siap dihubungkan dengan UCS oleh organisme bersangkutan.

Diperlukan Diathesis. Pertanyaan terakhir untuk dibahas adalah mengapa beberapa


orang yang memiliki pengalaman traumatis tidak mengalami ketakutan yang menetap.
Sebagai contoh, 50 persen di antara orang-orang yang sangat ketakutan terhadap anjing
menuturkan pengalaman traumatis yang pernah mereka alami dengan anjing, begitu juga
dengan 50 persen di antara orang-orang yang tidak takut anjing (DiNardo dkk., 1988).
Perbedaan di antara dua kelompok tersebut adalah kelompok fobik berfokus pada dan
menjadi cemas terhadap kemungkman munculnya kejadian traumatis yang sama pada masa
mendatang. Dengan demikian, suatu diathesis kognitf—meyakini bahwa kejadian traumatis
yang sama akan terjadi pada masa mendatang—mungkin merupakan hal penting dalam
terbentuknya fobia. Kemungkinan diathesis psikologis lain adalah adanya riwayat yang
menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan lingkungan (Mineka & Zinbarg, 1996).

Secara ringkas, data yang telah kita kaji menunjukkan bahwa beberapa fobia mungkin
dipelajari melalui avoidance conditioning. Namun, avoidance conditioning tidak dapat
dianggap sebagai teori yang sepenuhnya dapat dibenarkan. Sebagai contoh, seperti
disebutkan sebelumnya, banyak orang yang menderita fobia menuturkan bahwa mereka tidak
pernah terpapar langsung dengan kejadian traumatis atau dengan model yang menakutkan
(Merekelbach dkk., 1989). Terlebih lagi, model avoidance conditioning memiliki kesulitan
menangani komorbiditas di antara berbagai jenis fobia.

7
Teori Kognitif. Sudut pandang kognitif terhadap kecemasan secara umum dan fobia
secara khusus berfokus pada bagaimana proses berpikir manusia dapat berperan sebagai
diathesis dan pada bagaimana pikiran dapat membuat fobia menetap. Kecemasan dikaitkan
dengan kemungkinan yang lebih hesar untuk menanggapi stimuli negatif, menginterpretasi
informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan memercayai bahwa
kejadian negatf memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadi di masa mendatang
(Heinrichs & Hoffman, 2000; Turk dkk.,2001). lsu utama dalam teori ini adalah apakah
kognisi tersebut menyebabkan kecemasan atau apakah kecemasan menyebabkan kognisi
tersebut. Walaupun beberapa bukti eksperimental mengindikasikan bahwa cara
menginterpretasi stimuli dapat menyebabkan kecemasan di laboratorium (Matthews &
McKintosh, 2000), namun tidak diketahui apakah bias kognitif menjadi penyebab gangguan
anxietas.

Berbagai studi terhadap orang-orang yang mengalami kecemasan sosial telah meneliti
faktor-faktor kognitif yang berkaitan dengan fobia sosial. Orang-orang yang mengalami
kecemasan sosial lebih khawatir terhadap penilaian orang lain dibanding orang-orang yang
tidak memiliki kecemasan sosial (Goldfried, Padawer, & Robins, 1984), lebih memerhatikan
citra yang mereka tunjukkan pada orang lain (Bates, 1990), dan cenderung melihat diri
mereka secara negatif walaupun mereka tampil dengan baik dalam suatu interaksi sosial
(Wallace 61 Alden, 1997).

B. Ilustrasi kasus
Identitas Subjek
Nama                                       : Dini Rasika Sani
Tempat & Tanggal Lahir         : Tunggal Warga,31 agustus 1997
Alamat                                     : jl Flamboyan Raya No.31 (Bandar Lampung)
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Umur                                       : 20 Tahun
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Agama                                     : Islam
Status : Mahasiswa Poltekes

Dini adalah anak pertama dari 3 saudara dulu ia 1 sekolah SMA dengan saya bahkan 1
kelas dengan saya, dini anak yang pinter bahkan pandai dia juga mempunyai cita-cita yang
tinggi. Sekarang dia kuliah di poltekkes, awalnya dia ketrima di 2 universitas yang pertama

8
dia ketrima di UNILA dan poltekes namun dia tolak dan dia memilih untuk mengambil
kuliah di poltekes. Alasan mudah dia bilang bahwa jurusan yang dia pilih di UNILA tidak
sesuai dengan dirinnya. Dini teman saya ini dulu sewaktu sekolah di SMA saat jam istirahat
dkita sedang mengobrol dan tiba-tiba ada teman kita laki-laki melemparkan cicak yang sudah
mati kearah kita, sontak dini tiba-tiba menjerit ketakutan, awalnya saya dan teman-teman
saya yang lain berpikir bahwa dini Cuma menjerit karena kaget namun, dia sampai menangis
dan tidak berhenti menangis dan menyuruh agar kita menyingkirkan cicak tersebut.
Setelah itu dia minta diantarkan kekamar mandi sambil menghapus air matanya dia
merasa pusing dan saya beri minum, lalu setelah kekamar mandi dan sesampainya dikelas
saya bertanya kepada dini kenapa tadi dia sampai jerit-jerit dan menangis seperti itu, lalu dia
bercerita dulu waktu dia masih SMP dia pernah membuka pintu rumahnya dan ada cicak
yang terjepit di pintu rumahnya tersebut sampai bonyok dan usus-ususnya keluar semua
mengenai tangan dia. lalu dia terus merasa jijik dan langsung cepet-cepet kekemar mandi
untuk menyuci tangan tersebut begitu dia ceritakan kepada saya, nah, sejak saat itulah dia jadi
takut dengan cicak walaupun cicak mainan bukan beneran yang hidup dia tetap takut, setiap
ada cicak didinding dia menghidar karna takut kejatohan, walaupun cicak itu udah mati dia
tetap takut sampai-samapi bisa menjerit histeris gara-gara cicak dan dai bisa sampai
keringetan kalau ada cicak didekatnya bahkan nangis terus menerus.saat saya tanya kenapa
seperti itu dia bilang jijik dan aneh gitu melihatnya begitu kata dini. Bahkan saat saya main
kerumah nya saat makan bersama tiba-tiba ada cicak di plafon rumanhya dia buru-buru
mengajak pindah tempat. Dan waktu main kerumah saya pun dia melihat cicak dia pun buru-
buru ingin pindah tempat duduk agar bisa terhindar dari cicak.

C. Assesmen
 I dentifikasi

Nama                                       : Dini Rasika Sani


Tempat & Tanggal Lahir         : Tunggal Warga,31 agustus 1997
Alamat                                     : jl Flamboyan Raya No.31 (Bandar Lampung)
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Umur                                       : 20 Tahun
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara
Agama                                     : Islam
Status : Mahasiswa Poltekes

9
Faktor-faktor phobia terhadap cicak
 Faktor penyebab phobia karena geli atau jijik
Ini terlihat saat saya menanyakan langsung kepada subjek bahwa yang dia ceritakan
juga saat masa lalu itu pernah menemukan cicak yang bonyok dan mengenai dirinya
dia takut jijik dan geli.
 Faktor penyebab phobia karena trauma
Ini terbukti saat setiap subjek melihat cicak masih saja takut dan selalu menghindar,
dan juga sisubjek pun terlihat menangis histeris saat di lempar cicak walaupun itu
cicak mainan bukan asli.
  Sumber Informasi
Informasi diperoleh dari saat saya langsung menanyakan kepada sisubjek langsung
dan dia pun menceritakanya dan juga melihat langsung tingkah laku sisubjek ketika melihat
cicak. Dan saudaranya pernah bilang juga kalau sisubjek takut sekali dengan cicak.
Hasil Observasi & Wawancara
Herpetophobia adalah salah satu phobia terhadap hewan merayap dan melata seperti
cicak, tokek, buaya dll. Dalam kasus ini sisubjek termasuk kedalam herpethopobhia karena
phobia terhadap hewan cicak. Setelah dilakukan observasi sisubjek memang terlihat seperti
orang pada umumnya namun, ketika ada seseorang yang jail atau hanya main-main saja
membawa cicak dia diam saja, tetapi terlihat dari raut wajahnya dia ketakutan, bahkan
mengeluarkan keringat, dan juga agak sedikit menghindar,. Ia sebenarnya ingin sekali
menjerit namun ia takut kalau dia menjerit malah nambah ditakut-takuti dan semua orang jadi
tau kalu dia takut sekali dengan cicak. Maka dari itu dia menahan diri untuk berteriak saat
ada cicak, hanya sebagian orang yang mengetahui kalu dia talut dengan cicak, sisubjek juga
berkata bahwa keluarganya pun tidak semuanya tahu kalau dia sangat akut dengan cicak.
Saya juga pernah bertanya kepadanya apakah dia mau seperti ini terus, sisubjek menjawab
sebenarya siapa orang yang mau ketakutan seperti ini Cuma gara-gara cicak. Dan ketika saya
tanya apakah dia mau sembuh dia bilang iya pasti , dia sudah pernah memberanikan diri
untuk tidak takut dengan cicak namun tetap saja tidak bisa, hal yang dulu pernah dia alami
ketika melihat cicak mati sampe bonyok tetap terbayang di pikiranya, dan dia pun jadi selalu
takut dengan cicak.
Bahkan dulu saya juga pernah bertanya kepada budenya, dia bilang ia sisubjek takut
sekali dengan cicak namun budenya juga tidak tau apa sebabnya. Dari hasil observasi dan
wawancara yang saya lakukan sisubjek ini memang trauma dengan kejadian yang ia alami

10
terhadap cicak dan ia memang tidak banyak mengetahui kalau dia trauma dengan cicak
bahkan keluargana pun sedikit yang mengetahui kalau dia takut dengan cicak, kalaupun ada
yang tau kalau dia takut dengan cicak keluarganya tidak tau apa sebabnya dia sangat takut
dengan cicak.

D. Treatmen (Penanganan)
Menurut saya penanganan atau jalan keluar untuk menyelesaikan phobia yang di
hadapi oleh sisubjek ini adalah:

 Hypnotheraphy: Penderita phobia diberi sugesti-sugesti untuk menghilangkan phobia.


 Reframing: Penderita phobia disuruh membayangkan kembali menuju masa lampau
dimana permulaannya si penderita mengalami phobia, ditempat itu dibentuk suatu
manusia baru yang tidak takut lagi pada phobia-nya.
 Si subjek harus memiliki Rasa optimis 100% bahwa ketakutan fobia ini bisa diatasi.
Jika sisubjek memiliki fobia terhadap sesuatu dan memiliki keinginan untuk sembuh,
sisubjek harus optimis bahwa ia bisa sembuh, karena fobia termasuk kelainan yang
bisa disembuhkan.
 Bantuan dan dukungan 100% dari diri sendiri dan keluarga dibutuhkan dalam rangka
terapi dan penyembuhan fobia ini bisa berhasil dan juga agar berangsur-angsur
kondisi ini menghilang.
 Jangan malu, merasa minder atau berusaha untuk menyembunyikan fobia dari orang-
orang disekitarnya, justru bantuan dan dukungan dari teman dan keluarga adalah
sesuatu yang di butuhkan untuk dapat mengatasi dan melewati proses penyembuhan
fobia sisubjek.
 Menjalani terapi/sugesti alam bawah sadar (hipnosis) untuk mencapai hasil optimal
dan permanen.Dengan metode hipnosis, seseorang yang mengidap fobia akan
dibimbing untuk menemukan penyebab fobianya, kemudian dilakukan pembelajaran
ulang atas peristiwa penyebab fobia tersebut. Dengan pemahaman yang baru
mengenai peristiwa traumatis tersebut, maka fobia akan sembuh seketika dan tidak
kambuh dalam waktu yang sangat lama atau bahkan selamanya.

11
Dihari pertama saya memberi tahunya bahwa Dini harus mencoba berani untuk
mendekati cicak. Hal pertama yang harus Dini lakukan dalam cara mengatasi phobia terhadap
cicak yaitu Dini harus merubah pemikirannya tentang cicak. Dengan cara memahami apa hal
yang membuat Dila merasa ketakutan saat ada cicak didekatnya. Yakini bahwa cicak
hanyalah sebuah hewan yang menempel didinding dan tidak akan membahayakan bagi
dirinya..

Selanjutnya yang Dini harus lakukan yaitu hadapi dan lawan rasa takut tersebut. Saya
memberi tahunya bahwa saya akan memberikan cicak mainan . Dini harus berani memegang
cicak mainan tersebut. Dini sangat keberatan tentang ide saya tersebut tetapi saya memberi
tahunya jika ia ingin seperti teman-temannya maka ia harus melawan rasa takutnya
mendekati cicak. Lalu saya mulai memperlihatkan cicak mainan tersebut dari jarak yang
cukup jauh dari dirinya, kemudian semakin dekat.

Dihari ke dua saya memberi intervensi lain dengan menaruh cicak mainan tersebut di
atas meja dan dia berada didekatnya, kemudian Dini harus berani untuk menyentuhnya
walaupun hanya sekedar di sentuh sedikit dan yakin bahwa seekor cicak bukanlah layaknya
monster yang harus ditakuti.

Kesimpulan
Menurut saya seorang yang terkena phobia terhadap hal apapun sebenarnya
membutuhkan orang terdekat untuk bisa sembuh dari phobianya tersebut, dan juga
kemauman dari diri sendiri pun penting dalam membangkitkan percaya dirinya agar dia bisa
bangkit dan bersedia menghilangkan phobianya tersebut.

12

Anda mungkin juga menyukai